Chapter 5
Ayah Luna memutuskan untuk menunda
rencana tinggal bersama Fukusato-san sampai “Luna
lulus dari sekolah SMA.”. Rupanya, Fukusato-san juga merasa cemas dengan tiba-tiba
tinggal bersama seorang putri yang seumuran gadis SMA dan ibu mertuanya, jadi
kelihatannya dia menerima situasinya dengan lebih mudah dari yangkubayangkan.
“Terima kasih ya Ryuuto! Itu
semua berkat Ryuuto...”
Ucap Luna dengan mata
berkaca-kaca saat dia memberitahuku melalui panggilan video.
Dan kemudian, semester ketiga
pun dimulai.
Ketika acara komedi tahun baru
akhirnya berlalu, bulan Januari pun sudah berakhir dan sekarang kami memasuki
bulan Februari. Bulan tersebut mempunyai sebuah acara besar untuk para
muda-mudi yang sedang jatuh cinta.
Hari Valentine.
Sampai tahun lalu, meskipun aku
berpura-pura tidak peduli dan berpikir bahwa itu bukan urusanku, tapi pada hari
itu, ada perasaan gelisah di dalam hatiku yang menginginkan terjadinya
keajaiban. Tapi tahun ini berbeda.
Dengan penuh semangat, aku bisa
merasakan detak jantungku.
“Selamat pagi! Aku sangat
menantikan kencan valentine kita nanti!”
Pada pagi hari di tanggal 12
Februari, Luna menghampiri tempat dudukku dan mulai berbicara dengan penuh
semangat.
“Selamat pagi .... ya benar
juga.”
Aku tersenyum sopan sembari
memperhatikan tatapan di sekitarku.
Pada kencan Valentine, kami
sepakat untuk pergi ke Harajuku. Ketika Luna bertanya kepadaku mengenai apa
yang ingin kulakukan pada Hari Valentine, jadi aku menjawab, “Bagaimana kalau kita makan cokelat?”
Kemudian, aku diberitahu bahwa kami akan pergi ke toko favorit Luna.
Di dalam ruang kelas, ada
suasana gelisah yang bisa dirasakan sejak pagi. Pemandangan ini seolah-olah
tidak ada yang berbeda dari biasanya, tetapi bagi seseorang yang telah
mengalami “kegelisahan tersembunyi”
ini setiap tahunnya, aku sangat memahaminya.
Karena hari Valentine tahun ini
jatuh pada hari libur, jadi hari Jumat ini merupakan kesempatan sempurna untuk
bertukar cokelat di sekolah.
Selama jam istirahat makan
siang di Hari Valentine, seperti biasa, kami bertiga geng introvert, berkumpul
untuk makan siang. Tapi ada suasana aneh yang menyelimuti.
“... Kalian berdua sedang
kenapa?”
Icchi dan Nisshi duduk berdampingan
dengan meja yang disatukan, tetapi mereka terlihat murung tanpa membuka bekal
mereka.
“Icchi?”
“Hei, apa kamu melihat video
streaming KEN kemarin?”
Aku menggelengkan kepalaku
untuk menjawab pertanyaan Icchi.
“Tidak... Aku tidak bisa
menonton siaran itu kemarin karena aku sibuk mengerjakan tugas tambahan di
sekolah bimbel. Aku berencana untuk menonton videonya di akhir pekan nanti.”
“Aku juga... Ada beberapa hal
yang harus aku lakukan.”
Nisshi juga menjawab begitu. Mendengar
tanggapan kami, Icchi menatap serius dan menggenggam tinjunya di atas meja.
“...Katanya KEN adalah alumni
dari Universitas Houei, tau.” katanya dengan ekspresi serius.
“Wah!? Serius?” ujarku dengan terkejut.
Universitas Houei adalah salah
satu perguruan tinggi swasta terkenal yang dikenal oleh semua orang Jepang.
“Apa KEN secerdas itu!?”
Nisshi juga terkejut.
“Dia seorang mantan pemain profesional
game, YouTuber terkenal, dan memiliki pendidikan tinggi..... Bukankah
kehidupannya terlalu curang.”
“Nah, ‘kan? Aku juga benar-benar
terkejut... Makanan rasanya seperti tak bisa melewati tenggorokanku.”
Mereka berdua terlihat sangat
terkejut, tetapi aku merasa yakin di sudut hatiku. KEN sering mengungkapkan
pendapat yang masuk akal dalam pembicaraan serius, dan aku selalu berpikir
bahwa dia cerdas meskipun dalam video-video santai sehari-harinya dia suka
bercanda..
“Sialan~... Apa kita harus
membidik universitas itu juga?” seri Icchi dengan kesal.
“Mustahil kali... Kalau dari sekolah
SMA kita, universitas yang biasa saja sudah menjadi pilihan yang masuk akal.”
Jawab Nisshi.
“Bener banget~”
Keduanya menghela nafas dan
terlihat murung. Mungkin mereka merasa dikhianati oleh KEN yang selalu terlihat
hanya bermain game. Kemudian, aku tiba-tiba merasa penasaran.
“Ngomong-ngomong, mengapa tadi kamu terlihat
murung banget, Nisshi?”
Karena dirinya juga tidak
menonton siaran KEN sepertiku, penyebabnya pasti bukan karena alasan yang sama
seperti Icchi.
“Ahh.....”
Ketika aku bertanya padanya, Nisshi
tiba-tiba mulai gelisah.
“Sebenarnya, aku membuat
sesuatu kemarin... Aku sedang bimbang apakah aku akan memberikan itu padanya
atau enggak.”
“Ehh? Memangnya kamu membuat
apa?”
“Kamu ingin memberikannya?
Kepada siapa?”
Mendengar jawaban yang tidak
begitu jelas jelas, aku dan Icchi sama-sama mengernyitkan kening.
Nisshi mengalihkan pandangannya
dari kami dan dengan malu-malu, ia membuka mulutnya.
“...Makanya, ini tentang
cokelat....”
“Eh, cokelat?”
“Kamu yang membuatnya? Kenapa?
Kamu mau memberikannya kepadaku untuk memakannya?”
Icchi dibuat tercengang, tapi
aku langsung segera menyadari siapa yang dimaksud.
“... Apa jangan-jangan untuk
Yamana-san?”
Ketika aku bertanya, Nisshi
menunjukkan wajah tersentak dan melihat ke belakang.
“Ssst...!”
Di arah tersebut, ada
Yamana-san yang sedang makan siang bersama Luna dan Tanikita-san. Mereka
terlihat sedang asyik mengobrol dan tidak mendengar suara kami dari sini.
“Untuk si Oni-gyaru? Jadi ini
yang namanya 'choco reverse'? Kamu rajin banget bikin sendiri, ya.”
Entah seberapa jauh Icchi
menyadari perasaan cinta sejati Nisshi, ia berkata dengan kagum. Sejak awal ia
kurang peka terhadap perasaan orang lain, tetapi tampaknya dirinya semakin
terpisah dari dunia sejak berpartisipasi menjadi anggota KEN’S kids.
Mungkin karena merasa tidak
bisa mengandalkan Icchi, ketika Icchi pergi ke toilet, Nisshi lalu mengatakan
padaku,
“Hei, Kasshi. Bisakah kamu ikut
bersamaku saat aku memberikan cokelat?”
“Ehh?”
"Aku merasa cemas jika aku
sendirian... Tolonglah.”
“O-Oke...”
Baik saat Icchi mengaku kepada
Tanikita-san maupun saat ini, mengapa kedua orang ini selalu ingin memintaku menemani
mereka saat mereka bertemu dengan orang yang mereka sukai?
Namun meski begitu, aku merasa
senang bisa diandalkan sebagai teman, jadi aku memutuskan untuk menyaksikan
Nisshi memberikan cokelatnya kepada gadis yang disukainya.
◇◇◇◇
Waktu pulang sekolah pun tiba
dalam sekejap mata.
Hari ini aku sudah berjanji
untuk pulang bersama Luna, jadi waktu yang tersisa sangat terbatas.
Icchi sedang menulis buku
aktivitas sebagai petugas piket hari ini, sementara aku dengan senang hati keluar
dari kelas dan bertemu dengan Nisshi di lorong.
“Aku baru saja mengirim pesan 'Datanglah ke lorong' melalui LINE.”
Nisshi mengatakan itu sambil
menunjukkan wajah yang tegang.
Setelah beberapa saat kemudian,
Yamana-san keluar sendirian ke lorong. Sepertinya dia muncul setelah membaca
pesan LINE, dia lalu melihat Nisshi dan datang lurus ke sini.
Aku dengan hati-hati menjauh
dari Nisshi dan berpindah ke tempat yang jauh sehingga suara mereka tak
terdengar.
Setelah Yamana-san dan Nisshi
bertukar beberapa kata, Nisshi mengulurkan sesuatu yang ada di tangannya. Itu
adalah bungkusan kecil yang kemungkinan berisi cokelat.
Yamana-san terlihat heran
ketika melihat Nishi dan mengucapkan sesuatu, tetapi dia menerima bungkusan itu.
Dengan nuansa seperti
mengucapkan terima kasih, Yamana-san memegang cokelat yang diterimanya dan
kembali ke dalam kelas.
Setidaknya
dia mau menerima cokelat tersebut. Syukurlah, usahamu tidak sia-sia, Nisshi...
ketika aku sedang berpikiran begitu.
Aku merasa melihat siluet yang
dikenal di sudut pandangku, jadi aku melihat ke arah itu.
Di sana, ada Kurose-san dan
Tanikita-san.
Sejak Luna dan Kurose-san
dikenal sebagai saudara kembar, Kurose-san mulai bergabung dengan lingkaran
gadis-gadis periang karena ditarik oleh Luna. Terutama dengan Tanikita-san,
mereka memiliki hobi otaku yang sama, dan karena mereka juga berada dalam
kelompok perjalanan studi yang sama, mereka dengan cepat menjadi dekat, dan aku
sering melihat Kurose-san tersenyum berbicara dengan Tanikita-san selama waktu
istirahat.
Mereka berdua sekarang
bersembunyi dan berbicara bisik-bisik, terjepit di antara cekungan pilar di
koridor. Mungkin ada sesuatu yang tidak
bisa mereka bicarakan di dalam kelas... Aku sedang memikirkan hal itu
ketika tiba-tiba Tanikita-san menyerahkan kantong kertas yang dia pegang kepada
Kurose-san.
“Ini permintaanku sekali dalam
seumur hidup! Tolong!”
Aku hanya bisa mendengar suara
Tanikita-san.
Tanikita-san menyatukan kedua telapak
tangannya di depan wajahnya dan mengambil sikap seolah-olah dia sedang berdoa..
“Aku hanya bisa meminta bantuan
dari Mari-mero untuk hal seperti ini~! Jika aku memintanya pada Nikoru atau Lunacchi,
mereka berdua pasti akan mengolok-olokku... Jadi, aku mohon!”
Kurose-san menerima kantong
kertas dengan ekspresi pasrah tanpa pilihan. Dia terlihat bingung, tetapi
mungkin tersentuh oleh keputusasaan Tanikita-san, dia menganggukkan kepala
dengan ragu.
“Terima kasih banyak! Kalau
begitu, aku mengandalkanmu, ya!”
Tanikita-san pergi dengan wajah
ceria seperti angin yang berlalu.
Aku
bertanya-tanya apa yang dia minta kepada Kurose-san... atau
begitulah yang kupikirkan ketika melihatnya dari kejauhan.
Kurose-san lalu melihat
sekeliling, dan tiba-tiba tatapan mata kami bertemu.
Aku buru-buru mengalihkan
pandanganku, tetapi Kurose-san anehnya mulai berjalan ke arahku. Aku merasa
canggung dan secara refleks membalikkan badan.
“Kashima-kun...”
Aku dipanggil oleh Kurose-san.
Suaranya terdengar bermasalah.
“...Ad-Ada apa?”
Ini pertama kalinya kami berdua
berbicara sejak malam ketika aku berhenti menjadi temannya. Selama waktu kelas
gabungan, kami hanya berbicara tentang hal-hal yang diperlukan untuk belajar
dalam kelompok.
Dengan wajah lelah, Kurose-san
melihat sekeliling, kemudian menggenggam tanganku dan mulai berjalan sambil
berkata, “Ayo, ikut aku sebentar.”
“Eh? A-Apa yang terjadi...?”
“Tolonglah, ikut saja!”
Dengan tindakan yang tidak
biasa, Kurose-san membuka pintu ruang kosong.
Aku bisa melihat wajah bingung
Nisshi yang berada di sana ketika melihatku dibawa pergi oleh Kurose-san.
“Ku-Kurose-san? Apa yang...”
“Kamu salah paham, aku ingin
kamu memberikan ini kepada Ijichi-kun.”
Ujar Kurose-san sambil
memberikan kantong kertas yang sebelumnya diberikan oleh Tanikita-san. Di
dalamnya terdapat sebuah kotak dengan bentuk hati merah berwarna terang. Dengan
musim seperti ini, sudah terlihat jelas bahwa ini adalah hadiah cokelat khusus
untuk seseorang yang dicintai.
“Akari-chan ingin memberikan
cokelat kepada Ijichi-kun. Tapi dia bilang dia tidak ingin ketahuan kalau dialah
yang memberikannya. Karena kotak yang dia bawa terlalu besar untuk dimasukkan
ke dalam loker sepatu, jadi dia meminta tolong padaku untuk 'mengantarkannya'. Aku hampir tidak
pernah berbicara dengan Ijichi-kun, jadi dia memintaku untuk memberikannya
melalui Kashima-kun.”
“Eh? Ahhh...”
Begitu rupanya, aku mulai mmengerti
sekarang.
“Baiklah, aku akan
memberikannya kepada Icchi.”
Icchi pasti akan terkejut.
Dirinya pasti takkan pernah menduga kalau cokelat ini berasal dari Tanikita-san.
Ketika aku hendak menerima
kantong kertas sambil membayangkan reaksi Icchi dengan senang, pintu kelas
terbuka dengan keras, dan dari lorong muncul...
““Luna!””
Aku dan Kurose-san berteriak
kaget secara bersamaan.
“Ketika aku menanyakan kepada
Nishina-kun, 'Apa kamu melihat Ryuuto?'
dia memberi tahuku bahwa kamu berada di sini...”
Setelah mengatakan itu, Luna
memandang kami secara bergantian dan mengerutkan kening.
“...Kalian berdua sedang
melakukan apa di sini?”
“Eh, ah, tidak...”
Aku ragu apakah aku boleh
mengatakan kepada Luna tentang cokelat dari Tanikita yang ingin diberikan
kepada Icchi? Sepertinya Kurose-san juga memiliki keraguan yang sama. Kami
saling bertatap-tatapan dalam kebingungan.
“...Itu cokelat, iya ‘kan?”
Dengan reaksi kami yang seperti
itu, ekspresi Luna jadi semakin tegang. Melihat ekspresinya yang begitu, aku
menyadari bahwa ada kesalahpahaman yang terjadi.
“Ah... um... ini sebenarnya...”
Ketika Kurose-san mencoba
membuka mulutnya dengan terbata-bata….
Plakkk!
Suara yang kering bergema di
dalam kelas tempat hanya kami berdua.
Sesaat, aku tidak tahu apa yang
sedang terjadi.
Luna, dengan pose tangan
kanannya yang terayun ke bawah, mengangkat bahunya dan menghela nafas berat.
Kurose-san melihat ke bawah
secara diagonal dengan ekspresi tercengang. Pipi kirinya terlihat memerah.
Rupanya, Luna menampar pipi
Kurose-san. Aku akhirnya memahami apa yang sedang terjadi.
Kantong kertas yang dibawa
Kurose-san terjatuh ke lantai karena terkena tamparan tersebut.
“Kenapa kamu melakukan hal
seperti itu? Jangan membuat Ryuuto kebingungan lagi.”
Luna berkata sambil menatap kantong
kertas itu.
Luna menunjukkan ekspresi
kemarahan lebih kuat dari apapun yang pernah aku lihat darinya sebelumnya.
——
Luna tuh, meski dia jarang marah pada teman-temannya, tapi dia sangat
menakutkan ketika dia marah di depanku.
Aku jadi teringat kata-kata
Kurose-san.
Luna yang berdiri di depanku,
menunjukkan kemarahannya yang murni ketika berhadapan dengan Kurose-san.
“Ryuuto adalah pacarku! Jadi,
aku takkan memberikannya padamu, Maria!”
Dengan wajah yang berlinangan
air mata, Luna berteriak dengan keras seolah-olah ingin memberikan pernyataan
yang tegas.
“Kamu selalu saja begitu. Bahkan
saat kejadian Chi-chan juga.”
Dengan bibirnya yang terlihat
penuh penyesalan, Luna menatap Kurose-san.
“Mengapa? Padahal Maria sudah
memiliki banyak hal. Jadi, jangan ambil apapun lagi dariku.”
Setelah mendengar kata-kata
tersebut, Kurose-san mengerutkan kening seperti merasa tersinggung.
“Hahh? Apa yang kamu bicarakan?
Bukannya kamu yang sudah punya banyak hal?”
Seakan-akan tidak terima dengan
perkataan Luna, Kurose-san membalas dan mulai berbicara seolah-olah bendungan
di dalam hatinya terbuka lebar.
“Kamu sangat populer dan
mempunyai punya banyak teman. Bahkan ayah juga... Karena Luna adalah anak yang
disukai semua orang, jadi ayah lebih memilih Luna. Jika aku dilahirkan seperti
Luna, ayah mungkin akan menyayangiku. Namun, dengan semua yang kamu miliki,
kamu hidup seolah-olah semuanya itu adalah hal yang wajar, itu benar-benar
menjengkelkan! Seberapa banyak aku ingin menjadi seperti Luna.”
“Apa-apaan itu…”
“Luna selalu saja begitu.
Karena kamu dicintai apa adanya, kamu tidak pernah memikirkan perasaan
orang-orang yang tidak bisa berinteraksi dengan orang lain tanpa harus
memaksakan diri. Meski terlihat polos dan ramah, tapi sebenarnya kamu suka memaksa
orang lain. Bahkan anting-anting bulan dan bintang yang kamu berikan, bukanlah
motif kita sepenuhnya. Kamu sangat mencintai dirinya sendiri, sungguh."
“.......”
Luna mengerutkan sedikit
alisnya dan menatap Kurose-san dengan ekspresi yang terluka.
Tidak mengherankan. Setelah
bertahun-tahun terpisah, adiknya langsung mengungkapkan perasaannya seperti
ini.
“Memangnya kamu tidak bertanya
pada ibu? Alasan mengapa kamu harus tinggal bersama ibu dan aku tinggal bersama
ayah.”
Setelah beberapa waktu, Luna
membuka mulutnya. Wajahnya terlihat dipenuhi kerumitan.
“Tentu saja aku sudah bertanya.
Tapi Ibu cuma bilang 'setelah
mempertimbangkan berbagai hal'. Itu hanya ungkapan orang dewasa saat mereka
tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya.”
Dengan tatapan yang penuh
keinginan untuk mengatakannya, Luna menatap Kurose-san.
“Ayah pernah memberitahuku.
Alasan mengapa mereka memilih melakukan itu.”
Setelah mengucapkannya, dia
membuka mulutnya dengan tenang.
“Sebenarnya, ibu ingin
mengambil kita berdua. Tapi, saat itu ibu tidak bekerja dan di rumah keluarganya,
nenek memiliki tanggung jawab merawat kakek. Ibu pikir tidak mungkin hidup
hanya dengan uang asuh dari ayah untuk menghidupi kita berdua, jadi dia memutuskan
untuk memilih satu orang saja...”
Kurose-san terus menatap lantai
dengan mata terbuka lebar sambil mendengarkan cerita Luna.
“Bukan aku yang dipilih oleh
ayah. Saat itu, ibu lebih memilih Maria.”
“Eh...?”
Bulu mata Kurose-san bergetar
saat menatap Luna.
“Ibu berkata begini kepada ayah, 'Anak itu sensitif dan tidak bisa
mengungkapkan perasaannya dengan jujur, jadi sebagai ibunya, aku harus berada
di dekatnya untuk memahaminya.' Itulah yang dikatakan ibu kepada ayah, dan
itulah yang menjadi keputusan mereka.”
Perkataan Luna membuat
Kurose-san menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
“Bohong...”
“Apa kamu selalu berpikir
begitu? Bahwa ayah tidak memilihmu? ...Jika itu benar, kamu seharusnya
bersyukur bisa bersama ibu. Setiap orang harus memilih sesuatu. Mana mungkin kita
bisa mendapatkan segalanya. Itu sebabnya aku juga harus menerima kenyataan dan
mengalah. Tapi sebagai gantinya, aku mendapatkan hal-hal lain.”
Luna berbicara dengan nada
tegas.
Luna pasti memikirkan ibunya
dan impiannya untuk hidup bersama sebagai keluarga yang utuh lagi. Dan... aku
akan merasa senang jika aku termasuk dalam “Hal
yang dia dapatkan”.
"Ketika kita tinggal
bersama dulu, aku dan kamu sama-sama sangat menyukai Ayah dan Ibu, kan?”
Luna mengucapkan hal itu sambil
menatap Kurose-san dengan pandangan yang lebih lembut daripada sebelumnya.
“Tapi, mereka pergi begitu
saja. Bagiku... Ibu pergi dari sisiku... dan bagi Maria... Ayah pergi dari
sisimu. Jadi, keberadaan orang yang hilang itu sangat berarti bagiku, dan
akhirnya aku hanya mencintai orang itu... Setidaknya, aku mengalami fase seperti
itu.”
Kurose-san tetap diam sebagai tanggapan
atas kata-kata Luna.
“Apa kamu masih membenci ibu,
Maria?”
Usai bertanya begitu, Lunatiba-tiba
menunjukkan ekspresi serius.
“Jika kamu membencinya,
berikanlah padaku.”
Kemudian, Kurose-san
menunjukkan ekspresi terkejut.
“Aku tidak mau.”
Kurose-san menggelengkan
kepalanya dan berkata.
“Luna sudah punya Ayah, jadi
aku tidak akan menyerahkan Ibu.”
Luna menatap Kurose-san dengan
serius beberapa saat.
“Baiklah, aku akan tinggal
bersama ayah, dan Maria akan tinggal bersama ibu.”
Luna berkata demikian sambil
tersenyum.
Menanggapi ucapan Luna yang
seperti itu, Kurose-san menundukkan kepalanya dan membuka mulutnya.
“Aku juga berusaha menghargai
apa yang telah diberikan. ...Akhirnya, aku baru mulai menjalani hidup seperti
itu.”
Kurose-san berkata dengan ragu
dan sedikit kikuk.
“Itulah sebabnya aku bahkan
tidak mencoba mengambil Kashima-kun.”
“Ehh? Tapi...”
Luna mencoba untuk menyela,
lalu Kurose-san menunjuk kantong kertas yang jatuh di lantai.
“Kamu pikir ini adalah cokelat
yang ingin kuberikan kepada Kashima-kun?”
“Eh...?”
Kemudian, aku juga melihat ke
dalam kantong kertas tersebut dan memperhatikan.
Kotak di dalam kantong kertas
itu terbuka akibat benturan ketika jatuh. Di dalamnya ada cokelat berbentuk
hati yang super besar, dengan tulisan “Hanya
Yuusuke yang bisa menang ♡”
ditulis
dengan pena dekoratif putih dan merah muda di permukaannya.
Cokelat itu sepenuhnya
menggambarkan perasaan Tanikita-san yang mengingatkanku pada kipas dukungan idol,
dan tidak diragukan lagi kalau itu adalah cokelat tulus.
"Bohong...!?"
Luna juga menyadari hal itu dan
menunjukkan ekspresi terkejut.
“Aku hanya meminta bantuan
Kashima-kun untuk memberikan cokelat yang kudapat dari temanku kepada
Ijichi-kun.”
Kurose-san mencoba menjelaskan
dengan gamblang, dan wajah Luna langsung pucat pasi dalam sekejap mata.
“Eh...ma-maaf, Maria...”
Lalu pada saat itu...
Plakkkk!
Kurose-san menampar pipi Luna.
“Dasar Luna bodoh! Kamu selalu
terburu-buru mengambil kesimpulan!”
Kurose-san memelototi Luna dan
berteriak, ketika suasannya berubah menjadi semakin tegang….
Kurose melompat dan memeluk
Luna dengan erat.
“...!”
Luna membelalak kaget dan menahan tubuh adiknya dengan ekspresi
terkejut.
Aku jadi teringat apa yang dikatakan
Luna pada hari Natal.
──
Namun. rasanya kita belum sepenuhnya kembali seperti dulu. Seperti ada tembok
di antara kita... Karena selama enam tahun, hampir tidak ada komunikasi antara
kami. Aku yakin banyak hal yang aku tidak mengerti tentang perasaan Maria dan
situasinya. Mungkin di pihaknya juga sama.
Aku merasa seperti bisa mendengar
suara runtuhnya dinding tak kasat mata yang selama ini sudah memisahkan mereka
berdua.
Sekarang.
Mereka akhirnya bisa kembali
menjadi sepasang saudari kembar yang sebenarnya.
“Nee Maria, coba lihat ini.”
Luna tiba-tiba menunjukkan
sesuatu yang diambilnya dari saku roknya.
Itu adalah anting-anting
berbentuk bulan dan bintang.
“Ternyata ini bukan bintang,
lho. Lihat di sini, ada garis-garis di sini, iya ‘kan? Apa kamu tidak
menyadarinya? Ini bukan bintang, melainkan bintang laut.”
Aku mengernyitkan dahi dan
melihat anting-anting tersebut. Aku tidak bisa melihatnya dari posisiku, tetapi
Kurose-san menatapnya dengan wajah terkejut.
“Anting-anting ini bukan
aksesoris 'bulan dan bintang',
melainkan anting-anting 'bulan dan
bintang laut'.”
Ucap Luna seraya memandang
Kurose-san dengan tatapan lembut.
“Bulan dan laut... ini adalah
motif kita. Itulah sebabnya aku ingin kamu memiliki ini, Maria”
Air mata mengalir dari sudut mata
Kurose-san setelah mendengar itu.
Dengan suara keras, Kurose-san
menangis sambil berlutut, dan Luna yang juga berlutut, dengan lembut mengelus
kepala Kurose-san.
Pemandangan itu seperti
sepasang saudara kembar yang tak pernah berpisah sejak lahir, selalu dekat satu
sama lain.