Aku membuka mataku ketika
merasakan beban lembut yang mendarat di punggungku.
Atau lebih tepatnya, baru pada
saat itulah aku menyadari kalau aku ketiduran.
“Ah, apa aku membangunkanmu?”
Ketika aku melihat ke arah
suara tersebut, aku melihat Luna berdiri di sana. Sebuah selimut menutupi
tubuhku, yang terbaring telungkup.
Sejenak aku bingung dengan situasinya,
tetapi tampaknya aku berada di kamar Luna dan tertidur di lantai semalam saat
merawatnya. Mungkin karena aku kurang tidur setelah belajar di sekolah bimbel.
Aku melihat jam di kamarnya,
dan menyadari kalau sekarang sudah pukul tujuh pagi. Cahaya pagi masuk melalui
celah tirai.
“Ahh, selamat pagi...”
Luna sudah berganti pakaian
dari gaun putihnya menjadi pakaian tidur biasa.
“Bagaimana kondisimu? Apa kamu
sudah cukup istirahat?”
Saat aku bertanya padanya, Luna
membalas dengan tersenyum.
“Ya. Sepertinya demamku sudah
turun. Perutku tiba-tiba merasa lapar.”
Ahaha, Luna tertawa sedikit
malu-malu.
“Oh, iya benar juga ... maaf,
saya tidak membuat apa-apa untuk dimakan.”
“Enggak, sehaursnya aku yang
minta maaf karena tidak bisa menghidangkan
apapun untukmu. Apa kamu juga merasa lapar, Ryuto?”
Meskipun aku masih dalam
keadaan kantuk, memang benar aku merasa lapar semalaman.
“Aku membuat makanan lezat untuk
pesta natal, loh? Karena kupikir kita akan makan di restoran, jadi aku hanya
membuat ayam goreng dan kue saja.”
“Begitu ya… terima kasih.”
“Gimana kalau kita memakannya
sekarang?”
“Ehh, pagi-pagi begini?”
Ayam dan kue?
“Enggak mau? Kamu taidak ingin memakannya?”
“Enggak juga, aku justru ingin
segera memakannya.”
Luna tertawa bahagia saat mendengar
jawabanku.
“Horeee! Ayo makan, ayo makan!”
Ketika kami turun ke lantai
bawah, ruang tamunya masih sama seperti tadi malam. Sudah kuduga, sepertinya
Ayah Luna tidak pulang kemari.
Luna menyiapkan ayam panggang utuh
dan kue Natal berbentuk buche de noel. Kue tersebut dibuat dengan dasar kue
gulung yang tersedia secara komersil dan mengikuti video panduan. Cara
penyebaran krimnya terlihat amatir, tapi itu membuatnya terasa penuh cinta dan
menggemaskan.
“Itadakimasu!”
Setelah membawa makanan ke
kamar Luna, ini adalah pesta natal kami berdua yang dimulai pada pukul 7:30
pagi.
“Oh iya, suhu tubuhku sekitar
37,5 derajat. Kurasa demamku sudah turun sepenuhnya…”
Luna yang telah memasukkan
termometer yang kusodorkan di sampingnya, mengeluarkannya dari leher jaketnya
dan meletakkannya di atas meja.
“Jangan memaksakan dirimu,
lebih baik kamu beristirahat saja dulu hari ini.”
“Yeah, kamu benar... Tadinya
aku berencana bertemu dengan Nikoru dan yang lainnya, tapi aku akan
membatalkannya.”
Luna segera mengeluarkan
smartphone-nya dan mengetik pesan dengan berkecepatan tinggi.
“Bukannya rasa ayam ini kurang
kuat? Maaf ya~. Apa kamu ingin memakannya dengan ditambahkan garam?”
Aku menggelengkan kepalaku saat
Luna hendak berdiri.
“Tidak, aku baik-baik saja,
kok.”
Sepertinya ada perbedaan rasa,
jadi sejak tadi aku mencoba mencari yang lebih pekat dan yang lebih ringan
untuk dimakan bersama.
“Benarkah? ... Ah iya, aku
hampir kelupaan! Ini, hadiah Natal dariku!”
Luna membuka tas yang dia bawa
kemarin dan memberikan sesuatu yang diambil darinya kepadaku. Itu adalah kado
yang dibungkus dengan kantong hijau dan pita merah.
“Ayo buka, ayo buka!”
“I-Iya... terima kasih.”
Ketika aku membuka kantongnya,
ada beberapa kantong kertas putih di dalamnya. Aku mengambilnya dan melihat......
“Jimat?”
Benda yang kutemukan adalah
jimat yang sering dijual di kuil. Ada yang bertuliskan “Jimat Pendidikan” atau “Jimat
Kelulusan", dan ada juga yang bertuliskan “Jimat untuk Kesehatan” atau “Perlindungan
dari Bencana” bahkan “Keamanan
Berkendara” juga.
“Ya. Pada awalnya, aku hanya berniat
untuk membeli jimat untuk belajar, tapi saat Nikoru bilang 'Kalau pacarmu hanya belajar terus, tubuhnya bisa rusak, tahu?' Aku
jadi khawatir dan merasa cemas tentang berbagai hal lainnya juga.”
Ehehehe, Luna
tersenyum dengan polosnya.
Selain dari berbagai jimatnya,
jika diperhatikan dengan baik, aku menyadari kalau bukan hanya satu nama kuil
yang tertera di jimat tersebut.
“... Apa jangan-jangan, kamu
pergi mengunjungi beberapa kuil?”
“Eh? Yeah.... Sesuatu yang
disebut 3 Dewa wilayah Kanto? Aku menemukannya ketika mencari tahu info tentang
jimat untuk belajar.”
“'Tiga Dewa Wilayah Kanto'? Aku sama sekali tidak pernah mendengarnya.”
“Yeah. Karena aku ingin mencoba
mengumpulkannya semua, aku pergi ke sana bersama Nikoru kemarin.”
“Jadi begitu.... Ini, Tani...
Ho... Tenmangu? Dimana itu?”
“Ah, sepertinya itu dibaca ‘Yabo’, loh. Hmm, Aku menaiki jalur
Keiou dari Shinjuku dan setelah satu kali transit, di sanalah tempatnya.”
“Eh, bukannya itu jauh banget,
ya? Itu berarti kamu mengunjunginya tiga kali sebelum pergi ke restoran?”
“Iya.”
“Dari pagi-pagi? Pasti rasanya
dingin, kan?”
“Ah ya. Itu adalah kesalahan
hitunganku. Padahal hari sebelumnya, cuacanya masih hangat...”
Luna tersenyum dengan pahit.
Karena kuil pada dasarnya
berada di luar ruangan, dengan penampilan Luna kemarin, perjalanan ke kuil
pasti rasanya dingin. Mungkin hal itu juga yang menjadi penyebab kenapa dia
tiba-tiba demam...entah kenapa aku jadi merasa bersalah.
“Karena belakangan ini, Ruuto,
kamu benar-benar berusaha keras dalam belajar, kan? Aku hanya bisa melakukan
hal-hal kecil seperti ini...”
“Terima kasih banyak, Luna.”
Perasaan Luna membuatku bahagia,
dadaku dipenuhi dengan perasaan hangat.
“Aku akan mengenakan semua
talisman ini. Masih ada satu tahun lagi sampai ujian masuk universitas, jadi aku
harus dilindungi dengan baik.”
Ketika aku mengatakan itu, Luna
tersipu dan tersenyum malu-malu.
“Hehehe.”
“Ngomong-ngomong aku juga punya
hadiah untukmu, Luna.”
“Eh!?”
Pada saat bertemu dengan
kekasih di hari Natal, aku rasa sudah menjadi hal yang wajar untuk menyiapkan
hadiah. Namun, Luna tampak terkejut dan membelalakkan matanya.
“Serius!? Apa itu!?”
“Aku akan mengambilnya sekarang...
Tunggu sebentar ya?”
Dengan mengatakan itu, aku
mengambil tasku dan meninggalkan ruangan.
“Selamat hari Natal.”
Aku masuk ke dalam ruangan
dengan suara riang yang tidak biasa, membuat Luna terkejut dan mengedipkan
matanya.
Gawat, apa aku tergelincir...?
Aku memakai topi merah, jas
merah, dan mengenakan janggut putih serta kacamata. Semuanya adalah kostum
Santa sederhana yang aku beli di toko serba-serbi..
──Santa
datang ke rumah dan memberikan kami hadiah secara langsung. Aku merasa sangat
senang.
──Tapi
ternyata itu cuma ayahku yang berpakaian sebagai Santa.
Demi Luna yang menyukai
kejutan, aku ingin mereka ulang kenangan Natal masa kecil yang pernah dia ceritakan
sebelumnya.
Saat aku menyiapkannya, aku
tidak pernah mengira bahwa pertemuan kemarin akan berakhir seperti itu, dan
mengingatkan dia pada kenangan dengan ayahnya mungkin menjadi
kontraproduktif... Rasa cemas pun menghampiriku saat dia tidak memberikan
reaksi apa-apa..
“Umm ... ini hadiah untukmu...”
Aku memberikan bungkusan hadiah
yang kupegang kepada Luna.
Aku harus melakukan sesuatu menutupi suasana ini dengan kata-kata...
Tetapi saat aku berpikiran begitu dan hendak berbicara….
“... Fufu...”
Luna tertawa.
Sambil tertawa, air matanya
mulai mengalir dari sudut matanya.
“Eh!? Lu-Luna...?”
Aku langsung dibuat panik
melihat reaksinya yang begitu, dan dia pun meneteskan air mata dari mata yang
lain.
“Fufufu... Kamu itu Ryuuto,
‘kan? Aku bisa tahu karena kamu memakai kaus kaki yang sama…”
Luna menunjuk ke arah kakiku
dan tersenyum. Bukan hanya kaus kaki yang sama, bahkan celananya juga sama, dan
sebagai kostum, kualitasnya sangat rendah, tetapi karena Luna tertawa dengan
bahagia sambil menangis, aku ikut tersenyum.
“Haha... Kelihatannya aku juga
membuat kesalahan seperti ayah Luna...”
Setelah aku mengatakan itu, air
mata Luna mengalir lebih deras, dan aku menyadari bahwa kata “ayah” benar-benar masih menjadi hal
yang sensitif.
“Ma-Maafkan aku...”
Aku merasa panik dan meminta
maaf, tetapi Luna menggelengkan kepalanya dengan berlinangan air mata.
“Enggak apa-apa kok, karena
Sinterklasku bukan lagi ayahku.”
Ucap Luna dengan senyum kecil, dia
lalu tiba-tiba mendekat dan bersandar ke arahku.
“...!?”
Aku membeku saat Luna tiba-tiba
memelukku dan berbisik di dekat telingaku.
“….Aku tahu bahwa orang yang
memberiku kebahagiaan adalah kamu, Ryuuto...”
“Luna...”
Rambutnya yang bergelombang
menggelitik hidungku, dan detak jantungu berpacu dengan cepat.
Dia kemudian perlahan menjauh
dariku, dan Luna menatapku dengan sedikit malu-malu.
“Nee, boleh aku membuka
hadiahnya?”
“Eh, ya, tentu saja ...”
Setelah melihat hadiahnya
sekali lagi, Luna dengan hati-hati membuka kemasannya di atas meja.
“...Ah, anting-anting!”
“Yeah. Cincin itu, terbuat dari
permata bulan... ‘kan? Aku menemukan batu yang sama.”
“Masa!? Wahh itu benar-benar
sama!”
Luna secara bergantian melihat
cincin yang dia kenakan di jari manis tangan kanannya dan anting-anting itu.
Sejak aku memberinya cincin saat festival musim panas, Luna selalu
mengenakannya saat kami bertemu di luar sekolah.
Sekarang, anting-anting yang
kuberikan pada Luna memiliki desain yang sama dengan cincin, dengan bahan dasar
emas yang berkilauan dan batu alam putih yang sama. Meskipun tidak dibeli dari
toko yang sama karena kubeli secara online, aku merasa berhasil menemukan
sesuatu yang mirip seperti itu.
“Kurasa Luna sudah memiliki
banyak anting-anting...maaf, hanya itulah satu-satunya ide yang terlintas dalam
pikiranku.”
“Tidak! Aku senang! Bahkan jika
aku memiliki banyak anting-anting, aku masih akan mengumpulkannya.”
Luna menggelengkan kepalanya
dengan antusias.
“Selain itu ... saat
membayangkan kalau hadian ini dipilih dan dibeli oleh Ryuuto, aku merasa sangat
senang.”
Dengan pipi yang merah merona,
Luna tersenyum dan menatapku.
“Terima kasih banyak, Ryuuto
.... aku akan mencoba memakainya sekarang.”
Setelah mengatakan itu, Luna
mulai melepaskan anting-anting yang dia kenakan. Kemudian, dia memasang
anting-anting batu bulan di kedua telinganya.
Rambutnya dikumpulkan di satu
sisi untuk memudahkannya dan tengkuk leher yang ramping berwarna putih
terlihat. Keindahan dan keanggunannya membuatku terpesona.
“Selesai! Bagaimana menurutmu?”
Luna dengan senang hati
menunjukkan anting-anting barunya padaku.
“Yeah, itu sangat cocok
padamu.”
Itu jauh melebihi apa yang
kupikirkan saat kubeli secara online, dan anting-anting tersebut memang sangat
cocok untuk Luna.
“Horee! Hehe. Aku akan
memakainya sepanjang hari ini~”
Luna berseru ceria sambil membawa
anting-anting yang dilepas ke tempat tidur. Sepertinya dia ingin menyimpannya
di atas meja lampu tidur yang telah disediakan untuk aksesorinya.
Di situ, Luna berlutut di atas
tempat tidur dan menarik keluar sebuah boneka dari bawah salah satu lututnya.
“Oh, aku malah menginjaknya.
Maaf ya, Chi-chan.”
Chi-chan?
Nama itu terdengar akrab dan
membuatku terkejut.
“Itu...”
Aku menunjuk ke arah boneka
tersebut, dan Luna mengangkatnya.
“Oh, ini? Ini Chi-chan si boneka
kucing. Lucu banget, ‘kan? Aku mendapatkannya dari Maria waktu kecil.”
Luna yang sudah menyimpan
anting-antingnya dengan satu tangan, menggenggam Chi-chan dan turun dari tempat
tidur.
Chi-chan adalah boneka kucing
kecil. Aku tidak tahu itu mengambil dari karakter apa, tapi matanya yang bulat
dan terbuat dari plastik terlihat menggemaskan.
“Maria tuh, dia dulu pandai
memohon. Aku selalu merasa iri padanya.”
Luna duduk di bawah tempat
tidur seraya menatap Chi-chan, dan tiba-tiba bergumam.
“Aku selalu langsung
mengucapkan apa yang kupikirkan sejak dulu, jadi perasaanku dianggap enteng.
Ketika aku bilang 'Aku mau!' tentang
mainan atau apa pun, mereka hanya mengiyakan saja dan tidak terlalu
memperhatikanku.”
Dengan senyum getir, Luna
tersenyum padaku.
“Tapi Maria dulu lebih pendiam
dibandingkan denganku. Ketika berada di toko mainan pun, dia hanya diam-diam
memandangi mainan. Orang dewasa sepertinya ingin membelikan sesuatu untuk anak
yang seperti itu. Maria selalu mendapat perhatian dari bibi kami sejak kecil,
dan dia selalu mendapatkan berbagai macam barang. Boneka ini juga salah
satunya.”
“Jadi begitu ya.”
“Tapi sebenarnya, Maria
kelihatannya tidak terlalu menginginkannya. Karena dia tidak menginginkannya, jadi
dia tidak pernah mengatakan 'aku mau'.
Itulah sebabnya aku yang menerimanya.”
Mendengar sudut pandang Luna
tentang cerita yang kudengar dari Kurose-san terasa segar.
“Tapi, ada satu kali Maria
pernah memintaku untuk mengembalikan Chii-chan,” ujar Luna dengan ekspresi
sedikit sedih di wajahnya.
“Waktu itu aku merasa sangat
sedih. Sejak awal Chi-chan sangat imut, tapi bukannya dia yang membuatnya
berdebu di sudut ruangan? Jika dia menginginkannya kembali seperti itu, dia
seharusnya merawatnya dengan baik sejak awal. Tapi kenapa dia mengatakan
hal-hal seperti itu setelah aku mulai menghargainya? Aku merasa sedih dan
marah, jadi aku memukulnya. Tapi itu bukan alasan yang benar, kan?”
Luna memiliki ekspresi yang
dicampur dengan perasaan bersalah dan kekecewaan.
Melihat ekspresinya yang
begitu, aku lalu memberitahunya.
“... Kurose-san bukannya
menginginkan Chi-chan. Karena Chi-chan adalah sesuatu yang Luna sayangi, jadi
dia merasa ingin memiliki Chi-chan.”
“Eh?”
“Karena dia menyayangi dan
mengagumi, jadi dia ingin mendekati Luna.”
“...Apa itu yang Maria
katakan?”
Luna menunjukkan ekspresi yang
sedikit kaku.
“Yeah. Saat aku dan dia masih
berteman.”
Ketika aku berkata begitu, Luna
menggigit bibirnya dengan ringan dan menundukkan kepalanya.
“Begitu ya...”
Ketika dia mengangkat wajahnya
lagi, ekspresinya sudah cerah.
“Jadi, Ryuuto sudah tahu
tentang Chi-chan ya?”
“Ini pertama kalinya aku
melihatnya secara langsung. Aku terkejut karena dia lebih lucu dari yang aku
bayangkan. Sepertinya kamu telah merawatnya dengan baik, ya?”
Walaupun secara keseluruhan
terlihat agak usang, namun tidak ada noda kotor, dan terlihat jelas kalau dia
rajin merawatnya dengan penuh kasih sayang.
“Yeah!”
Luna memeluk Chi-chan dan
tersenyum.
Melihat tanggapan Luna seperti
itu, aku pun ikut tersenyum juga.
“Syukurlah hubunganmu dengan
Kurose-san sudah kembali seperti semula.”
“...Hmm, ya, benar sih.”
Aku merasa khawatir dengan
keraguan sesaat Luna ketika dia mengangguk.
“... Apa masih ada sesuatu yang
kamu khawatirkan?”
Luna menggelengkan kepalanya
dengan lembut ketika mendengar pertanyaanku.
“Hmm tidak ada. Tapi, rasanya
kita belum sepenuhnya kembali seperti dulu. Seperti ada tembok di antara
kita... Karena selama enam tahun, hampir tidak ada komunikasi antara kami. Aku
yakin banyak hal yang aku tidak mengerti tentang perasaan Maria dan situasinya.
Mungkin di pihaknya juga sama.”
“Begitu ya...”
Mungkin itu adalah hal yang
tidak bisa dihindari.
“Tapi, semoga kalian berdua bisa
berbicara dan kembali seperti sebelumnya sedikit demi sedikit.”
“Yeah…. aku benar-benar
berharap begitu.”
Luna bergumam pelan dengan
senyum tipis.
“Walaupun kami tidak bisa hidup
bersama seperti dulu... tapi setidaknya, aku ingin menjadi dekat dengan Maria
sama seperti sebelumnya.”
Aku juga benar-benar berpikir
begitu. Dan aku juga berharap kalau Kurose-san lebih banyak tersenyum.
“...Aku mirip seperti orang
bodoh, ya.”
Pada saat itu, Luna tiba-tiba
mengoceh dengan nada menghina diri sendiri.
“Karena Hari Natal adalah hari
peringatan pernikahan, kan? Baik ayah maupun ibu sudah melangkah maju sejak
lama.”
Luna memeluk Chi-chan dengan
erat, hingga dagunya terletak di kepala Chi-chan.
“Selama seminggu ini, aku
secara sembrono merasa gebira, melakukan kesalahan, dan merasa kecewa
sendiri... rasanya seperti apa sih yang sedang kulakukan selama ini.”
“Hal seperti itu…”
Aku merasa kasihan dengan Luna,
dan berusaha mencari cara untuk mengubah topic pembicaraan.
Lalu, aku tiba-tiba
menceploskan suara “Ah iya” .
“Ngomong-ngomong tentang hari
peringatan... minggu lalu merupakan hari peringatan setengah tahun kita
berpacaran, ‘kan?”
Ketika aku memberitahunya
begitu, Luna melebarkan matanya dengan terkejut.
“Oh iya! Benar juga!”
Seakan-akan masih belum
mempercayainya, Luna berseru.
“Ehh, kenapa aku malah
melupakannya!? Padahal aku masih mengingatnya sampai ujian! Ehhh~~, aku ingin
merayakan peringatan setengah tahun kita bersama dengan benar~!”
“Apa boleh buat, karena kamu
sibuk mempersiapkan perayaan malam natal, ‘kan.”
Aku juga terlalu sibuk dengan
persiapan les musim dingin setelah ujian, jadi aku juga melupakannya sampai
sekarang.
Aku mengingat minggu lalu
ketika melihat Luna.
“... Ka-Kamu kenapa?”
Aku membeku tanpa sadar karena
kaget.
Luna menangis. Air matanya
jatuh dengan deras di kepala Chi-chan.
“Luna...? Kamu baik-baik saja?”
Luna menggelengkan kepalanya
saat aku bertanya-tanya apakah dia begitu terguncang karena lupa merayakan
setengah tahun hari jadian kami.
“Bukan begitu... Aku tidak
pernah berpikir bahwa akan ada hari dimana aku akan melupakan hari jadianku
dengan pacarku...”
Dia berbisik seperti itu dan
menenggelamkan wajahnya di kepala Chi-chan.
“Saat aku merasa bahwa hubungan
dengan Ryuuto telah menjadi bagian dari kehidupanku sehari-hari… aku merasa
begitu bahagia...”
“Luna...”
Bagaimana
perasaan Luna saat memperingati hari jadi dengan mantan pacarnya?
Satu
bulan lagi. Satu minggu lagi... Apa dia bisa melanjutkan hubungan ini sampai
saat itu?
Apa
dia menghitung hari dengan perasaan seperti itu?
Jika demikian, aku mungkin
memberikan ketenangan pikiran yang tidak bisa diberikan oleh mantan-matan pacarnya
kepada Luna.
Ketika aku memikirkan itu, aku
merasa hatiku semakin tegar.
“Kalau gitu, mari kita
merayakannya sekarang. Hari peringatan enam bulan kita jadian.”
Ketika aku mengatakan itu, Luna
mengangkat wajahnya.
"Yeah! Benar juga!” jawabnya
sambil menyeka air matanya dan tersenyum.
Kami menuangkan lebih banyak
cola ke dalam gelas yang sudah hampir habis, kemudian kami mengangkat gelas
kami sekali lagi.
“Selamat Natal! Dan... untuk
hari peringatan enam bulan kita, ayo bersulang~!”
Suara riang Luna bergema di dalam istana kecilnya.
Natal pertama yang aku rayakan
bersama Luna berlalu dengan sedikit kegetiran, namun tetap tenang dan damai.
Sebelumnya || || Selanjutnya