Keiken-zumi Jilid 6 Bab 2 Bahasa Indonesia

Chapter 2

 

“Yah, maaf banget ya, Kashima-kun. Kamu sudah bekerja seperti pekerja normal meski baru hari pertama.”

Pada waktu sore di dalam ruangan departemen editorial, setelah aku selesai melaporkan pengerjaan tugas yang diberikan, Fujinami-san yang merupakan karyawan perusahaan, tersenyum dan berkata demikian.

Aku mengunjungi departemen editorial majalah komik penerbit Iidabashi setelah diperkenalkan oleh Kurose-san, dan setelah melakukan prosedur administratif ringan serta wawancara singkat, aku segera mulai bekerja sebagai pekerja paruh waktu.

Fujinami-san adalah pegawai laki-laki yang berusia awal dua puluhan dan seorang editor yang sibuk dengan beberapa penulis di bawah tanggung jawabnya. Ia memiliki tubuh sedang dan wajah lembut yang tidak meninggalkan kesan yang mendalam, dan orang yang baik hati sehingga aku tidak merasa canggung dengannya.

“Karena Kurose-san mengatakan kalau kamu 'orang yang rajin dan cerdas', jadi aku berpikir pasti memang begitu. Tapi ternyata kamu melebihi dari yang kuharapkan.”

“Ini tidak seberapa, karena ini bukan pekerjaan yang membutuhkan banyak pikiran ...”

Aku berkata dengan rendah hati, tapi aku sedikit cemas kalau jawabanku mungkin terdengar seperti aku meremehkan tugas yang diberikan padaku.

Namun, Fujinami-san tidak terlihat mempermasalahkannya dan tersenyum lembut.

“Tidak juga, sekilas ini terlihat seperti pekerjaan yang tidak memerlukan banyak pemikiran atau pekerjaan yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Tapi orang yang cerdas tahu bagaimana melakukan pekerjaan dengan efisien.”

“…. Haa… terima kasih banyak”

Aku membalas sambil merasa terkejut karena dipuji.

“Terima kasih untuk kerja kerasnya. Kamu sudah bisa pulang sekarang. Kurose-san juga, meski masih terlalu awal, tapi kamu sudah boleh pulang sekarang kok, bagaimana jika kalian pulang bersama-sama?”

Kurose-san yang sedang mengatur dokumen di meja sebelah, berhenti bekerja ketika dia mendengar pembicaraan kami.

“Iya, terima kasih banyak.”

Dan kemudian, kami berdua memutuskan untuk pergi pulang bersama-sama.

 

Waktu menunjukkan kalau sekarang belum mendekati jam 7 malam

Biasanya, hari Rabu akan menjadi waktu di mana aku harus mengajar di sekolah bimbel, tetapi semua murid yang aku tangani pada hari Rabu adalah siswa yang mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, jadi aku memiliki hari libur sejak Februari dan seterusnya. Karena sudah masuk musim liburan musim semi di universitas, jadi aku mengunjungi kantor editorial dari rumah pada pukul 2 sore seperti yang diinstruksikan.

Ketika kami melihat pemandangan luar dari jendela gedung kantor, langit di luar sudah mulai gelap.

“Kamu lapar enggak, Kashima-kun?”

Kurose-san bertanya saat kami sudah mendekati stasiun.

“Ah ya, sedikit sih ...”

Aku merasa ragu sejenak tetapi memang perutku sudah lapar sejak dua jam yang lalu jadi aku tidak bisa berbohong.

Ketika dia melihat ke arahku, Kurose-san tersenyum tipis.

“Kalau begitu, gimana kalau kita minum sesuatu?”

Saat dia berkata demikian sembari tersenyum, Kurose-san tiba-tiba terlihat seperti seorang wanita dewasa.

 

◇◇◇◇

 

“Begitu rupanya. Jadi, Kashima-kun masih sembilan belas tahun, ya.”

Kurose-san berkata demikian setelah melewati tirai hangat restoran izakaya dan duduk di kursi. Itu karena aku menyatakan kalau aku tidak bisa minum alcohol.

“Aku malah membawamu ke tempat minum-minum. Maaf ya.”

“Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Silakan minum sepuasnya sendiri.”

Memang, karena sekarang sudah bulan Februari, sebagian besar teman sekelasku mungkin sudah cukup umur untuk minum-minum alkohol. Selain Luna, satu-satunya orang yang sering makan bersamaku di luar adalah Kujibayashi-kun, tetapi ia tidak suka minum alkohol, jadi aku tidak terlalu memperhatikannya.

“Ya. Kalau gitu aku akan minum sepuasnya.”

Kurose-san melihat menu di atas meja dengan cermat, kemudian mengangkat tangannya ke arah pelayan.

“Aku mau pesan satu bir segar. ... Bagaimana dengan Kashima-kun? Kamu sudah memilih?”

“Umm, ah ... apa ada cola?”

“Ya. Satu bir dan satu cola, ya.”

Setelah pelayan tersebut pergi, aku melihat-lihat kembali di sekitar izakaya.

Interior yang terang dan bergaya Jepang terasa cukup kecil, seperti perpaduan antara restoran set menu dan izakaya. Dari kertas menu yang ditempelkan di dinding, sepertinya ada banyak menu yang murah, sehingga tempat ini terasa seperti tempat berkumpul untuk para pria yang pulang kerja.

“Ini, satu bir dan satu cola.”

Seorang pelayan lain datang untuk mengantarkan pesanan dan menempatkan gelas berbusa putih di depanku.

“Yah, pasti bakalan begini.”

Kurose-san yang duduk di depanku tersenyum getir dan menukar gelas cola di depannya dengan gelasku.

“Mari bersulang untuk hari pertama Kashima-kun bekerja!”

Kurose-san berkata dengan ceria sambil mengangkat gelasnya dan menyatukannya gelasku.

“Bersulang!”

Aku meneguk minuman colaku dan meletakkannya di atas meja.

Kurose-san mengambil gelasnya dan meminum birnya dengan cepat, seolah-olah dia mencoba menyerap semua busa putih ke dalam mulutnya.

“... Puhaa! Minum bir setelah bekerja itu memang yang terbaik!”

Dia menjilat busa putih yang menempel di bibirnya dan meletakkan gelasnya. Senyumnya yang sedikit meringis terlihat sangat suka minum alkohol.

“... Kamu suka bir, Kurose-san?”

“Ya begitulah. Tapi, aku suka minuman keras apa saja. Mungkin aku sedikit tidak suka dengan shochu.”

“Begitu ya ...”

Aku tidak bisa membayangkannya dengan penampilan seperti itu dari suasananya ketika dia masih SMA, jadi aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkannya.

“Sepertinya aku peminum yang cukup kuat dalam minuman alkohol. Kalau Luna lemah dalam alkohol, ‘kan? Ketika kami minum bersama-sama, dia biasanya menjadi mabuk dengan cepat.”

“… Jadi begitu ya.”

Luna biasanya memesan minuman non-alkohol untuk menyesuaikan diri denganku saat kami berdua makan bersama. Sepertinya dia juga tidak terlalu suka alkohol, tapi rupanya dia biasa minum-minum dengan Kurose-san.

Mendengar cerita Luna dari Kurose-san yang terlihat seperti wanita dewasa yang tidak kukenal, aku merasa tertinggal sendirian sebagai orang yang masih berusia sembilan belas tahun.

“….Tapi mungkin alasan mengapa Luna lemah dengan alkohol karena dia selalu lelah.”

Kurose-san tiba-tiba berkata begitu saat melihat ke arah kejauhan.

“Dia benar-benar berusaha keras, aku melihatnya beberapa waktu yang lalu.”

Mungkin dia mengetahuinya ketika dia meneleponku dari ponsel Luna dari beberapa waktu yang lalu.

“Misuzu-san, sepertinya dia belum sepenuhnya pulih. Dia bahkan masih meminum obat di rumah sakit.”

“....Eh?”

Aku menatap Kurose-san dengan kebingungan karena tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Kurose-san lalu balas melihatku dengan tatapan tidak percaya.

“.....Kamu belum pernah mendengarnya dari Luna? Tentang 'depresi pasca melahirkan' Misuzu-san?”

Apa-apaan itu... Ketika aku menahan napas, Kurose-san mulai menjelaskan.

Misuzu-san berhasil hamil setelah mengalami kesulitan dalam menjalani perawatan kesuburan, dan tiba-tiba menjadi ibu dari anak kembar setelah terbaring di tempat tidur karena terancam kelahiran prematur. Sebelum luka di perutnya sembuh, dia masuk ke dalam kehidupan merawat bayi yang sulit seperti badai, dengan kesulitan dua kali lipat dari biasanya selama periode neonatal yang sulit, dan juga mengalami masalah dengan tubuhnya seperti ASI yang tidak keluar, sehingga hal tersebut menguras mentalnya.

Sebagai suaminya, Ayah Luna sibuk dengan pekerjaannya dan hampir tidak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga. Lalu mertuanya, Nenek Luna, melakukan tugas-tugas seperti belanja, mencuci, dan memasak, tetapi beliau tidak membantu merawat bayi.

Misuzu-san sebelumnya tinggal di Kansai sampai dia menikah, jadi dia tidak memiliki kerabat atau teman dekat yang dapat membantunya.

Oleh karena itu, untuk meringankan sedikit beban Misuzu-san, Luna mulai aktif merawat adik kembar perempuannya. Begitulah ceritanya.

 “...... Begitu ya...”

“Jangan bilang-bilang kalau aku yang memberitahumu, oke. Aku pikir Luna sengaja tidak memberitahumu karena mempertimbangkan privasi Misuzu-san.”

Setelah Kurose-san selesai berbicara,  dia meminum birnya lagi.

“Tapi karena itu, kamu tidak bisa bertemu dengan Luna, ‘kan? Mungkin kamu berpikir kenapa dia sampai segitunya merawat adik tirinya, jadi begitulah situasinya.”

“Ya...”

“Dia sangat baik hati.”

Kurose-san mengatakan itu dengan mata menyipit, dan saat tatapan mata kami bertemu, dia tersenyum penuh kasih sayang.

“Aku yakin kamu sudah mengetahuinya.”

“Ya...”

Ketika aku terperangkap dalam perasaan itu, Kurose-san membuka mulutnya seolah-olah dia teringat sesuatu.

“Oh ya. Ayo pesan makanan.”

Ucap Kurose-san saat dia membuka menu dan memberikannya padaku.

“Pesanlah apapun yang kamu suka. Sebagai senior pekerja paruh waktu, aku akan mentraktirmu makanan hari ini.”

Ketika dia berkata demikian sambil tersenyum, Kurose-san terlihat seperti wanita dewasa yang paling alami dan menawan dari yang pernah aku lihat sebelumnya.

 

◇◇◇◇

 

Pada minggu berikutnya, aku makan malam bersama seseorang.

“Yo, Yamada.”

Ketika aku melihat Sekiya-san mengangkat tangannya di depan patung  yang telah ditetapkan sebagai tempat pertemuan, aku hanya bisa tersenyum kecut.

“Sudah lama sekali sejak terakhir kali kamu memanggilku dengan panggilan seperti itu.”

“Yah, entah kenapa, aku tiba-tiba jadi teringat ketika kamu masih di SMA.”

Bahkan sekarang, aku masih pergi makan bersama Sekiya-san setiap beberapa bulan sekali.

“Kamu sudah besar ya.”

Ketika kami berjalan berdampingan di stasiun yang lebih terang dari siang hari dengan cahaya buatan, Sekiya-san menatapku dan menyipitkan matanya.

“Hah? Benarkah? Padahal aku hanya tumbuh satu sentimeter sejak kelas 2 SMA.”

Aku merasa bahwa perbedaan tinggiku dengan Sekiya-san tidak banyak berkurang sejak saat itu.

“Bukan begitu kali. Maksudku, seperti kebijaksanaan orang dewasa? Tidak diragukan lagi kalau anak kampus Houou kelihatan sangat berbeda.”

“Apa maksudmu dengan itu?”

Aku merasa sedikit campur aduk ketika ia mengatakan sesuatu yang sangat tepat waktu untukku.

“Aku mengetahuinya, kok. Kamu sudah tumbuh berkembang selama tiga tahun terakhir. Sedangkan aku masih sama seperti dulu. Itu sangat mengesankan.”

Sekiya-san sedang belajar untuk ujian masuk universitas tahun ini. Hubungannya dengan Yamana-san masih sama seperti tiga tahun yang lalu. Aku tidak pernah mengajaknya bertemu denganku karena dirinya sibuk belajar. Kali ini sudah pertengahan Februari, jadi mungkin ujian masuknya sudah selesai.

“Bagaimana kabarmu belakangan ini? Bagaimana dengan pacarmu? Apa dia masih sibuk?”

Sekiya-san yang duduk di depanku, tiba-tiba bertanya begitu ketika kami duduk di meja restoran yakiniku yang kami masuki.

Setelah pelayan datang dan menyalakan api di atas kompor, dia dengan santai menyajikan air di depanku.

“Dia masih sibuk sekali ... mungkin akan selamanya seperti ini.”

“Apa-apaan itu? Kayak kehidupan roninku saja. Lah, itu tidak lucu sama sekali, tau.”

Sekiya-san tertawa sendiri dengan sendirinya.

“Yahh, jika itu hanya masalah merawat adik perempuannya, anak-anak akan tumbuh dewasa suatu saat nanti.”

Ia tersenyum tipis dan memandang kejauhan.

“….Pada suatu saat nanti, aku juga harus menyerah pada sesuatu.”

Ada kesedihan dalam raut wajahnya ketika bergumam begitu.

“Mana mungkin aku bisa selamanya menjadi parasit orang tua dan belajar di sekolah bimbel sambil makan gratis ... Teman sekelasku yang langsung diterima di universitas sudah menjadi karyawan perusahaan sejak bulan April tahun lalu.”

Sekiya-san melihat ke atas dan tersenyum padaku saat aku terlambat untuk menanggapinya.

“Kali ini adalah ujian yang terakhir. Jadi, tahun ini aku mengambil ujian untuk universitas selain fakultas kedokteran. Aku sudah menerima beberapa hasil yang baik sehingga aku mungkin bisa menjadi mahasiswa universitas.”

“... Memangnya hasil ujian fakultas kedokteran belum keluar?”

Saat aku bertanya begitu sambil baru menyadari kalau aku harusnya tidak mengatakan hal seperti itu, Sekiya-san membalas sambil tersenyum sinis.

“Hasil yang telah keluar sejauh ini selalu buruk. Tapi masih ada beberapa ujian yang akan diambil.”

“Eh, apa tidak masalah kamu datang ke sini denganku pada saat yang penting seperti itu?”

Saat aku mengeluarkan suara terkejut, Sekiya-san memandangku dengan aneh. Sambil merapikan daging yang baru saja datang di atas panggangan dengan menggunakan sumpit, ia kemudian berkata.

“Aku sudah belajar selama empat tahun terakhir. Tapi jika kemampuan akademikku turun karena aku makan daging panggang bersamamu selama dua jam tepat sebelum ujian, aku tidak akan lulus di mana pun juga.”

“.........”

Meskipun itu benar, aku hanya merasa tidak enak dengan apa yang Sekiya-san katakan.

“…Aku sudah capek.”

Tiba-tiba, Sekiya-san bergumam seolah-olah sedang mengeluh. Ia menopang pipinya dengan siku di atas meja dan menatapku dengan tatapan lelah.

“Aku ingin bertemu dengan Yamana.”

Saat aku mendengar kata-katanya, aku merasa kalau ia memanggilku karena ia ingin mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.

“.... Yang jadi gadis sih enak ya. Mereka bisa mengatakan 'aku ingin bertemu' dengan mudah.”

Sambil membalikkan daging di atas panggangan dengan sumpit, Sekiya-san mengeluh seperti orang yang sedang merajuk.

Aku tidak ingin melihatnya dalam keadaan seperti itu, jadi akhirnya aku menanggapi.

“... Bahkan cowok pun juga sama, bukannya kamu bisa tinggal mengatakannya saja?”

Sekiya-san berhenti menggunakan sumpit dan menatapku.

“Mengatakan 'aku ingin bertemu' secara langsung kepada orang tersebut.”

Ia menatapku seolah-olah dia baru sadar akan sesuatu dan kemudian berkata,

“…Apa kamu sendiri bisa melakukannya?”

Kali ini giliranku yang terkejut.

Sekiya-san kemudian menatapku dengan tatapan yang penuh pengertian dan menghiburku seperti teman baik.

“Besok tanggal 14 Februari, ‘kan?”

 

◇◇◇◇

 

Tiga tahun yang lalu pada Hari Valentine, aku mendapat kue cokelat buatan tangan dari Luna.

Pada tahun berikutnya, dan tahun setelahnya ... Tahun lalu, meskipun itu bukan buatan tangan, aku mendapat cokelat merek terkenal setelah membuat janji kencan beberapa minggu sebelumnya.

Dan tahun ini. Aku belum ditanya tentang rencana untuk tanggal 14 oleh Luna.

Selain itu, tidak ada pesan dari Luna hari ini juga.

Apa dia sedang bersama “Manajer Wilayah” lagi?

Aku merasa frustrasi karena aku tidak pernah bekerja dalam posisi yang bertanggung jawab di dunia kerja, aku tidak bisa minum alkohol, dan aku tidak tahu apa-apa tentang dunia orang dewasa.

 

── Apa kamu sendiri bisa melakukannya?

 

Pada malam itu, saat aku berbaring di tempat tidurku dan menggenggam ponselku, aku teringat dengan kata-kata Sekiya-san.

“..... Tapi jika aku yang mengatakannya sekarang, aku akan terlihat seperti pria yang hanya menginginkan cokelat...”

Setelah berpikir keras-keras sembari menatap layar pesan dari Luna, ada panggilan masuk masuk. Waktunya terlalu sempurna sehingga aku hampir saja mengira bahwa aku yang menelepon.

“Lu-Luna!?”

Ryuuto~! Hari ini juga maaf ya~! Aku diundang oleh manajer lagi semalam.

 “.....!”

Sudah kuduga, seperti yang sudah kubayangkan...

Perutku menjadi sangat berat, tetapi aku harus menunjukkan sikap tenang sebagai pacarnya selama tiga setengah tahun.

“Be-Begitu ya, itu pasti sangat merepotkan, terima kasih telah bekerja keras ...”

“Ryuuto….”

Di sinilah suara Luna tiba-tiba menjadi manis.

Aku ingin bertemu denganmu ...”

Suaranya sangat lirih. Seperti udara yang gemetar karena napas Luna, aku merasa seperti aku bisa merasakannya di telingaku saat ini. Aku teringat apa yang dikatakan oleh Sekiya-san sebelumnya dan hatiku menjadi sedih.

“... Aku juga ingin bertemu denganmu, Luna.”

Tanpa sadar aku mengucapkan kata-kata itu dan Luna langsung tersentak.

Benarkah?”

“Ya. Aku sangat ingin bertemu denganmu, setiap hari ...”

Karena Luna adalah seorang pekerja, dan aku memiliki tanggung jawab sebagai mahasiswa, aku terus mencari pembenaran bahwa kami tidak bisa bertemu seperti dulu kala dan mencoba untuk menipu diriku sendiri setiap hari.

Namun sebenarnya, aku ingin melihat senyum Luna setiap hari. Dia adalah satu-satunya gadis spesial yang telah aku putuskan untuk menjaganya seumur hidupku.

Ryuuto...”

Suara Luna terdengar gemetar. Kemudian suara yang terdengar adalah suara yang tegas.

Kalau gitu, ayo bertemu. Sudah kuputuskan. Kamu ada waktu luang besok malam?”

“Eh!? B-Benarkah?”

Meskipun itu adalah ajakan yang seharusnya membuatku bahagia, aku jadi panik karena perubahan yang terlalu cepat.

Ya. Kemarin aku minum-minum dengan manajer toko dan dia bilang 'Aku merasa kalau kamu sering menemaniku baru-baru ini, jadi kamu boleh pulang lebih awal besok.'.”

“Ja-Jadi begitu ya ...”

Sambil mengangguk, aku merasa lega karena dia tidak pergi minum bersama manajer wilayahnya. Karena manajer tokonya adalah seorang wanita.

“... Lalu, aku menantikan untuk bertemu besok malam!”

Setelah memutuskan tempat bertemu, Luna berbicara dengan suara ceria.

“Ya, aku juga menantikannya.”

Setelah memutuskan panggilan telepon, hatiku berdebar-debar.

 

Di benakku terlintas pemikiran, apakah Sekiya-san sudah menghubungi Yamana-san atau belum.

 

◇◇◇◇

 

Tepat sebelum pukul 7 malam, aku bertemu dengan Luna di depan Stasiun Shinjuku.

“Ryuuto~!”

Setelah lama tidak bertemu, Luna masih terlihat cantik seperti biasa. Aku tidak bisa mengatakan persis apa yang berbeda, tapi aku merasa kalau dia semakin cantik.

Sebenarnya, sejak dia bekerja di industri fashion, aku merasa Luna menjadi semakin modis. Ini adalah kesan yang bisa aku katakan dengan percaya diri karena Yamana-san dan Tanikita-san juga mengatakan hal yang sama ketika kami masih di SMA.

“Ayo pergi, aku sudah memesan restoran.”

“Oh, begitu ya... terima kasih, maaf.”

“Enggak apa-apa kok, aku melakukannya karena aku terlalu senang!”

Luna berkata sambil merapat kepadaku untuk menghindari kerumunan orang. Tangannya melingkar lembut di jari tangan kiriku dan meremasnya erat-erat.

Hangatnya.

Aku bisa merasakan kulit Luna.

Aku benar-benar mencintainya, detak jantungku berpacu semakin cepat. Aku benar-benar merasa aneh karena kami tidak pernah bertemu dalam waktu yang lama.

Meskipun bertahun-tahun telah berlalu, aku masih mencintai Luna.

 

Restoran yang dipesan Luna memberikan kesan dewasa dengan suasana bar anggur. Botol-botol di rak anggur transparan yang terpasang di sepanjang dinding menciptakan suasana yang mewah dan elegan.

Kami dipandu menuju ruang pribadi di ujung belakang restoran. Ada dua sofa untuk dua orang di seberang meja dan pintu geser yang menutup, sehingga ruangan benar-benar pribadi.

“Ada kamar pribadi tersedia jadi aku memesannya. Mungkin karena ada pembatalan? Aku memesannya secara online di kereta pagi ini.”

“Begitu rupanya. Terima kasih.”

Aku duduk gelisah di sofa mewah sambil menatap menu bersama setelah pelayan pergi.

“Manajer toko sering membawaku ke restoran ini. Hidangan gurita yang diasinkan di sini sangat enak dan aku ingin kamu mencobanya juga. Kamu suka gurita, kan?”

“Ya, aku ingin mencobanya.”

“Dan juga, jamur panggangnya luar biasa, loh! Ukurannya besar dan mirip dengan jamur shitake. Ketika aku pertama kali mencobanya, aku sangat kegirangam!”

“Hee, kelihatannya memang enak.”

Karena kami sudah lama bersama, Luna tahu betul selera makananku.

“Jadi, bolehkah aku memesan hidangan yang direkomendasikan?”

“Ya.”

“Untuk minumannya...”

Luna membuka halaman minuman ringan, jadi aku membuka halaman minuman beralkohol.

“Kamu boleh minum alcohol, kok. Jangan khawatirkan aku.”

“Oh, enggak apa-apa, kok. Ayo bersulang dengan anggur non-alkohol!”

Luna menutup menu sambil tersenyum dan menekan tombol untuk memanggil pelayan.

“Aku selalu mabuk dengan minuman, jadi hari ini aku ingin mencicipi makanannya.”

Kupikir dia sedang menyesuaikan diri denganku, tetapi dia tersenyum dengan ramah dan tetap sopan. Dia tetap bertingkah lembut dan baik hati.

Namun, ada sedikit kekhawatiran yang tersisa dalam pikiranku, meskipun aku berada di sampingnya.

 

 

Setiap hidangan yang dipesan Luna sesuai dengan seleraku dan semua rasanya sangat lezat.

Setelah memuaskan rasa laparku, aku mulai merasa gugup dan melihat-lihat ruangan pribadi tempat kami duduk.

Interior didominasi oleh warna hitam dan putih yang sederhana tetapi memberikan kesan menenangkan. Pada bagian dinding, terdapat lukisan modern yang agak geometris.

Membayangkan Luna makan dengan pria lain di tempat dengan suasana yang begitu menyenangkan..... Pikiranku menjadi kacau.

“….Apa kamu selalu mendapatkan ruangan pribadi ketika bertemu dengan manajer wilayah?”

Ketika aku bertanya dengan ragu-ragu, Luna menggelengkan kepala dengan ringan.

“Tidak, ia hanya mengajakku secara spontan. Kami tidak pernah memesan terlebih dahulu. Ia akan menelepon restoran di menit-menit terakhir untuk memesan tempat. Ruangan pribadi biasanya tidak tersedia jika kamu tidak memesannya terlebih dahulu.”

“Begitu ya.”

Aku merasa sedikit lega.

“Ketika aku pergi ke toilet, aku melihat ruangan pribadi dan berpikir 'aku ingin pergi ke sini bersama Ryuuto'.”

Setelah mengatakan itu, Luna memandangku sambil tersenyum menggoda.

“Jangan-jangan Ryuuto, kamu cemburu dengan manajer wilayah, ya?”

“Ti-Tidak, enggak juga...”

Aku merasa tertangkap basah dan tidak bisa mengelak. Luna langsung tertawa ketika melihat reaksiku yang seperti itu.

“Jangan khawatir, ia hanya paman yang ceria. Dia memiliki istri yang sangat cantik dan putri yang sangat lucu."

“….Tapi, meski begitu, kemungkinan berselingkuh masih tetap ada, bukan….?”

Saat aku mengatakan itu, wajah Luna menjadi gelap sejenak.

“…Yah, memang, sih.”

“Ahh ...”

Aku mengingat ada kasus perselingkuhan selebriti dan mengatakan itu, tetapi aku mulai teringat kalau ayah Luna yang melakukan hal yang sama dan menjadi panik.

“Tidak, maksudku, bukan berarti aku mencurigaimu berselingkuh dengannya. Aku hanya berharap kamu tidak mengalami pelecehan seksual atau hal-hal buruk lainnya...”

Aku mencoba memperbaiki situasi dengan ucapanku, dan Luna mengangkat wajahnya dan tersenyum lagi.

“Begitu ya. Terima kasih. ... Kamu selalu sangat baik ya, Ryuuto.”

Setelah bergumam begitu, dia tersenyum untuk meyakinkanku.

“Tapi, aku beneran baik-baik saja kok. Bukan hanya aku saja, tetapi ia sering memanggil banyak orang termasuk manajer toko dan wakil manajer wilayah lain. Kalau ia benar-benar seperti pria c*bul, pasti akan menjadi masalah di perusahaan, bukan?”

“Memang benar...”

Perusahaan tampaknya menjadi tempat lebih ketat daripada yang aku bayangkan. Aku merasa sedikit malu, tetapi masih ada keraguan yang tersisa.

“Ta-Tapi, kamu sendiri pernah bilang kan Luna? 'Ia mencoba mencari perasaanku' atau sesuatu seperti itu ...”

“Ahh, cerita itu ya ...”

Seolah-olah teringat sesuatu, Luna mengatakan dengan serius.

“Sebenarnya ...”

Ketika Luna mencoba untuk memulai pembicaraannya dengan suara yang sedikit kaku, suara bergetar bergema di ruangan pribadi yang tenang. Luna mencari tasnya dan menemukan ponselnya yang sedang menyala dan bergetar.

“Ahh, ini dari nenekku. Kira-kira ada apa ya? Tumben sekali dia menelepon di jam segini ...”

Luna memandang layar ponselnya dan mengeluh.

“Jawab saja. Mungkin ada keperluan darurat.”

“Ya ...”

Setelah melihat ke arah pintu sebentar, Luna menekan tombol telepon. Mungkin Luna memutuskan untuk menerima panggilan karena kami berada di ruangan pribadi.

“…. Halo, ada apa, Nek?”

Luna berbicara dengan suara kecil yang sopan.

“Luna-chan, apa kau tahu letak makanan bayinya?”

Mungkin karena dia biasanya berbicara dengan jelas, suara nenek dari telepon terdengar jelas bahkan di telingaku tanpa harus memperhatikan dengan saksama.

“Karena Misuzu-san pergi ke apotek yang agak jauh, jadi dia memintaku untuk menjaga Haruna-chan dan Haruka-chan, tapi mereka tiba-tiba mulai menangis. Aku sedikit kesulitan karena mereka mungkin merasa lapar. Misuzu-san tidak mengatakan apa-apa tentang ini.”

“Aku merasa mereka mungkin tidak merasa lapar, Nek.”

Luna menjawab sambil menjaga ketenangannya.

“Misuzu-chan memberi mereka makan pada waktu yang tepat. Sekarang mereka mungkin hanya ingin tidur. Bisakah Nenek memeluk mereka?”

“Eh? Memeluk mereka? Keduanya?”

“Ya, dua-duanya.”

“Itu sih mustahil... Aku tidak bisa mengangkat mereka berdua sendirian. Nanti aku bakalan sakit pinggang.”

“Nenek bisa melakukannya jika duduk di sofa dan memegangnya di masing-masing tangan. Jika nenek menepuk-nepuk pelan dada atau perut mereka, mereka akan merasa tenang dan berhenti menangis.”

“Meskipun kamu bilang begitu, aku bukan Mama atau Luna-chan...”

Neneknya berkata dengan lemah.

“Nee, Luna-chan, apa kamu akan terlambat lagi hari ini?”

Luna melirik ke arahku sebentar, lalu menjawab dengan ekspresi tegas,

“Ya, maafkan aku. Aku punya urusan penting hari ini. Aku akan pulang sebelum terlalu malam dan Misuzu-chan pasti akan kembali segera jika dia sudah membeli obatnya.”

“Aku benar-benar kerepotan. Aku merasa tidak nyaman jika hanya sendirian, apalagi mereka adalah anak kembar... anak-anak pasti merasa tidak nyaman jika tidak bersama ibunya, bukan?”

“Jika begitu, aku juga bukan ibu mereka dan pada awalnya aku juga merasa khawatir. Tapi tidak apa-apa. Nenek juga bagian dari keluarga.”

Luna menenangkan Neneknya dengan senyum lembut.

“Mungkin anak-anak menyukai orang yang selalu ada di sisinya dan selalu menyenangkan mereka tanpa syarat. Jadi, aku pikir meskipun bukan orang yang melahirkan mereka, seseorang bisa menjadi pengganti ibu mereka.”

Ketika aku melihat senyum tenang Luna saat berkata demikian, aku menyadari betapa besar rasa sayangnya kepada adik-adiknya.

Demi membantu Misuzu-san... itu mungkin alasan awalnya. Tapi itu bukan hanya karena kewajiban.

Luna menyayangi adik-adiknya.

Oleh karena itu, dia masih bisa berjuang bahkan ketika dia lelah dari pekerjaannya. Dan aku mengerti betapa penting peran yang dia mainkan di keluarga Shirakawa saat bicara dengan neneknya melalui telepon.

Nenek terus mengeluh setelah itu, tetapi tiba-tiba memutuskan panggilan dengan ringan.

“Ah, Misuzu-chan sudah pulang. Syukurlah.”

Beliau lalu mendadak memutuskan panggilan.

“Nenek sebenarnya tidak terlalu suka anak-anak, padahal dia membesarkan dua anaknya sendiri.”

Setelah telepon tiba-tiba berakhir, Luna mengeluh.

Namun, segera setelah itu, ponselnya berdering lagi dengan panggilan masuk.

“Duhh, sekarang ada apa lagi, Nek?”

Luna menjawab telepon tanpa memeriksa siapa yang menelepon.

“Maafkan aku, Luna-chan! Bisakah aku meminta pertolonganmu?”

Suara seorang wanita muda terdengar dari ujung lain telepon. Dia sangat panik sehingga dia bahkan tidak memperhatikan bahwa Luna memanggil neneknya tadi.

“Eh, Ma-Manajer?!”

Luna berseru kaget dan menjauhkan ponselnya dari telinganya untuk memeriksa siapa yang menelepon.

“Apa yang telah terjadi?”

“Mengenai display manekin dengan sentuhan bunga sakura bukanlah lusa, melainkan besok! Setelah Luna-chan pergi tadi, aku menyadarinya saat mendapat telepon dari kantor pusat. Kanna-chan juga membantuku sampai toko tutup, tapi aku tidak bisa membuat pekerja paruh waktu bekerja lembur, jadi aku menyuruhnya pulang...”

Sepertinya itu panggilan kerja.

“Aku berpikir untuk mempercayakan Luna-chan dengan koordinasi manekin di pintu masuk karena kamu mempunyai selera yang bagus, tapi… jika kamu ada di dekat sini, maukah kamu kembali? Ini permintaanku dalam seumur hidup! Aku akan mentraktirmu apa saja nanti!”

Luna terdiam dan melihat ke arah meja, tetapi akhirnya dia menutup matanya dan mengambil nafas dalam-dalam.

“....Baiklah. Kebetulan Aku masih di Shinjuku, jadi aku akan pergi sekarang.”

Sambil membuka matanya dan melihat ke pintu, Luna mengatakan itu dengan suara yang tegas.

“Serius!? Terima kasih banyak! Aku sangat menyesal karena kesalahanku sendiri dan sangat berterima kasih padamu, Luna-chan!”

Manajer toko itu terus meminta maaf sampai akhir panggilan dan sangat berterima kasih pada Luna.

“......”

Setelah panggilan berakhir, Luna menatap layar ponselnya dengan ekspresi rumit menghiasi wajahnya sejenak.

“.... Maaf, Ryuuto. Sepertinya ada masalah di pekerjaan, jadi aku harus kembali ke toko.”

“Ya.”

Entah bagaimana aku sepenuhnya memahami keadaannya, jadi aku mengangguk dalam-dalam.

“Itu pasti sulit. Kamu boleh pergi dan hati-hati di jalan.”

Luna tersenyum kepadaku dengan ekspresi penyesalan.

“Maaf ya. Aku berpikir kita bisa berkencan santai malam ini.”

Setelah mengatakan itu, dia mengenakan jaketnya dan bersiap-siap untuk pergi.

“Karena sayang kalau tidak dimakan, tolong habiskan makanan ini. Aku akan mengurus tagihannya.”

“Eh, tidak usah, aku akan membayar juga......”

“Tidak. Habisnya hari ini adalah hari istimewa, bukan?”

Usai mengucapkan itu, Luna memberikan tas kecil yang ada di samping tasnya.

“Ini, cokelat dariku.”

Itu adalah tas kertas dengan logo merek cokelat mewah yang terkenal.

“Terima kasih.....”

Luna tersenyum padaku dengan lembut saat aku menerima tas pemberiannya.

“Aku juga ingin berterima kasih padamu, Ryuuto. Karena kamu terus berada di sisiku, jadi aku bisa berjuang keras.”

Itu adalah senyum lembut yang penuh dengan kedekatan dan ketulusan.

Senyum indah yang lebih dewasa daripada saat aku jatuh cinta padanya dan masih merindukannya hingga saat ini.

Saat aku melepas pandanganku dari Luna yang pergi, aku duduk sendirian di ruangan pribadi dan memeriksa isi tas.

Di dalamnya terdapat kotak cokelat mewah seukuran telapak tangan dan kartu ucapan kecil.

 

Terima kasih sudah selalu mendukungku.

Aku mencintaimu, Ryuuto

Aku ingin bisa bersamamu setiap hari secepat mungkin

Luna

 

“...Ayo kita menikah.”

Setelah membaca kartu itu, aku terdiam sejenak dan kemudian bergumam dengan hati yang membara.

 

◇◇◇◇

 

Entah itu d tempat kerja maupun di rumahnya, keberadaan Luna diperlukan dan diandalkan oleh orang-orang di sekitarnya dan berhasil memenuhi tugasnya dengan baik.

Sebagai pacar dari gadis seperti itu, aku juga harus melangkah maju dan melakukan tugasku sendiri.

Aku bekerja paruh waktu di departemen editorial tiga kali dalam seminggu. Karena jadwal pekerjaan paruh waktu di sekolah bimbel sedang kosong, aku menambahkan pekerjaan editorial di hari-hari yang sebelumnya diisi dengan siswa yang akan mengikuti ujian masuk universitas.

Ngomong-ngomong, Kurose-san bekerja empat kali seminggu dan selalu ada di sana pada hari ketika aku bekerja.

“Haa~..."

Dia bekerja sambil mengeluh. Waktu menunjukkan kalau sekarang sudah pukul delapan malam.

“Setelah pengoreksian, aku benar-benar tidak menyukainya karena harus membereskan ini.”

Sambil mengatakan itu, dia diam-diam memilah dokumen yang berserakan di meja karyawan.

Sebuah istilah yang aku pelajari baru-baru ini, pengoreksian adalah proses mengonfirmasi isi sebuah majalah dan mengirimkannya ke proses percetakan. Dengan kata lain, semua naskah yang akan dipublikasikan harus diserahkan dalam bentuk yang lengkap dengan perbaikan detail kecil, sehingga periode sebelum “pengoreksian” adalah waktu paling sibuk di departemen editorial.

Departemen editorial ini menerbitkan majalah manga untuk remaja setiap bulan yang bernama [Crown Magazine]. Ketika tenggat waktu pengoreksian semakin dekat, suasana di kantor menjadi tegang dan jumlah editor yang terlihat seperti zombie meningkat karena mereka bekerja hingga lewat tengah malam.

Sejumlah besar sampel keluaran yang disebut “Cetak coba” dihasilkan dalam proses..... Sederhananya, ini seperti halaman yang setengah jadi. Tugas kami sebagai karyawan paruh waktu adalah membersihkan cetak coba besar yang disebar oleh editor yang sedang bekerja keras untuk persiapan tugas normal besok.

Namun, tugas tersebut belum selesai. Kami benar-benar lembur. Meskipun begitu, sepertinya kami akan menerima gaji lembur.

Majalah Crown... umumnya dikenal sebagai “Kuramaga”, diposisikan dalam industri sebagai majalah manga yang paling dikenal pecinta manga. Aku hanya pernah mendengar namanya sebelumnya, tetapi saat aku melihat daftar isi, aku menyadari bahwa majalah ini memiliki konsep yang cukup luas, dengan penulis manga terkenal yang menulis karya-karya yang berbeda dari karya-karya sebelumnya yang membuat fenomena sosial, serta manga remaja dengan konsep unik yang sulit ditemukan di majalah manga lain. Sedangkan di sisi lain, ada juga karya-karya “moe” yang sepenuhnya mengikuti tren masa kini.

Sedangkan redaksi editorial seperti itu, luas gedung kantornya hanya setengah lantai dari lantai lima dan tidak terlalu luas. Ukurannya mungkin sekitar dua atau tiga kelas sekolah. Ada lebih dari sepuluh editor, kecuali pejabat seperti kepala editor, tetapi ada juga orang yang bekerja dari rumah, jadi aku belum bertemu semua orang.

Dan sekarang, tidak ada siapa-siapa di sana. Di dalam ruangan luas semacam itu, hanya ada aku dan Kurose-san saja.

“Kashima-kun, butuh berapa lama lagi untuk menyelesaikannya?”

“Hmm… Yah, karena sebagian besar sudah cukup rapi, jadi mungkin sekitar satu jam lagi ...”

“Kurasa aku juga membutuhkan waktu sekitar itu. Fiuhh ... Beres-beres tuh benar-benar tidak menyenangkan. Tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kreatif sama sekali. Jadi wajar saja ada banyak pekerja paruh waktu yang keluar.”

Untuk menghemat listrik, lampu neon di langit-langit yang terbagi menjadi tiga sakelar hanya menyala tepat di atas kami.

“Di luar sudah cukup gelap ... Lah, malahan sudah turun hujan.”

Tanpa sengaja menghentikan tangannya, Kurose-san membalikkan kepalanya ke arah jendela dan mengoceh.

“Lah, iya, ya.”

“Kashima-kun, apa kamu membawa payung?”

“Tidak ...”

Kami sekarang sedang bekerja berdampingan. Kurose-san membereskan naskah ketua editor dan aku membereskan naskah wakil editor. Karena kami membelakangi jendela, kami tidak menyadari perubahan cuaca yang tiba-tiba. Mungkin suara hujan tidak terdengar karena ruangan yang kedap suara.

“Memangnya ramalan cuaca mengatakan kalau hari ini akan turun hujan?”

“Tidak, aku tidak terlalu memperhatikan karena hari ini cerah ...”

Saat kami berbicara tentang itu, kilatan cahaya muncul di sudut pandangan kami dari luar jendela yang gelap.

Beberapa detik kemudian, suara guntur yang mengguncang terdengar keras.

“Kyaa!”

Kurose-san menjerit sambil menutup telinganya.

“Petir, ya. Tumben-tumbennya ada petir di musim ini…..”

 Berbicara masalah petir, kupikir itu selalu dikaitkan dengan musim panas.

“... Mungkin petir musim semi? Karena cuacanya jadi sedikit lebih hangat baru-baru ini.”

“Petir musim semi?”

“Petir di musim semi. Ini adalah kata musim dalam haiku yang mengekspresikan kedatangan musim semi.”

Dengan mengatakan itu dengan santai, Kurose-san melanjutkan pekerjaannya.

Dia benar-benar terdengar seperti mahasiswa sastra Jepang.

Dia selalu memiliki atmosfer yang cerdas, tetapi kecerdasannya tampaknya semakin dipoles sejak dia masuk universitas.

Namun, ketenangannya itu hancur oleh guntur berikutnya.

“Kyaa!”

Dia meninggalkan tugasnya dan mendekati jendela untuk melihat ke luar melalui celah tirai.

“Apa-apaan sih itu... Bukannya tadi itu lumayan dekat?”

“Mungkin...”

Aku juga menghentikan tanganku sejenak dan berdiri di samping Kurose-san untuk melihat keluar dari jendela.

“Kyaa!”

Hampir bersamaan dengan kilatan cahaya, suara petir yang membuatnya gemetar terdengar.

“Sepertinya sangat dekat sekali ...”

Lalu pada saat itu…

 

Semua lampu di dalam ruangan tiba-tiba padam.

 

“Eh, apaan!?”

Kurose-san berteriak dengan ketakutan.

Kemudian, ada petir menyambar di luar.

“Kyaaa!”

Tubuhku mendadak menerima guncangan keras.

Ketika aku menyadari bahwa dia sedang memelukku, aku bisa mencium aroma wangi yang lembut.

“K-Kurose-san ... !?”

Aku mencoba melepaskan diri dengan panik, tetapi tubuhnya yang memelukku terlihat gemetaran.

“Pemadaman listrik ...? Enggak mau, enggak mau, aku takut gelap ...”

Suara kecil yang keluar dari mulutnya terdengar lemah.

Pada saat itu, aku menyadari sesuatu.

Pada saat berada di kelas 2 SMA, Kurose-san menjadi korban percobaan pelecehan s*ksual oleh orang tak dikenal di kuil gelap tanpa penerangan cahaya. Mungkin dia juga gemetaran seperti ini setelah penyerangan itu.

“…………”

Aku tidak bisa menjauhkannya pergi dari dadaku.

Pada saat aku merasa pasrah dan menatap langit-langit yang gelap…

“…Ahh.”

Lampu neon berkedip dan lampu menyala kembali. Tampaknya pemadaman listrik akibat sambaran petir ini hanya bersifat sementara, mungkin karena pasokan daya cadangan berhasil diaktifkan.

“... Jadi, listriknya sudah menyala. Syukurlah...”

Aku berhati-hati memanggil Kurose-san, yang masih bersandar di dadaku dan gemetaran.

“…………”

Kurose-san masih tidak bergerak untuk beberapa saat.

“... benar juga.”

Setelah mengambil beberapa napas dalam-dalam, bahunya naik turun, lalu dia bergumam begitu.

Dan kemudian, dia melepaskan tangannya dengan lembut dari dadaku dan mundur tiga langkah.

“... Maafkan aku. Ayo kita selesaikan pekerjaan dengan cepat.”

Seolah-olah tidak terjadi apa-apa, Kurose-san mengatakan itu sembari tersenyum canggung.

 

Ketika kami menyelesaikan pekerjaan dan melangkah keluar dari kantor, hujan sudah berhenti.

Karena aku terlalu lapar, jadi aku menerima undangan Kurose-san dan pergi ke bar yang pernah kami kunjungi sebelumnya.

“... Kashima-kun, aku tuh...”

Setelah menyelesaikan gelas bir segar pertama, Kurose-san mulai berbicara.

“Aku takut pada laki-laki.”

Ketika aku menatapnya dengan rasa penasaran tentang apa yang dia maksud, dan Kurose-san menundukkan matanya.

“Hanya dengan melihat pria yang tidak dikenal melewati jalan di malam hari, aku merasa seperti jantungku dipegang erat ... aneh sekali, ‘kan?”

“... Apa itu karena kejadian pelecehan s*ksual di kuil dulu?”

Aku bertanya dengan ragu-ragu, dan Kurose-san melirikku sebentar sebelum menjawab.

“Ya. Mungkin setelah itu.”

Dia berkata sambil menundukkan kepalanya lagi.

“Ketika aku masih di tahun pertama kuliah, aku pernah bekerja paruh waktu di kafe yang modis.”

Sambil masih menunduk, dia terus melanjutkan.

“Mungkin hanya kebetulan, tetapi ada banyak orang yang ekstrovert di sana, dan semua anak laki-laki dengan mudah menyentuh tubuh wanita. Aku merasa takut dan berhenti setelah dua minggu.”

Aku benar-benar bisa mengerti mengapa dia berhenti ... rasanya seperti orang-orang semacam itu merupakan jenis manusia yang benar-benar berbeda.

“Orang-orang di departemen editorial banyak orang yang jantan. Mungkin hanya karena aku adalah orang yang pemalu, tetapi tempat tersebut cocok untukku.”

Dia berkata dengan nada bercanda dan tertawa sendiri dengan penuh penghinaan diri.

“... Ketika pemadaman listrik tadi, aku sangat terkejut. Ternyata aku masih ... tidak takut pada Kashima-kun, aku bahkan bisa memelukmu sendiri.”

Kurose-san berkata dengan senyum rumit yang masih menyisakan rasa malu diri.

"............"

Aku masih mengingat sensasi lembut dan aroma wanginya ketika dia memelukku tadi. Aku bahkan ingat apa yang terjadi di gudang olahraga saat SMA dan aku merasa terguncang dan pipiku memerah.

“... Uhmm, aku ...”

Dengan suara gemetar, aku membuka mulutku.

“Setelah wisuda dari universitas, aku berencana untuk menikahi Luna.”

Aku sendiri bahkan tidak tahu mengapa aku mengatakan hal itu, bahkan tanpa membicarakannya lebih dulu dengan Luna. Namu, kupikir aku harus melakukan sesuatu untuk menangkal perasaan yang masih dimiliki Kurose-san kepadaku.

“... Benarkah? Selamat ya.”

Kurose-san menatapku dengan tatapan menengadah, lalu mengangkat sudut mulutnya.

“Fufu.”

Kurose-san menundukkan kepalanya sendiri dan tertawa sendiri, tapi aku tidak tahu apanya yang lucu.

“…. Sedari dulu, aku tidak tahu di mana aku harus menaruh perasaanku terhadap Kashima-kun. Tapi, begitu rupanya...... maka Kashima-kun akan menjadi 'Onii-chan'-ku, iya ‘kan?”

Kurose-san memicingkan matanya sedikit dan menatap sudut meja.

“Mungkin aku harus memperlakukanmu seperti itu.”

Dia tertawa sendiri seolah-olah sudah menyelesaikan masalah dan kemudian menatapku.

“....Hei, 'Onii-chan'?”

Karena dia tersenyum nakal padaku, jadi aku lumayan terkejut. Dia mengalihkan pandangannya dariku dan berbicara dengan tenang.

“..... meskipun ini bertentangan dengan apa yang aku katakan tadi. Aku memang takut pada pria, tapi aku juga tertarik pada pria. Aku merasa itu aneh.”

Setelah mengatakan itu, dia menatap kosong ke arah jauh di dalam bar yang penuh dengan keramaian pengunjung lain.

“Orang yang dengan tinggi badannya lebih tinggi dariku, lebar bahu yang besar, tangan yang besar...... itu menakutkan, tapi aku juga ingin merasakan itu. Aku ingin ada laki-laki yang takkan melukai atau menyakitiku, ia akan melindungiku...”

Setelah itu, dia menundukkan kepalanya dan tersenyum malu-malu.

“Ketika aku menyentuh Kashima-kun tadi...... aku teringat perasaan seperti itu yang selama ini tertidur di dalam diriku.”

“……”

Aku menjadi merasa gelisah lagi, tetapi pada saat itu bir segar kedua Kurose-san sudah tiba.

Kurose-san memegang gelas besar itu dan mulai minum dengan cepat.

“....Ahh~. Aku penasaran di mana aku bisa menemukan orang yang tulus seperti Kashima-kun?”

Dia melepaskan gelas dari mulutnya dan berkata dengan nada sedih.

“Ku-Kupikir ada banyak orang seperti itu. Misalnya Icchi dan Nisshi, mereka tidak pernah melakukan kontak tubuh yang tidak pantas atau berselingkuh....”

Aku mencoba menenangkannya, tetapi Kurose-san mengernyitkan kening.

“Nishina-kun sudah menyukai Nikoru-chan sejak dulu, dan jika aku mencoba melakukan sesuatu pada Ijichi-kun, aku pasti akan dibunuh oleh Akari-chan. Coba sebutkan cowok yang lain, dong.”

“Eh...”

“Memangnya kamu tidak punya teman di perguruan tinggi? Bisakah kamu memperkenalkanku? Aku juga ingin mencoba jatuh cinta sekarang.”

“Ehh?”

Rasanya terlalu merepotkan untuk melanjutkan topik ini, jadi aku mencoba mengubah topik pembicaraan.

“Oh ya, ngomong-ngomong, apa kamu melihat fitur khusus majalah Kuramaga bulan ini? Aku melihatnya saat coba cetak tadi....”

“Eh, apa? Apa?”

Begitulah caraku keluar dari topik merepotkan untuk sementara waktu.

 

Tiga puluh menit kemudian.

“Hei~~~ Kashima-kun~~! Kenalin aku sama cowok, donggg~~~ co-wo-k!”

Kurose-san sudah sangat mabuk.

Dia membanting meja dengan gelas bir kosong yang dipegangnya.

Pipinya terlihat merah dan matanya tidak fokus.

“Ku-Kurose-san... ini memalukan, jadi jangan berisik...”

Apanya yang peminum kuat?!! Bukannya kamu sudah sangat mabuk!

Memang benar, dia sudah minum lebih cepat dari sebelumnya dan ini sudah gelas kelima atau yang ke enam.

“Nee~~, kamu denger enggak, sih~!? Itu sih karena Kashima-kun tidak membalasku, tau~~~!?”

“Ap-Apa…”

“Makanya aku bilang, kenalin aku sama cowok~~! Setidaknya pasti ada, iya ‘kan~~!? Pasti ada satu orang yang tidak memiliki pacar atau orang yang disukainya!”

“Me-Memang ada sih, tapi...”

Orang yang terlintas di benakku tentu saja adalah Kujibayashi-kun. Tidak ada yang lain.

“Kalau gitu, cepat hubungi orang itu sekarang~~!”

“Eng-Enggak, mungkin ia bukan tipe seperti itu...”

“Cepat hubungi saja dulu dong~~! Onii-cha~~n!”

“I-Iya deh…!”

Pada akhirnya, aku menyetujuinya karena khawatir dengan tatapan orang-orang di sekitar kami.

Aku mengeluarkan ponselku dan membuka aplikasi untuk mengirim pesan.

 

Adik kembar pacarku memintaku untuk memperkenalkan cowok yang sedang mencari pacar, apa kamu bisa bertemu dengannya?

Dia sedang mabuk dan sangat ngotot kepadaku. Kamu bisa menganggapnya kalau kamu sedang membantuku, tolong!

 

Kujibayashi-kun segera membalas pesan”.

 

Tidak masalah. Kapan dia bisa?

 

Aku sudah terbiasa dengan gayanya yang santai dalam menulis pesan, walaupun itu masih sedikit aneh.

Maksudku, ia selalu menghindari percakapan tentang cinta dan tidak tertarik pada hubungan asmara. Tapi ia mau bertemu dengan orang yang direkomendasikan olehku. Ia terlihat antusias dan itu sedikit mengejutkanku.

“.... Ia berkata 'tidak masalah'.”

Kurose-san yang mabuk itu terlihat senang mendengarnya.

“Benarkah~~? Horeeee~~~!”

Kemudian, dia memanggil pelayan yang lewat sembari memegang gelas bir yang kosong.

“Mari kita bersulang untuk merayakannya~~! Mbak pelayan~~ aku nambah satu gelas lagi~!”

“Dia tidak membutuhkannya, maaf. Sebagai gantinya, aku minta air minum saja.”

Aku bertekad untuk tidak membiarkan Kurose-san minum lagi sampai dia mabuk.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, berkat mediasiku, Kurose-san dan Kujibayashi-kun bertemu segera keesokan harinya. Namun...

 

“Hei, Kashima-kun. Apa-apaan sih dengan cowok itu? Apa kamu mencoba membalas dendam padaku karena sudah melecehkan Luna saat di kelas 2 dulu?”

Keesokan harinya, saat bertemu di departemen editorial, Kurose-san mendekatiku dengan wajah yang menakutkan.

“Ap-Apa maksudmu?”

“Cowok itu membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan Mori Ogai selama dua jam dan pulang begitu saja. Ia bahakan tidak pernah menatapku sekalipun.”

“Ehh...”

Apa-apaan itu... Aku pun tercengang. Aku berpikir bahwa mungkin kencan mereka tidak berhasil karena meskipun aku mengiriminya pesan, tapi aku tidak mendapat balasan dari Kujibayashi-kun.

“Ah, ahh~…mungkin karena ia mengambil jurusan Sastra Jepang...”

Kurose-san semakin marah karena upayaku untuk membela Kujibayashi-kun.

“Aku juga mengambil jurusan yang sama kali!”

“It-Iitu sih karena ia belum pernah berkencan dengan lawan jenis….”

“Aku juga sama kali?”

Kerutan di antara alis Kurose-san semakin dalam.

“Tapi bahkan aku yang bukan mahasiswa S-rank mengerti bahwa topik yang harus dipilih saat bertemu dengan orang asing bukanlah topik yang berkaitan dengan bidang studimu, tau!”

“...”

Ketika aku tidak bisa membantahnya, Kurose-san menundukkan kepalanya dengan ekspresi terluka.

“Jika aku bukan tipenya, maka katakanlah itu dengan jelas."

“Tidak, bukannya begitu...”

Aku membuka mulutku untuk menjawab.

“Mana ada cowok di dunia yang tidak tertarik dengan gadis yang seperti Kurose-san. Aku bisa menjaminnya.”

Usai mendengar itu, Kurose-san diam sejenak. Kemudian, pipinya sedikit memerah dan berkata dengan suara lemah.

“Terima kasih...”

Sementara dia lengah, aku mencoba untuk melanjutkan pembelaanku.

“Kupikir ia tidak bermaksud jahat. Dia tidak terlihat seperti orang jahat, ‘kan?”

“Mungkin benar sih, tapi...”

Namun, Kurose-san masih tidak puas dan berbicara dengan suara cemberut.

“Aku serius, tau. Aku ingin benar-benar jatuh cinta. Aku berharap bisa bertemu dengan orang yang tepat melalui teman Kashima-kun... Aku tidak terlalu pandai dengan pria, tapi aku ingin menghadapinya dengan benar sebagai target romantis.”

Dengan ekspresi kesepian yang hampir terlihat di wajahnya, dia menghela nafas pelan.

“Ini adalah kekecewaan yang besar.”

“...”

Aku bahkan tidak yakin apakah Kujibayashi-kun adalah orang yang tepat untuk diperkenalkan, tapi karena aku sudah memperkenalkannya, aku merasa bersalah dan tidak tahu harus berkata apa.

“Jadi, cowok seperti apa berikutnya?”

“Hah?”

Saat dia berkata dengan nada santai, aku mengangkat wajahku.

“Kamu akan memperkenalkannya lagi, ‘kan? Mana mungkin kamu cuma punya satu teman setelah dua tahun di perguruan tinggi, ‘kan?”

Meskipun dia terlihat sedikit sombong, Kurose-san tetap menjadi gadis cantik yang menawan.

“Lain kali, kenalin aku dengan cowok yang baik, ya? 'Onii-chan'?”

Dengan tatapan manis yang menggemaskan, aku tidak bisa langsung menolaknya.

 

◇◇◇◇

 

Tidak ada perkenalan selanjutnya.

Satu-satunya teman cowok yang aku miliki adalah Kujibayashi-kun.

 

“Tu-Tunggu sebentar, Kujibayashi-kun!?”

Pada minggu berikutnya, di kantin kampus tempat kami biasa bertemu untuk makan siang, aku mendekati Kujibayashi-kun yang duduk lebih dulu, dan

“Apa benar kalau kamu cuma berbicara tentang Mori Ogai dengan Kurose-san selama dua jam dan kemudian pergi begitu saja!?”

“Betul sekali.”

Kujibayashi-kun mengangguk dengan ekspresi tenang ketika menikmati hidangan kari daging.

“Ini adalah kencan pertamamu dengan seorang gadis, tau? Apa kamu menyadarinya.”

“Aku sangat menyadarinya.”

Kujibayashi-kun mengangguk lagi dan membuka mulutnya.

“Ketika aku bertemu dengannya, aku semakin yakin. 'Mana mungkin betina seimut ini akan menjadi pacarku.'”

“... Memangnya itu judul novel ringan?”

Karena Kujibayashi-kun menguasai sastra Jepang kuno dan modern, sehingga secara alami ia memahami sastra otaku juga.

“Ku-Kurasa itu tidak benar sama sekali. Kujibayashi-kun juga keren ... Dan juga, bisakah kamu berhenti memanggilnya 'Betina'? Kita sama-sama manusia, tau ...”

“Tidak bisa. Memangnya dikau bisa membayangkan bahwa Youkai Perjaka yang menyedihkan seperti diriku dan gadis cantik yang gemerlap seperti dirinya adalah jenis manusia yang sama?”

“Menurutku ... Kujibayashi-kun bukanlah Youkai ...”

Penghinaan diri Kujibayashi-kun terkadang memang lucu, tetapi hari ini aku harus memberinya saran yang serius.

“Dan selain itu, jika kamu mengatakan hal semacam itu, bahkan aku ...”

Aku berhenti sebelum menyelesaikan kalimatku. Kemudian, mata Kujibayashi-kun berkilau tajam.

“Hmm? Dikau ini bicara apa? Dikau adalah pria super normies yang menghabiskan semua waktu siang dan malam bergulat di ranjang dengan pacar yang Dikau cintai, ‘kan?”

“Si-Siang dan malam ...? Bergulat di ranjang...?”

Aku tidak tahu mana yang harus diperbaiki, tetapi ternyata begitulah gambaran Kujibayashi-kun ketika melihatku.

“Eng-Enggak juga ... Aku sudah bilang kalau kami belum bisa bertemu akhir-akhir ini, ‘kan? Kami bahkan tidak tinggal bersama ...”

“Hou. Jadi ceritanya kalian sedang pisah ranjang, ya. Ini menyenangkan.”

“Bukannya begitu, tapi...”

Lagian juga bukannya kami tinggal bersama...

Kujibayashi-kun menatap wajahku saat aku menunduk karena malu.

“Jangan bilang, kalau dikau...”

“........”

Akhirnya, sudah tiba waktunya untuk mengatakan itu, dan aku terkesiap.

Aku sudah mencoba memberitahu Kujibayashi-kun beberapa kali, tapi aku gagal memberitahunya karena dia memperlakukanku sebagai “Orang normies yang menikmati hidupnya”.

... Tapi, bagaimanapun juga.

“... Yah, mana mungkin seperti itu. Sepasang remaja yang berada pada masa pubertas yang penuh semangat, berpacaran selama tiga setengah tahun ...”

Kujibayashi-kun menyimpulkan sendiri dan mundur.

“......”

Aku tidak bisa memberitahunya lagi hari ini.

Tidak, hal itu sama sekali tidak penting. Ada h yang harus aku katakan padanya sekarang.

“Memangnya kamu tidak menyukai Kurose-san?”

“Tidak juga, tapi aku tidak punya pilihan selain melakukan itu. Daripada berdiam diri, itu akan menjadi waktu yang berarti bagi pihak lain. Sepertinya dia mempunyai minat pada sastra modern.”

“Tentu saja lah, karena dia berkuliah di fakultas sastra Jepang Universitas Risshuin.”

“Oh.”

Kujibayashi-kun menanggapi dengan ekspresi terkesan sedikit.

Tapi tunggu sebentar, mereka bahkan tidak saling memperkenalkan jurusan kuliah masing-masing? Ini sudah terlalu akhir.

“Namanya? Kamu tahu nama lengkapnya? Kalian pasti saling memperkenalkan diri, ‘kan?”

“Namanya adalah Kurose apalah. Bukannya Dikau sendiri yang memberitahuku?”

Percuma saja. Ini sudah selesai.

“... Begini, Kujibayashi-kun.”

Aku duduk di kursi kosong di sebelahnya.

“Ketika kita saling mengobrol pertama kali, kamu bilang sesuatu seperti 'Namaku berasal dari manusia super bernama Hulk, tetapi tinggi badanku berhenti di tengah jalan dan tidak bisa disebut tinggi'. Kamu bisa memulai dengan pengenalan diri seperti itu.”

“.......”

Kujibayashi-kun kemudian terdiam.

“Jangan khawatir tentang jenis kelamin atau gadis yang cantik, lain kali cobalah mengobrol dengan normal, oke?”

Aku memberinya nasihat seperti memberi makan anak kecil. Namun, Kujibayashi-kun menarik dagunya dengan keras.

“... Mana mungkin ada kesempatan lain.”

“Eh?”

“Seperti yang diharapkan, bahkan aku bisa memahaminya. Dia orang yang perhatian dan pengertian.”

“Hal seperti itu…”

Pada saat itu, smartphone di kantongku bergetar beberapa kali, jadi aku mengeluarkannya dan melihatnya.

 

Jadi, bagaimana?

Apa kamu berhasil menemukan orang selanjutnya, Onii-chan?

 

“…………”

Percuma saja. Kurose-san benar-benar menyerah pada Kujibayashi-kun.

Setelah meyakini hal itu, aku tidak punya semangat untuk mengatakan apa-apa lagi pada Kujibayashi-kun yang berada di hadapanku dengan sikap keras kepala.

 

Setelah itu, setiap kali kami bertemu, Kurose-san terus memintaku untu “mengenalkannya” dengan cowok lain.

Karena aku merasa bertanggung jawab atas insiden pelecehan yang memicu fobianya terhadap laki-laki, jadi aku ingin membantunya dengan cara apa pun, tetapi aku tidak punya teman yang bisa kuminta untuk diperkenalkan.

“…….”

Sebelum tidur, aku berbaring di tempat tidur sambil melihat layar ponselku. Setelah ragu beberapa kali, aku menulis draf di memo dan kemudian mengirimkan pesan ke grup LINE yang sudah lama tidak digunakan.

 

Ryuuto: Lama enggak ketemu. Bagaimana kabar kalian berdua akhir-akhir ini? Aku sedang bekerja paruh waktu di perusahaan penerbit Iidabashi. Kurose-san lah yang mengundangku.

 

Kupikir aku akan mendapatkan balasan besok pagi, tetapi tanda baca langsung berubah menjadi 2.

 

Yusuke: Sudah lama sekali! Wahh, keren juga tuh!

Nishina Ren: Lah, kamu masih berhubungan dengan Kurose-san? Oh iya, dia ‘kan saudari kembarnya Shirakawa-san.

 

Pesan balasan datang satu per satu hampir seperti pertemuan sebelumnya, kelancaran balasan yang sama seolah-olah kami masih saling berkomunikasi seperti dulu. Jika aku melihat-lihat lagi ke belakang, aku belum menggunakan ruang obrolan ini selama lebih dari setahun.

 

Ryuuto: Maaf, aku tahu ini mendadak, tapi apa kalian berdua punya teman laki-laki yang bisa kuminta untuk diperkenalkan pada Kurose-san? Dia memintaku untuk memperkenalkannya pada orang yang serius dan jujur, bukan orang yang terlalu ekstrovert. Tapi sayangnya aku tidak punya banyak teman...

Nishina Ren: Itu sih sangat sulit. Lagipula, aku tidak punya teman juga... haha.

Yusuke: Bahkan jika aku punya teman, mereka hanya pria aneh dan perjaka. Jadi rasanya sulit untuk memperkenalkannya pada Kurose-san.

 

“........”

Be-Benar sekali, iya ‘kan~~!

Situasi kami sama–sama tidak membaik sama sekali, tetapi aku merasa senang.

 

Nishina Ren: Ngomong-ngomong, aku punya sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Kasshi. Boleh aku telepon sekarang?

Yusuke: Eh, ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan HUB? Apa karena aku adalah anggota yang menjijikkan?

Nishina Ren: Bukan, ini mengenai Nikoru, wkwkwk

Yusuke: Ah, iya deh, iya deh. Ternyata kamu masih melakukannya, ya. Berjuanglah

Nishina Ren: Iya aku masih melakukannya! Enggak masalah, ‘kan!

Ryuuto: Enggak masalah, aku tunggu teleponnya.

 

Setelah menyelesaikan percakapan, Nisshi akhirnya meneleponku.

“Ah, Kasshi? Sudah lama sekali ya kita tidak saling berhubungan.”

“Ya, benar. Gimana kabarmu?”

“Yah begini-begini saja. Oh ya, aku baru mendapat SIM mobil selama liburan musim panas kemarin.”

“Oh, begitu ya.”

“Aku ingin mengajak Nikoru untuk berjalan-jalan, tapi mobil tuh seperti ruangan tertutup kan?.... Aku pikir dia akan curiga jika cuma kami berdua.”

“Ahh…..”

Memang, mengajak gadis yang sudah punya pacar merupakan rintangan yang tinggi.

“Jadi, aku berharap kamu dan Shirakawa-san bisa datang. Nikoru pasti akan merasa lebih tenang jika bersama Shirakawa-san, ‘kan? Selain itu, Kasshi juga punya SIM mobil, ‘kan? Jika ada apa-apa, kamu bisa menggantikanku sebagai pengemudi."

“Cuma SIM mobil doang sih.”

Aku mendapatkan SIM mobil selama liburan musim semi sebelum masuk universitas. Karena sekitaran waktu itu Luna sedang sibuk, dan setelah ujian masuk selesai, aku bosan. Karena keluargaku tidak mempunyai mobil, aku tidak mengemudi selama hampir dua tahun sejak ujian praktik terakhir.

“Yahh, enggak masalah. Tolong ajak Shirakawa-san juga ya. Aku meminta bantuanmu.”

“Baiklah, aku mengerti.”

Aku ingin bertemu dengan Nisshi setelah lama tidak bertemu dan meningkatkan kesempatan untuk bertemu dengan Luna. Aku juga tertarik untuk mengetahui kondisi terkini Yamana-san.

Setelah pembicaraan dengan Nisshi berakhir, aku segera menghubungi Luna.

“Tidak masalah, kok~! Jika aku bisa mengambil setengah hari libur pada hari Minggu, aku akan mengajak Nikoru! Aku sangat menantikannya!”

Berbeda denganku yang jarang berhubungan dengan Icchi dan Nisshi, Luna masih sering berkomunikasi dengan teman baiknya dari SMA.

Kami dengan mudah menyelesaikan rencana dengan Yamana-san dan dua minggu kemudian, kami berempat bersama-sama pergi berjalan-jalan mengendarai mobil.

 

◇◇◇◇

 

“Wah, mobilnya lumayan keren juga.”

Pada waktu pertemuan pukul tiga sore, aku mendekati mobil yang terparkir di dekat stasiun A dan melihat Nisshi di kursi pengemudi.

Nisshi mengendarai mobil sedang berwarna perak. Mobil perak itu rupanya mobil sedan bekas.

“Ini memang bekas, tapi ayahku suka mengoleksi mobil, jadi aku memintanya dan ia memberikannya kepadaku.”

Pastinya, mobil ini adalah model mobil yang sudah tidak diproduksi lagi, tetapi sebagai pecinta mobil, aku berpikir bahwa ini adalah pilihan yang tepat untuk orang yang menyukai mobil populer di kalangan orang tua.

“Sudah lama sekali kita enggak ketemuan, ya.”

Aku berkata demikian kepada Nisshi yang baru aku temui lagi setelah lebih dari satu tahun. Penampilan Nisshi terlihat lebih modis sekarang. Meskipun dirinya tidak terlihat seperti tiba-tiba bertambah tinggi seperti yang diinginkannya, ia terlihat mengenakan atasan over-size yang modis dan sepatu sneaker tebal dari merek terkenal. Aku pikir itu adalah pakaian terbaiknya untuk bertemu dengan Yamana-san.

Beberapa saat kemudian, Luna dan Yamana-san juga segera muncul bersama-sama.

“Maaf sudah membuat kalian menunggu~!”

“Wah, sudah lama sekali ya, Kashima Ryuuto.”

Rupanya Yamana-san sering pergi makan dengan Nisshi. Aku tidak pernah bertemu dengannya lagi sejak upacara kelulusan, jadi gadis yang aku temui setelah dua tahun terlihat sangat dewasa.

Meskipun dia masih bergaya gyaru, dia memiliki gaya yang lebih dewasa daripada saat dia masih di SMA.

“Boleh aku duduk di belakang bersama Luna?”

Begitu kami hendak masuk ke dalam mobil, aku bertanya kepada Nisshi dengan santai.

“Oh, boleh saja.”

Apa dirinya sadar bahwa aku akan membantunya? Nisshi yang duduk di kursi pengemudi melihat ke arahku melalui kaca spion dan menjawab.

“Eh, kenapa aku harus duduk di kursi penumpang depan?”

Yamana-san membuka pintu penumpang dan menunjukkan wajah yang sedikit tidak puas.

“Kamu tidak menyukainya?”

“Kursi penumpang adalah tempat dengan risiko kematian tertinggi dalam kecelakaan, tau?”

“Hah? Percayalah padaku kemampuan mengemudiku.”

“Mana mungkin aku bisa mempercayaimu yang masih memiliki tanda pemula di mobilnya.”

Sambil tertawa, Yamana-san menjawab Nisshi dan mengencangkan sabuk pengamannya. Sepertinya mereka masih dekat seperti dulu.

“Jadi, kita akan pergi ke mana?”

“Jika kita mengendarai mobil, tentu saja ke pantai lah.”

“Hah? Padahal masih dingin lho?”

Luna menanggapi dengan terkejut.

“Yah enggak masalah sih. Mau ke arah Yokohama? Atau Shonan?”

Yamana-san kemudian bertanya, tapi Nisshi menggelengkan kepala sambil mengoperasikan navigasi mobil.

“Tidak, aku hanya bisa pergi ke Chiba karena aku adalah orang yang introvert.”

“Kamu harus minta maaf pada Chiba sekarang juga.”

“Aku sih tidak keberatan, aku suka Chiba!”

Setelah Luna bergabung dalam percakapan, suasana di dalam mobil menjadi lebih ramah dan perjalanan dimulai dengan santai.

Namun, cuaca tidak terlalu mendukung untuk perjalanan.

“Ihh, malah turun hujan, ya.”

Ujar Yamana-san sambil melihat keluar jendela di mana tetesan air kecil menempel di luar.

“Tapi sepertinya ini hanya sementara. Ramalan cuaca mengatakan kalau cuacanya akan cerah mulai dari sore nanti.”

Jawab Nisshi. Mungkin karena masih di jalanan umum, ia terlihat tenang.

“Ngomong-ngomong, Kasshi, bisakah kamu bergantian mengemudi denganku di tengah perjalanan nanti?”

“Hah!?”

Aku terkejut dan Luna di sebelahku menatapku dengan mata berbinar-binar.

“Wah, aku ingin melihat Ryuuto mengemudi!”

“Hmm ...”

Setelah dia mengatakan itu, aku merasa ingin menunjukkan sisi kerenku. Tapi aku juga ragu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi panikku saat mengemudi dengan buruk.

“... Untuk jaga-jaga, aku sudah membawa SIM-ku dan membaca kembali buku panduan.”

“Horeee!”

Luna terlihat kegirangan.

“Tapi kamu masih pemula ya. Mungkin ini hari kiamat bagi kita ...”

Yamana-san menghela nafas panjang. Ternyata dia orang yang cukup pesimis.

“Ngomong-ngomong, apa Sekiya-san memiliki SIM juga?”

Luna bertanya kepadanya, dan Yamana-san menggelengkan kepala.

“Ia masih belum punya. Senpai bilang ia akan mengambilnya jika sudah lulus ujian masuk.”

Memang, jika Sekiya-san sudah belajar sejak kelas 3 SMA, ia pasti tidak punya waktu untuk itu.

“Kalau gitu, bukannya bakal sebentar lagi?”

“... Entahlah, aku tidak yakin.”

Dengan suara murung, Yamana-san menatap kejauhan.

“Aku sudah mencoba untuk tidak terlalu berharap lagi. Lagian juga, tidak ada yang bisa kulakukan untuknya...”

“Tapi ia pasti akan menjadi mahasiswa mulai tahun depan, ‘kan? Karena ia sudah diterima di fakultas lain juga.”

Ketika aku berkata begitu, Yamana-san menoleh dengan wajah terkejut.

“Ehh, masa!?”

Sialan, pikirku. Aku tidak pernah menyangka kalau Sekiya-san belum memberitahunya.

 “Ya, aku mendengarnya langsung dari orangnya. Tapi kalau kamu tidak tahu, maaf. Tolong lupakan apa yang aku bilang tadi.”

“Hah!? Tidak mungkin aku bisa melupakannya.” Yamana-san berkata dengan tidak senang.

“Mungkin ia berencana memberitahumu sendiri sebagai kejutan. Aku benar-benar minta maaf.”

“... Yah, aku tidak akan memberitahu Senpai tentang hal ini.”

Yamana-san berkata dengan enggan.

“... Ngomong-ngomong, universitas mana?”

“Aku tidak tahu pasti, tapi mungkin universitas yang di dekat sini. Lagipula, itu hanya pilihan cadangan saja.”

“Begitu ya... Akhirnya, ujian Senpai berakhir juga.”

Yamana-san bergumam dengan pipi yang memerah, merenung dengan penuh perasaan. Ekspresinya benar-benar mirip seperti wajah seorang gadis yang sedang jatuh cinta.

“......”

Aku melihat melalui kaca spion. Nisshi terus menatap ke arah jalan dan diam-diam mencengkeram setir.

 

“Ah, enggak mau, aku takut, takut, takut, takut!”

Ketika masuk ke jalan bebas hambatan, Yamana-san berteriak kencang karena Nisshi tiba mengakselerasi laju mobilnya. Dia merapatkan tubuhnya dan memegang pegangan di atas jendela dengan kedua tangannya.

“Oraoraora ~ ~!”

Nisshi dengan bangga menekan pedal gas. Itu adalah ekspresi ketika ia sedang menembak musuh dalam game menembak.

“Apa ini tidak masalah!? Kita tidak apa-apa, ‘kan!? Kita tidak akan bertabrakan dengan mobil dari belakang !?”

“Dibilangin, percayalah padaku!”

“Sudah kubilang, aku tidak bisa mempercayai orang pemula seperti kamu!”

Melihat kedua orang di depan yang semakin bising, aku menoleh ke arah Luna.

“...... Nishina-kun, padahal ia pandai mengemudi secara normal, ‘kan?”

“Bener banget.”

Kurasa ia pasti sudah banyak berlatih supaya bisa mengajak Yamana-san berkendara. Aku merasa sedikit iri padanya karena aku tidak memiliki mobil.

 

Mobil yang dikemudikan Nisshi berjalan lancar di jalan bebas hambatan ke arah Chiba, tetapi ada beberapa bagian yang macet di sepanjang jalan.

“... Apa-apaan ini? Mengapa kita tidak bisa maju seperti ini?”

“Ada kemacetan selama lima kilometer. Itu sudah ditunjukkan di navigasi. Mungkin karena kecelakaan atau pembatasan jalur.”

“Hah? Memangnya kita tidak bisa beralih ke jalur sebelah?”

“Mustahil kali. Karena kedua jalur sama-sama tidak bisa bergerak.”

“Hah~... terlalu membosankan ...”

Yamana-san mengeluarkan suara sedikit kesal dan suasana di dalam mobil menjadi suram.

“Nikoru, mau makan Financier ~?”

Luna mengambil camilan dari dalam tasnya.

Aku membelinya di toko kue tempatku bekerja dulu.”

“Oh, mau dong! Kue-kue dari tempat itu benar-benar lezat~”

Mungkin karena waktu camilan, atau mungkin dia merasa lapar. Suasana di dalam mobil menjadi santai dan aku sekali lagi semakin menyayangi Luna.

 

Untungnya, kemacetan berhasil teratasi dalam dua puluh menit dan mobil mulai berjalan kembali di jalan bebas hambatan.

Dan akhirnya kami keluar dari terowongan dan mulai berkendara di atas jembatan yang menghadap ke laut di kiri dan kanan.

Sayangnya, warna laut mendekati abu-abu karena cuaca yang buruk, tetapi sebagai penduduk tanpa laut, aku terpesona oleh pemandangan itu.

“Eh, apa-apaan ini? Jalanan ini sangat menyenangkan!”

“Wah, luar biasa! Semuanya laut!”

“Namanya Aqua Line. Mau mampir ke Umihotaru dulu?”

“Ayo mampir, ayo mampir! Meski aku tidak tahu apa itu, sih.”

Maka mobil berjalan menuju ke parkir Umihotaru.

 

Aku juga tidak tahu banyak mengenai itu, tetapi ternyata Umihotaru adalah area parkir di dalam Aqua Line yang menghubungkan Kanagawa dan Chiba.

Karena itu adalah sebuah pulau buatan yang terapung di tengah-tengah laut, jadi kami bisa menikmati pemandangan 360 derajat ke laut.

“Wah, pemandangannya bagus sekali!”

Ketika kami berjalan-jalan di geladak, Luna berseru dengan suara terkesan.

“Ada dudukan ponsel di sini! Ayo ambil foto!”

“Oh, bagus tuh!”

“Oke, aku sudah mengatur timer sepuluh detik!”

“Luna, ayo cepat kemari!”

“Tunggu sebentar! Tumitku terjebak di celah dek!"

“Duhh, kamu lagi nagapain sih?”

“Gyahaha~!”

Saat mereka sedang sibuk, kamera ponsel mengambil gambar.

“Konyol banget! Ren, kamu melihat dengan setengah mata.”

“Kamu tampak seperti penjahat yang dijatuhi hukuman penjara selama 300 tahun, Nikoru.”

“Dibilangin kalau aku punya tatapan tajam.”

“Yah, bagian dirimu yang begitu juga menurutku bagus, kok.”

“Dasar keparat super masokis.”

Melihat tingkah laku mereka berdua seperti ini, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang bertengkar. Apa ini yang disebut ‘pasangan bertengkar’?

“Aku minta maaf karena mengacaukan waktunya~.”

“Ya ampun~. Jangan sampai aku menangkapmu.”

Yamana-san tertawa dan menyenggol Luna, yang menjulurkan lidahnya.

“Sekarang giliran aku yang akan memotret. Kamu boleh ke sana, Luna.”

“Eh, terima kasih, Ryuuto!”

Setelah selesai mengambil foto, kami pergi kembali ke mobil dan membeli minuman.

Langit mulai cerah dan perjalanan kami di sepanjang pantai di waktu senja sangat menyenangkan.

Lagu barat yang bahkan aku kenal. dimainkan di ponsel Nisshi yang terhubung dengan kabel di mobil.

““We~ are~ never~ ever~ ever~...””

Yamana-san dan Luna mulai bernyanyi bersama-sama pada bagian chorus.

“Kamu cuma nyanyi pada bagian itu saja.”

Di akhir lagu, Nisshi tertawa.

“Hah? Kamu juga menyanyikan 'woo' pertama, ‘kan?”

“Bahkan jika aku melihat liriknya untuk mencoba menghafalnya, aku akan segera melupakannya karena itu dalam bahasa Inggris.”

“Bener banget~.”

Yamana-san menimpali perkataan Luna sambil tertawa.

Apa sih yang aku cemaskan, pikirku. Nisshi dan Yamana-san masih sama seperti dulu.

Aku yakin kalau mereka masih sama bahkan jika aku bertemu dengan Icchi dan Tanikita-san.

Seharunya aku menghubungi mereka lebih awal tanpa merasa ada dinding di antara kami. Kami masih tetap berteman meskipun kami tidak memiliki topik pembicaraan yang sama atau bahkan tidak berbicara tentang KEN.

Kami menikmati kebersamaan kami ketika melihat hal yang sama dan berbagi waktu bersama. Setelah menyadari hal itu, aku merasakan kehangatan di dalam hatiku.

 

Kami kemudian tiba di pantai.

Mungkin karena hujan baru saja turun, pantai pada sore hari sebelum equinox lebih dingin dari yang aku bayangkan. Laut biru tua dengan ombak kecil yang berdesir pelan di atas pasir abu-abu. (TN: equinox adalah salah satu fenomena astronomi dimana matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September)

“Dingin banget!”

“Mustahil, mustahil, kita akan membeku!”

Meskipun mereka berteriak seperti itu, Luna dan Yamana-san mendekati tepi pantai yang dipukul ombak.

“Hei, ini terlalu dingin~~~! Padahal seharusnya tidak perlu sedingin ini!”

“Sepatu hakku bakalan hanyut, aku tidak bisa melakukannya!”

“Aku juga! Kita harus melepaskannya!”

“Eh, bukannya bakal lebih dingin jika kita bertelanjang kaki?!”

Mereka tertawa terbahak-bahak sambil mengatakan hal seperti itu. Sambil saling merangkul, mereka mulai mengambil selfie dengan pose gyaru dengan latar belakang laut.

Aku dan Nisshi duduk di atas kayu yang terdampar di pantai dan mengawasi mereka. Angin laut yang menyapu pipi dan telinga kami terasa tajam seperti pisau.

“... Aku tidak keberatan kalau Nikoru memikirkan pria lain. Selama dia berada di sampingku.”

Tiba-tiba, Nisshi mulai menceritakan hal itu.

“Meskipun kita bersama-sama, kita tidak bisa mengikat hati seseorang. Karena hati manusia itu bebas.”

Tatapan Nisshi tidak mengarah kepada, tapi ia sedang menatap Yamana-san yang sedang bermain-main di tepi pantai.

“Jika kamu mulai menginginkan sesuatu yang tidak terlihat, bahkan jika kamu mendapatkannya, kamu tidak tahu apakah itu benar-benar milikmu atau bukan, kamu hanya akan merasa sakit dan curiga pada pasanganmu. Itulah sebabnya aku ingin memberinya cinta.”

Setelah melihat ke bawah dan bergumam, Nisshi akhirnya menatap mataku..

“Aku selalu mengatakan 'aku mencintaimu' setiap kali aku bertemu dengan Nikoru. Meskipun itu selalu diabaikan, sih.”

Nisshi tersenyum kecut dengan ekspresi getir di wajahnya.

“Tapi aku tidak keberatan. Meski demikian, kupikir jawaban yang aku inginkan adalah Nikoru akan terus bersamaku.”

Sambil mendengarkan tanpa berkata apa-apa, Nisshi berbisik kepada dirinya sendiri.

“….Aku tidak punya pilihan lain selain percaya. Yang bisa kulakukan hanyalah mempercayainya dan melakukan apa yang kubisa.”

Pantai berpasir yang kami lihat tampak seperti gurun. Berbagai makhluk hidup yang bernapas di musim panas sekarang tidak memiliki bayangan maupun bentuk. Sambil melihat pola pasir tak hidup yang dibuat oleh angin atau pasang surut, aku mendengarkan cerita Nisshi.

“Meskipun menjadi kekasih atau menikah... Aku pikir perasaan cinta pada akhirnya adalah hal seperti itu.”

“..Jangan bicara begitu, padahal kamu masih perjaka.”

Nisshi yang ada di sebelahku terlihat seperti pria yang sangat besar.

Sebagai teman lamanya, aku merasa malu dan karena merasa terburu-buru, aku pun mengolok-oloknya.

“Wahh, nyebelin banget, apa-apaan dengan ucapan sombong itu.”

Meskipun tidak seperti itu sama sekali, tapi sepertinya Nisshi juga berpikir begitu tentangku. Yah, jika kami tidak bertemu selama ini, wajar saja kalau dirinya berpikir ada kemajuan yang terjadi tanpa disadarinya.

Sementara itu, Luna dan Yamana-san kembali dari tepi pantai.

“Dingin!”

“Lah, habis ini kita mau ngapain lagi?”

“Rasanya dingin banget, tau~~~ Aku ingin menghangatkan diri!”

Melihat reaksi kedua gadis itu, Nisshi lalu menyeringai pada kami.

“Kalau gitu, gimana kalau kita pergi minum sake hangat?”

“Eh, kamu yang menyetir hari ini, ‘kan!? Kamu nan bakalan menjadi mengemudi dalam keadaan mabuk!”

“Bukannya masih ada satu pengemudi lain?”

Nisshi menjawab Yamana-san dan melihat ke arahku.

“Kasshi, kamu masih berusia sembilan belas tahun kan?”

“Y-Ya..”

“Kamu pasti enggak minum alcohol, ‘kan! Kalau gitu, biar kamu saja yang mengemudi untuk pulang nanti! Sudah diputuskan!”

“Eehhh!?”

 

Dan begitulah, kami semua tanpa sadar bergegas mengadakan pesta minum.

Tempat yang kami masuki adalah sebuah izakaya yang penuh dengan nuansa lokal yang hanya dikunjungi oleh orang-orang setempat. Karena  ada tanda “Ikan segar” dan “Ikan lokal” berada di depan toko, kami memasuki toko dengan harapan mendapatkan produk laut segar.

Karena masih sebelum pukul 6 sore, jadi masih belum ada tamu lain di sana. Kami duduk di atas tatami di sudut belakang toko dan minum sesuai selera masing-masing.

““Bersulang!””

Yamana-san memesan anggur prem, Luna memesan cola yang sama seperti denganku, dan Nisshi memesan sake hangat sesuai dengan pernyataannya sebelumnya.

Aku sudah memikirkannya ketika aku menemani Kurose-san, tapi rasanya merasa aneh melihat teman sekelasku menikmati minuman alkohol seolah-olah itu hal yang biasa.

“Tak kusangka kalau kamu juga minum alkohol ya, Nisshi.”

“Yah, ketika sudah menjelang usia dewasa, kamu ingin mencoba meminumnya, ‘kan? Lagipula kita sudah menapaki tahun kedua kuliah.”

“Benar juga, sih.”

Entah itu Umino-sensei maupun Kurose-san, baru-baru ini aku sering melihat orang-orang seumuran minum alkohol, jadi begitu ya alasannya.

“Nah, jadi begini.”

Nisshi lalu berbicara dengan nada yang mengubah topik pembicaraan. Mungkin karena meminum sake, wajahnya jadi kelihatan sedikit memerah.

“Ketika kita masuk tahun ketiga, kita mulai seminar, ‘kan? Kamu sudah memutuskannya, Kasshi”

“Ya, sudah. Aku memilih kuliah umum karena ada profesor yang memberikan perkuliahan menarik di sana.”

Karena tidak ada sesuatu yang istimewa, jadi aku menjawabnya dengan singkat.

“Bagaimana denganmu, Nisshi? Gimana dengan fakultas hukum di kampusmu?”

“Oh, ya. Aku sedang mempertimbangkan untuk melanjutkan ke pelatihan hukum di universitas. Jadi aku memilih seminar dengan profesor yang juga mengajar di sana.”

“Eh, pelatihan hukum... maksudnya kamu bisa menjadi pengacara atau hakim gitu?”

Saat aku balik bertanya dengan terkejut, Nisshi balas mengangguk.

“Sejujurnya, melihat prestasi jurusan hukum di kampusku, sepertinya sulit langsung lulus ujian hukum.”

Ia tertawa dengan nada menghina diri sendiri, lalu kembali ke ekspresi biasanya.

“Tapi, jika berbicara tentang pekerjaan yang bisa bersaing dengan dokter untuk lulusan jurusan sosial, pastinya cuma pengacara saja!”

Melihat Nisshi bersemangat seperti itu, Yamana-san mengangkat alisnya sambil bertumpu pada pipinya.

“... Padahal aku sudah pernah bilang kalau aku bukannya menyukai Senpai karena ia adalah calon dokter.” kata Yamana-san dengan nada membela diri.

Dari situasi ini, sepertinya mereka berdua pernah berbicara tentang pandangan masa depan.

“Tapi, memiliki impian itu bagus, kan? Nishina-kun, kamu keren!”

“Kamu sendiri bagaimana, Luna? Baru-baru ini kamu bilang ada banyak hal dalam pekerjaanmu, kan?”

“Oh... mengenai itu, ya.”

Luna menjawab dengan nada serius, dia melirik ke arahku sebentar.

“... Sebenarnya, aku belum memberitahu Ryuuto. Aku ditawari oleh Manajer Wilayah untuk menjadi manajer toko cabang Fukuoka.”

“Eh, Fu-Fukuoka!? Yang ada di Kyushu itu!?”

Luna mengangguk dengan ekspresi serius kepadaku yang terkejut dengan suara yang sedikit panik.

“Ya. Karena itu adalah toko andalan di wilayah barat Jepang, jadi itu posisi yang sangat menarik. Pak Manajer Wilayah sangat ingin merekomendasikanku.”

“…..”

Jangan-jangan inilah pembicaraan yang ingin dia sampaikan di bar anggur tempo hari lalu?

“Manajer dan wakil manajer toko Fukuoka saat ini akan dipindahkan ke daerah lain mulai April. Sepertinya penjualan mereka sedikit menurun. Oleh karena itu, kantor pusat ingin mengirimkan staf muda dari daerah lain untuk menciptakan atmosfer yang baru. Manajer wilayah kami bertemu dengan berbagai manajer dan wakil toko, dan kemudian memilihku untuk menggantikan mereka.”

“Sepertinya kamu sangat diharapkan ya.”

Yamana-san menggoda Luna yang malu-malu dan tersenyum dengan sedikit bangga.

“Fufu. Sejujurnya, aku sedikit serakah. Toko di Kanto tempatku bekerja masuk dalam lima besar.”

“Luar biasa. Memang, pakaian yang kamu kenakan selalu membuat orang berpikir kalau itu bagus.”

“Bukannya begitu. Pelanggan selalu mencoba pakaian terlebih dahulu sebelum membeli.”

“Kamu juga pandai bicara, ‘kan. Mungkin para pelanggan merasa senang dan akhirnya membelinya.”

“Duhh~~~ memangnya kamu berpikir aku ini seperti penipu?!”

Luna berpura-pura merajuk dengan menggembungkan pipinya.

“Haha. Jika kamu benar-benar memuji seseorang dengan kata-kata yang kamu pikirkan, maka orang itu akan merasakannya. Pelanggan tidak bodoh sehingga mana mungkin mereka tertipu dengan kata-kata yang terlihat palsu.”

“Nikoru...”

“... Jadi, kamu akan pergi ke Fukuoka?”

Ditanya Yamana-san dengan serius, Luna menunduk dengan ekspresi bimbang.

“Hmm, aku belum bisa memutuskannya dengan pasti.”

“Apa itu berarti kamu tidak mau pergi?”

“Hmm~…..”

Luna memegang dagunya dan mengerang. Sambil memegang segelas cola di kedua tangan, dia menatap area di sekitar sedotan.

“Aku merasa senang karena diakui, tapi...”

“... Kamu tidak memiliki banyak waktu untuk bimbang, ‘kan? Bukannya bulan April sudah dekat?”

“Memang sih….”

Setelah melihat wajah Luna yang masih penuh keraguan, ekspresi Yamana-san tiba-tiba menjadi ceria.

“Yah, bagaimanapun, kamu pasti bisa bekerja di mana saja, Luna! Aku merasa sedih karena kita tidak bisa bertemu secara langsung lagi. Tapi kita masih bisa berbicara melalui telepon.”

Mendengar perkataan sahabatnya yang seperti itu, Luna mengangkat alisnya dan tersenyum.

“Jangan bilang begitu ih, aku nanti bakalan jadi sedih.”

Ujar Luna sambil memaksa dirinya untuk mengembalikan ekspresinya seperti semula.

“Kamu sendiri bagaimana, Nikoru? Apa kamu sudah memilih di mana kamu akan bekerja mulai April?”

“Ya, sudah. Aku akan bekerja di salon di daerah dekat rumahku. Tempatnya juga dekat dengan stasiun A.”

“Wah, aku ingin menjadi pelanggan nomor satu! Nikoru, si ahli kuku profesional!”

“Eh, kamu datang jauh-jauh dari Fukuoka cuma demi itu? Bukannya di sana juga ada banyak toko perawatan?”

Luna menanggapi sambil tersenyum kecut lagi.

“Dibilangin, aku belum memutuskan apakah akan pergi ke Fukuoka atau tidak!”

“Kamu bisa pergi jika ingin. Bukannya berarti kamu akan tinggal di sana selamanya, ‘kan? Kamu sudah menjadi manajer toko pada usia dua puluh tahun, itu sangat luar biasa.”

Setelah mendengar kata-kata Yamana-san, Luna menundukkan kepalanya dengan wajah serius.

“...Ya, benar sekali. Itu memang patut disyukuri.”

“Aku juga nanti sesekali akan mengunjungimu nanti. Ahh, aku aku ingin makan ramen Hakata yang asli! Bukannya mizutaki juga sama?”

“Sudah kubilang kamu mah terlalu buru-buru, Nikoru~!”

Percakapan di antara mereka hampir tidak terdengar oleh telingaku sejak tadi.

 

Apa Luna akan pergi ke Fukuoka?

 

"............"

Aku merasakan pandangan Nisshi dari sampingku, tapi aku tidak bisa melihat ke arahnya dan hanya menatap gelas di tanganku.

Sejak saat itu, tidak peduli apakah itu sushi segar yang diambil dari daerah setempat atau ikan laut yang langka, aku tidak bisa merasakan sedikit pun rasanya.

 

◇◇◇◇

 

Dalam perjalanan pulang, aku terpaksa mengemudi mobil untuk pertama kalinya setelah dua tahun.

“Jadi Luna, duduklah di kursi penumpang.”

Yamana-san duduk di kursi bagian belakang bersama Nisshi.

“Eh, aku jadi merasa sangat berdebar-debar.”

Luna duduk di kursi penumpang, menatapku secara bergantian sambil mengencangkan sabuk pengaman. Pipinya tampak sedikit memerah dalam cahaya interior mobil.

“Ini kuncinya. Tombol untuk menyalakan mesinnya ada di sana.”

Setelah menerima instruksi singkat dari Nisshi, aku menyalakan mesin dan menekan pedal gas.

Aku merasa cukup mudah dalam mengemudi mobil otomatis karena aku menyukai mobil dan bahkan sengaja mengambil ujian SIM dengan mobil manual.

“...Ad-Ada apa?”

Setelah mengemudi beberapa saat, aku merasakan pandangan yang kuat dari samping dan secara refleks menatap Luna.

“Tidak, bukan apa-apa.”

Luna menggelengkan kepalanya saat melihatku.

“Aku hanya berpikir kalau kamu kelihatan keren, Ryuuto.”

“.........”

Aku merasa malu dan tidak bisa menjawab apapun, Luna hanya tersenyum bahagia melihat reaksiku.

“Aku sudah menantikan untuk berkendara bersama Ryuuto sejak SMA.”

“...Ya, benar juga. Maafkan aku.”

Aku teringat ketika kami pergi ke MEGA WEB bersama-sama. Tempat itu sudah tidak ada lagi. Itu menunjukkan seberapa cepat waktu terus berjalan.

“Tidak, akulah yang harusnya minta maaf.”

Luna berkata dengan rasa penyesalan.

“Aku terlalu sibuk selama dua tahun terakhir sehingga aku tidak bisa menghabiskan waktu bersamamu.”

Ketika aku ragu-ragu untuk menjawab, Luna masih terus melanjutkan.

“Aku ingin bersama Ryuuto. Aku juga ingin pekerjaan yang menantang. Itulah sebabnya, aku selalu berpikir tentang apa yang harus kulakukan untuk itu.”

Saat aku meliriknya, Luna sedang menatap lurus ke depan dengan serius.

Melihat sosok wajahnya yang begitu, aku lalu memberitahunya.

“...Aku akan selalu menjadi sekutumu, Luna.”

Tidak peduli apapun keputusan yang dia buat, dan jalan dia pilih...

Walaupun itu adalah pilihan yang membuat kita berjauhan satu sama lain.

Meskipun demikian, sepertinya kesedihanku bisa terpancar dari wajahku.

“Ryuuto.”

Luna menatapku seraya menurunkan alisnya.

“Aku sudah menetapkan perasaanku. Tapi, aku yakin kalau mulai dari sekarang jalannya akan lebih sulit... aku hanya belum bisa membuat keputusan akhir.”

Luna menundukkan kepalanya dan bibirnya bergetar sedikit.

“Aku tidak akan melakukan sesuatu yang membuatmu sedih, Ryuuto.”

Dia mengangkat kepalanya lagi dan menatapku.

“Jangan khawatir, tolong awasi aku dengan baik, ya.”

“Luna...”

Dengan sepenuh hati, aku mengangguk sambil tetap memperhatikan arah jalanan.

“Ya, aku akan mendukungmu...”

Aku bergumam dengan perasaan yang campur aduk.

Aku membisu sejenak, mencoba mengakhiri pembicaraan hanya dengan itu. Tapi aku memutuskan untuk mengatakannya.

“Tapi jika aku menjadi beban untuk impianmu…. aku ingin kamu memilih pilihanmu tanpa memikirkan diriku.”

Karena dua orang di belakang begitu tenang, jadi aku memeriksa kaca spion dan melihat mereka berdua masing-masing tertidur dengan kepala miring ke arah jendela. Apa itu karena mereka mabuk? Aku jadi merasa lega dan berbisik pada Luna

“Aku selalu mencintaimu... entah apapun yang kamu pilih, atau di mana pun kamu berada.”

“Ryuuto...”

Suara Luna terdengar bergetar. Tiba-tiba, aku mengingat perkataan Nisshi sebelumnya.

── Aku tidak punya pilihan lain selain percaya. Yang bisa kulakukan hanyalah mempercayainya dan melakukan apa yang kubisa.

Ya, mungkin hanya itu yang bisa kita lakukan tentang perasaan seseorang. Karena jika kita terlalu banyak menginginkannya, pasti akan ada ketidakpuasan. Tidak peduli seberapa dekat hubungan kita, mana mungkin orang lain selalu melakukan apa yang kita inginkan.

Itulah sebabnya, jika ada kata-kata yang ingin kita dengar dari orang lain, berikan kata-kata itu kepada mereka.

Hanya itu satu-satunya cara yang bisa kita lakukan. Nisshi menyadari hal itu dengan baik.

Tapi, seberapa banyak dirinya merindukan perasaan Yamana-san di lubuk hatinya sebelum dia bisa mengatakan hal itu? Melihatnya seperti itu membuatku merasa sedih.

Karena tidak ada tanda-tanda dari dua orang di belakang, aku memutuskan untuk melewati rest area dan langsung pulang.

Luna yang duduk di sebelahku tidak banyak bicara, dan ketika aku kadang-kadang melihat ke arahnya, wajahnya tampak bersinar karena pemandangan malam kota.

Entah bagaimana,

Dia terlihat seperti gadis yang tidak kukenal.

 

◇◇◇◇

 

“Eh, bohong!? Padahal aku niatnya pura-pura tidur, tapi aku malah beneran ketiduran~ konyol banget.”

Yamana-san terbangun dengan terkejut dan tertawa setelah kami tiba di depan rumahnya yang alamatnya diberitahukan oleh Luna.

“Aku juga sama”

Nisshi yang terbangun, menimpalinya sembari tersenyum pahit. Mungkin dia merasa khawatir tentang kami. Aku benar-benar minta maaf sekaligus berterima kasih padanya..

“Hari ini benar-benar menyenangkan. Makasih sudah mau mengajakku.”

Setelah berterima kasih kepada kami, Yamana-san mengemasi barang-barangnya dan keluar dari mobil.

“Oh, iya.”

Yamana-san lalu meraba-raba isi tasnya, dia lalu memberikan kantong yang diambilnya kepada Nisshi yang ada di dalam mobil.

“Ini untukmu, sebagai balasan Valentine.”

“Apa? Serius? Terima kasih!”

“Meski kamu bilang begitu, kamu pasti berharap akan mendapatkannya, kan?”

“Ya, mungkin.”

Nisshi tersenyum malu-malu ketika Yamana-san mengejeknya.

“Tahun ini aku membuatnya sendiri. Karena Senpai sedang sibuk ujian masuk dan aku tidak ada jadwal pelajaran karena sudah menentukan pekerjaan, jadi aku sangat bosan karena punya banyak waktu luang.”

“Seriusan? Aku sangat senang,” kata Nishii dengan senyum tulus.

“Ngomong-ngomong, harganya hanya sepertiga dari cokelat Valentine Senpai.”

Nisshi menunjukkan senyum yang ceria kepada Yamana-san yang berkata begitu santai,.

“Tidak masalah, aku sudah sangat senang meski harganya murah. Aku akan memakannya dengan baik.”

“………”

Saat melihat ekspresi Yamana-san saat itu, aku merasa aneh. Yamana-san menunjukkan kerutan di antara alisnya, ekspresinya terlihat sedikit kesulitan, atau sedih.

“……..”

Apa maksud di balik ekspresinya itu? Itu bukanlah wajah yang ditunjukkan kepada teman laki-laki biasa.

Tapi Yamana-san adalah pacar Sekiya-san. Satu-satunya cowok yang dia sukai sebagai lawan jenis hanyalah Sekiya-san.

“………”

Satu-satunya hal yang bisa dikatakan adalah, hubungan antara pria dan wanita mungkin ada dalam berbagai bentuk selain “kekasih”.

Misalnya, “teman baik yang penting tetapi tidak bisa menjadi pacar”, “Sebatas teman karena tidak bisa menjadi pacar”, atau “Sekarang kita berteman tetapi mungkin kita bisa menjadi kekasih di masa depan”.

Dan mungkin tidak perlu terlalu kaku tentang jenis pertemanan antar lawan jenis. Karena teman tetaplah teman, apa pun jenis hubungannya.

Siapa sangka bahwa diriku yang dulu harus berhenti berteman dengan Kurose-san akan mempertimbangkan hal semacam itu sekarang

Apa aku menjadi sedikit lebih dewasa? Ataukah aku hanya menjadi sedikit kotor?

Tapi jika aku tidak dipaksa Kurose-san untuk memperkenalkannya dengan cowok lain ketika aku mulai berinteraksi lagi dengannya selama pekerjaan paruh waktu, aku mungkin tidak akan bisa bersenang-senang dengan Nisshi seperti hari ini. Mungkin aku akan merenungkan masa-masa indah SMA sambil menatap langit-langit di kamar setelah merasakan kelelahan baik secara fisik maupun mental di tempat bimbel.

Aku ingin berterima kasih kepada Kurose-san.

Dan aku berharap…. kami berdua dapat membangun hubungan baru khusus kami berdua sebagai “teman”.

Meski Yamana-san adalah pacarnya Sekiya-san, Yamana-san dan Nisshi memiliki hubungan tiga setengah tahun mereka sendiri sebagai “teman”.

Tidak ada yang dapat menyangkal hak mereka untuk memiliki hubungan tersebut. Walaupun itu diriku maupun Sekiya-san.

 

Selanjutnya, aku pergi menuju rumah Luna.

“... Aku juga, ini untukmu, Luna.”

Ketika Luna membuka sabuk pengamannya ketika tiba di depan rumahnya, aku mengambil kantong dari tas yang ada di kakiku.

“Ehh, terima kasih! Apa ini balasan White Day?”

Luna tampak sumringah dengan senang.

“Ya. Aku tidak tahu kamu sudah berkunjung ke sana baru-baru ini, jadi aku membelinya dari Champ de Fleur. Maaf ya.”

“Enggak apa-apa, kok! Karena aku sangat menyukainya. Aku senang bisa mendapatkannya!”

Dia segera melihat isi tas kantong dan tersenyum bahagia.

“Oh, yang ini terjual habis ketika aku pergi ke sana dan aku tidak bisa membelinya! Aku sangat senang~!”

Luna adalah seorang jenius dalam membuat orang bahagia.

Kupikir aku tidak akan pernah bertemu dengan gadis secantik dirinya lagi.

 

Aku akan menghargainya.

Meskipun kami mungkin tidak bertemu lagi, aku akan terus memikirkan Luna.

Dengan membulatkan tekad seperti itu, aku pergi meninggalkan rumah Luna.

 

◇◇◇◇

 

Terakhir, aku mengantarkan Nisshi sampai ke rumahnya dengan mobil, dan pulang sendirian dengan kereta. Menjelang ulang tahunku yang kedua puluh, aku jadi semakin membenci yang namanya minuman beralkohol.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama