Kanpeki no Sako-san Bab 7 Bahasa Indonesia


Bab 7

 

Begitu mematikan AC dan membuka jendela, aku disambut dengan tiupan angin malam musim panas yang menyejukkan. Walaupun masih ada sedikit sisa panas yang tersisa, tapi itu lebih dari cukup untuk mendinginkanku. Aku menarik napas dalam-dalam untuk menghirup udara segar ini dan kembali fokus menyelesaikan tugas sekolahku. Mana mungkin ada seseorang yang dengan mudah mempertahankan peringkatnya, yang terpenting ialah selalu tentang belajar dan belaja. Saat aku membuat kemajuan yang baik, aku mendengar suara notifikasi ponselku yang saat ini sedang diisi daya di sebelah bantal. Biasanya, aku akan mengabaikannya, tetapi baru-baru ini aku mendapati diriku selalu sadar akan hal itu. Lagipula, belakangan ini aku dan Tsuyoshi-kun saling berbalas pesan melalui LINE. Kurasa setidaknya aku harus menyelesaikan pertanyaan ini dan kemudian membalas pesannya. Begitu pikiran tersebut terlintas di benakku, tanganku bergerak lebih cepat. Aku ini benar-benar sesederhana itu, ya?

“Selesai!”

Begitu aku menulis bagian terakhir dari jawabanku, aku melompat ke atas kasurku dan meraih ponselku. Aku tertawa kecil ketika melihat pesan itu datang dari Tsuyoshi-kun.

'Jadi, kamu menyukai makanan apa, Sako-san?' 19:49

Aku masih sedikit bingung tentang bagaimana kami masuk ke dalam topik pembicaraan makanan, tapi kurasa itu bisa menjadi lebih buruk. Seleraku cukup sederhana, dan aku biasanya memakan apa saja asalkan rasanya manis. Lebih baik lagi jika itu adalah permen kelas atas. Oleh karena itu, apa aku harus memberitahunya kalau aku suka yang manis-manis? Ada banyak cewek yang suka yang manis-manis, dan cowok biasanya sudah menyadari hal itu. Belum lagi, saat ini, aku harus menghancurkan citra sempurna yang tampaknya kumiliki di kepalanya. Jika demikian, aku mungkin harus memberinya informasi palsu dan berbohong tentang seleraku untuk membuatku tampak kurang feminin.

'Makanan yang asin-asin. Kebanyakan sih makanan yang cocok dengan sake (walaupun aku tidak meminum alkohol sih!).’ 19:53

Aku mendapat tanggapan langsung.

'Aku tidak menyangkanya' 19:54

Baiklah, misi berhasil.

'Jadi makanan seperti cumi kering atau cheetara?' 19:54

'Ya ya. Terutama makanan laut.’ 19:54

Aku meladeninya sebaik mungkin, membuatnya terdengar realistis. Jika dirinya tahu bahwa aku adalah gadis biasa yang mungkin mabuk di setiap pesta, ia pasti akan kecewa. Tapi karena semua itu bohong, aku hanya harus berhati-hati agar ia tidak mengetahuinya.

'Tapi aku hanya memberitahumu tentang ini, jadi rahasiakan dari yang lain, oke?' 19:55

‘Aku tidak berpikir itu sesuatu yang harus dirahasiakan. Semua orang diizinkan untuk menikmati apa yang mereka inginkan.’ 19:56

Aku tidak bermaksud seperti itu… Sekali lagi, kesempatan itu terlalu bagus untuk dilewatkan.

'Tapi Kamu setuju bahwa itu tidak sepenuhnya feminin, kan?' 19:56

'Apa masalahnya jika kamu menyukainya?' 19:56

'Gadis-gadis biasanya sedikit cerewet tentang hal-hal semacam itu.' 19:56

'Aku sih tidak keberatan. Selama kamu menikmati apa yang kamu makan.’ 19:57

Rencanaku tidak berhasil sama sekali. Aku benar-benar berpikir kalau itu bisa menjadi kesempatan bagus untuk menghancurkan citra sempurna yang ia miliki tentang diriku. Ketika aku mencoba membuat strategi lain, ponselku bergetar sekali lagi.

'Aku tidak tahu mengapa gadis-gadis begitu kepikiran tentang hal-hal semacam itu, tapi aku tidak keberatan sama sekali. Kamu bisa santai saat bersamaku.’ 19:58

Tsuyoshi-kun sungguh sangat baik. Hampir terlalu baik. Aku yakin dia akan bersedia menerimaku menjadi dewasa apa pun di masa depan. Aku mungkin bisa pulang kerja dan mengeluh tentang keseharianku terus-menerus dengan bir di tangan, dan ia masih mau mendengarkanku. Untuk beberapa alasan, aku mulai merasa tidak enak karena benar-benar berbohong padanya. Kurasa aku harus membawa kebohongan ini sampai akhir hayatku.

'Pokoknya, aku akan kembali belajar.' 19:59

'Okiee~' 19:59

Aku menambahkan stiker setelah tanggapanku. Sepertinya Tsuyoshi-kun masih melakukan yang terbaik dengan belajarnya. Itu sebabnyadia bersedia menghentikan obrolan kami. Aku harus belajar darinya. Dan kemudian, aku menyadari sesuatu. Setelah memasuki waktu malam, ia hanya akan melanjutkan obrolan kami selama 15 menit setiap kali, akhirnya memutuskannya. Tidak, tunggu, jamnya juga selalu sama. Dia biasanya mengirimiku pesan 15 menit sebelum jam berikutnya, dan kemudian kembali belajar setelah jam berubah. Aku mengerti pola kerjanya.

'Tsuyoshi-kun, apakah kamu belajar selama 45 menit dan kemudian istirahat 15 menit?' 20:02

Ini adalah salah satu metode belajar untuk memungkinkan konsentrasi maksimum. Ia mungkin belajar dengan jadwal seperti itu. Karena ia sudah kembali ke studinya, jadi ia belum membaca pesanku. Jika tebakanku benar, tanggapannya selanjutnya akan datang sekitar jam 8.46 malam. Oleh karena itu, aku juga kembali pada belajarku sendiri. Setelah waktu yang dijanjikan tiba, aku memeriksa ponselku.

'Ya, ya. Aku istirahat teratur seperti itu.’ 20:46

'Lalu, bagaimana dengan sekarang?' 20:46

Aku langsung merespon.

'Aku akan bergabung dengan jadwalmu, jadi mari kita menelepon satu sama lain selamawaktu  istirahat kita.' 20:46

Tsuyoshi-kun tampaknya merenungkannya karena tidak ada tanggapan segera datang. Jika demikian, maka satu dorongan lagi harus dilakukan.

“Kita bisa saling membantu dengan pertanyaan yang tidak kita pahami. Bagaimana menurutmu?’ 20:47

Bahkan jika itu sekedar panggilan, itu hanya sarana untuk belajar. Aku pasti tidak memiliki motif tersembunyi untuk ingin berbicara dengan Tsuyoshi-kun. Benar-benar tidak ada. Aku ingin tahu bagaimana tanggapan Tsuyoshi-kun. Kurasa aku meminta terlalu banyak, menghabiskan waktu istirahatnya yang berharga…Tapi aku ingin berbicara dengannya…Tidak, tunggu, aku ingin kita membandingkan jawaban, ya. Ketegangan membuat jantungku berdebar kencang, saat keringat mulai menumpuk di tanganku. Aku hanya duduk diam, berdoa ketika telepon aku bergetar.

'Oke.' 20:49

Yosh! Aku bisa teleponan dengan Tsuyoshi-kun!

'Aku akan meneleponmu.' 20:49

'Tunggu sebentar, sekarang juga?' 20:49

Aku tidak repot-repot menunggu dan menekan tombol panggil.

“…Halo, Tsuyoshi-kun?”

'Se-Selamat malam ...'

Suaranya terdengar sedikit lebih tinggi dari biasanya. Mungkin ini pertama kalinya ia bertelepon dengan seorang gadis? Yah, sepertinya aku juga tidak punya banyak pengalaman berbicara dengan anak laki-laki seperti ini. Setelah dipikir-pikir lagi, memintanya untuk menelepon mungkin agak terlalu berani. Aku merasa khawatir bahwa aku terlalu memaksanya melakukan ini.

“Tsuyoshi-kun…apa kamu…tidak suka berbicara di telepon dengan seorang gadis?”

“Aku memang sedikit gugup, tapi aku bukan membencinya atau semacamnya.”

“Syukurlah...” Aku menghela nafas lega.

'Bisakah aku langsung menanyakan sesuatu?'

“Hm?”

'Pada halaman 122 dari buku tugas pelajaran matematika, apa kamu berhasil menjawab pertanyaannya?'

“Err, aku tidak tahu.”

“Aku sudah membaca kunci jawabannya, tapi masih tidak bisa memahaminya sama sekali, jadi aku berharap kamu mungkin bisa mengajariku.”

Gaaah, rajin banget! Aku merasa senang bahwa kami dapat berbicara di telepon, tetapi ia bermaksud mengajukan pertanyaan kepadaku sejak awal. Kemudian lagi-lagi, memang beginilah kepribadian Tsuyoshi-kun, dan aku menyukainya karena itu. Aku mengeluarkan buku tugas matematikaku.

“Maaf, halaman berapa yang kamu bilang tadi?”

'122.'

“Oke.”

Halaman yang Tsuyoshi-kun bicarakan masih belum tersentuh olehku, artinya ia membuat lebih banyak kemajuan ketimbang diriku. Kupikir aku bekerja keras setiap hari, menyelesaikan tugas PR melalui buku kerja. Namun, ia berhasil melampauiku, jadi aku bahkan tidak bisa membayangkan berapa banyak waktu yang dihabiskannya untuk belajar. Ia mengatakan kalau dirinya ingin menjadi lebih percaya diri, dan untuk alasan itu, ia belajar. Namun meski begitu, jumlah yang dia lakukan tidak kalah mencengangkan. Tsuyoshi-kun serius. Ia sudah memantapkan keputusannya, mencoba meninggalkanku dan mengambil posisi teratas seangkatan.

'Jadi? Apa kamu berhasil menemukan sesuatu?’

“Tu-Tunggu sebentar.”

Aku biasanya tidak terlalu kompetitif, dan lumayan bangga dengan nilaiku. Aku meluangkan waktu sejenak untuk membaca halaman 122. Aku tahu metode untuk menyelesaikan pertanyaan, tetapi seluruh situasi ini terlalu berlebihan. Aku menyerah dan mencarinya di lembar kunci jawaban, lalu aku dihadapkan dengan seluruh halaman rumus. Melihatnya saja sudah membuat kepalaku pusing. Belum lagi jabawannya masih berlanjut ke halaman berikutnya. Aku mencoba menyelesaikannya, tetapi menemukan rumus acak yang aku tidak tahu dari mana asalnya. Aku tidak bisa menyelesaikan ini tidak peduli seberapa keras aku mencoba!

“Maaf, aku juga tidak tahu… kurasa lebih baik meminta bantuan guru saja.”

'Begitu ... terima kasih atas bantuannya.'

Sial! Ini sangat membuat frustrasi! Aku menggigit bibir untuk menahan rasa sakit. Aku senang Tsuyoshi-kun berusaha keras dengan beajarnya, tapi aku tetap tidak mau kalah melawannya. Pada kecepatan apa sih dirinya belajar?

“Seberapa banyak yang kamu pelajari sehari, Tsuyoshi-kun? Seberapa sering kamu mengulangi set 45 menit itu?”

'Um…Aku melakukannya dua set dari jam 5 sore sampai jam 7 malam, makan malam, lalu melakukan set lain mulai jam 8 malam, mandi, melakukan empat set dari jam 10 malam sampai jam 2 pagi, jadi…Umm, itu sudah berapa set? '

Aku merasa pusing. Kami bahkan belum mendekati ujian apa pun, namun ia belajar sampai mati-matian begitu.

“Apa kamu… terus-terus belajar setiap kali ada waktu luang? Kamu sendiri tidak terlalu memaksakan diri, kan?”

'Aku tidak punya hobi atau semacamnya, jadi hanya itu yang benar-benar bisa kulakukan.'

Ia mirip seperti peserta ujian yang berusaha luslus ujian masuk perguruan tinggi. Aku bahkan tidak bisa belajar sebanyak itu.

“Jadi…kau mulai belajar jam 5 sore, kan?”

'Ya, tepat jam segitu”

“Sampai jam 2 pagi?”

'Ya.'

Karena aktivitas klub, aku biasanya pulang sekitar jam 7 malam dan pergi tidur di tengah malam. Itu berarti Tsuyoshi-kun bisa melakukan tiga set lebih banyak dariku per hari. Dengan perbedaan sebesar ini, tidak heran dirinya dengan cepat mengejarku. Tapi masih ada satu hal lagi yang membuatku penasaran. Yaitu, mengapa ia begitu terlihat putus asa.

“Mengapa kamu begitu ingin menjadi lebih percaya diri, Tsuyoshi-kun?”

Tsuyoshi-kun terdiam. Kurasa mungkin ia snediri tidak ingin membicarakannya, tetapi ia akhirnya memecahkan keheningan.

“Alasannya mungkin, karena ada seseorang yang ingin aku kejar.”

Sejenak, aku jadi lebih berharap. Tsuyoshi-kun sendiri yang mengatakan bahwa ia ingin menjadi lebih sepertiku. Selain itu, ia mengatakan bahwa kami bukan pasangan yang baik. Jadi, jika orang yang ingin dikejarnya adalah aku… Aku sadar aku mungkin hanya menafsirkannya dengan praktis sesuau keinginanku sendiri. Tapi itulah mengapa aku ingin tahu siapa orang yang dimaksud.

“Lalu, jika kamu berhasil menjadi percaya diri, Tsuyoshi-kun, apa kamu ingin berpacaran dengan orang itu?”

Aku tahu kalau diriku bertindak egois dengan menanyakan ini. Aku bahkan tidak tahu apakah itu perempuan, atau dirinya tertarik pada orang tersebut. Tapi meski begitu, pertanyaan itu membawa semua harapanku.

'...Jika orang itu menganggapku sebagai seseorang yang layak untuknya, maka aku mungkin bersedia menjadi pasangan kekasih.'

Jantungku segera berhenti berdetak. Jadi orang ini adalah seorang gadis, dan ia tertarik padanya. Apakah orang dimaksud adalah ku? Aku ingin bertanya, tetapi jika aku mendapat ide yang salah, aku hanya akan menggali lubang kuburanku sendiri. Aku tidak memiliki keberanian untuk mengambil langkah lebih jauh.

'Sako-san, maafkan aku.'

“A-Apa?”

'Aku harus kembali belajar ...'

Aku melihat waktu, dan menyadari kalau waktunya sudah melewati jam 9 malam.

“Ah, benar! Aku minta maaf karena membuatmu tidak belajar.”

“Tidak, aku akan mandi sekarang.”

“Ah, kurasa aku juga akan mandi sekarang.”

'Ya. Itu akan membuatnya lebih mudah untuk menyesuaikan waktu kita untuk panggilan telepon kita berikutnya.’

“Jadi itu berarti kamu tak keberatan dengan berbicara di telepon lagi?”

'Ehm... yah, ya. Dengan begitu aku bisa bertanya jika aku tidak mengerti sesuatu.’

“Hehe terima kasih.”

Dengan begitu, kami menutup telepon. Setelah mandi, aku akan belajar sedikit, dan kemudian kami bisa berbicara lagi dengannya melalui telepon. Meski aku sedikit memaksa saat mengajaknya, tapi kurasa ia tidak terlalu keberatan. Seraya dipenuhi dengan kebahagiaan tanpa akhir, aku langsung bergegas mandi.

“Fiuh…”

Saat ini, Tsuyoshi-kun dan aku sedang mandi secara bersamaan. Meskipun bukan dalam artian yang sebenarnya, tapi rasa-rasanya seperti kami melakukan sesuatu yang tidak senonoh, dan itu membuat kepalaku pusing. Suhu panas perlahan menghampiriku. Biasanya, aku tidak akan pernah memiliki pikiran cabul seperti itu.

“Aku mulai pusing…”

Aku menundukkan kepalaku ke dalam air, menciptakan gelembung. Bagaimana mungkin aku tidak memikirkan Tsuyoshi-kun? Ada kemungkinan dirinya memiliki perasaan padaku. Tapi karena itu belum dikonfirmasi, aku belum bisa bersukacita dulu. Aku ingin semuanya menjadi jelas. Aku ingin tahu tentang perasaannya.

“Tapi…”

Saat ini, Tsuyoshi-kun sedang bekerja keras supaya ia bisa menerima dirinya sendiri. Aku tidak tahu apa itu demi diriku, tapi ia mungkin ingin berpacaran dengan orang yang disukainya setelah sudah merasa lebih percaya diri. Jika memang demikian, aku seharusnya tidak melakukan sesuatu yang tidak perlu. Tsuyoshi-kun berjuang sendiri, dan aku hanyalah orang luar. Aku seharusnya tidak ikut campur dengan pertarungannya. Untuk saat ini, aku harus mengawasinya, dan melakukan yang terbaik untuk mendukung Tsuyoshi-kun. Untungnya, hubungan kami cukup dekat sehingga kami bisa berbicara di telepon seperti ini.

Dengan perasaan segar, aku keluar dari bak mandi dan mengeringkan rambutku. Melihat rambut pendekku di cermin kamar mandi, aku menyadari sesuatu. Sementara aku mencoba yang terbaik untuk berhenti menjadi sempurna, Tsuyoshi-kun berusaha mengumpulkan kepercayaan diri. Rasanya hampir seperti kami berdua berdiri dalam lingkaran, berjalan menuju satu sama lain. Pada akhirnya, kita harus layak satu sama lain. Supaya bisa mewujudkan hal tersebut, aku harus berhenti menjadi sempurna. Aku memiliki pengering di tangan kiriku, telepon di kananku untuk membuat strategi. Apa yang bisa kukatakan untuk menurunkan pesonaku?

'Habis keluar dari kamar mandi membuatmu ingin meletakkan tangan di pinggul dan meneguk susu, iya ‘kan?' 21:53

'Aku benar-benar paham banget.' 21:54

Yup, itu sama sekali tidak berhasil.

 

*****

 

Beberapa hari berlalu setelah Tsuyoshi-kun dan aku secara teratur saling menelepon. Dengan mengulanginya berulang-ulang, sudah menjadi kebiasaanku untuk segera memanggil Tsuyoshi-kun setelah 45 menit selesai. Satu malam lagi tiba, dan waktu baru saja lewat pukul 11 ​​malam. Aku berencana untuk fokus pada belajarku, tetapi setiap kali aku membalik halaman, aku selalu melihat jam. Hari ini, aku punya alasan khusus mengapa aku tidak bisa fokus. Setelah 45 menit yang biasa berlalu, aku segera menyabet ponselku.

“Halo!”

“Ya ada apa?”

“Tentang pertanyaan yang tidak bisa kita selesaikan sebelumnya—”

Setelah membicarakan pelajaran kami, atau hal-hal yang tidak bisa kami diskusikan di sekolah, waktu sudah mendekati tengah malam.

“Waktunya sudah larut malam. Tak kusangka waktu berlalu begitu cepat.”

Aku mulai gelisah.

“Kalau begitu, selamat malam.”

“Tu-Tunggu sebentar!”

“Kupikir kamu biasanya akan tidur hari ini?”

Aku biasanya pergi tidur setelah tanggal berubah, tetapi tidak untuk sekarang!

“Bukannya ada sesuatu yang harus kamu katakan padaku ?!”

'…Selamat malam?'

Bukan yang itu! Apa ia sedang bercanda?!

“Hari ini… hari ini adalah…”

17 Juli adalah hari ulang tahunku! Tak kusangka dirinya benar-benar melupakannya! Tapi sekarang kalau dipikir-pikir, Tsuyoshi-kun tidak pernah menanyakan kapan ulang tahunku! Di antara gadis-gadis, berbicara tentang ulang tahun adalah hal yang biasa, tapi kurasa anak laki-laki tidak terlalu peduli? Aku berharap ia akan memberi ucapan selamat kepadaku sebelum kami menutup telepon ...

'Sako-san? Aku akan menutup teleponnya sekarang, oke?’

Tsuyoshi-kun sama sekali tidaklah salah. Semuanya karena salahku sendiri. Aku yang seenaknya terlalu berharap dan akhirnya kecewa sendiri. Dan seperti itu, panggilan telepon juga berakhir. Tak lama kemudian, pesan perayaan dan ucapan selamat dari gadis-gadis lain membuat ponselku bergetar tanpa henti. Tak perlu dikatakan, aku cukup senang bahwa begitu banyak orang merayakannya denganku, tapi ucapan selamat yang paling ingin aku dengar dari orang yang kusukai justru tidak dapat sama sekali. Walaupun aku tahu kalau aku egois, aku sudah kehilangan tenagaku untuk menanggapi mereka.

Jika dipikirkan secara rasional, aku terkejut bahwa Tsuyoshi-kun bahkan tidak menyadarinya. Maksudku, jika seseorang bertanya kepadamu 'Bukannya ada yang harus kamu katakan kepadaku?!' tepat setelah tanggal berubah, seseorang pasti akan langsung kepikiran hari ulang tahun mereka, iya kan? Memangnya Tsuyoshi-kun tidak sepeka itu? Kurasa memang ebgitu. Dan aku tidak bisa memaafkan betapa tidak pekanya dirinya. Kesedihanku dengan cepat berubah menjadi kemarahan. Levelnya ketidakpekaannya sangat tinggi sampai-sampai tidak bisa memberi selamat padaku. Tapi meski begitu, aku akan membuatnya mengatakan 'Selamat ulang tahun' apa pun yang terjadi. Aku menelepon Tsuyoshi-kun lagi, dan ia langsung mengangkatnya.

'Apa ada yang salah? …Tunggu, ini panggilan video?!

Di layar ponsel, aku bisa melihat wajah bingung Tsuyoshi-kun. Mana mungkin ia takkan menyadarinya jika aku menunjukkan kemarahan sebanyak ini padanya. Aku terdiam dan hanya menatapnya. Sadarilah, sadarilah, sadarilah…! Saat mengucapkan itu, Tsuyoshi-kun tiba-tiba memalingkan wajahnya, dan aku bisa melihat pipinya memerah.

'Sako-san, dadamu ...'

Karena aku telah berbaring telungkup di tempat tidurku, kerah bajuku jadi terbuka, kamera ponsel aku langsung menunjukkan bagian dalam belahan dadaku—

“Da-Dasar cabul!”

Aku menarik kerahku dengan tangan kiriku, mengakhiri panggilan dengan tangan kananku. Pada akhirnya, aku tidak bisa membuatnya mengatakan apa-apa ... dan ulang tahunku yang ke-17 memiliki awalan yang paling buruk.

 

*****

 

 “Sako-san, selamat ulang tahun!”

“Ya, terima kasih!”

Tepat setelah tiba di sekolah, beberapa teman sekelas datang untuk mengucapkan selamat kepadaku di hari ulang tahunku. Sepertinya mereka masih ingat. Mulai tadi malam hingga sekarang, beberapa orang mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku, tetapi aku masih tidak puas. Itu semua karena salah Tsuyoshi-kun.

Aku merasa seperti sedang mengerjakan teka-teki gambar dengan satu bagian hilang. Jari-jariku gatal untuk menyelesaikan teka-teki tersebut. Aku membuka loker sepatuku dan mendesah kecewa. Aku meletakkan sepatuku ketika aku menyadari sesuatu di dalam jauh loker sepatu yang biasanya tidak ada di sana.

'Sako-san. Selamat ulang tahun. Dari Tsuyoshi Haru.’

Aku disambut oleh kartu pesan, serta kantong uang kecil. Ja-Jadi semua aktingnya itu demi kejutan ini...! Aku merasakan semua ketegangan dan frustrasi meninggalkan tubuhku. Semuanya terasa begitu cerah sekarang. Karena kegembiraan dan kebahagiaan, aku mengirim pesan kepada Tsuyoshi-kun.

'Tsuyoshi-kun?! Kamu tahu tentang hari ulang tahunku?!’

Namun, tepat setelah aku mengirim itu, aku menyadari sesuatu yang lebih penting.

'Ah! Terima kasih untuk hadiah ulang tahunnya! Aku sangat senang!’

'Sama-sama. Aku melihatnya di profil LINE-mu, begitulah caraku bisa mengetahuinya.’

Begitu ya, kurasa itu masuk akal… Aku sering mengandalkan fitur itu untuk memeriksa ulang tahun teman-temanku. Karena Tsuyoshi-kun sudah mempermainkan hatiku sebanyak ini, aku memutuskan untuk balas menggodanya sedikit.

'Kamu sampai repot-repot memilih hadiah untukku, ‘kan? Kamu pasti sangat peduli denganku.’

Tsuyoshi-kun langsung membaca pesanku tapi tidak membalas. Aku yakin ia pasti sedang duduk di kelas dengan wajah tersipu. Aku menyadari bahwa aku sedang menyeringai, jadi aku menutup mulut aku dengan ponselku. Oh ya, aku bahkan belum memeriksa hadiahnya. Aku berpikir untuk melakukan itu setelah sampai di rumah, tetapi aku terlalu penasaran. Ketika aku mengambilnya, ternyata jauh lebih berat dari yang kubayangkan. Aku memastikan bahwa tidak ada yang melihatku, dan memasukkannya ke dalam tasku. Rasanya seperti botol, jadi mungkin permen? Aku memasukkan tanganku ke dalam tas, membuka pita, dan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Ketika aku membaca label pada botol, aku meragukan penglihatanku.

'Miso kepiting dengan jeroan kepiting'

Pada saat yang sama, ponselku bergetar.

'Yah, hadiah menunjukkan betapa pedulinya dirimu pada seseorang, jadi aku menyerahkan itu pada interpretasimu.'

Aku ingat berbohong pada Tsuyoshi-kun sebelumnya. Ketika aku mengatakan bahwa aku suka makanan laut asin. Aku yakin dirinya butuh waktu lama untuk memutuskan kepiting. Aku merasa senang, tetapi pada saat yang sama sangat kalah.

“Oh ya, aku belum pernah mencoba miso kepiting sebelumnya.”

Untuk saat ini, aku memasukkan botol itu jauh ke dalam tas seraya berharap kalau aku akan menyukainya.

 

 

 

 

17 Juli,

Aku tidak percaya ini! Tsuyoshi-kun mengucapkan selamat ulang tahun padaku!

Ia bahkan memberiku hadiah!

Tapi…miso kepiting sangat bau dan rasanya pahit…

Masa bodo deh, karena ini hadiah Tsuyoshi-kun, jadi aku akan memakan semuanya.

[Tinggal 23 Hari lagi.]

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

 

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama