Chapter 3.5 — Panggilan Telepon Panjang Antara Luna dan Nikoru
“Serius
….. gimana bilangnya ya … percuma, aku tidak bisa berkata apa-apa.”
“…………”
“Ngomong-ngomong,
sayang sekali, ya… Operasi ‘Dua Lotte’ berakhir menjadi gagal.”
“Hmm……”
“Lagian,
kamu baik-baik saja meneleponku? Bukannya Luna sedang sakit?”
“Ya, aku sudah baik-baik saja.
Suhu tubuhku sudah turun dan hanya merasa sedikit lemas. Maaf aku tidak bisa
ikut acara pertemuan gadis-gadis di hari Natal ini.”
“Jangan
terlalu dipikirin. Jangan memaksakan dirimu. Hari ini tidurlah lebih awal.”
“Iya~! ...Fufufu. Nikoru tuh
bertingkah seperti seorang ibu.”
“Orang-orang
sering mengatakannya, misalnya dari junior ketika masih dalam kegiatan klub
dulu.”
“...Ibu ya...”
“....Seriusan,
aku tidak menyangka kalau jadinya akan seperti ini. Luna, kamu sudah sangat
berjuang dengan keras.”
“Hmm... tapi, mau bagaimana
lagi. Aku tidak bisa memaksa pernikahan kembali jika perasaan mereka saling
tidak cocok.”
“...
Apa kamu baik-baik saja? Luna, apa kamu tidak merasa sedih?”
“Iya, aku baik-baik saja kok.
Karena Ryuuto selalu bersamaku. Jika tidak, aku mungkin tidak bisa melalui ini
sendirian..."
“Hebat
sekali, ya. Ia terus menjaga dan merawatmu semalaman, ‘kan?”
“Iya.”
“Tapi
tidak ada hal-hal mesum sama sekali? Tidak ada yang aneh terjadi saat kamu
tidur?”
“Ryuuto sih takkan melakukan
hal seperti itu tau~”
“Hee~.
Memangnya ia beneran cowok? Kira-kira ia punya nafsu birahi enggak sih?”
“…………”
“Ada
apa? Luna?”
“Kurasa ia punya kok. Ryuuto,
ia pernah bilang kalau dirinya mendorong Maria di gudang olahraga.”
“Ehh!? Apa-apaan itu? Kapan itu terjadi?!?”
“Sebelum liburan musim panas …”
“Apa
maksudmu!?”
“Tapi untungnya ia
mempertimbangkannya kembali.”
“Meski
begitu … yah enggak apa-apa sih, jika kamu sendiri tidak mempermasalahkannya.”
“… mana mungkin aku tidak
mempermasalahkannya.”
“Kalau
begitu …”
“Bukannya yang itu, apa yang
kupermasalahkan adalah Ryuuto sama sekali tidak mencoba melakukan sesuatu yang
mesum padaku tadi malam!”
“Hah?”
“Bukannya itu aneh? Ia sedang
berduaan pacar yang sangat ia sukai pada malam natal, tapi ia malah tidak
terangsang sama sekali?!”
“Tidak,
itu sih karena kamu sedang demam, iya ‘kan? Meski kedengarannya aneh kalau aku
membelanya, tapi kurasa itu bukan saat yang tepat, atau lebih jelasnya ia hanya
berusaha merawatmu dengan penuh perhatian, bukan?”
“Tapi, bukannya yang namanya
nafsu birahi bukan seperti itu? Sesuatu seperti, hal semacam itu tidak bisa
dikendalikan dengan rasional saja, ‘kan?”
“Yah,
kupikir itu tergantung pada orangnya … Mungkin ia tidak terlalu ingin melakukannya,
atau mungkin ia berusaha menahannya karena sangat mencintaimu.”
“Nee~, menurutmu Ryuuto tipe
yang mana?”
“Hah!?
Kamu harusnya lebih tahu banyak mengenai hal semacam itu dibandingkan aku, ‘kan?”
“Entahlah~! Aku tidak pernah
membicarakan hal semacam itu dengan Ryuuto.”
“Tapi,
apa mungkin kamu sengaja menghindari pembicaraan semacam itu?”
“Mengapa?”
“Karena
jika kamu membicarakan hal seperti itu dengan pacarmu, itu akan menciptakan
suasana yang mengarah pada hal yang erotis, kan? Mungkin kamu belum ingin
melakukan hal itu?”
“Aku tidak tahu~! Aku tidak
tahu, tapi jika aku memikirkan kalau Ryuuto sudah melakukan hal-hal intim dengan
Maria, tapi tidak melakukan apa pun denganku setelah kami menghabiskan waktu
bersama semalaman, itu membuatku sangat kesal! Aku khawatir bahwa mungkin aku
tidak menarik baginya...”
“...Bagaimana
dengan waktu kalian saat di Enoshima?”
"Ehh?”
“Kalian
berdua menghabiskan waktu semalaman di Enoshima, tapi tidak terjadi apa-apa, ‘kan?
Luna juga tidak sakit saat itu.”
“Benar juga...”
“Kenapa
kamu tidak melakukannya pada waktu itu?”
“… Itu karena… pada saat itu,
kami baru saja berpacaran selama sebulan …”
“…
Apa jangan-jangan kamu mulai menginginkannya, Luna?”
“Eh!? Be-Benarkah!?”
“Memangnya
bukan begitu?”
“Ehh, aku tidak tahu! Tapi aku
terus kepikiran … aku mulai membayangkannya sendiri, wajah seperti apa yang
Ryuuto tunjukkan saat mendorong Maria ke bawah… aku jadi mulai cemburu. Aku tahu kalau seharusnya aku jangan
memikirkannya, tapi tetap saja.”
“…
Itulah yang dinamakan cinta.”
“Ehh?”
“Kamu
akhirnya bisa merasakan yang namanya ‘jatuh cinta’.”
“Ehh, apa maksudmu?”
“Awal
kisah cinta Luna selalu tidak pernah berarti cinta, ‘kan?”
“Yeah... Tapi, kalau begitu,
apa namanya dong?”
“Hmm,
lebih cenderung pada cinta universal mungkin?”
“Eh, itu agak sulit dipahami!”
“Karena
pihak lain adalah orang yang mengatakan kalau ia menyukai dirimu, kamu berusaha
untuk mencintainya dengan sekuat tenaga, bukan? Jadi, ketika pihak lain
meninggalkanmu, semuanya berakhir sampai di situ. Meskipun terluka, kamu tidak
mencoba untuk merayunya atau berusaha mempertahankan hubungan dengan putus asa.”
“Hmm...”
“Makanya
itu bukanlah yang dinamakan cinta, tapi akhirnya kamu bisa jatuh cinta pada
Kashima Ryuuto untuk pertama kalinya.”
“Untuk pertama kalinya … ya, itu
benar.”
Dengan pipinya yang merah
merona, Luna bergumam pelan dan menurunkan pandangannya yang terlihat gugup ke
pangkuannya di atas tempat tidur.
“Bahkan dengan diriku yang
begini... akhirnya aku memiliki hal 'pertama
kalinya' yang bisa kuberikan kepada Ryuuto...…”