Keiken-zumi Jilid 5 Bab 2 Bagian 2 Bahasa Indonesia

Part 2

 

Dan kemudian, pada hari Minggu yang bertepatan dengan White Day.

Setelah jam 3 sore lebih, aku bertemu dengan Luna di sebuah pusat perbelanjaan lokal. Kami berencana untuk menonton film di kompleks bioskop di lantai paling atas.

“Maaf sudah membuatmu menunggu, Ryuuto...”

Luna yang muncul di pintu masuk kompleks bioskop, terlihat malu-malu dengan pipi yang merah merona.

──Maaf sudah membuatmu menunggu, Ryuuto!

Jika itu Luna yang biasa, dia akan berlari ke arahku dengan riang dan menunjukkan senyuman yang lebar kepadaku, tapi ketidaknyamanan itu hanya bersifat sementara.

Bagaimanapun juga, hal mencolok yang paling membedakan hari ini ialah…

“... baju itu, apa itu baju yang kamu beli terakhir kali?”

Luna mengenakan blus putih dengan embel-embel dan pita serta rok mini merah muda dengan desain yang sama. Aku sudah lupa mereknya apa, tetapi  itu merupakan penampilan yang dikoordinasikan oleh Tanikita-san di Shibuya.

“U-Uhmm, iya... Kelihatan aneh enggak?”

“Enggak, kok…. justru itu terlihat bagus untukmu.”

Sejujurnya, rasa pakaiannya membuatnya terlihat seperti bukan bagian dari dunia ini, atau lebih tepatnya, dia seperti sedang bercosplay, dan aku merasa kalau pandangan orang-orang di sekelilingnya berbeda dari biasanya, dan nyaris membuat penasaran, tetapi tidak diragukan lagi kalau pakaian itu cocok untuknya. Itu sebabnya, penampilannya menciptakan pandangan dunia yang mapan seperti cosplay dari cosplayer profesional.

“Ba-Bagaimana menurutmu?”

Meskipun aku sudah menjawab kalau pakaian itu terlihat bagus untuknya, tapi Luna masih melirikku sembari terlihat gelisah.

Apa jangan-jangan ... ada kata-kata yang ingin dia dengarkan ...?

Jika begitu...

"... Ka-Kamu terlihat imut, kok.”

Aku merasa sangat malu sehingga aku hanya bisa mengatakannya dengan suara kecil. Habisnya, aku merasa khawatir dengan pandangan orang-orang di sekitarku karena aku hanyalah seorang cowok introvert dengan wajah biasa-biasa saja dan buta fashion, bisa memacari gadis gyaru yang begitu cantik dan modis.

Namun, ketika Luna mendengar pujianku, tatapan matanya terlihat berbinar.

“Hehe... aku senang mendengarnya. Aku sengaja membeli ini karena aku ingin Ryuuto mengatakan itu.”

“Eh…”

“Ryuuto, kamu menyukai hal semacam ini, kan?”

Luna yang malu-malu dengan penampilannya yang tak biasa, terlihat begitu imut sehingga aku lupa untuk menjawab dan terpesona olehnya.

“……Selain itu..”

Sambil memainkan rambut di sisi wajahnya, Luna tampak gelisah.

“Aku sudah mewarnai rambutku sejak SMP... Tapi, akhir-akhir ini aku sedikit memikirkan untuk mengembalikannya menjadi warna hitam.”

Setelah mendengar kata-kata tersebut, aku tersadar.

“...A-Apa yang terjadi, Luna?”

Luna yang begitu bangga dengan penampilan 'Gyaru'-nya, tiba-tiba ingin mengubah warna rambutnya kembali menjadi hitam?

Aku tiba-tiba menjadi tidak bisa mempercayainya, dan melihat wajahnya dengan seksama, tapi Luna hanya menundukkan matanya dengan malu.

“...Karena aku ingin Ryuuto semakin menyukaiku... Aku ingin menjadi tipe gadis yang disukai oleh Ryuuto.”

“Luna...”

Aku merasa sangat bahagia.

Aku ingin segera memeluknya.

Aku benar-benar orang yang beruntung....

Sambil berpikir begitu….

Di suatu tempat di lubuk hatiku, perasaan kebingungan juga tumbuh.

“...Karena aku sudah sangat mencintaimu, jadi kamu tidak perlu memaksakan diri.”

Namun, penampilan Luna yang dengan sungguh-sungguh menyampaikan perasaannya padaku terlalu menggemaskan.

Pada saat itu, aku hanya bisa mengucapkan kata-kata itu.

 

Film yang dipilih Luna adalah film komedi romantis barat. Pria dan wanita dengan kepribadian yang bertolak belakang, bertemu melalui pekerjaan dan saling bertabrakan, tapi mereka perlahan-lahan mendekat satu sama lain, dan dalam proses memecahkan masalah besar bersama, mereka menyadari bahwa sebenarnya mereka adalah pasangan terbaik satu sama lain, dan menjadi sepasang kekasih.

Kami berada di sebuah teater yang tidak terlalu besar, dengan sekitar 30% kursi terisi. Ada orang di bidang pandangan kami, tetapi kursi di depan, belakang, kiri, dan kanan kami kosong, memberikan kenyamanan dalam menonton film.

Luna dan aku berbagi popcorn, memasukkannya di pemegang minuman di antara kami berdua dan memakannya. Sambil secara otomatis mengambil popcorn ke mulut saat menonton film, tangan kami berdua terkadang bersentuhan saat ingin mengambil popcorn.

Ah, pikirku dalam hati, tapi rasanya akan aneh jika meminta maaf padanya begitu saja, jadi aku diam-diam mengamati Luna.

“…………”

Mata Luna terlihat bersinar di tengah kegelapan karena terkena cahaya dari layar film. Rasanya dia menatapku dan tampaknya ada keraguan yang malu-malu terpancar darinya.

Jika itu Luna akhir-akhir ini, tidak mengherankan baginya merasa malu dalam situasi seperti ini. Sambil berpikiran begitu, aku mencoba fokus pada film.

Tapi tiba-tiba, aku merasa ada sentuhan di bahuku. Aku memeriksa apa yang terjadi dan...

“.......!?”

Luna sedang menyandarkan kepalanya di atas pundakku

Kenapa...!? Padahal belakangan ini dia begitu malu-malu...!?

Setelah memikirkan itu, detak jantungku berdetak kencang dan kesadaranku terfokus pada bahu kananku.

Aroma bunga atau buah yang semakin kuat membuatku merasakan keberadaan Luna, meskipun aku berusaha tidak memperdulikannya. Aku berusaha keras untuk tetap fokus pada film, tetapi kehangatan Luna yang kurasakan setelah sekian lama membuat semua sarafku terganggu dan detak jantungku menjadi tak terkendali.

Sejak saat itu, Luna terus bersandar di sisiku.

Di akhir film, pada adegan di mana dua karakter utama yang menjadi pasangan, berciuman secara romantis, tanpa sadar aku menjadi duduk tegak di kursiku.

Luna yang mengangkat kepalanya dari bahuku, menatapku langsung.

Pandangan matanya bergetar seolah-olah mengharapkan sesuatu.

“…………”

Jangan bilang....

Apa aku boleh menciumnya?

Meskipun suasananya gelap, kami masih berada di dalam bioskop dengan orang-orang di sekitar kami...

Dengan detak jantung yang berdebar kencang, aku perlahan-lahan mendekatkan wajahku dengan ragu-ragu.

 

Du────ng!

 

Melodi berkekuatan keras menggema di dalam aula bioskop, dan aku tak sengaja membeku. Sepertinya film utama telah berakhir dan kredit penutup telah dimulai.

“.........”

Ketika aku melihat Luna, dia juga terlihat terkejut. Ketika tatapan matanya bertemu denganku, dia menampilkan senyuman kecil yang tampak seperti senyuman pahit.

Meski aku tidak bisa menciumnya, tapi saat melihat senyuman Luna, entah kenapa hatiku merasa puas dan aku meninggalkan teater dengan perasaan hangat.

 

Setelah keluar dari bioskop, kami berjalan-jalan di dalam pusat perbelanjaan dan kemudian makan malam di area warung makanan lantai satu.

Makan malam di meja yang tersusun rapi di atas dek kayu di bawah langit-langit bertingkat tiga, entah mengapa rasanya memberikan perasaan yang sedikit istimewa.

Ada berbagai macam menu yang dapat dipilih seperti udon, ramen, hamburger, tetapi aku dan Luna memesan hamburger. Ketika kami menikmati makan malam yang sedikit mewah dengan tambahan sepaket nasi dan sup, ada sesuatu yang terjadi.

“Ehh? Shirakawa-san!?”

Seorang wanita mendekati meja kami dan memanggil Luna.

“Ah, selamat malam!”

Luna buru-buru meletakkan garpu di atas meja.

Awalnya aku mengira dia mungkin seorang siswi dari sekolah kami, tetapi ternyata dia adalah seseorang yang tidak aku kenal. Dia terlihat sedikit lebih tua, dan sepertinya bukan teman sekelas dari SMP. Dia terlihat seperti perempuan muda yang modis dan bisa jadi mahasiswa atau pekerja muda.

“Mungkin kamu sedang berkencan dengan pacarmu?”

“Ah, iya...”

“Memang, ia kelihatan baik sekali!”

Wanita bertepuk tangan dengan penuh semangat.

Aku terdiam dan hanya terpaku, terpaksa menghentikan makananku.

“Shirakawa-san, hari ini kamu masuk lagi, ‘kan? Bukannya kamu masuk sepanjang minggu ini? Padahal kamu baru mulai, tapi kamu sungguh rajin sekali!”

“Ah, itu, uhmm...”

Luna melihatku dengan ekspresi panik.

Ketika aku melihat situasi itu, aku langsung tersadar. Wanita ini pasti berkaitan dengan toko kue tempat Luna bekerja, Chan de Fleur. Mungkin dia adalah senior kerja paruh waktu atau sesuatu seperti itu.

Meskipun mereka cukup dekat untuk berbicara tentang memiliki pacar, tapi sepertinya Luna belum mengatakan bahwa dia sengaja merahasiakan pekerjaan paruh waktunya demi bisa memberikan kejutan.

“Ah, maaf ya, padahal kamu masih sedang kencan. Aku minta maaf buat mas pacarnya. APa besok kamu masuk?”

“Tidak, minggu ini...”

“Oh iya, aku lupa, kamu ada jalan-jalan sekolah, ‘kan? Kalau gitu, sampai jumpa minggu depan~!”

Wanita itu sepertinya menyadari bahwa Luna tidak berminat dalam percakapan tersebut, jadi dia segera pergi dengan cepat.

“…………”

Luna sesekali memandangku dengan wajah yang terlihat canggung. Aku bisa melihat kegelisahan dalam pikirannya, “Apa yang harus kukatakan...”.

“...Tadi itu, siapa?”

Aku hampir tahu pasti, tapi akan terlihat aneh jika tidak menanyakannya.

“Eh, uhmm...”

Dengan wajah penuh kesulitan, Luna mengalihkan pandangannya.

“Ak-Aku tidak mengenalnya....”

Jawabnya dengan bergumam pelan.

“Kamu tidak mengenalnya!?”

Aku tahu kalau Luna tidak pandai dalam berbohong, tapi rasanya itu berlebihan, itulah yang kupikirkan dan membalasnya dengan keras.

Mereka bahkan memiliki percakapan normal dan pihak lain memanggilnya dengan nama “Shirakawa-san”.

Atau sebenarnya, mengingat ini adalah kencan di mal yang berada dalam jarak berjalan kaki dari tempat kerjanya, sudah dapat diperkirakan bahwa hal seperti ini bisa terjadi, tetapi memang terlihat seperti Luna banget karena tidak memikirkan alasan apa pun.

“...Mungkin dia salah orang? Yah, kebetulan aneh memang terjadi, kan?”

Melihat Luna yang sedang kesulitan membuatku merasa kasihan, jadi aku memberinya bantuan, dan dia mengangguk lega.

“Y-Ya, begitulah. Memang aneh, ya.”

Meskipun dia masih terlihat canggung, aku mencoba mengubah topik pembicaraan, lalu aku mengeluarkan sesuatu dari tasku.

“Ini, hadiah White Day dariku.”

Itu adalah buket bunga kecil. Karena rasanya sedikit memalukan jika terlihat, jadi aku agak memaksakannya masuk ke dalam ransel, jadi beberapa bunga terlihat sedikit kusam. Aku meminta orang toko untuk membuatnya setelah menunjukkan foto Luna, jadi dari segi selera, seharusnya itu tidak buruk.

Membeli bunga sendirian adalah pengalaman pertamaku, dan rasanya sangat memalukan.

“Buket bunga……”

Luna menatap buket yang dia terima dan bergumam pelan. Pada saat itulah, aku tersadar.

“Ah, maaf, apa kamu lebih suka cemilan!? Aku sudah menduganya, jadi aku juga menyiapkan cokelat untukmu.”

Selanjutnya, aku mengeluarkan kantong kertas cokelat yang berkilauan. Di dalamnya terdapat cokelat. Cokelat tersebut adalah produk dari toko tempatku meminum es cokelat bersama Luna pada Hari Valentine.

“Eh, terima kasih... Aku suka sekali cokelat itu!”

Luna membuka matanya lebar-lebar dan berseru ceria.

Namun, tampaknya dia lebih tertarik pada karangan bunga yang ada di tangannya.

“...Mungkin ini pertama kalinya aku mendapatkan bunga dari seorang anak laki-laki.”

Luna bergumam pelan sembari memandangi buket yang dihiasi dengan bunga-bunga berwarna biru, kuning, dan ungu.

“Be-Benarkah? Rasanya sedikit mengejutkan... Mengapa ya?”

Aku mengira jika cowok yang populer dan tampan pasti sering memberinya bunga sebagai hadiah, jadi aku sangat terkejut ketika mendengar perkataannya.

“Entahlah. Mungkin dikira karena enggak pantas gitu? Karena sepertinya gadis gyaru dan karangan bunga sama sekali tidak cocok.”

Luna menjawabku setelah berpikir sebentar.

“Bunga tuh memiliki citra yang murni dan polos, ‘kan? Ketimbang diriku, hadiah bunga terlihat cocok dengan gadis yang seperti Maria... Ketika masih SD, pada hari ulang tahunnya, Maria mendapatkan bunga yang mekar di pinggir jalan dari seorang anak laki-laki dan membawanya pulang... Aku masih ingat betapa irinya aku pada waktu itu...”

Dia bergumam dengan mata tertunduk, lalu tersenyum ketika dia melihat buket di tangannya.

“...Mengapa kamu memilih bunga, Ryuuto?”

“Eh, ah...”

Aku terkejut dan terpana dengan senyuman Luna yang tiba-tiba, dan aku menjadi bingung.

“Tempo hari, kamu membawa kembali botol kosong Oron*min C, ‘kan? Aku berpikir, mungkin kamu suka menghias dengan satu tangkai bunga jika itu akan menjadi vas bunga... Oh, tentu saja buket bunga ini tidak akan masuk, tapi jika kamu mau ambil satu dan masukkan...”

“......”

Entah mengapa, wajah Luna menjadi merah padam dan menundukkan.

“...Luna?”

Ketika aku bertanya padanya, Luna mengangkat wajahnya.

“Eng-Enggak, bukan apa-apa... terima kasih. Aku akan menghias bunganya...”

Dengan suara yang hampir menghilang, Luna mengatakan hal tersebut sambil mendekatkan buket bunga ke wajahnya.

“...Baunya juga harum. Aku senang sekali...”

Dengan ekspresi dan senyuman yang mirip seperti gadis kecil polos, dia mengungkapkan kegembiraannya.

Ketika aku melihat wajahnya, tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas di dalam pikiranku.

Dia adalah gadis yang mirip seperti buket bunga.

Bunga yang menarik perhatian dengan warna yang cerah, dan juga seperti bunga Kasumi yang putih murni, ada juga bunga yang lemah dan mempesona. Semua itu berkumpul dan membuat gadis yang bernama Luna menjadi terlihat mempesona nan menawan.

Setiap sisi dari dirinya, adalah salah satu kelebihan yang membuat Luna bersinar.

Itulah yang kupikirkan saat melihat Luna tersenyum bahagia sambil memegang sebuket bunga.

 

◇◇◇◇

 

Setelah selesai makan malam dan keluar dari pusat perbelanjaan, suasana di sekitar kami sudah sepenuhnya diselimuti pemandangan malam.

Setelah menaiki kereta dari Stasiun K dan turun di Stasiun A, aku mengantar Luna pulang ke rumahnya, dan tiba-tiba kepikiran tentang apa yang terjadi di bioskop.

“Menurutmu bagaimana film tadi?”

“Hm? Lumayan menarik, kok.” Luna menjawab dengan santai sambil tersenyum..

Setelah film selesai, kami sedikit berbicara seperti “Seru ya!” atau “Akhir bahagia yang bagus”, tetapi sepertinya Luna tidak memiliki perasaan khusus terhadap film tersebut.

“...Kenapa kamu ingin menonton film itu?”

Luna memiringkan kepalanya sebagai tanggapan atas pertanyaanku.

“Hmm... rasanya sedikit memalukan sih, tapi karena aku ingin berada di dekatmu.”

“Eh?”

“Apa kamu masih ingat? Ketika kita baru saja mulai berpacaran dan bicara tentang kencan pertama, kamu pernah bilang, 'Karena ini kencan pertama kita, jadi mungkin nonton film?' Pada waktu itu aku tidak begitu paham, apa kamu suka film? Atau apa ada film yang ingin kamu tonton?' Begitulah yang aku pikirkan.”

Luna sedikit menyipitkan matanya sambil terlihat bernostalgia.

“Mungkin, bukan begitu maksudnya. Kamu hanya ingin berada di dekat orang yang kamu sukai... Tapi, kamu merasa gugup dan malu karena tidak bisa menatap matanya... Tapi jika kamu masih ingin berada di dekatnya, mungkin menonton film merupakan pilihan bagus. Mungkin, Ryuuto juga memiliki perasaan yang sama, kan...?”

“Ah, iya...”

Setelah mendengarnya, mungkin kedengarannya memang begitu. Tapi sebenarnya aku hanya mengusulkan kencan pertama yang umum, jadi aku hanya menganggukkan kepala dengan ragu.

“Merasakan keberadaan Ryuuto setelah sekian lama... rasanya begitu hangat dan membuatku berdebar-debar.”

Aku tersentak mendengar kata-kata Luna.

Hal itu dikarenakan karena aku teringat saat tatapan mata kami bertemu di dalam bioskop.

“…..”

Rumah Luna hanya berjarak beberapa puluhan meter lagi. Aku berjalan mengandalkan cahaya lampu jalan di sepanjang jalan dengan deretan rumah kayu yang telah menjadi pemandangan yang sangat familiar bagiku.

Jarak antara Luna dan aku hanya sekitar dua puluh sentimeter. Aku takut ditolak, jadi aku tidak berani menyentuhnya sendiri, tapi...

Aku dengan berani mencoba meraih tangan putih yang berada di sebelahku.

Pada saat itu....

“....!”

Ternyata, tangan Luna sudah lebih dulu menangkap tanganku.

Atau lebih tepatnya, dia hanya menggenggam salah satu jari kelingkingku.

Luna menggenggam jari kelingkingku dengan tersenyum malu-malu sambil melihatku dengan tatapan menengadah.

“…………”

Jika aku terlalu kuat menggenggamnya, rasanya seperti akan patah. Dengan mencoba sejajar dengan gerakan tangan Luna, aku memusatkan seluruh perhatian pada kehangatan yang kurasakan di jari kelingkingku.

Meski jarak kami begitu dekat, yang bisa bersentuhan hanyalah satu jari kelingking.

Walaupun rasanya tidak puas dan masih membuatku frustrasi ...

Akhirnya setelah sekian lama, aku bisa berjalan bergandengan tangan dengan Luna. Hanya dengan memikirkan itu saja sudah membuat hatiku puas sekarang.

Aku berharap kalau jalan ini akan berlangsung selamanya.

 

 

Namun, kenyataannya tidaklah demikian.

Akhirnya, kita tiba di depan rumah Luna.

“....Besok, kita harus bangun pagi ya. Ini pertama kalinya bangun jam lima pagi setelah sekian lama.”

“Ya. Karena kita harus menaiki kereta Shinkansen, jadi kita tidak boleh terlambat.”

Mulai besok, akhirnya perjalanan studi sekolah kami dimulai.

“Apa kamu sudah selesai mengemasi semua barang-barangmu?”

“Belum. Jujur, alat catok dan alat makeup tidak bisa kumasukkan sebelum besok.”

“Kalau begitu kamu harus tidur lebih awal."

“…………”

Dengan kata-kataku, kehangatan yang meninggalkan jari kelingkingku terasa ingin terus aku pertahankan.

Tanpa berkata apa-apa, Luna diam-diam menatap wajahku.

Wajahnya tampak penuh kesedihan, dan matanya terlihat berair... Mungkin ini cuma imajinasiku saja, tetapi entah mengapa, seolah-olah dia mengajakku untuk mendekatinya.

Ketika kami saling menatap, jantungku terasa berdebar-debar.

“…………”

Tapi kami sudah berada di depan rumah Luna. Ada beberapa orang yang lewat dan mana mungkin aku bisa melakukan sesuatu yang berani.

“Ka-Kalau gitu, sampai jumpa besok...”

Ketika aku mengucapkannya dengan suara yang agak tergagap, Luna pun tersenyum kembali seperti sadar akan situasi.

“Iy-Iya, sampai jumpa lagi~”

Dengan suara ceria, dia mengucapkannya sambil melambaikan tangan yang tadinya memegang tanagnku, lalu mengangkat buket bunga yang dipegangnya dengan tangan yang lain sampai ke dadanya.

“Semoga bunga-bunga ini tetap segar sampai aku pulang. Aku harus meminta tolong nenek supaya mengganti airnya.”

“Ah, y-ya, benar.”

Mungkin seharusnya aku tidak memberinya bunga segar ketika kami akan melakukan perjalanan studi besok. Melihat aku yang menyesali bahwa aku tidak memikirkannya dengan baik, Luna tersenyum untuk menenangkanku.

“Tidak apa-apa. Aku akan mengambil banyak foto malam ini. Jika bunganya layu, aku akan membuatnya menjadi bunga press kering. Tapi, bunga press kering, ya? Rasanya jadi keinget masa-masa TK!”

Dia bersorak dengan suara ceria sambil mengayunkan buket bunga di depan wajahnya.

Aku penasaran apakah dia masih belum mau pulang, pikirku. Aku merasa senang karena aku juga merasakan hal yang sama.

“Kalau begitu, aku harus pulang lebih awal dan bersiap-siap supaya tidak bangun kesiangan.”

“Yeah, itu benar.”

Luna menatapku dengan mata berbinar.

“Hei, Ryuuto?”

“Hmm?”

“Apa malam ini bulannya terlihat indah?”

Ketika aku menatap langit malam seperti yang ditanyakan, keberadaan rembulan tidak mengambang di langit malam ini.

Akan tetapi...

“...Ya. Kelihatan sangat indah.”

Aku menjawabnya seraya menatap wajahnya, Luna kemudian terlihat lega dan tersenyum dengan bahagia.

“Ayo kita nikmati perjalanan wisata sekolah nanti~!”

Ucap Luna sebelum menghilang masuk ke dalam pintu depan rumahnya.

 

 

Sebelumnya  |      |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama