Bab 12
Aku langsung disambut oleh pemandangan
malam distrik perumahan yang dikenal setelah keluar dari rumahku. Bahkan aspal
yang biasanya panas membara sekarang cukup dingin. Hari ini adalah hari yang
dijanjikan dari kencan festival musim panasku dengan Sako-san. Aku mengenakan sandal
Geta dan pakaian musim panas biasa, lalu menuju ke halte bus terdekat. Dalam
perjalanan ke sana, aku sudah melihat beberapa wanita mengenakan Yukata,
membuat penampilanku benar-benar membaur dengan sempurna. Aku penasaran, apa
Sako-san akan mengenakan yukata ... Atau dia akan mendengarkan permintaanku dan
mengenakan pakaian kasualnya?
Jika dia mengenakan Yukata, hal
tersebut akan menjadi bukti sempurna bahwa dia akan berbuat apa saja untuk
berhenti menjadi sempurna. Jadi, mana yang akan terjadi? Sambil menunggu bus
tiba, aku mengeluarkan smartphone-ku. Aku bisa melihat pesan dari Takumi yang
mengatakan 'semoga sukses dalam
pertempuran.' Aku menjawab dengan singkat
'Aku akan melakukan yang terbaik.'
Selama beberapa hari terakhir, aku
menerima banyak saran dari Takumi. Berkat itu, kupikir aku bisa bertindak
seperti pengawalan yang tepat untuk kencan ini. Aku masih berpikir bahwa
Sako-san dan aku bukanlah pasangan yang serasi, tetapi setidaknya aku ingin dirinya
bisa menikmati kencan. Untuk itu, berusaha menjangkau sesuatu yang tidak bisa
kugapai seharusnya boleh diizinkan. Aku menyimpan smartphoneku, dan sekali lagi
memikirkan saran yang kudapatkan dari Takumi.
[Begitu
kalian berdua bertemu, kamu harus memuji pakaiannya]
Aku tidak tahu apakah Sako-san
akan mengenakan pakaian kasualnya atau yukata, tetapi aku harus memujinya tidak
peduli apa pilihannya. Ketika aku secara mental mempraktikkan kalimatku,
lampu-lampu cerah dari bus memotong kegelapan malam. Pajangan bus untuk kuil
terdekat sudah dipenuhi dengan berbagai keluarga dan pasangan. Tidak seperti
sebelumnya, semua penumpang tersenyum. Hal itu membuatku merasa seperti hanya
ak satu-satunya yang merasa gugup.
*****
Ponselku bergetar. Ternyata itu
pemberitahuan pesan dari Tsuyoshi-kun, yang menyatakan 'Halte busnya lumayan sesak, jadi aku mungkin akan sedikit terlambat’. Aku
lalu mengiriminya balasan singkat ‘Iya,
enggak apa-apa’. Tempat di depan stasiun kereta tempat kami memutuskan
untuk bertemu sudah penuh dengan orang-orang. Hari ini adalah kesempatan
terakhir yang bisa kumiliki untuk bertemu Tsuyoshi-kun. Kesempatan terakhirku
untuk menyatakan perasaanku. Bahkan, aku merasa ingin menangis setiap kali aku
memikirkannya, tetapi aku tidak bisa bersantai. Aku harus menang atas
Tsuyoshi-kun sepenuhnya hari ini. Aku mengeluarkan ponselku dan menggunakan
kamera untuk memeriksa apakah rambut dan pakaianku terlihat bagus-bagus saja. Aku
membeli yukata baru dengan perpaduan warna putih dan vermillion.
Karena Tsuyoshi-kun bilang kalau ia ingin melihat penampilanku dalam pakaian kasual, jadi aku memilih Yukata
sebagai gantinya. Mengabaikan permintaan anak laki-laki akan membuatku
kebalikan dari sempurna. Ibu membantuku mengikat rambutku untuk membuatnya
bergetar di belakang kepalaku, mengungkapkan leherku. Aku juga memotong poni aku
sedikit untuk membuatnya terlihat kikuk seperti dulu ketika aku pertama kali
ditolak. Menyadari bahwa persiapanku sempurna, aku mengangguk kepada diriku
sendiri. Aku masih terlihat manis seperti sebelumnya, tapi gambaranku yang
sempurna sudah hancur. Sama seperti yang aku rencanakan.
Meski begitu, aku maish merasa
agak cemas. Setiap kali aku melihat seorang gadis melewatiku, aku merasa bahwa
desain Yukataku terlalu polos. Aku yakin ia tidak tertarik dengan Yukata,
tetapi aku masih ingin Tsuyoshi-kun berpikiran kalau aku ini imut. Dadaku
dipenuhi dengan ketegangan, dan aku mengalihkan pandanganku dari kerumunan
orang. Kurasa sudah waktunya baginya untuk tiba. Karena ada banyak pengunjung, aku
mungkin sulit untuk melihatnya.
Apalagi ia mungkin berpikiran
kalau aku mengenakan pakaian kasual, jadi mungkin ia bahkan tidak akan mencariku
dengan penampilanku yang memakai yukata. Aku ingin memanggilnya dan
mengejutkannya. Aku menantikan untuk melihat reaksinya sekarang. Ia mungkin
hanya melompat kaget — tepat ketika aku sedang melamuni itu , justru ada seseorang
yang memanggilku .
“Maaf sudah membuatmu menunggu,
Sako-san.”
“Wah, Tsuyoshi-kun?! Kamu bikin
kaget saja!”
Kupikir aku sudah melakukan
pekerjaan yang dilakukan dengan baik, namun Tsuyoshi-kun justru menemukanku
terlebih dahulu. Seperti yang diharapkan, bisa dibilang begitu, karena
Tsuyoshi-kun mengenakan sesuatu yang sama sekali berbeda dari apa yang aku
bayangkan. Rambutnya ditata bergaya sedikit, mengungkapkan matanya yang tampak
lembut. Selain itu, ia mengenakan jaket pendek hitam kasual dengan celana
panjang. Penampilannya terlihat jauh lebih dewasa daripada seragam sekolahnya. Aku
ingin memberitahunya betapa tampannya. Aku ingin memujinya karena itu cocok
untuknya. Tapi ... lidahku terasa kaku, aku mengalami kesulitan membentuk
kata-kata. Ditambah pula, Tsuyoshi-kun duluan yang mulai angkat bicara.
“Sungguh pemandangan yang
cantik sekali, Sako-san.”
Otakku segera bangkit
sepenuhnya. Apa ia baru saja memanggilku cantik ...? Walaupun itu hanya satu
kata, jalan pikiranku masih belum mampu memahaminya. Aku berhasil mendapatkan
kembali ketenanganku dan menyadari apa yang Tsuyoshi-kun bicarakan.
“Ah! Maksudmu yukataku!
Kelihatan bagus, bukan? Ibu bilang kalau ini terlihat cantik pada aku, jadi
dia—”
“Tidak, maksudku kamu terlihat
cantik. Yukata hanyalah tambahan.”
Kesadaran aku hampir melompat
keluar dari tubuhku, membuatku merasa pusing. Hatiku berpacu dengan cepat. Aku
mungkin akan segera mati.
“Kamu baik-baik saja?”
“Y-Ya, seharusnya sih begitu.”
Aku tidak baik-baik saja.
“Kamu memotong ponimu juga,
ya.”
“Ya! Terlihat kikuk, iya ‘kan!”
“Tidak, kupikir itu sangat
cocok untukmu.”
Sudah berakhir, upayaku untuk
merusak kesan sempurnaku sudah gagal total.
“Ayo kita pergi?”
Tsuyoshi-kun mulai memimpin, dan
berjalan di depanku dengan jarak setengah langkah. Ada yang aneh. Atau lebih
tepatnya, semuanya terasa aneh. Mengapa Tsuyoshi-kun mengenakan itu? Hampir seolah-olah
ia sudah menebak kalau aku akan memakai yukata. Meskipun ia bilang ia tidak
menginginkanku. Belum lagi dia memuji penampilanku. Kurasa itu sudan menjadi
norma untuk melakukan itu ketika berkencan dengan seorang gadis, tapi cara
pengucapannya sangat alami ... di tambah lagi, ia dengan hati-hati berjalan di
dekatku, sehingga aku takkan tersesat meskipun dengan canggung mengikutinya.
Isi kepalaku jadi kacau balau
karena semuanya tidak sesuai dengan apa yang kurencanakan. Kakiku tidak mau
bekerja seperti yang aku inginkan, tidak mengizinkanku berjalan dengan benar.
Namun, tubuhku terasa sangat ringan. Aku hanya mengikuti Tsuyoshi-kun dengan
kepala u menggantung rendah sampai kami mencapai kerumunan besar, dan aku
mengangkat kepalaku. Hal pertama yang menarik perhatianku adalah gerbang kuil
yang besar, dengan berbagai kios berbaris di kedua sisi jalan. Jalanan bata
bergaya Jepang menggelitik keingintahuanku.
Aroma yang melayang ke arah
kami berkat hembusan angina, tidak hanya terdiri satu makanan saja, tapi
aromanya bercampur dengan arma manis dan pedas yang hanya meningkatkan nafsu
makanku. Tepat sebelum kami melewati gerbang kuil, Tsuyoshi-kun berbalik ke
arahku.
“Apa ada sesuatu yang ingin
kamu makan?”
Aku langsung kepikiran kue
spons berukuran kecil atau pisang cokelat. Mumpung kami sedang berada di sebuah
festival, aku ingin mencoba beberapa manisan yang cuma bisa dibeli di sini.
Tetapi karena aku memberi tahu Tsuyoshi-kun bahwa aku suka makanan asin, aku
tidak bisa mengungkapkan makanan favoritku di sini. Sudah waktunya bagiku untuk
bertindak lagi.
“Mungkin Ikayaki*? Aroma kecapnya
benar-benar menarik selera makanku.” Aku menjawab begitu, lalu Tsuyoshi-kun
berkedip dalam kebingungan. (TN: Jajajanan cumi panggang yang dilapisi kecap asin)
Dan setelah keheningan singkat,
ia berbicara.
“Hmmm ... bukan permen apel?”
Permen apel! Itu adalah makanan
favoritku di festival musim panas. Meski begitu, aku berusaha menahan keinginanku.
“Kamu tahu makanan kesukaanku, ‘kan?
Kenapa kamu malah bertanya tentang itu?”
“Kamu memang menyebutkannya
sebelumnya, tapi ... Yah, tentu saja.” Tsuyoshi-kun memberikan respons bingung
dan mulai berjalan menuju kios yang menjual Ikayaki.
Aku sebenarnya tidak terlalu
menyukai Ikayaki, tetapi berbeda dengan miso kepiting, setidaknya aku bisa
memakannya. Aku tidak bisa membiarkan Tsuyoshi-kun menyadari kebohonganku.
Setelah kami berjalan selama beberapa menit, Tsuyoshi-kun tiba-tiba berhenti
dan mengeluarkan dompetnya.
“Hah? Kios Ikayakinya masih ada
di depan, ‘kan?”
“Yap, tapi ada sesuatu yang
ingin aku makan.”
Tsuyoshi-kun berjalan menuju
sebuah kios dan memanggil paman dengan handuk di lehernya.
“Aku mau satu permen apelnya.”
“Siapp, harganya 200 yen.”
Bersama dengan uang kembalian,
Tsuyoshi-kun menerima permen apel tersebut. Aku merasa iri sekali. Aku ingin memakannya
juga. Tetapi karena aku berbohong kepadanya, aku tidak bisa meminta untuk
mencicipinya. Tsuyoshi-kun menjatuhkan tatapannya pada permen apel dan
berbicara.
“Aku selalu ingin mencobanya.”
“H-Hah ...”
Permen apel yang dipegang di
tangannya tampak bersinar terang saat diterangi oleh cahaya dari kios. Permen
apel tersebut terlihat sangat lezat ... Aku mengutuk diriku karena berbohong
tentang sesuatu yang sangat bodoh.
“Jadi beginilah rasanya, ya.”
Tsuyoshi-kun mencicipi permen apel itu, dan menggumamkan kesan tulusnya. Aku
bisa melihat daging putih dari apel, yang membuatku menelan ludah kecut.
“Mau mencicipinya?”
“Ak-aku baik-baik saja.”
“Oh baiklah. Kupikir kamu ingin
mencobanya.”
“Tidak, aku baik-baik saja.”
Aku bertingkah sok tidak mau,
dimana Tsuyoshi-kun menunjukkan senyum bermasalah. Aku menyadari bahwa bahkan
tidak mencicipinya sedikit tampak tidak wajar, dan aku merasa minta maaf.
Namun, karena aku sudah melontarkan kebohongan yang tidak menyukai hal-hal
manis, jadi ya apa boleh buat. Setelah membeli permen apel, kami sekarang
menuju ke kios Ikayaki. Aroma saus kedelai panas datang dari depan, dan sebelum
aku bahkan bisa mengatakan apa-apa, Tsuyoshi-kun sudah berbicara.
“Permisi, satu mau satu bungkus
Ikayaki, tolong.”
“Oke mas, harganya 300 yen.”
Tsuyoshi-kun menyerahkan koin
500 yen kepada penjual itu dan menerima kembaliannya. Aku bahkan tidak diberi
kesempatan untuk mengambil dompetku sendiri, karena ia dengan santai
mentraktritku. Itu adalah contoh sempurna tentang cara memandu seorang wanita, tapi
cuma aku satu-satunya gugup, mungkin. Setiap kali ia memperlakukanku dengan
ramah, aku merasa sangat gembira sampai aku mengutuk diri.
“Ini dia, Sako-san. Hati-hati
dengan sausnya.”
“…Terima kasih.” Aku menerima
Ikayaki dan mengucapkan terima kasih.
Sedangkan di sisi lain, Tsuyoshi-kun
terlihat kebingungan.
“Kenapa kamu tampak sangat
tidak senang?”
“... Hari ini kamu sangat tidak
adil, Tsuyoshi-kun.”
Rasanya seolah-olah emosiku
sedang menari di atas telapak tangannya.
“Tidak adil? Apa maksudmu?”
“Aku tidak tahu, tapi itu tetap
tidak adil.”
Aku ingin membuat jantung
Tsuyoshi-kun berdegup kencang. Itulah sebabnya aku mengundangnya ke sini.
Ketika aku menderita hal ini, Tsuyoshi-kun melangkah jauh dari jalan setapak.
“Ayo duduk di pagar batu di
sini dan makan. Berjalan sambil makan Ikayaki cukup sulit, bukan?”
“Y-Ya ...” Aku mengangguk
ketika Tsuyoshi-kun meletakkan saputangan di atas batu.
“Duduklah di sini.”
Seorang anak cowok menawariku
saputangan untuk duduk! Aku pernah melihat adegan ini di manga shoujo
sebelumnya!
“Tapi sapu tanganmu ...”
“Aku tidak ingin yukata mu
kotor.” Dia mengetuk tangannya pada saputangan, ketika aku dengan enggan duduk.
“Te-Terima kasih ...”
“Sama-sama.” Ia menyipitkan
matanya saat tersenyum.
Ekspresi hangatnya itu membuat
hatiku berdetak kencang lagi. Aku duduk di sebelah Tsuyoshi-kun. Jarak di
antara kami sangat dekat. Ia mungkin menyadari seberapa memerahnya wajahku.
Tiba-tiba, ia mendorong permen apel ke arahku.
“Bagaimana kalau kita
barteran?”
“Barter?”
“Aku ingin mencicipi Ikayaki.
Satu gigitan seharusnya tidak masalah, ‘kan?”
Jadi Tsuyoshi-kun memang sudah menyadari
bahwa aku ingin memakan permen apel. Rasanya sangat bikin sebal ketika ia
terkadang bertingkah sangat peka.
“Kamu tidak mau?”
Aku melihat permen apel yang
diulurkan padaku. Tsuyoshi-kun hanya mengambil satu gigitan dari itu. Mungkin ia
sengaja membelinya dengan maksud memberikannya kepadaku?
“Tsuyoshi-kun, kamu terlalu
baik ...”
“Kamu terlalu dramatis. Aku
cuma ingin barteran saja.”
Aku mulai bertingkah semakin
menjauh dari pengaturan awal yang aku buat. Aku belum memakan dari Ikayakiku,
yang lebih dari cukup bukti. Saat ini, aku hanya ingin mengandalkan kebaikan
Tsuyoshi-kun dan dimanjakan olehnya.
“Maaf, boleh aku mencobanya
sedikit...?”
“Tentu saja.”
Aku menerima permen apel dan
memberi Tsuyoshi-kun Ikayaki. Bekas gigitan yang dimakannya hilang, menjadikan
ini sebagai ciuman tidak langsung. Namun, gairah festival itu sepertinya
menarikku, seperti yang aku inginkan untuk adegan ciuman tidak langsung ini
terjadi. Aku menjadi sadar betapa mesumnya diriku, namun masih mengambil
gigitan besar.
“Mhmmm~, lezatnya ...”
Sejak aku kecil, aku akan selalu
membeli permen apel ketika mengunjungi sebuah festival. Ini hanya cemilan yang
sederhana, tapi memiliki rasa yang berbeda yang kunikmati. Rasanya begitu
nostalgia.
“Kurasa membeli permen apel
adalah pilihan yang tepat.”
“…Apa?”
Aku memenuhi isi mulutkku tanpa
berpikir ketika aku melihat Tsuyoshi-kun melihat-lihat wajahku.
“Ekspresi seperti apa yang aku
buat ...?”
“Rasanya sulit untuk
menggambarkannya, tapi aku bisa mengatakan bahwa kamu benar-benar menyukai
permen apel.”
“Ak-Aku juga suka
Ikayaki!"
“Iya, iya.”
“Kamu tidak mempercayaiku sama
sekali!”
Tsuyoshi-kun tertawa
terbahak-bahak dengan keras.
“Kamu bisa memiliki sisanya. Kamu
menyukainya, bukan?”
“Tidak, aku tidak bisa ...!”
“Sejak awal aku membelinya
untukmu, jadi tidak apa-apa.”
Sudah kuduga. Ia melakukan
begitu banyak untuk membuatku bahagia. Jika kami berdua mulai berpacaran, apa
setiap kencan kami akan terasa seperti ini? Aku tidak yakin apakah hatiku
bakalan sanggup menanganinya, tapi aku yakin kalau aku akan menjadi orang
paling bahagia di Bumi. Tsuyoshi-kun duduk di sebelahku, mengisi mulutnya
dengan Ikayaki. Hari ini ia tidak hanya bertingkah dewasa dan jantan, tetapi
juga relatif tenang. Memangnya ia tidak merasakan apa-apa ketika duduk di
sebelahku? Ia sudah melakukan pekerjaan yang sempurna untuk memandu kencan kami
hari ini, tapi aku tidak yakin apakah dirinya benar-benar menganggapku sebagai
seorang gadis. Aku merasakan dorongan untuk menguji hal itu.
“Kalau begitu dengan senang
hati aku akan mengambil sisanya, tetapi bagaimana kalau kamu mengambil satu
gigitan terakhir?” Aku membalik bagian yang sempat kumakan tadi ke arah
Tsuyoshi-kun.
Bahkan Tsuyoshi-kun pastinya
akan merasa ragu-ragu ketika mengungkit ciuman tidak langsung.
“Ya, tentu.”
Ia tidak menerima permen apel
yang aku ulurkan kepadanya, tapi ia malah menggenggam tangan kananku dengan
kedua tangannya.
“Apa—”
Wajah Tsuyoshi-kun tiba-tiba
muncul tepat di depanku. Ia langsung menggigit permen apel, sama sekali tidak
tersipu kalau itu adalah bagian yang aku gigit sebelumnya.
“Terima kasih, rasanya sangat
nikmat,” Tsuyoshi-kun berbicara seakan-akan tidak ada yang aneh terjadi, tapi
aku terlalu kaget sampai-sampai tak bisa berkata apa-apa.
“Ngomong-ngomong, apa yang kita
lakukan tentang Ikayakimu, Sako-san?”
Tsuyoshi-kun menawariku nampan
dengan makanan di atasnya.
“Kamu bisa memiliki semuanya
...”
Aku sudah tidak sanggup lagi.
Bagaimanapun juga, aku tidak bisa mengambil alih panduan dari Tsuyoshi-kun. Aku
hanya akan membiarkannya memanduku. Jika aku mencoba apa pun, itu hanya akan
membuatku semakin tersipu. Setelah selesai makan Ikayaki, kami bangkit dari
pagar batu. Kami berjalan di sepanjang jalur kuil sekali lagi, ketika tiba-tiba
aku merasakan sakit nyeri menyerang kakiku. Aku melihat ke bawah dan melihat
kalau tali dari sandal getaku sedikit membekas ke atas kulitku dan menciptakan
sedikit memar merah.
Sesaat, aku berpikir untuk
memberi tahu Tsuyoshi-kun, tetapi aku memutuskan untuk tidak memberitahunya.
Mengingat sifatnya, ia pasti menggendongku di punggungnya. Dan ia akan
melakukannya dengan wajah lurus. Tsuyoshi-kun menatap mataku dan bertanya.
“Selanjutnya kita mau pergi ke
mana?”
“Bagaimana kalau permainan
menembak?”
“Kedengarannya bagus.”
Ia masih berjalan berjarak
setengah langkah lebih maju dariku, memamerkan punggungnya. Punggungnya
terlihat lebih kecil daripada kebanyakan anak laki-laki, tapi rasanya jauh
lebih dapat diandalkan daripada biasanya. Membuatnya untuk menggendongku rasanya
memang memalukan, tetapi aku ingin melompat di sana setidaknya sekali. Dan aku
ingin membungkus lenganku dengan lembut. Tsuyoshi-kun mungkin berakting hari
ini, tapi keadaanku hari ini juga tidak normal. Aku seharusnya merasa bahagia
sekarang, namun aku menemukan diriku menginginkan lebih. Aku ingin berpegangan
tangan dengannya, datang ke sini lagi tahun depan, membuatnya menjadi pacarku,
semua itu.
Ketika isi kepalaku semakin
menggila, aku hanya berlari mengejar Tsuyoshi-kun. Sejak saat itu, kami pergi
untuk memeriksa berbagai kios. Kami nyaris tidak bertukar kata-kata, tetapi
fakta bahwa kami mengalami pengalaman ini bersama membuatku merasa puas. Pada
saat kami bermain-main sepuasnya dan memakan banyak makanan, kerumunan
orang-orang semakin berkurang, dan lebih mudah bagi kami untuk berjalan.
Suasana untuk segera pulang mulai memenuhi suasana kami.
“Kurasa kita harus pulang
juga.”
“Ya.” Aku mengangguk pelan.
Hatiku pastinya sudah merasa
puas, jadi keinginanku untuk bersamanya lebih lama hampir terasa seperti nafsu
tidak murni dariku. Hal tersebut menunjukkan seberapa menyenangkannya malam
ini. Begitu melewati jalan kuil, aku melihat gerbang kuil yang akrab. Aku hanya
bisa berjalan dengan Tsuyoshi-kun sebentar. Pemikiran semacam itu membuat kakiku
terasa berat. Suara-suara samar orang lain, aroma pembakaran dari kecap, pencahayaan
cerah, semua kelima inderaku menyerap satu momen ini. Aku ingin menutup jarak
antara kami hanya sedikit lebih jauh, jadi aku mendekati Tsuyoshi-kun.
—— Dan pada saat itulah sesuatu
terjadi. Rasa sakit yang menyengat mengalir melalui kakiku, membuatku
tersandung. Aku meraih tangan Tsuyoshi-kun dengan panik. Tubuh kami bersandar
satu sama lain, karena ia setengah memelukku. Dadaku ditekan ke arahnya.
“Ka-Kamu baik-baik saja?”
Aku mendengar suara melengking
dan penuh kegugupan. Ketika mendongak ke atas, aku melihat kalau wajah
Tsuyoshi-kun memerah ketika menatap mataku. Tampaknya tindakanku yang terakhir
ini benar-benar mengejutkannya. Jika aku harus menebak, hatinya pasti sedang
berdetak kencang sekarang.
“Maaf, aku tadi tersandung dan
hampir jatuh.”
Rasa sakit pada kakiku semakin
memburuk, namun aku tidak peduli tentang hal itu. Jari-jariku menyelinap di
antara tangan Tsuyoshi-kun. Itu adalah genggaman tangan yang biasa disebut genggaman
sepasang kekasih.
“S-Sako-san, tanganmu ...”
“Bagaimana dengan tanganku?”
“Itu…”
Tsuyoshi-kun mengalihkan
matanya. Reaksinya terlalu jelas. Aku bisa merasakan keringat di antara
jari-jari kami. Apa itu keringatku, atau miliknya? Itu mungkin campuran dari
kedua keringat kami. Ia sadar dan menganggapku sebagai seorang gadis. Fakta itu
saja membuatku sangat bahagia, aku menaruh lebih banyak kekuatan dalam
cengkeramanku. Dengan bahu kami di sebelah satu sama lain, kami bergerak maju.
Karena kami harus menuju ke arah yang berbeda untuk pulang, kami harus berpisah
segera setelah kita melewati gerbang itu. Aku harus melepaskan tangan ini. Aku
memusatkan seluruh tubuhku dalam bentuk tangan Tsuyoshi-kun sehingga aku tidak
akan melupakannya, mengambil satu langkah lambat demi satu. Hampir seolah-olah
dengan hati-hati mencicipinya.
Sepuluh langkah tersisa,
sembilan, delapan - kanan karena aku selesai menghitung, Tsuyoshi-kun berhenti.
“Aku harus menuju ke sini, jadi
...”ujarnya dengan wajahnya masih merah.
Jari-jari kita terurai, dan
lenganku menggantung di sebelahku.
“Ah…”
Seketika tanganku menjadi
bebas, hampir seolah-olah sihir pada malam ini akan berakhir, aku ingat
sesuatu. Hari ini adalah hari terakhir aku bisa bersama Tsuyoshi-kun. Aku
sangat senang sepanjang waktu ini, aku merindukan kesempatan untuk
mengatakannya tentang perasaanku lagi. Aku dengan panik membuka mulutku, tetapi
tidak ada suara yang keluar. Aku telah menyiapkan kata-kata yang tepat. Namun, aku
tidak mengingatnya sama sekali. Aku terlalu panik untuk tetap berpikir tenang.
“Sampai jumpa, Sako-san.”
Aku
harus mengatakan sesuatu— aku berkata pada diriku sendiri dan
dengan panik menggunakan kepalaku. Tetapi pada akhirnya, aku hanya bisa
menggumamkan kata-kata kosong.
“... Tadi itu ... menyenangkan.”
“Benarkah? Aku juga merasakan
hal yang sama. Terima kasih telah mengundangku.”
“Aku juga, terima kasih sudah
mau ikut denganku.”
“Sampai jumpa.” Tsuyoshi-kun
mengangkat tangannya, melambaikannya.
“Yap, selamat tinggal.” Aku
melambaikan tangaaku juga.
Tsuyoshi-kun dengan lembut
tersenyum dan menuju ke halte bus. Punggungnya tumbuh semakin jauh. Aku secara
refleks menjangkau sosoknya dengan tanganku, tetapi punggungnya sudah terlalu
jauh. Akhirnya, dia berjalan melewati tikungan dan menghilang sepenuhnya.
Tangan kosongku tidak bisa berhenti bergetar. Kegelapan malam merayapi
lingkungan sekitarku, membuatnya terasa dingin. Rasanya seolah-olah seperti
angin dingin mencuri semua kehangatan yang aku miliki.
Setelah aku mulai berjalan
lagi, aku mulai mengingat rasa sakit di atas kakiku. Karena luka terbuka, tali
Geta berwarna merah dari darahku.
“Aku tidak bisa ...
memberitahunya kalau aku menyukainya ...”
Kalau dipikir-pikir kembali
sekarang, aku sebenarnya tidak perlu terlalu khawatir. Aku hanya ingin
memberitahunya tiga kata saja. Tapi ini baik-baik saja. Jika aku menyatakan
perasaanku sebelum kami akan berpisah, aku pasti hanya merepotkan Tsuyoshi-kun.
******
Begitu aku berbalik melewati
tikungan, aku bersandar pada pagar kuil dan menghela nafas. Aku tidak berpikir
kalau Sako-san bisa melihatku di sini. Aku bahkan tidak memiliki kekuatan untuk
menuju halte bus. Tepat sebelum kami berpisah, beberapa meter dari gerbang,
kami saling berpegangan tangan. Semua itu terjadi begitu mendadak, jadi hal itu
membuatku bingung, dan aku tidak benar-benar ingat sensasinya. Yang aku tahu
adalah bahwa itu benar-benar menghapus sejumlah kecil staminaku yang tersisa.
Aku menyalakan smartphoneku, dan
melihat bahwa aku mendapat pesan dari Takumi yang mengatakan 'Bagaimana hasilnya?'
“Aku
lelah.” Aku menjawab, lalu aku mendapat tanggapan segera.
“Apa,
memangnya kamu tidak bisa menikmati kencanmu atau sesuatu?”
“Aku
terlalu sibuk mengikuti saranmu.”
“Tapi
Sako harusnya merasa puas, ‘kan?”
“Entahlah,
aku tidak terlalu percaya diri.”
“Kamu
tidak berhasil melakukan kencan yang sempurna?”
“Aku
tidak berpikir itu sempurna ...”
Kencan hari ini merupakan uji
coba untuk melihat apakah kami bisa menjadi pasangan serasi. Sako-san bertindak
seperti gadis yang tidak sempurna, mengenakan yukata bukannya pakaian
kasualnya, memotong poni, dan tidak memakan makanan favoritnya. Pada saat yang
sama, aku mencoba yang terbaik untuk bertindak jantan dan mengawalnya. Pada
dasarnya, kami berdua seharusnya bertindak seperti yang orang lain merasa
paling nyaman. Aku secara pribadi berpikir ada baiknya kalau Sako-san untuk tetap
sempurna, tetapi semua hal itu diperlukan bagi kami untuk bisa sejajar. Akan
tetapi…
“Aku
penasaran, rasanya ada sesuatu terasa tidak benar.”
“Apa
maksudmu?”
'Sako-san
ingin kita menjadi pasangan yang lebih baik dan berhenti bertindak sempurna.
Pada saat yang sama, dengan menggunakan saranmu, aku mencoba mengubah diriku
sendiri menjadi seseorang yang layak untuknya. '
Dipikir-pikir lagi, aku
benar-benar memaksakan diri untuk bersikap baik padanya. Biasanya aku takkan
bisa menyebutnya cantik. Itu sebabnya aku merasa begitu lelah sekarang. Sebelum
Takumi menjawab, aku mengiriminya pesan lain.
“Aku
mulai berpikir jika apa yang kita lakukan salah. Ketika bersama orang-orang,
memangnya kamu harus menyesuaikan diri dengan orang lain sampai sedemikian
rupa?”
Aku cukup yakin kalau kencan
kali ini bekerja dengan cukup baik. Namun, mengapa aku pertama kali berpikir
untuk kelelahan bukannya 'itu
menyenangkan'? Aku pikir ini bukanlah hubungan yang benar untuk kita, namun
rasanya kita tidak cocok sama sekali. Setelah sedikit waktu berlalu, Takumi
mengirimiku tanggapannya.
"Itu
karena kalian berdua melakukan apa yang biasa dilakukan para pasangan yang
memiliki perbedaan tinggi.”
“Apa
maksudmu?”
“Ketika
si gadis lebih tinggi dari si cowok, dia akan memakai sepatu kets rendah, dan
pria itu akan mengenakan sepatu bot tinggi dengan sol tebal. Begitulah cara
mereka bertujuan untuk perbedaan ketinggian ideal mereka. Aku pernah mengatakan
itu sebelumnya, bukan?”
Setelah Takumi mengungkitnya,
aku cukup ingat pernah mendengar tentang itu. Sako-san dan aku hanya berusaha
mengecilkan jarak di antara kami dengan cara yang berbeda.
“Tapi,
tahu enggak?” Takumi melanjutkan. 'Bahkan jika kamu melakukan itu, perbedaannya masih tidak akan hilang.
Semuanya masih tergantung pada bagaimana kamu melihatnya, tetapi kupikir hal
yang terbaik ialah menerima perbedaanmu dan bangga dengan hal tersebut.”
“Maksudmu,
apa kami tidak apa-apa bahkan jika kami tidak serasi?”
“Tepat
sekali. Jika orang-orang dalam hubungan itu sudah merasa puas dengan hal
tersebut, maka kalian tidak perlu repot-repot tentang pandangan mata orang
lain.”
Aku akhirnya mengerti apa yang
ingin dikatakan Takumi. Bahkan jika hubungan kami masih terasa canggung, semuanya
tidak ada masalah selama kami merasa bahagia.
“Kamu
pikir Sako-san dan aku bisa tetap seperti keadaan kami yang sekarang?”
'Ya.
Tidak perlu berubah. Namun, aku seharusnya tidak memberimu saran semacam ini
untuk kencanmu,maaf. Yang terpenting ialah kamu bisa tetap bertindak seperti
dirimu, dan saling menerima satu sama lain.”
Takumi berusaha menekan intinya
lebih jauh, tetapi aku masih merasa ragu-ragu. Bahkan selama kencan hari ini,
menyesuaikan satu sama lain bekerja dengan cukup baik. Tapi pada saat yang
sama, sama seperti yang dikatakan Takumi, aku merasa akan baik-baik saja untuk
menjadi diriku yang sebenarnya.
“Terima
kasih sudah mau mendengarku. Aku akan memikirkannya lagi.”
“Tentu.”
Jika aku menerima keadaanku
yang sekarang, maka semua usahaku untuk mengejar ke Sako-san akan menjadi
sia-sia. Tapi ... memangnya bisa sesederhana itu? Bisakah aku mulai berpacaran
dengan Sako-san tanpa memiliki apa pun yang aku banggakan? Bisakah aku tetap bertingkah
sama ketika dia berusaha menyesuaikan dirinya denganku? Ketika dihadapkan
dengan pilihan-pilihan ini, sensasi nyeri mulai menjalari kepalaku. Kurasa aku
tidak dapat menemukan jawabanku sekarang. Untuk saat ini, aku hanya memutuskan
untuk memikirkannya saat perlahan-lahan pulang ke rumah.
******
Orang-orang yang pulang dari
festival secara bertahap melewati gerbang tiket stasiun. Dari kejauhan, aku
bisa melihat gerbang kuil yang berwarna kemerahan, tatapanku sepenuhnya dibuat
terpesona. Aku entah bagaimana berhasil memaksa badanku menuju gerbang tiket,
tetapi hatiku masih terjebak di sana. Aku takut melewati gerbang tiket. Jika
aku mengambil langkah terakhir ini, aku takkan bisa kembali lagi. Sensasi
terbakar di dadaku, kegembiraan aneh yang kurasakan disekujur tubuhku, dan
kesepian tangan kosongku ... semuanya akan menghilang.
Saat ini, aku hampir dibuat
hancur berkeping-keping. Aku mencoba untuk mengatakan pada diriku sendiri bahwa
akhir begini masih baik-baik saja, tetapi penyesalan karena tidak menyatakan
perasaanku masih menusuk tajam hatiku. Karena tidak tahu apa yang harus
dilakukan, aku mencari bantuan dari Mayuko.
“Maaf sudah menelponmu selarut
ini.”
“Tidak
apa-apa. Jadi, bagaimana hasilnya?”
“... Aku tidak bisa
mengatakannya.”
“Kenapa?”
“Kata-kataku tidak akan keluar
... Tapi, bahkan jika aku menyatakan
perasaanku sekarang, itu pasti akan merepotkan Tsuyoshi-kun, ‘kan?”
Aku sadar bahwa aku memaksakan
diri untuk terdengar ceria, tetapi Mayuko takkan membiarkan itu berdiri.
“Dasar
bego! Kamu masih harus memberitahunya! Hari ini adalah kesempatan terakhirmu,
‘kan!”
“Kamu benar, tapi mendapatkan
pengakuan dari gadis yang akan menghilang besok ...”
Mayuko menunggu sejenak dan
kemudian memberiku respons yang tenang.
“Kamu
tahu, ketika kamu melakukan pendekatan gila kepada Tsuyoshi, aku sedikit
bahagia.”
“Mana mungkin. Kamu malah terus
memarahiku.”
“Aku
khawatir kamu terlalu baik untuk kebaikanmu sendiri. Kamu mendengarkan apapun
yang dikatakan orang dewasa kepadamu, kamu terlihat seperti terus berusaha
menahan diri. Tetapi ketika berkaitan dengan perasaanmu, Kamu benar-benar emosional,
bukan? Sampai ke titik menjadi gila sebentar.”
“Aku tidak benar-benar ...”
“Aku
tidak berusaha menyangkalnya. Sebaliknya, aku senang bisa melihatmu bertindak
sedikit egois. Kita berdua masih anak SMA, ingat? Terkadang Kamu boleh
memprioritaskan dirimu.”
Aku bahkan tidak sadar kalau
aku orang yang egois. Apa keinginanku untuk berpacaran dengan Tsuyoshi-kun
berasal dari itu? Selama dua bulan terakhir, aku selalu ingin menjadi egois.
Tapi mungkin aku selalu egois dalam hal itu. Mayuko melanjutkan.
“Itulah
sebabnya ... kamu jangan melarikan diri di akhir. Jadilah egois demi kebaikanmu
sendiri, Machika.”
“Apa aku benar-benar boleh
menjadi egois ...?”
“Kamu
sangat salah. Sejak awal, gadis SMA selalu egois.”
Aku menelan ludahku. Perasaan
yang selama ini terus aku pendam, langsung pecah sekaligus, dan mengisi seluruh
tubuhku.
“Tapi aku sudah berpisah dengan
Tsuyoshi-kun.”
“Kalau
begitu, kamu harus mengejarnya.”
Itu tindakan yang gegabah. Tapi
meski begitu, aku harus melakukannya. Aku harus melakukannya hari ini, karena
ini adalah kesempatan terakhirku. Jangan takut. Larilah.
“Terima kasih, Mayuko. Kalau
begitu, aku pergi dulu.”
'Kejarlah
mangsamu, harimau.'
“Ya!”
Aku menyimpan ponselku dan
berlari di atas aspal dengan sandal getaku. Langkah pertama yang aku ambil
membuat rasa sakit di kakiku terasa lebih kuat. Namun ketika aku melangkah untuk
kedua kalinya, semua rasa sakitku lenyap. Yukataku menjadi berantakan karena
berlari, dan rambutku juga ikut berantakan. Tapi meski begitu, aku terus
berlari. Hati dan tubuhku bergerak ke arah yang sama. Keduanya sama-sama
gelisah dan bersemangat. Saat ini, aku tidak punya rencana dalam pikiran. Tidak
ada kebohongan untuk menebus. Aku hanya berlari menembus angin sambil menjadi
seperti diriku. Aku mengambil hak di tempat Tsuyoshi-kun dan aku berpisah dan
pergi ke halte bus. Meskipun kegelapan di sekitar kami, aku melihat bayangan
tunggal berjalan menyusuri jalan kosong. Itu adalah punggung akrab yang terus
kulihat sepanjang malam. Aku sementara berhenti dan mengambil napas
dalam-dalam.
“Tsuyoshi-kun!”
Ia perlahan-lahan berbalik,
tetapi wajahnya berlawanan dengan lampu jalan, aku tidak bisa menebak
ekspresinya. Aku mengambil langkah maju untuk menutup jarak di antara kami,
ketika aku diingatkan tentang rasa sakit. Meski begitu, aku mencoba mengambil
langkah lain. Rasa sakit menjalari kakiku dan aku harus menginjak tanah dengan
kakiku yang lain. Akhirnya, setelah sesaat, wajah Tsuyoshi-kun tepat di
depanku. Aku mengambil beberapa napas dalam-dalam dan membuka mulutku. Tetapi
kata-katanya masih tidak mau keluar. Aku memiliki pikiran penuh berlari, aku
tidak berpikir tentang apa yang harus dikatakan padanya.
Aku diizinkan untuk menjadi
egois. Itulah yang dikatakan Mayuko kepadaku. Aku bisa tetap menjadi diriku.
Jadilah egois, diriku. Namun, sebelum aku diberi kesempatan untuk berbicara,
Tsuyoshi-kun mengangkat suaranya terlebih dahulu.
“S-Sako-san?!”
Suara aku benar-benar terhapus.
“Kakimu berdarah!”
****
Untuk sesaat, aku pikir
Sako-san yang muncul di hadapanku hanyalah halusinasiku. Namun, ketika dia
mendekatiku lebih jauh dengan ekspresi tersipu seperti itu, aku diingatkan
bahwa ini adalah kenyataan. Dia mengambil langkah maju dan benar-benar
kehilangan keseimbangannya. Pada saat itu, aku menyadari bahwa ada sesuatu yang
janggal tentang Sako-san. Warna tali geta-nya dengan satu kaki tampak berbeda
... area di sekitar kami lumayan gelap kecuali cahaya redup dari lampu jalan,
tetapi aku bisa segera tahu. Tali itu berwarna merah dari darah kakinya.
“S-Sako-san?! Kakimu berdarah!”
Itu ada luka yang tidak hanya
terlihat seperti sayatan. Dia mungkin mengabaikannya untuk sementara waktu
sekarang. Aku ingat saran Takumi. “Sangat
mudah untuk terluka dengan alas kaki yang tidak dikenal, jadi berhati-hatilah
dengan itu. Selalu siapkan handsaplas di dalam kantongmu.” Aku seharusnya
menyadari ini jauh lebih cepat. Bahkan tanpa saran itu, cara berjalannya yang aneh
seharusnya sudah jelas bagiku. Ini masalah besar. Kupikir aku berhasil membuat
kencan ini agak sukses, tetapi aku bahkan tidak bisa menyadari hal sekecil itu.
Perasaan minta maafku terhadap Sako-san membuat dadaku terbakar. Tapi saat ini
bukan waktunya untuk merenungkannya, pertama-tama aku harus memberinya
pertolongan pertama.
“Duduk di sana dan tunggu! Aku
akan mengambil beberapa tisu basah!”
Aku membuat Sako-san duduk di
tangga bantu terdekat, dan berlari menuju toilet umum.
Aku mencapai toilet, dan sambil
mempersiapkan peralatan pertolongan pertama, aku menyadari bahwa kencan hari
ini adalah kegagalan mutlak. Alasannya sederhana. Aku berusaha bertindak kuat,
mencoba bertindak keren dengan menggunakan saran Takumi. Karena aku hanya mengandalkan
itu, aku menyakiti Sako-san.
Jika aku tidak mendapatkan
saran dan pergi pada kencan biasanya, aku pasti akan segera menyadari cedera
Sako-san. Bagaimanapun, caraku melakukan kencan hari ini benar-benar senjata
makan tuan. Seperti yang dikatakan Takumi. Aku seharusnya tidak mencoba untuk
menghapus perbedaan ketinggian di antara kami.
Memang benar bahwa ada
perbedaan kaliber antara diriku dan Sako-san. Tetapi jika aku tidak menerimanya,
kami tidak akan dapat bergerak maju. Bahkan pakaian aku saat ini dilarang mulai
sekarang. Dan dengan keputusan itu dibuat, saatnya untuk membersihkan
kesalahpahaman di antara kami berdua. Pada hari Sako-san menyatakan perasaannya
kepadaku, aku menahannya dengan menyebutnya sempurna. Jadi aku harus
bertanggung jawab. Aku mengambil seikat tisu basah dan bergegas kembali ke
Sako-san.
Sako-san masih duduk di tanga
batu dengan kepalanya tergantung rendah, menatap kakinya yang memerah.
“Maaf sudah membuatmu
menunggu.”
“…Tidak apa-apa. Aku minta maaf
karena sudah merepotkanmu
Aku mengendalikan pernapasanku
ketika mendekati Sako-san, aku lalu
berjongkok di dekat kakinya. Aku dengan lembut melepas sendal geta-nya, di mana
darah kering pecah. Sako-san mengeluarkan erangan pelan 'uch!'.
“Maaf! Apa itu terasa perih?”
“Aku baik-baik saja... “
Seluruh kakinya berdarah, aku
tidak tahu di mana lukanya berawal. Aku terpaksa sekadar menggosok area umum dengan
lembut. Saat melakukan itu, aku melemparkan kata-kata yang baru saja aku
siapkan padanya.
“Aku punya sesuatu seperti
permintaan padamu, Sako-san. Bisakah kita pergi ke festival musim panas lainnya?”
“Err, ya ...... Kenapa?”
“Aku tidak bisa
menggambarkannya. Bukannya aku tidak bersenang-senang hari ini, tapi aku ingin
mencoba lagi, karena itu akan membuatnya lebih menyenangkan.”
“Ak-Aku! Aku memang
bersenang-senang ... tapi ...”
Aku bisa mendengar gelombang
ketidakpastian dalam suara Sako-san. Aku tidak ingin menyangkal apa yang terjadi
hari ini. Tapi meski demikian, tidak ada yang akan berubah jika kami berdua
tidak jujur satu sama lain.
“Dan ada sesuatu yang perlu aku
minta maaf juga. Setelah kamu mengajakku ke festival musim panas ini, aku
segera mendapat saran dari Takumi. Menanyakan cara bagaimana menjalani kencan
yang sempurna dan semacamnya"
Aku berhasil mengeluarkan darah
kering, mengungkapkan luka merah.
“Karena ini pertama kalinya aku
pergi ke suatu tempat dengan seorang gadis, jadi aku khawatir. Akibatnya, aku
belajar banyak tentang cara membuatmu bahagia. Jadi sikapku hari ini mungkin
bukan sifatku yang sebenarnya.”
Aku dengan lembut menaruh tisu
segar dan basah di lukanya.
“Pada saat yang sama, aku perlu
menyelesaikan kesalahpahaman. Aku tahu itu salahku untuk mengatakannya dengan
cara yang salah, tetapi kamu berakting untuk menghancurkan citra sempurnamu,
bukan? Karena aku berkata, ‘Kamu terlalu
sempurna, jadi aku tidak bisa berpacaran denganmu, 'kan?”
Tubuh Sako-san berkedut dengan
lembut kesakitan ketika aku menyentuh luka dan berbicara dengan suara khawatir.
“... kamu tahu semua tentang itu?”
“Cuma baru-baru ini. Itu
sebabnya ... Maafkan aku. Aku juga tahu ketika kamu berbohong kepadaku hari
ini.”
Setelah lukanya tampak jauh
lebih bersih, aku mengeluarkan hansaplas. Aku dengan lembut menyentuh kaki Sako-san,
ketika kakinya bergetar sedikit seolah-olah dia merasa geli.
“Kamu tahu aku sengaja memakai
yukata?”
“Ya.”
“Kamu juga tahu kalau aku
menyukai makanan manis?”
“Kamu suka puding, kan?”
“Bahkan aku memotong poniku
dengan kikuk?”
“Kurasa gaya rambut semacam itu
juga terlihat hebat padamu.”
Setelah aku menutupi sebagian
besar luka dengan hansaplas, aku dengan hati-hati melapisinya dengan tiga
lapis. Mungkin lukanya masih sakit, tetapi lebih baik dari sebelumnya. Aku
membantunya mengenakan Geta lagi, lalu menatap Sako-san.
“Aku tahu kalau akulah yang memulai
seluruh kekacauan ini karena aku memanggilmu sempurna, tapi kupikir kita berdua
harus bertingkah lebih alami satu sama lain. Aku sering memikirkannya, tetapi aku
ingin menghadapimu dengan benar. Aku ingin kita bergaul dengan cara alami ...
dan aku ingin kita lebih dekat dari sebelumnya ...”
Aku segera menyadari hal-hal
yang memalukan yang aku ucapkan dengan wajah memerah. Sako-san juga tersenyum.
“Kamu luar biasa, Tsuyoshi-kun.
Kamu memikirkan apa yang ingin kamu lakukan dan memberi tahu orang lain ...”
“Itu bukan sesuatu yang
istimewa, serius. Jadi ... bagaimana kalau kita pergi ke festival musim panas
lain pada akhir pekan depan? Maka kita berdua bisa menjadi diri kita sendiri,
bukan?”
“Jika kamu bertanya padaku,
maka aku tidak bisa menolaknya ...”
“Tentu saja, jika kamu tidak
keberatan dengan itu. Aku tidak akan memaksamu.”
“Tidak, aku benar-benar senang.
Aku bisa melihat kalau kamu benar-benar memikirkan aku. Jadi mari kita pergi ke
festival musim panas.”
Meskipun dia menerima
undanganku, rasanya ada yang janggal dengan senyum Sako-san. Sepertinya dia
memaksakan dirinya sendiri seakan-akan dia akan hancur. Apa dia menyadari
sesuatu? Tapi apa ... oh ya, sekarang aku memikirkannya.
“Kenapa kamu kembali ke kuil? Apa
kamu melupakan sesuatu?”
Sako-san menjatuhkan tatapannya
berlutut.
“... Ada sesuatu yang ingin aku
katakan, tapi kurasa tidak apa-apa sekarang. Jangan khawatir tentang itu.”
Sesuatu yang ingin dia katakan
padaku? Benar-benar hanya satu hal. Aku mungkin menghentikan pengakuan kedua
Sako-san.
“U-Ummm ... bisakah aku yang
mengatakannya? Setelah kita menikmati diri kita selama festival minggu depan
... Aku ingin menjadi orang yang menembakmu......”
“........ Apa itu janji?”
“Yap, janji. Aku akan mencari
festival lain minggu depan.”
“Kalau gitu, janji ya... bahkan
jika itu harus terjadi tahun depan.”
Aku agak terjebak pada bagian
terakhir dari apa yang dia katakan, tetapi sudah diputuskan. Jika aku
berikutnya berjalan dengan baik, aku akan menjadi orang yang menembaknya.
“Aku akan pulang sekarang.
Terima kasih atas bantuanmu.” Sako-san berdiri, membalikkannya ke arahku saat
dia mulai berjalan.
“Aku tidak ingin kamu terluka
lagi, jadi aku akan mengantarmu—”
“Aku baik-baik saja. Aku akan
segera pulang.”
Aku mencoba untuk mengikuti di
belakang Sako-san, tetapi tampaknya tidak ada masalah dengan cara dia berjalan,
jadi aku tidak mengejarnya.
“Hati-hati di jalan, oke? Aku
akan menghubungimu lagi setelah aku memutuskan harinya.”
“Yap, sampai jumpa.” Sako-san
dengan lembut melambaikan tangannya ke arahku, berjalan di depan sekali lagi.
Dari belakang, aku bisa melihat
rambutnya mengacak-acak, dan jepit rambutnya yang sudah terlihat longgar.
8 Agustus,
Aku masih tidak mempunyai
keberanian.
Aku tidak bisa menjadi egois.
[1 hari
tersisa.]
Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya