Roshidere Jilid 6 Chapter 2 Bahasa Indonesia

Bab 2 — Hakkei Adalah Impian Para Otaku

 

“Lantas, kita mau kemana dulu?”

Menanggapi perkataan Yuki, Masachika yang sekali lagi kembali ke kostum penyihirnya, membalas.

“Aku sih ingin pergi ke suatu tempat yang menjajakan makanan. Karena aku belum makan siang, sih…. Alya juga sama, ‘kan?”

“Eh? iya, belum...”

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 3 siang, tapi Masachika dan Alisa masih belum menyantap makan siang. Sebelum pertandingan kuis, mereka sibuk dengan pekerjaan panitia persiapan, dan setelah pertandingan kuis, sisa-sisa kegembiraan dan ketegangan membuat mereka tidak terlalu nafsu makan.

“Begitukah? Aku sendiri hanya makan sedikit setelah pertandingan kuis tadi, jadi mari pergi ke suatu tempat di mana kita bisa makan enak.”

“Dengan kata lain... kurasa tempat yang di sana lumayan cocok? Tapi kita harus mengantri dulu sebentar, sih.”

Masachika mengalihkan pandangannya ke arah proyek bersama antara Kelas 1-D dan 1-F, yang memiliki kehadiran yang luar biasa. Tak disangka-sangka, mereka mendirikan kafe pelayan dengan menggunakan tiga ruang kelas dari Kelas 1-D hingga Kelas 1-F. Ruang kelas 1-F digunakan sebagai ruang ganti dan ruang memasak, sementara ruang kelas 1-D dan 1-E digunakan sebagai aula. Ngomong-ngomong, saat ditanya kemana perginya anak-anak dari kelas 1-E, mereka berencana membuat kios di halaman sekolah. Hal ini diakibatkan karena perkataan dari seorang ratu yang egois, “Jika kita mau mengadakan kafe pelayan, aku tidak mau melakukannya kalau Sayacchi tidak ikutan~”, ada gosip yang beredar kalau kelas 1-E harus menyerah pada tekanan ratu akademi dan ratu debat, sehingga mereka didepak keluar dari kelasnya sendiri. Walaupun itu semua hanyalah rumor belaka, terutama karena tidak ada petisi yang diajukan oleh murid-murid dari kelas 1-E.

“Kurasa itu ide yang bagus. Aku juga sedikit penasaran dengan itu.”

“Aku juga tidak keberatan.”

Dengan persetujuan mereka, Masachika mengantri untuk mendapatkan gilirannya. Mungkin karena sudah lewat jam makan siang, jadi giliran mereka bisa datang dengan cepat tanpa harus menunggu terlalu lama.

“Selamat datang kembali, Goshujin-sama, Ojou-sama.”

“O-Ohh.”

Masachika sedikit terkejut dengan keasliannya ketika ada seorang pelayan yang agak imut, yang bertugas mengatur antrian dan menyapa orang, menundukkan kepalanya dengan hormat.

“Masachika-kun, wajahmu kelihatan cengengesan, loh?”

“Tidak, mana mungkin begitu lah.”

Dasar jorok...

(Tolong hentikan!! Jangan mencaciku dengan kata-kata yang tidak bisa kubantah)

Segera, ketika kedua orang menunjukkan hal tersebut, Masachika menjadi sedikit gelisah dan menutup mulutnya dengan tangannya. Kemudian, pelayan yang ada di hadapannya terkikik dan tertawa kecil.

(Ah, gawat)

Di bawah tangannya, Masachika menyadari bahwa mulutnya secara alami membentuk senyuman.

(Hah? Apa-apaan ini? Apa jangan-jangan… aku ini ternyata lebih lemah dengan pelayan daripada yang kuduga!?)

Masachika berpikir kalau dirinya sudah terbiasa dengan pelayan, karena di rumahnya sendiri mempunyai pelayan, yaitu Ayano…. tapi sepertinya itu hanya kesalahpahamannya saja.

(Ga-Gawat nih... Jika dari pintu masuk saja sudah begini, aku mungkin akan cengengesan seperti otaku menjijikkan begitu masuk ke dalam. Terlebih lagi, jika aku menunjukkan ekspresi semacam itu di depan mereka berdua, itu bakalan berbahaya!)

Yuki akan menggodanya selama sisa hidupnya, dan Alisa akan memandangnya dengan tatapan penuh penghinaan. Sementara Masachika diserang oleh rasa krisis yang tak terduga, pelayan tadi yang masih tersenyum mulai menunjuk ke ruang kelas 1-D.

“Silakan lewat sini. Ngomong-ngomong, jika kamu pindah ke kelas berikutnya, kamu akan dikenakan biaya 200 yen untuk satu kursi.”

“Ah, iya”

Senyum Masachika tanpa sadar ditarik kembali saat mendengar pesan komersial yang agak mengerikan yang keluar dari mulut pelayan cantik itu.

Jika diperhatikan baik-baik, jendela di sisi koridor kedua ruang kelas tersebut sepenuhnya ditutupi dengan tirai anti tembus pandang, sehingga orang lain tidak dapat melihat apa yang terjadi di dalamnya. Dengan kata lain, mereka tidak tahu pelayan macam apa yang ada di dalamnya. Jika pelayan yang mereka inginkan tidak ada di kelas yang ditunjukkan, mereka harus membayar dan pergi ke kelas berikutnya .... Sungguh metode yang sadis sekali.

(Yup, oke. Wajahku kembali normal seperti biasanya, sip, aku pasti bisa)

Entah bagaimana Masachika berhasil mendapatkan kembali ketenangannya dan berdiri di depan pintu geser. Tidak peduli pelayan macam apa yang datang ke pintu, dirinya sudah mempersiapkan diri supaya tidak cengengesan.... Masachika kemudian membuka pintu geser.

“Selamat datang kembali~ Goshujin-sama Ojou-sama

Ada pelayan cantik yang memberikan sambutan sempurna seolah-olah ada efek suara shalalalala~n♪ yang mengiringinya. Rok mini lembut yang membungkus pinggulnya yang bahenol. Kaki putih yang ramping dan tampak kenyal memanjang dari sana. Gaya rambut kuncir kembar kekanak-kanakan yang bergelombang terlihat sangat cocok dengan senyumnya yang polos. Seorang gadis pelayan yang sangat cantik yang takkan sering seseorang temui bahkan di kafe pelayan sungguhan. Bahkan Masachika pun tanpa sadar…

“Uwaaa.”

Dibuat terkejut sampai tak bisa berkata apa-apa. Karena gadis pelayan yang cantik itu adalah Nonoa. Hanya itu saja.

“Apa ada yang salah, Goshujin-sama ?”

“Seharusnya aku yang bilang begitu.”

Pipi Masachika berkedut saat membalas Nonoa, yang perilakunya jauh berbeda dari karakternya yang biasa.

“Wahh~ bahkan ada putri Elf-san cantik yang luar biasa. Itu sangat cocok untukmu, loh~

“Ah, ya, terima kasih?”

Bahkan Alisa pun melebarkan matanya karena terkejut dan sedikit tertegun.

“Terima kasih sudah menyambut kami. Nonoa-san, kamu terlihat sangat cantik dengan pakaian itu, loh?”

Di sisi lain, Yuki yang dalam mode Ojou-samanya tidak terpengaruh oleh hal itu. Tanpa menghilangkan senyuman manisnya, dia memuji Nonoa tanpa ragu. Kemudian, Nonoa menjalin jari-jari kedua tangannya dan meletakkannya di dagunya, memutar tubuhnya dan menggeliat seolah-olah merasa malu.

“Eee~ Benarkah~? Aku sungguh senang sekali~

…… Sekali lagi, perilaku genitnya itu seolah-olah diiringi dengan efek suara Kyaha .

“O-Ofu”

“...”

Masachika merasakan mulas dari perasaan menakutkan. Alisa justru berhenti berpikir karena perbedaan besar antara perilakunya yang sekarang dan sifatnya yang biasa. Namun, Nonoa sepertinya tidak peduli dengan reaksi rekan bandnya (Pada kenyataannya, dia mungkin benar-benar tidak terlalu peduli), dan membimbing mereka bertiga ke tempat duduk mereka sambil tertawa centil dan kedipan mata yang memukau.

“Ah, umm, bisakah aku memesan sekarang!?”

“Ah, iya, tentu saja~

Kemudian, segera setelah Masachika dan yang lainnya duduk, dia dipanggil ke meja lain, dan Nonoa menuju ke sana. Rupanya, hanya Masachika, Alisa, dan Yuki saja yang merasa tidak nyaman dengan karakter Nonoa, dan semua pelanggan pria lainnya di kelas tampaknya terpikat oleh Nonoa. Bahkan saat menerima pesanan, Masachika bisa melihat bahwa semua mata tertuju pada pinggang ramping dan paha putih Nonoa yang menyembul dari ujung roknya.

Tentu saja, Nonoa juga menyadarinya, tapi mungkin karena dia sudah terbiasa bekerja sebagai model? Dia tampak sangat terbiasa dilihat, dan tidak merasa terganggu. Sedangkan di sisi lain,

“Mouuu~~, Goshujin-sama? Kamu sedang melihat ke arah mana hayoo?”

“Ah, enggak, ak-aku tidak melihat ke mana-mana, kok...”

Dia bahkan memberikan peringatan centil “Enggak boleh~” untuk yang nakal. Orang-orang di meja merasa malu, tetapi mulut terlihat senyam-senyum, karena  menyadari bahwa mereka tidak sedang dimarahi secara serius.

“Uwahh, ngeri.”

Dan kemudian Masachika sekali lagi merasa terkejut sekaligus bergidik. Lalu, seorang siswi yang mengenakan seragam pelayan klasik menghampiri, berbeda dengan seragam pelayan ala Akiba milik Nonoa.

“Apa kamu sudah memutuskan untuk memesan apa?”

Ketika melihat ke arahnya, satu gelar keluar dari mulut Masachika tanpa sengaka.

“Oh, ke-kepala pelayan ...”

“Aku memang kepala pelayan, emangnya masalah?”

Sayaka mengangkat pelipis kacamatanya sambil sedikit mengangkat salah satu alisnya tanpa terlalu peduli dengan cosplay mereka bertiga. Berbeda dengan pelayan di sekelilingnya, sikap layanan terhadap pelanggannya tidak memiliki sedikit pun sikap genit. Dia mengenakan seragam pelayan dengan rok panjang polos dan kacamata yang memancarkan tatapan dingin memberinya wibawa yang membedakannya dengan pelayan biasa.

“Jadi, apa pesananmu?”

“Errmm, kalau gitu aku pesan ‘Saus daging yang dibuat dengan banyak kasih sayang pelayan’.”

“Rekomendasi kami hari ini adalah nasi kari.”

“Hah?”

“Menu rekomendasi hari ini adalah nasi kari”

Kepala pelayan tiba-tiba dengan lembut menolak pesanan tersebut. Meskipun pipinya berkedut secara tidak sengaja, Masachika dengan enggan mencoba mengikuti rekomendasi tersebut──

“...Lah, jangan bilang itu karena pastanya sulit untuk dimasak?”

“Oya, apa itu sudah ketahuan?”

“Tentu sajalah. Menurutmu siapa yang melakukan pemeriksaan sistem pangan?”

Karena otoritas kesehatan memberikan panduan tentang penyediaan makanan di festival sekolah, semuanya diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan bahwa tidak ada masalah dengan proses memasak. Masachika mengetahui hal ini karena ia juga terlibat dalam proses pemeriksaan, namun meskipun nasi kari bisa dengan mudah disajikan hanya dengan menambahkan kari ke atas nasi yang sudah disiapkan, menu pasta justru membutuhkan sedikit waktu dan tenaga karena mie kering harus direbus dan dimasak. Yah, sederhananya... Nasi kari memiliki tingkat harga yang lebih murah. Namun, hal yang menganggunya justru…

“Loh... Bukankah harga karinya terlalu mahal? Meskipun buatan tangan, harga 1.000 yen itu masih terasa mahal untuk seukuran festival sekolah.” (TN: 1.000 yen itu sekitar 140k rupiah)

Tidak peduli berapa banyak siswa kaya yang menghadiri festival sekolah di Akademi Seirei, jarang-jarang bisa melihat satu barang yang harganya bisa mencapai empat digit. Masachika akan mewajarkannya jika itu adalah kopi super mewah, tapi kari tetaplah kari, tidak peduli seberapa besar nilai tambah “buatan tangan” dari seorang “pelayan” yang melekat pada menu tersebut. Bisa dikatakan bahwa penetapan harganya terlalu agresif. Tapi, mana mungkin kepala pelayan ini menetapkan harga seperti itu tanpa berpikir panjang.

“Tolong dilihat lagi baik-baik. Menu yang satu ini dilengkapi dengan undian untuk memenangkan kupon dua kali pemotretan dengan para pelayan.”

“Kupon dua kali pemotretan? Ah...”

Masachika sendiri belum pernah memiliki pengalaman mengunjungi kafe pelayan, tapi ia pernah mendengar bahwa tergantung tempatnya, jika kamu mengumpulkan poin, mereka akan memberikan kupon untukmu. Fakta bahwa undian tersebut dilekatkan pada nasi kari agak mengingatkannya pada kupon jabat tangan seorang idola, tapi...

“Ngomong-ngomong, berapa persen probabilitas untuk menang?”

“Itu adalah rahasia pelayan, Goshujin-sama.”

“Ah, seengkanya kamu memanggilku dengan panggilan Goshujin-sama, ya...”

Sebaliknya, bagian itulah yang mengejutkan. Sayaka menurunkan pandangannya pada kata-kata yang tidak sengaja dilontarkan Masachika, dan diam-diam mengangkat kacamatanya sebelum melanjutkan.

“…Jangan khawatir. Probabilitas kemenangannya tidak terlalu kecil.”

“Ah, ya. Yah, sebenarnya aku tidak terlalu khawatir tentang itu—”

“Permisi! Aku mau pesan kari keberuntungan lagi! Tanpa kari dan nasi!”

“Sebelah sini juga!”

“Tunggu sebentar ya~, kalau begitu silakan pilih undiannya~.”

“Yup, maaf, entah kenapa aku baru saja mendengar beberapa percakapan yang sangat gelap.”

“Bukankah itu hanya imajinasimu saja, Goshujin-sama?”

“Ini bukan hanya imajinasiku, tau! Lihat, tuh! Mata anak-anak cowok di sekitar sini! Mereka semua memiliki mata seperti penjudi yang sudah kecanduan, dan kehilangan akal sehatnya!”

“Kami tidak memaksa mereka untuk melakukan apa pun. Kami hanya melakukan apa yang diinginkan para Goshujin-sama.”

“Kuh, su-sungguh sikap mengelak yang sulit dibantah...”

Seperti yang diharapkan dari mantan ratu debat. Masachika dibuat terkesan dengan pernyataan Sayaka yang tenang dan blak-blakkan dengan wajah dingin. Kemudian, Yuki mengangguk-angguk kagum juga.

“Begitu ya... jadi kamu menebus rendahnya tingkat perputaran makan dan minum di dalam toko dengan meningkatkan pengeluaran rata-rata per pelanggan.”

“Kamu ini masih tetap saja sama, selalu melakukan analisis yang buruk sendiri... meskipun ini adalah kafe pelayan, tapi tidak ada sedikit pun mimpi di sini.”

“Bukannya kamu terlalu banyak bermimpi tentang kafe pelayan, Goshujin-sama?”

“Aku tidak suka kepala pelayan ini!”

Sambil berteriak pada kepala pelayan yang tanpa ampun menghancurkan mimpinya, Masachika memesan kari karena ia sama sekali tidak peduli dengan masalah undiannya. Yuki dan Alisa pun mengikutinya dan memesan nasi kari dan minuman untuk tiga orang.

“Kalau begitu mohon ditunggu dulu sebentar.”

Setelah Sayaka menundukkan kepalanya dan pergi, Masachika sekali lagi melihat sekeliling toko. Yang mengejutkan adalah semua pelayan di toko tersebut mengenakan seragam pelayan dengan desain yang berbeda-beda.

“Rasa-rasanya biaya kostumnya saja sudah menghabiskan banyak uang... oleh karena itu, desain interiornya jadi cukup sederhana.”

“Aku tidak tahu siapa itu, tapi sepertinya mereka menyewa pakaian pembantu melalui koneksi salah satu murid, loh? Karena biaya sewanya cukup murah.”

“Ohh, bendahara panitia memang beda.”

Ketika informasi tambahan dari Alisa membawa pandangannya kembali ke depan, Alisa menatap Masachika dengan tatapan mata dingin.

“Meski begitu… apa kamu menyukai hal semacam itu, Masachika-kun?”

“Eh? Ah, enggak kok, jika dibilang menyukai pelayan... Aku hanya berpikir kalau pakaian pelayan itu kelihatan lucu. Kayak otaku banget gitu?”

“Hmm~~?”

“Ngomong-ngomong, di pintu masuk tadi… ternyata dia Mizoguchi-san, ya. Kamu sepertinya terlihat cengengesan padanya?”

“Tidak, aku tidak cengengesan atau semacamnya ...”

“Aku juga berpikiran seperti itu.”

Masachika tidak bisa berkata-kata ketika Alisa ikut menimpali perkataan Yuki dan memberitahunya. Sejujurnya, Masachika tidak memiliki perasaan bersalah... tapi ketika ia khawatir tentang bagaimana cara membenarkannya, Yuki tertawa kecil.

“Aku hanya bercanda kok. Aku ingin sedikit menggodamu saja. Masachika-kun, kamu tidak terlalu tertarik pada orang yang baru pertama kali kamu temui, kan?”

“Cara memberitahu itu bisa membuat orang lain salah paham, tapi... yah, kurasa begitu.”

Masachika mengangguk sambil tersenyum kecut ketika mendengar perkataan Yuki.

Nyatanya, Masachika tidak terlalu tertarik sebagai lawan jenis dengan orang yang tidak berinteraksi dengannya. Perasaan tersebut sama seperti melihat idola dan aktris  di TV. Walaupun dirinya memiliki kesan seperti “imutnya”, “cantiknya”, atau “Dia punya gaya yang bagus”, tapi ia tidak ingin mendekat maupun menyentuhnya. Meskipun perasaan seperti itu mungkin timbul sebagai akibat dari suatu bentuk interaksi dari hal ini. Nyatanya, ketika Masachika pertama kali bertemu Alisa, ia hanya berpikir, “Dia gadis yang sangat cantik, ya” dan tidak terlalu ingin mengenalnya. Satu-satunya pengecualian adalah Maria... bukan, mungkin hanya Maa-chan saja.

(Kalau dipikir-pikir... mungkin itulah yang disebut sebagai cinta pada pandangan pertama)

Saat Masachika sedang memikirkan hal itu, Yuki berbisik pada Alisa yang duduk di seberangnya.

“Alya-san, lihat tuh, sepertinya Masachika-kun sedang memikirkan gadis lain di hadapan kita.”

“Nah, ‘kan? Entah bagaimana aku juga berpikiran begitu.”

“Hei, seriusan, sebenarnya bagaimana sih prinsip kerja di balik insting wanita itu?”

Masachika mengalihkan pandangan lelahnya ke dua orang yang membaca pikirannya dengan sempurna. Namun, Alisa mengabaikan pertanyaan itu dan bertanya balik dengan suara dingin tanpa menjawabnya.

“Jadi? Kamu sedang memikirkan siapa?”

“…Aku hanya kepikiran tentang Ayano. Karena melihat pakaian pelayan jadi aku tak sengaja mengingat dia.”

“Humm~~. Yah, Kimishima-san memang gadis yang imut, bukan?”

“… Kurasa Alya juga pasti akan terlihat menggemaskan dengan pakaian pelayan, kok.”

Setelah mengatakan hal itu untuk membuatnya dalam suasana hati yang baik, Masachika tiba-tiba memiringkan kepalanya.

“Eh tapi, Alya... Bukannya kamu pernah memakai pakaian pelayan di beberapa kesempatan sebelumnya?”

“... Itu hanya imajinasimu saja kali. Mungkin kamu salah paham tentang sesuatu?”

“Ehh~...? Begitu ya. Salah paham ya….”

Saat Masachika mengangguk dengan perasaan sedikit tidak puas, Yuki tertawa sedikit nakal.

“Masachika-kun tuh menyukai baju pelayan, ya? Mungkin lain kali, aku bisa mencoba memakainya, ah~.”

“Ohh~ itu sih bebas terserah kamu saja, bukan?”

“.... Masachika-kun, bukannya belakangan ini kamu memperlakukanku dengan kasar?”

“Tidak, hanya karena kamu berpakaian manis, bukannya berarti ... nah, iya ‘kan?”

Melihat Masachika mengatakan hal ini dengan alis berkerut, Alisa menatapnya dengan sedikit mencela, tetapi rasa superioritas muncul di pipinya. Akan tetapi,

“Aku sangat mengagumimu sampai-sampai ingin memotretmu.”

“Duhh, Masachika-kun, kamu sangat mengagumiku sampai segitunya... kamu sangat berani sekali, deh.”

"Tidak, aku hanya bercanda saja oke? Alya? Aku cuma bercanda doang, ingat?”

Masachika segera mengingatkan Alisa, yang tatapan matanya berubah menjadi badai es dalam sekejap. Tentu saja, ia tidak bercanda. Pada hari ketika Yuki mengenakan pakaian pelayan yang lucu, Masachika mengambil banyak foto dan sangat mengaguminya. Jika ia mengakuinya di sini, itu hanya akan menjadi pernyataan yang bermasalah, jadi Masachika sengaja menyebutnya sebagai lelucon.

Alisa kemudian mungkin merasa yakin dan berpaling dengan wajah yang sedikit cemberut, seakan-akan dia masih merasa kurang puas. Masachika tersenyum kecut melihat tingkah laku tersebut, yang sama sekali tidak berusaha menyembunyikan rasa sukanya padanya.

(Yah, hal ini bisa diartikan sebagai kecemburuan terhadap teman)

Padahal kamu tidak menunjukkan perilaku seperti itu kepadaku

(Atau mungkin tidak..... Ini sih benar-benar tingkah laku yang ingin memberi kode supaya aku melihatnya sebagai seorang gadis)

Kalau orangnya sendiri masih tidak menyadarinya meskipun sampai bertingkah begitu, seriusan, sebenarnya apa sih yang ada di dalam kepalanya?

(Mungkin sama tentang itu... dari sudut pandangnya sendiri, sesuatu yang seperti “Aku ingin partener-ku selalu melihatku terlebuh dahulu!”? Karena Alya suka banget dengan peringkat satu sih, iya ‘kan...)

Sementara Masachika memikirkan hal itu, kepala pelayan membawakan nasi kari dan minuman untuk tiga orang.

“Maaf sudah membuat kalian menunggu, ini pesanan ‘kari keberuntungan langsung buatan dari pelayan’ .”

“Ah, makasih.”

Setelah menyajikan makanan dan minuman di atas meja, Sayaka lalu membawa sebuah kotak yang bagian atasnya berlubang.

“Dan ini kotak undiannya.”

“Ah, jadi ini penyebab teriakan jiwa-jiwa yang malang dari beberapa waktu yang lalu...”

“Sembarangan. Para Goshujin-sama yang ada di sebelah sana kebetulan saja sedang kurang beruntung.”

“Masalah keberuntungan, ya?”

Masachika tidak perlu repot-repot menghitungnya, tapi dirinya cukup yakin bahwa ada lima atau enam orang harus merelakan lembaran uang 1.000 yen mereka. Jika ia mendengarkan dengan seksama, ia bisa mendengar suara-suara penuh kesedihan yang mengatakan hal-hal seperti, “Selanjutnya, selanjutnya pasti dapat....” atau “Tapi, lebih dari ini...”. Dan kemudian terdengar suara merdu Nonoa, “Goshujin-sama, apa anda mau menambah minum lagi?”. Selama mereka duduk di kursi, gayanya adalah menguras dompet mereka dengan baik meskipun mereka sedang kebimbangan. Sungguh metode yang tak kenal ampun.

(Melihat kondisi mereka yang begitu, rasanya terlalu menyedihkan untuk dianggap sebagai  “kurang beuntung”...)

Sambil berpikir demikian di dalam hati, Masachika menarik undian secara acak. Ketika ia membuka kertas yang terlipat, ia menemukan kata “menang” tertulis di atasnya.

“Hah?”

“Lihat tuh, sudah kubilang itu hanya masalah keberuntungan saja, bukan?”

Dengan seringai di sudut mulutnya, Sayaka meninggikan suaranya sehingga menggema ke seluruh ruang kelas.

“Selamat atas kemenangannya! Kamu berhasil memenangkan hak untuk mendapatkan kupon dua pemotretan!”

Begitu mendengar kata-kata tersebut, para cowok yang hendak pergi sambil mengatakan sesuatu seperti, “Sudah kuduga, kurasa aku harus menyerah...” berbalik sambil meringis. Dan di sana, Nonoa segera memanggil tanpa ragu-ragu.

“Apa Goshujin-sama mau nambah lagi~?”

“... Iya, mau. Dan aku mau pesan satu kari keberuntungan lagi!”

“Uughh~... Aku juga!”

“Ah, para jiwa-jiwa yang malang itu kembali terjebak di dalam rawa perjudian....”

Jika dipikir-pikir lagi dengan tenang, fakta bahwa ada orang lain yang memenangkan satu tiket undian, itu berarti peluang mereka untuk menang akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Mungkin mereka tidak mampu membuat keputusan rasional seperti itu lagi. Atau mungkin karena mereka tidak bisa memaafkan kenyataan bahwa mereka dikalahkan oleh seorang cowok yang mendadak muncul dan langsung menang dalam sekali coba.

(Hmm? Tunggu dulu sebentar. Setelah kupikir-pikir lagi… apa ini benar-benar suatu kebetulan kalau aku bisa menang?)

Meski dirinya tidak ingin memikirkannya. Masachika berpikir... bahwa kemenangannya di sini dan saat ini adalah situasi yang sempurna untuk menyalakan kembali keinginan mereka untuk membeli undian. Saat dirinya sedang meragukannya, Masachika mulai menyadari kalau tiket undian lainnya terlipat rapi, tapi undian yang diambilnya terlipat dengan longgar dan mudah diambil...

“Ah, punyaku meleset.”

“Aku juga…”

Masachika menatap wajah Sayaka saat Yuki dan Alisa meletakkan kertas undian kosong di atas meja. Namun, Sayaka bertanya kepada Masachika dengan senyuman tenang yang tidak memberikan petunjuk apa-apa.

“Kalau begitu, Goshujin-sama, gadis mana yang ingin kamu ajak berfoto bersama?”

“Ehh? Ah, umm—”

“Ngomong-ngomong, gadis yang paling populer di sini adalah Nonoa.”

“Ah enggak, kalau dia sih—“

“Sudah kuduga, pasti dia, ‘kan? Nonoa! Ada permintaan untukmu!”

“Kepala pelayan ini sama sekali enggak mau mendengar pembicaraan orang, ya!”

“Iya~ Apa kamu mau mencalonkanku? Goshujin-sama

“...”

Masachika dengan jujur ​​menatap sinis ke arah Nonoa yang masih bertingkah centil dan malu-malu. Namun, Nonoa tentu saja menyadarinya, tapi dia dengan anggunnya mengabaikan hal itu.

“Kalau begitu Goshujin-sama, tolong kemari dan berdiri di sini

Setelah mengatakan itu, Nonoa berdiri di depan papan tulis di bagian belakang ruang kelas. Di sana terdapat gambar hati, bunga, dan pita yang digambar dengan kapur warna-warni, menjadikannya semacam spot berfoto.

“Ah, begitu rupanya… Jadi aku akan mengambil fotonya di sana?”

Sejujurnya, Masachika sama tidak butuh tiket dengan Nonoa yang hanya membuatnya merasakan perasaan menakutkan. Namun, Masachika merasa bahwa menyebutkan nama siswi lain di sini akan menimbulkan makna yang aneh, jadi ia meninggalkan tempat duduknya tanpa mengatakan apa-apa.

“Ah, tidakkk...”

“Nonoa-chanku...”

Kemudian, Masachika bisa mendengar suara-suara menyedihkan dari para bajingan yang otaknya sudah rusak dari sekelilingnya.

“Begitu, jadi ini yang namanya 'BSS=Padahal aku duluan yang menyukainya*'...” (TN: Kata BSS diambil dari kata Boku ga Saki ni Suki datta noni)

“BSS?”

Masachika berdiri di depan papan tulis dengan percakapan antara Yuki dan Alisa sebagai latar belakangnya. Kemudian, Nonoa mengulurkan sebatang kapur.

“Silakan pakai ini Goshujin-sama, kemudian tolong tulis namamu di sini.”

“Namaku?”

“Iya. Setelah menulis nama Nonoa dan Goshujin-sama di sini~ kita lalu berfoto bersama

Jika dilihat baik-baik, di sana ada semacam gambar mirip salib mencolok yang terlihat seperti payung bersama tergambar di tengahnya. Di sebelah kiri sana, Nonoa menuliskan namanya dalam huruf hiragana.

(Uwaaa memalukan banget)

Ini mungkin merupakan layanan yang menyenangkan untuk acara kafe pelayan, tapi dari sudut pandang Masachika, hal ini sama saja setara dengan eksekusi publik. Selain itu, tatapan dari arah belakangnya juga terasa menyakitkan. Rasanya seperti ada tatapan sedingin kutub utara yang bercampur dengan tatapan dendam para pria.

“Goshujin-sama?”

Diminta oleh Nonoa untuk menulis namanya dengan ekspresi tanda tanya, Masachika menulis namanya dengan sedikit ragu-ragu. Namun, tulisannya tidak berakhir sampai di situ, dan Masachika menambahkan “Bertujuan untuk menjadi OSIS selanjutnya!!” di bawah nama mereka.

Untuk sesaat, wajah Nonoa menjadi serius sejenak, dan senyuman manis kembali muncul di bibirnya.

“Ufufu, kamu sungguh Goshujin-sama yang sangat menarik

Setelah berbisik seperti itu, Nonoa kembali membuat senyum polos lagi.

“Oke~, persiapannya sudah selesai~”

Masachika dengan lembut menepuk dadanya saat Nonoa menoleh ke Sayaka sambil mengatakan itu. Benar, ini bukanlah permainan memalukan, melainkan cara untuk mempromosikan hubungan kerja sama antara pasangan Kujou/Kuze dan pasangan Taniyama/Miyamae.. Jika dirinya berpikiran begitu, maka ia takkan perlu merasa malu──

“Kalau begitu aku akan mulai memotret, jadi tolong buatlah tanda hati dengan tangan di depan dada kalian. Aku akan mengambilnya dengan pose ‘tiga, dua~, satu, love-love kyuuunn~’

Wajah Masachika langsung berubah serius ketika mendengar kata-kata tanpa ampun dari sang kepala pelayan.

 

◇◇◇◇

 

“Kare tadi rasanya enak, ya.”

“Benar, ditambah lagi kare tadi memiliki banyak bahan. Kelihatannya lebih asli dari yang kukira.”

Setelah merasa puas dengan sajian kari yang ternyata lebih enak dari yang diharapkan, Masachika dan yang lainnya meninggalkan tempat duduk mereka.

“Masih belum! Kalau sudah begini, aku akan mendorongnya sampai batas!”

“Mana mungkin aku bisa mundur setelah sudah sejauh ini!”

Sambil berpura-pura tidak memperhatikan para laki-laki yang sudah mencapai titik tanpa harapan, Masachika lalu menuju ke kasir.

“Mohon diterima, ini adalah kupon yang tadi.”

“Ah terima kasih...”

Sejujurnya ia tidak menginginkannya dan ingin segra membuangnya sekarang karena itu hanyalah sejarah hitam.. Namun, Masachika merasa ragu untuk membuangnya di tempat umum.

(Yah, aku bisa membuangnya setelah pulang di rumah...)

Setelah berpikir demikian, Masachika memasukkan kupon yang diterimanya ke dalam saku dadanya tanpa melihatnya. Setelah berada di luar, mereka kemudian mengikuti rencana yang telah mereka diskusikan selama makan dan menuju ke halaman sekolah. Lalu…

“Ah, permisi~”

“Upss”

Nonoa yang sepertinya sedang dalam perjalanan untuk mengambil makanan, menyusulnya dari belakang. Sambil mengumpulkan perhatian para siswa yang berlalu lalang di koridor, Nonoa memasuki ruang kelas 1-F yang digunakan sebagai ruang ganti dan ruang memasak.

Ketika mereka bertiga melewati ruang kelas 1-F sambil mengamati situasi—

Semuanya, meski kalian akan semakin sibuk tapi yang semangat ya~

Serahkan saja padaku! Oraaaaa kaliannnn, keluarkan semangat kaliann!

『『『Uwwoooaaahhhh!!』』』

Pandangan mata Masachika menjadi jauh saat ia mendengar suara-suara para laki-laki yang terlatih dengan sempurna keluar dari dalam. Alisa juga terlihat sedikit terkejut dan melihat ke arah ruang kelas, sambil bergumam menyetujui.

“Kupikir rasanya aneh karena tidak ada anak laki-laki di depan, tapi... ternyata mereka bekerja di balik layar.”

“Ya. Aku menduga kalau ide proyek kafe pelayan ini digagas oleh kelompok laki-laki, tapi.... gimana ya bilangnya. Secara keseluruhan, rasanya status sosial goloongan laki-laki terasa lebih rendah.”

Sekelompok pelayan yang memeras uang dari majikan laki-laki mereka dan menggunakan rekan laki-laki mereka sebagai tenaga kerja. Apakah ini yang terjadi ketika kemampuan Sayaka, salah satu komandan terbaik di sekolah, mengkombinasikan kekuatan komandonya dengan sifat iblis Nonoa? Perilaku mereka sudah terasa seperti semacam pencucian otak.

Ada masalah gawat, kepala koki! Kita kekuarangan panci untuk membuat makanan yang tersisa!

Hahhh? Bakayaro! Ayo cepat beli sekarang!

Eh, membeli panci model begini…?

Terus? Para gadis sudah bekerja keras untuk melayani pelanggan! Kalian juga harus bekerja lebih keras untuk mendukung mereka!!!

! Siap!!

…..Percakapan antara anak laki-laki entah bagaimana telah melampaui sistem klub olahraga dan sudah mirip seperti militer.

“... bagaimana bilangnya ya, itu adalah kafe pelayan yang mengandung banyak kegelapan dalam berbagai artian.”

“Meski rasanya sudah terlambat, tapi aku mulai berpikir bahwa kami sebenarnya adalah MVP yang berhasil menghentikan Sayaka-san dan wakilnya untuk menjadi ketua OSIS SMP.”

“Yah, sepertinya tidak ada yang memaksa mereka untuk melakukannya... mengingat rasa persatuan yang mereka tunjukkan, bukan...?”

Masachika dan yang lainnya meninggalkan tempat itu sambil bertukar komentar dengan ekspresi halus.

Mereka bertiga kemudian menghabiskan waktu selama 30 menit berkeliling pertunjukan sambil menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka Setelah memeriksa jam tangannya, Yuki meninggikan suaranya.

“Um, aku harus kembali ke pekerjaanku sebagai anggota panitia dalam waktu sekitar dua puluh menit lagi… Terakhir, jika kamu tidak keberatan, apa kamu bersedia datang dan melihat-lihat penampilan kelasku?”

Menerima tawaran tersebut, mereka bertiga kemudian mengunjungi ruang kelas 1-A. Ruang kelas didekorasi dengan gaya pasar malam, dengan lampion dan lentera di mana-mana, serta area memancing yoyo, latihan menembak sasaran, dan lempar cincin.

“Selamat datang— Ku-Kujou-san!? Cantik banget...”

Seorang anak laki-laki di dekat pintu berseru kaget setelah melihat Alisa. Begitu juga dengan murid-murid lainnya, yang tiba-tiba menoleh karena suara terkejut  yang mendadak dan dikejutkan oleh para anggota yang masuk, dan langsung terdiam saat melihat Alisa. Bahkan murid-murid di kelas sebelah, yang seharusnya sudah terbiasa melihat Alisa, juga terkejut melihatnya dalam wujud kostum elf.

“Semuanya, terima kasih atas kerja keras kalian. Aku akan mengurus kedua pelanggan ini, jadi tolong, semuanya, tetaplah bertugas seperti biasa.”

Tanpa melewatkan waktu ketika kesadaran semua orang masih dalam keadaan linlung, Yuki memanggil mereka, dan para siswa kelas 1-A yang tadinya tercengang perlahan-lahan mulai bergerak. Meski demikian, hal yang mengganggunya ialah mereka masih melirik ke arah Alisa ketika berhadapan dengan pelanggan di depannya. Namun, hal yang sama berlaku untuk pelanggan lainnya juga.

“Kalau begitu Alya-san, apa ada sesuatu yang ingin kamu lakukan?”

“Umm, lalu... aku ingin mencoba memancing yo-yo. Aku tidak berhasil mendapatkannya di festival terakhir kali, jadi aku akan balas dendam.”

Saat Alisa mengatakan itu, para siswa yang sedang asik memancing yo-yo tiba-tiba meninggalkan tempat tersebut. Alisa sedikit terkejut dengan kecepatan reaksi mereka yang berlebihan.

“Si-Silakan~ silakan kemari Kujou-san! Semoga kamu bisa menikmatinya!”

Sembari menunjuk ke tempat kosong dengan tangannya, anak laki-laki yang merupakan penjaga area memancing yo-yo mengangkat suaranya dengan rasa bangga dan gembira. Masachika melepas jubahnya dan menyerahkannya kepada Alisa, yang menoleh ke arahnya dengan kaget.

“Ehh?”

“Pakailah ini untuk menutupi kakimu. Airnya mungkin akan memercik ke kakimu sama seperti terakhir kali.”

“Ah, iya…”

Tidak seperti jubah Masachika yang merupakan barang komersial murahan, kostum Alisa adalah buatan tangan dan produk yang berkelas. Sangat disayangkan kalau itu akan basah ... atau itulah alasan yang dibuat,tapi pada kenyataannya, tujuan sebenarnya adalah untuk mencegah celana dalamnya kelihatan saat dia berjongkok. Alisa tampaknya juga menyadari hal ini, dan dia menatapnya dengan tatapan yang sedikit malu-malu sebelum mengucapkan 'terima kasih' kepadanya dengan suara pelan.

Kemudian, ketika ia mencoba mengikuti Alisa yang bergegas menuju area memancing yo-yo dengan jubah di tangannya...kerumunan orang dengan cepat terbentuk di sekitar Alisa, dan Masachika pun hanya bisa tersenyum kecut.

“Oi, oi,... pertunjukan lainnya langsung diabaikan, toh?”

Bahkan para siswa yang bertanggung jawab atas area permainannya lain telah meninggalkan pos mereka, dan Yuki tersenyum kecut ketika melihat hal ini.

“Yah, semua pelanggan lain sudah pergi untuk melihatnya…. Ini sih, keberadaannya saja sudah seperti menjadi penghalang bisnis.”

“Bener banget... Ngomong-ngomong, apa aku perlu tsukkomi suasana yang mendadak sepi kayak kuburan begini?”

“Tolong jangan sebut-sebut itu sekarang. Sebagai penyelenggara, aku sepertinya memiliki perasaan yang campur aduk mengenai hal itu.”

“Begitu ya.”

“Jadi? Masachika-kun sendiri mau main apa? Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, aku akan melakukan melayani pelanggan, oke? Meski aku tidak akan memberimu hadiah apa pun, sih.”

“Jadi enggak ada hadiahnya, toh!?”

“Habisnya, jika ada hadiahnya, bukannya kamu akan mengambil semuanya, Masachika-kun?”

“Itu benar, sih.”

Mereka berbicara sedikit lebih santai daripada sebelumnya, karena tidak ada orang di sekitar mereka.

“Hmm... tapi kurasa bahkan Masachika-kun pun tidak bisa mendapatkannya, loh?”

Yuki menunjuk boneka beruang yang diletakkan di tengah bagian atas meja tembak seraya mengatakan itu. Berbeda dengan hadiah lainnya, boneka itu duduk kokoh di atas meja, dan sepertinya tidak akan bergerak sedikit pun.

“... Entah bagaimana, aura bermartabatnya terasa kuat sekali.”

“Dengar-dengar katanya itu boneka beruang dari merek Inggris yang terkenal. Boneka ini tampaknya hanya satu-satunya buatan tangan oleh pengrajin terkenal, dan didambakan oleh para penggemarnya, loh?”

“Mengapa barang semacam itu bisa menjadi hadiah untuk permainan menembak?”

“Karena ini adalah Akademi Seirei.”

“Kugh, sungguh sangat meyakinkan sekali.”

Setelah mengatakan hal ini, Masachika pergi ke tempat permainan menembak. Selama ia ditantang, sudah menjadi tugasnya sebagai kakak untuk menanggapi.

“Baiklah, kalau begitu harga 300 yen untuk 5 kali tembakan.”

“Lah, aku masih harus membayarnya?!”

“Sebagai gantinya, jika kamu berhasil menjatuhkan boneka binatang itu, aku akan memberikannya kembali padamu.”

Setelah mengatakan hal itu ekspresi tegas, Yuki menyeringai dengan ekspresi polos dan berbisik.

“(Bagaimana kalau memberi Alya-san hadiah untuk mengingat festival sekolah? My brother)”

Usai mendengar perkataan Yuki, Masachika menoleh ke arah Alisa yang sedang memancing yo-yo dengan ekspresi serius, sebelum diam-diam mengeluarkan dompetnya.

“Untuk saat ini, aku coba lima tembakan dulu.”

“Terima kasih~”

Setelah menerima lima bola gabus dari Yuki, Masachika memasukkannya ke dalam pistol dengan gerakan yang sudah dikenalnya dan mengarahkan bidikannnya ke arah boneka binatang itu. Kemudian, ketika ia menarik pelatuknya secara perlahan, bola gabus itu menuju kepala boneka mainan itu tanpa meleset dari sasarannya—dan dipantulkan.

“Tidak, bukannya mainan senjata ini enggak ada tenaganya?”

“Makanya sudah kubilang kalau kamu tidak bisa mendapatkannya, ‘kan?”

“Meski begitu. Kelihatannya ini sudah diatur supaya cukup kuat untuk mendapatkan lebih banyak hasil dari lengan permainan capit.”

Walaupun sudah menembak tepat di bagian dahinya, tapi kepala boneka itu hanya bergetar sedikit. Boneka binatang itu masih duduk di atas dudukannya, terlihat sombong seperti biasanya. Sambil menatap postur yang sedikit membungkuk ke depan, Masachika bertanya pada Yuki.

“… Yuki, masih ada berapa banyak lagi senjata yang kamu miliki?”

“?Setidaknya, kelasku sudah menyiapkan empat senjata.”

“Tolong keluarkan semuanya.”

Setelah meminta Yuki untuk menyusun empat senjata, Masachika memasukkan bola yang tersisa ke dalam senjata tersebut satu per satu.

“… Apa kamu berniat melepaskan rentetan tembakan? Kurasa itu saja masih belum cukup untuk menjatuhkannya.”

“Yuki...”

Setelah mendengar prediksi adiknya, Masachika memanggil namanya seolah-olah mencelanya karena membuat kesimpulan yang terburu-buru. Kemudian, sambil menatap boneka binatang itu, Masachika berkata dengan tenang.

“Sebenarnya, belakangan ini aku sudah berlatih Hakkei, loh?” (TN: Hakkei atau dalam bahasa mandarin disebut fa jin, adalah istilah yang digunakan dalam beberapa seni bela diri China, khususnya seni bela diri neijia (internal), seperti Xingyiquan, T'ai chi ch'uan (Taijiquan), Baguazhang, dan Bak Mei. Hakkei berarti mengeluarkan atau melepaskan tenaga dalam secara eksplosif, dan bukan secara spesifik untuk metode serangan tertentu. Jìn (), atau “kekuatan”, sering membingungkan orang-orang Barat dengan konsep jīng (), yang secara harfiah berarti "esensi". Sumber: Wikipedia)

“Serius, lu?! Semua orang menyukai hal semacam itu.”

Menertawakan adiknya yang tidak sengaja menunjukkan hobi otakunya, Masachika mengangkat senjatanya seakan-akan melihat ke atas dari bawah.

“Aku akan mengajarimu... yang terpenting bukanlah seberapa besar kekuatannya, tapi bagaimana caramu menyalurkan kekuatannya.”

Masachika menarik pelatuknya seraya mengatakan itu tanpa rasa takut.

Bola gabus yang ditembakkan melewati tepat di bawah boneka binatang, memantul dari papan tulis di belakangnya, dan langsung mengenai bagian belakang kepala boneka binatang itu. Tanpa melihat hasilnya, Masachika terus berganti senjata dan terus menembak dengan akurat di titik yang sama.

Akibatnya, boneka binatang yang tadinya sedikit condong ke depan itu jatuh ke depan dan menggelinding menuju anak tangga paling bawah, dan ikut menyeret hadiah yang ada di jalannya ketika jatuh ke lantai.

“Yosh.”

Yosh dengkulmu. Kemana perginya hakkei tadi?!”

“Betul, inilah jurus rahasiaku [Mukankei].”

“Cerewet banget, luh.”

Saat dia tsukkomi dengan wajah serius, Yuki mengambil boneka binatang itu sambil mendesah takjub.

“Aaahh~, aku tidak menyangka kalau kamu beneran bisa menjatuhkannya... padahal itu seharusnya menjadi hadiah utama besok. Yah, tapi yang namanya janji tetaplah janji. Ini.”

Yuki berkata begitu dan menyerahkan boneka binatang itu ke Masachika, dia lalu menyeringai dan mengalihkan pandangannya ke arah Alisa.

“Fufu~n, kalau begitu silakan dimulai? Waktunya pemberian hadiah yang malu-malu dan membahagiakan~ ♪”

Masachika menyerahkan kembali boneka binatang yang diaterimanya kepada Yuki, yang mengatakan hal itu dengan penuh semangat.

“Oh~…?”

“Buat kamu saja.”

“Hah?”

Yuki menanggapinya dengan sedikit bingung, tapi Masachika menatapnya dengan tatapan ramah sekaligus sedih sembari berkata.

“Sekarang, kamu sudah bisa membawa boneka binatang, ‘kan?”

Semuanya bermula ketika Masachika masih menjadi bagian dari keluarga Suou. Pada saat itu, Yuki menderita penyakit asma yang parah, dan tidak bisa memegang boneka binatang yang mudah ditempeli debu rumah. Boneka binatang yang biasa dibawanya saat dia masih kecil telah disingkirkan dan dia harus menghabiskan seluruh waktunya di kamar sederhana seperti kamar rumah sakit di mana kebersihan menjadi prioritas utama.

Saat itu, Masachika tidak bisa memberikan boneka beruang yang ia dapatkan dari game center kepada Yuki. Ketidakberdayaan yang tersimpan jauh di dalam hatinya kini memotivasi Masachika.

“......”

Setelah mendengar perkataan Masachika, Yuki memeluk boneka beruang itu erat-erat dan menundukkan wajahnya. Kemudian, setelah bahunya bergetar selama beberapa detik seolah-olah berusaha menahan sesuatu, dia mengangkat kepalanya dengan ekspresi wajah yang tenang.

“Aduh, hampir saja... aku hampir saja melakukan sesuatu di siang bolong di ruang kelas.”

“Sesuatu apaan sih.”

“Ya ampun, apa yang akan kamu lakukan jika tingkat kesukaanku kembali naik? Padahal aku sudah mencapai batas maksimalku dari dulu, tau.”

“Aku ini tipe orang yang memberi makan ikan hasil tangkapanku sendiri.”

“Astaga, dasar Onii-chan-sama-ku yang tersayang.”

Usai mengatakan itu, Yuki membenamkan mulutnya ke dalam boneka beruang dan menggeliatkan tubuhnya karena merasa malu.

“Nfufufufu~n, mouu~… dasar Onii-chan, mouuu~…kenapa sih Onii-chan menjadi Onii-chan?”

“Itu sih karena aku lahir duluan sebelum kamu kali.”

“Apaan, ternyata cuma itu saja ya? Kalau begitu, aku tidak perlu menghormatimu lagi.”

“Mendadak ada apaan, sih?”

Yuki tiba-tiba menjadi tanpa ekspresi, dan Masachika membalasnya dengan measang wajah datar. Kemudian, setelah berpikir sejenak, Masachika menambahkan tsukkomi lagi dengan tatapan bingung.

“.... Lagi pula, aku tidak ingat pernah dihormati olehmu.”

“... Eh, lah? Oh iya, aku juga sama.”

“Kalau begitu, kamu sama sekali tidak pernah menghormatiku.”

“Jika kamu merasa ingin dihormati. Kurasa ada sikap tertentu yang harus kamu miliki.”

“Kupikir aku hanya ingin menjadi kakak laki-laki yang dihormati. Kupikir aku sudah memiliki sikap tertentu, tau.”

“Memangnya apa sih yang membuatmu kurang puas karena sudah memiliki adik perempuan terlucu di dunia ini kayak aku?”

“Misalnya saja kamu sudah mengubah ekspresimu sejak beberapa waktu yang lalu?”

“Setiap kali aku merasakan tatapan seseorang, aku selalu kembali ke mode Ojou-sama.”

“Hipersensitivitas super sensorik memang menakjubkan oi.”

“Cekatan sekali, bukan?”

“Masuknya aneh kali.”

Setelah tertawa anggun dalam mode Ojou-sama untuk menanggapi tsukkomi kakaknya, Yuki pun tersenyum lebar.

“Makasih banyak, Onii-chan.”

“Ya.”

Masachika hampir saja akan mengelus kepalanya, tapi ia hanya memberikan anggukan kecil karena menyadari sedang berada di tempat umum. Yuki tertawa seolah-olah dia mengerti akan hal itu, dan suasana santai mengalir di antara kakak beradik itu──namun, bahu mereka berdua tersentak kaget saat gelombang dingin yang datang menerjang.

Ketika mereka berbalik, di sana terdapat sosok Alisa yang menatap mereka dari balik kerumunan dengan yo-yo di tangan. Alisa berdiri sempoyongan layaknya hantu gentayangan dan berjalan melewati para siswa yang mundur karena tekanan yang dipancarkannya. Dan kemudian, dia mulai menyindiri dengan tatapan mata yang tidak tersenyum sama sekali.

“Wah, sepertinya menyenangkan sekali ya.”

“Oh-Ohh… Alya juga, kelihatanya kamu cukup bersemangat, ya?”

“Ya, begitulah... setelah mengalami banyak kesulitan, akhirnya aku berhasil mendapatkannya.”

“Oh, syukurla───”

“Jadi? Sementara aku sedang bekerja keras, apa yang sedang kalian berdua lakukan?”

Ketika Alisa memiringkan kepalanya dengan wajah tersenyum yang tidak tersenyum, mana mungkin Masachika akan mengatakan “Kami sedang bermesraan, tau~”, jadi ia hanya mengatakan fakta yang sebenarnya.

“... aku mencoba permainan menembak.”

“Lalu?”

“Karena Yuki mengatakan kalau aku takkan bisa mendapatkan ini… jadi aku memutuskan untuk mengambilnya.”

“Iya, terus?”

“Jadi aku berhasil mengambilnya..... terus yah, karena aku tidak membutuhkan boneka bitu... jadi kupikir aku akan memberikannya kepada Yuki.”

“Fuuu~n”

Sementara Alisa meninggikan suaranya dengan penuh arti, murid-murid dari kelas 1-A yang sepertinya mulai menyadari situasinya. Segera dibuat panik.

“Ehh, tunggu sebentar, apa boneka beruangnya berhasil didapatkan!?”

“Yang benar saja!? Aku tidak melihatnya sama sekali!!”

“Tidak, tidak, itu sih benar-benar mustahil. Ehh, apa ada yang melihatnya?”

Di depan teman-teman sekelasnya yang masih tidak percaya, Yuki berteriak dari pojok kelas.

“Ia benar-benar menembak jatuh tanpa kecurangan sama sekali, loh? Iya ‘kan Ayano?”

Menanggapi panggilan Yuki, Ayano yang sedari tadi membaur menjadi udara, diam-diam melangkah maju.

“Ya, saya melihatnya dengan jelas.”

Ayano mengangguk dengan wajah tanpa ekspresi, dan para siswa di kelas 1-A pun serempak memegangi kepala mereka. Dhadapan para siswa yang berteriak, “Tidak mungkin!” dan “Apa yang harus kita lakukan dengan hadiah besok?”, Ayano terus melanjutkan dengan sedikit bangga dan emosional.

“Sungguh teknik tingkat dewa yang luar biasa ... jurus rahasia Masachika-sama, [Mukankei] .”

“Tidak, tunggu—”

Begitu Masachika mengangkat suara panik, keributan pun tiba-tiba berhenti. Semua orang memegangi kepala mereka sembari menatap Ayano dan Masachika dengan ekspresi serius.

“Jurus rahasia... apa maksudnya?”

“Eh, orangnya sendiri yang bilang begitu?”

“Uwaahh, halu banget~.”

“Tidak, kalian salah—aku hanya bercanda tentang itu!”

Seketika itu juga mereka semua menatapnya dengan tatapan mengasihani, meskipun Masachika panik dan berusaha mengoreksinya, tapi suasananya masih tidak berubah.

“Masachika-kun...”

“A-Alya?”

“… Tolong jangan terlalu bersemangat di festival sekolah, ya.”

“Jangan menatapku dengan tatapan kasihan begitu!”

Ratapan memilukan Masachika menggema di seluruh ruangan kelas 1-A.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama