Chapter 2
“Yah, maaf banget ya, Kashima-kun.
Kamu sudah bekerja seperti pekerja normal meski baru hari pertama.”
Pada waktu sore di dalam
ruangan departemen editorial, setelah aku selesai melaporkan pengerjaan tugas
yang diberikan, Fujinami-san yang merupakan karyawan perusahaan, tersenyum dan
berkata demikian.
Aku mengunjungi departemen
editorial majalah komik penerbit Iidabashi setelah diperkenalkan oleh Kurose-san,
dan setelah melakukan prosedur administratif ringan serta wawancara singkat,
aku segera mulai bekerja sebagai pekerja paruh waktu.
Fujinami-san adalah pegawai
laki-laki yang berusia awal dua puluhan
dan seorang editor yang sibuk dengan beberapa penulis di bawah tanggung
jawabnya. Ia memiliki tubuh sedang dan wajah lembut yang tidak meninggalkan
kesan yang mendalam, dan orang yang baik hati sehingga aku tidak merasa
canggung dengannya.
“Karena Kurose-san mengatakan
kalau kamu 'orang yang rajin dan cerdas',
jadi aku berpikir pasti memang begitu. Tapi ternyata kamu melebihi dari yang
kuharapkan.”
“Ini tidak seberapa, karena ini
bukan pekerjaan yang membutuhkan banyak pikiran ...”
Aku berkata dengan rendah hati,
tapi aku sedikit cemas kalau jawabanku mungkin terdengar seperti aku meremehkan
tugas yang diberikan padaku.
Namun, Fujinami-san tidak terlihat
mempermasalahkannya dan tersenyum lembut.
“Tidak juga, sekilas ini
terlihat seperti pekerjaan yang tidak memerlukan banyak pemikiran atau
pekerjaan yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Tapi orang yang cerdas tahu
bagaimana melakukan pekerjaan dengan efisien.”
“…. Haa… terima kasih banyak”
Aku membalas sambil merasa
terkejut karena dipuji.
“Terima kasih untuk kerja
kerasnya. Kamu sudah bisa pulang sekarang. Kurose-san juga, meski masih terlalu
awal, tapi kamu sudah boleh pulang sekarang kok, bagaimana jika kalian pulang
bersama-sama?”
Kurose-san yang sedang mengatur
dokumen di meja sebelah, berhenti bekerja ketika dia mendengar pembicaraan
kami.
“Iya, terima kasih banyak.”
Dan kemudian, kami berdua memutuskan
untuk pergi pulang bersama-sama.
Waktu menunjukkan kalau
sekarang belum mendekati jam 7 malam
Biasanya, hari Rabu akan
menjadi waktu di mana aku harus mengajar di sekolah bimbel, tetapi semua murid
yang aku tangani pada hari Rabu adalah siswa yang mengikuti ujian masuk perguruan
tinggi, jadi aku memiliki hari libur sejak Februari dan seterusnya. Karena
sudah masuk musim liburan musim semi di universitas, jadi aku mengunjungi
kantor editorial dari rumah pada pukul 2 sore seperti yang diinstruksikan.
Ketika kami melihat pemandangan
luar dari jendela gedung kantor, langit di luar sudah mulai gelap.
“Kamu lapar enggak,
Kashima-kun?”
Kurose-san bertanya saat kami sudah
mendekati stasiun.
“Ah ya, sedikit sih ...”
Aku merasa ragu sejenak tetapi
memang perutku sudah lapar sejak dua jam yang lalu jadi aku tidak bisa
berbohong.
Ketika dia melihat ke arahku,
Kurose-san tersenyum tipis.
“Kalau begitu, gimana kalau
kita minum sesuatu?”
Saat dia berkata demikian
sembari tersenyum, Kurose-san tiba-tiba terlihat seperti seorang wanita dewasa.
◇◇◇◇
“Begitu rupanya. Jadi, Kashima-kun
masih sembilan belas tahun, ya.”
Kurose-san berkata demikian
setelah melewati tirai hangat restoran izakaya dan duduk di kursi. Itu karena
aku menyatakan kalau aku tidak bisa minum alcohol.
“Aku malah membawamu ke tempat minum-minum.
Maaf ya.”
“Tidak apa-apa. Jangan
khawatir. Silakan minum sepuasnya sendiri.”
Memang, karena sekarang sudah
bulan Februari, sebagian besar teman sekelasku mungkin sudah cukup umur untuk
minum-minum alkohol. Selain Luna, satu-satunya orang yang sering makan
bersamaku di luar adalah Kujibayashi-kun, tetapi ia tidak suka minum alkohol,
jadi aku tidak terlalu memperhatikannya.
“Ya. Kalau gitu aku akan minum
sepuasnya.”
Kurose-san melihat menu di atas
meja dengan cermat, kemudian mengangkat tangannya ke arah pelayan.
“Aku mau pesan satu bir segar.
... Bagaimana dengan Kashima-kun? Kamu sudah memilih?”
“Umm, ah ... apa ada cola?”
“Ya. Satu bir dan satu cola,
ya.”
Setelah pelayan tersebut pergi,
aku melihat-lihat kembali di sekitar izakaya.
Interior yang terang dan
bergaya Jepang terasa cukup kecil, seperti perpaduan antara restoran set menu
dan izakaya. Dari kertas menu yang ditempelkan di dinding, sepertinya ada
banyak menu yang murah, sehingga tempat ini terasa seperti tempat berkumpul
untuk para pria yang pulang kerja.
“Ini, satu bir dan satu cola.”
Seorang pelayan lain datang
untuk mengantarkan pesanan dan menempatkan gelas berbusa putih di depanku.
“Yah, pasti bakalan begini.”
Kurose-san yang duduk di
depanku tersenyum getir dan menukar gelas cola di depannya dengan gelasku.
“Mari bersulang untuk hari pertama
Kashima-kun bekerja!”
Kurose-san berkata dengan ceria
sambil mengangkat gelasnya dan menyatukannya gelasku.
“Bersulang!”
Aku meneguk minuman colaku dan
meletakkannya di atas meja.
Kurose-san mengambil gelasnya
dan meminum birnya dengan cepat, seolah-olah dia mencoba menyerap semua busa
putih ke dalam mulutnya.
“... Puhaa! Minum bir setelah
bekerja itu memang yang terbaik!”
Dia menjilat busa putih yang
menempel di bibirnya dan meletakkan gelasnya. Senyumnya yang sedikit meringis
terlihat sangat suka minum alkohol.
“... Kamu suka bir,
Kurose-san?”
“Ya begitulah. Tapi, aku suka
minuman keras apa saja. Mungkin aku sedikit tidak suka dengan shochu.”
“Begitu ya ...”
Aku tidak bisa membayangkannya dengan
penampilan seperti itu dari suasananya ketika dia masih SMA, jadi aku tidak bisa
menemukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkannya.
“Sepertinya aku peminum yang
cukup kuat dalam minuman alkohol. Kalau Luna lemah dalam alkohol, ‘kan? Ketika
kami minum bersama-sama, dia biasanya menjadi mabuk dengan cepat.”
“… Jadi begitu ya.”
Luna biasanya memesan minuman
non-alkohol untuk menyesuaikan diri denganku saat kami berdua makan bersama.
Sepertinya dia juga tidak terlalu suka alkohol, tapi rupanya dia biasa
minum-minum dengan Kurose-san.
Mendengar cerita Luna dari
Kurose-san yang terlihat seperti wanita dewasa yang tidak kukenal, aku merasa
tertinggal sendirian sebagai orang yang masih berusia sembilan belas tahun.
“….Tapi mungkin alasan mengapa
Luna lemah dengan alkohol karena dia selalu lelah.”
Kurose-san tiba-tiba berkata
begitu saat melihat ke arah kejauhan.
“Dia benar-benar berusaha
keras, aku melihatnya beberapa waktu yang lalu.”
Mungkin dia mengetahuinya
ketika dia meneleponku dari ponsel Luna dari beberapa waktu yang lalu.
“Misuzu-san, sepertinya dia
belum sepenuhnya pulih. Dia bahkan masih meminum obat di rumah sakit.”
“....Eh?”
Aku menatap Kurose-san dengan
kebingungan karena tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Kurose-san lalu balas
melihatku dengan tatapan tidak percaya.
“.....Kamu belum pernah
mendengarnya dari Luna? Tentang 'depresi
pasca melahirkan' Misuzu-san?”
Apa-apaan
itu...
Ketika aku menahan napas, Kurose-san mulai menjelaskan.
Misuzu-san berhasil hamil
setelah mengalami kesulitan dalam menjalani perawatan kesuburan, dan tiba-tiba menjadi
ibu dari anak kembar setelah terbaring di tempat tidur karena terancam
kelahiran prematur. Sebelum luka di perutnya sembuh, dia masuk ke dalam
kehidupan merawat bayi yang sulit seperti badai, dengan kesulitan dua kali
lipat dari biasanya selama periode neonatal yang sulit, dan juga mengalami
masalah dengan tubuhnya seperti ASI yang tidak keluar, sehingga hal tersebut
menguras mentalnya.
Sebagai suaminya, Ayah Luna sibuk
dengan pekerjaannya dan hampir tidak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga.
Lalu mertuanya, Nenek Luna, melakukan tugas-tugas seperti belanja, mencuci, dan
memasak, tetapi beliau tidak membantu merawat bayi.
Misuzu-san sebelumnya tinggal
di Kansai sampai dia menikah, jadi dia tidak memiliki kerabat atau teman dekat yang
dapat membantunya.
Oleh karena itu, untuk
meringankan sedikit beban Misuzu-san, Luna mulai aktif merawat adik kembar perempuannya.
Begitulah ceritanya.
“...... Begitu ya...”
“Jangan bilang-bilang kalau aku
yang memberitahumu, oke. Aku pikir Luna sengaja tidak memberitahumu karena
mempertimbangkan privasi Misuzu-san.”
Setelah Kurose-san selesai
berbicara, dia meminum birnya lagi.
“Tapi karena itu, kamu tidak
bisa bertemu dengan Luna, ‘kan? Mungkin kamu berpikir kenapa dia sampai
segitunya merawat adik tirinya, jadi begitulah situasinya.”
“Ya...”
“Dia sangat baik hati.”
Kurose-san mengatakan itu
dengan mata menyipit, dan saat tatapan mata kami bertemu, dia tersenyum penuh
kasih sayang.
“Aku yakin kamu sudah mengetahuinya.”
“Ya...”
Ketika aku terperangkap dalam
perasaan itu, Kurose-san membuka mulutnya seolah-olah dia teringat sesuatu.
“Oh ya. Ayo pesan makanan.”
Ucap Kurose-san saat dia
membuka menu dan memberikannya padaku.
“Pesanlah apapun yang kamu
suka. Sebagai senior pekerja paruh waktu, aku akan mentraktirmu makanan hari
ini.”
Ketika dia berkata demikian
sambil tersenyum, Kurose-san terlihat seperti wanita dewasa yang paling alami
dan menawan dari yang pernah aku lihat sebelumnya.
◇◇◇◇
Pada minggu berikutnya, aku
makan malam bersama seseorang.
“Yo, Yamada.”
Ketika aku melihat Sekiya-san
mengangkat tangannya di depan patung
yang telah ditetapkan sebagai tempat pertemuan, aku hanya bisa tersenyum
kecut.
“Sudah lama sekali sejak terakhir
kali kamu memanggilku dengan panggilan seperti itu.”
“Yah, entah kenapa, aku
tiba-tiba jadi teringat ketika kamu masih di SMA.”
Bahkan sekarang, aku masih pergi
makan bersama Sekiya-san setiap beberapa bulan sekali.
“Kamu sudah besar ya.”
Ketika kami berjalan berdampingan
di stasiun yang lebih terang dari siang hari dengan cahaya buatan, Sekiya-san
menatapku dan menyipitkan matanya.
“Hah? Benarkah? Padahal aku
hanya tumbuh satu sentimeter sejak kelas 2 SMA.”
Aku merasa bahwa perbedaan
tinggiku dengan Sekiya-san tidak banyak berkurang sejak saat itu.
“Bukan begitu kali. Maksudku,
seperti kebijaksanaan orang dewasa? Tidak diragukan lagi kalau anak kampus
Houou kelihatan sangat berbeda.”
“Apa maksudmu dengan itu?”
Aku merasa sedikit campur aduk ketika ia mengatakan sesuatu yang sangat tepat waktu untukku.
“Aku mengetahuinya, kok. Kamu
sudah tumbuh berkembang selama tiga tahun terakhir. Sedangkan aku masih sama seperti
dulu. Itu sangat mengesankan.”
Sekiya-san sedang belajar untuk
ujian masuk universitas tahun ini. Hubungannya dengan Yamana-san masih sama seperti
tiga tahun yang lalu. Aku tidak pernah mengajaknya bertemu denganku karena dirinya
sibuk belajar. Kali ini sudah pertengahan Februari, jadi mungkin ujian masuknya
sudah selesai.
“Bagaimana kabarmu belakangan
ini? Bagaimana dengan pacarmu? Apa dia masih sibuk?”
Sekiya-san yang duduk di
depanku, tiba-tiba bertanya begitu ketika kami duduk di meja restoran yakiniku
yang kami masuki.
Setelah pelayan datang dan
menyalakan api di atas kompor, dia dengan santai menyajikan air di depanku.
“Dia masih sibuk sekali ...
mungkin akan selamanya seperti ini.”
“Apa-apaan itu? Kayak kehidupan
roninku saja. Lah, itu tidak lucu sama sekali, tau.”
Sekiya-san tertawa sendiri
dengan sendirinya.
“Yahh, jika itu hanya masalah
merawat adik perempuannya, anak-anak akan tumbuh dewasa suatu saat nanti.”
Ia tersenyum tipis dan
memandang kejauhan.
“….Pada suatu saat nanti, aku juga
harus menyerah pada sesuatu.”
Ada kesedihan dalam raut
wajahnya ketika bergumam begitu.
“Mana mungkin aku bisa selamanya
menjadi parasit orang tua dan belajar di sekolah bimbel sambil makan gratis ...
Teman sekelasku yang langsung diterima di universitas sudah menjadi karyawan
perusahaan sejak bulan April tahun lalu.”
Sekiya-san melihat ke atas dan
tersenyum padaku saat aku terlambat untuk menanggapinya.
“Kali ini adalah ujian yang
terakhir. Jadi, tahun ini aku mengambil ujian untuk universitas selain fakultas
kedokteran. Aku sudah menerima beberapa hasil yang baik sehingga aku mungkin
bisa menjadi mahasiswa universitas.”
“... Memangnya hasil ujian
fakultas kedokteran belum keluar?”
Saat aku bertanya begitu sambil
baru menyadari kalau aku harusnya tidak mengatakan hal seperti itu, Sekiya-san
membalas sambil tersenyum sinis.
“Hasil yang telah keluar sejauh
ini selalu buruk. Tapi masih ada beberapa ujian yang akan diambil.”
“Eh, apa tidak masalah kamu
datang ke sini denganku pada saat yang penting seperti itu?”
Saat aku mengeluarkan suara
terkejut, Sekiya-san memandangku dengan aneh. Sambil merapikan daging yang baru
saja datang di atas panggangan dengan menggunakan sumpit, ia kemudian berkata.
“Aku sudah belajar selama empat
tahun terakhir. Tapi jika kemampuan akademikku turun karena aku makan daging
panggang bersamamu selama dua jam tepat sebelum ujian, aku tidak akan lulus di
mana pun juga.”
“.........”
Meskipun itu benar, aku hanya
merasa tidak enak dengan apa yang Sekiya-san katakan.
“…Aku sudah capek.”
Tiba-tiba, Sekiya-san bergumam
seolah-olah sedang mengeluh. Ia menopang pipinya dengan siku di atas meja dan menatapku
dengan tatapan lelah.
“Aku ingin bertemu dengan
Yamana.”
Saat aku mendengar kata-katanya,
aku merasa kalau ia memanggilku karena ia ingin mengungkapkan perasaannya yang
sebenarnya.
“.... Yang jadi gadis sih enak
ya. Mereka bisa mengatakan 'aku ingin
bertemu' dengan mudah.”
Sambil membalikkan daging di
atas panggangan dengan sumpit, Sekiya-san mengeluh seperti orang yang sedang
merajuk.
Aku tidak ingin melihatnya
dalam keadaan seperti itu, jadi akhirnya aku menanggapi.
“... Bahkan cowok pun juga sama,
bukannya kamu bisa tinggal mengatakannya saja?”
Sekiya-san berhenti menggunakan
sumpit dan menatapku.
“Mengatakan 'aku ingin bertemu' secara langsung
kepada orang tersebut.”
Ia menatapku seolah-olah dia
baru sadar akan sesuatu dan kemudian berkata,
“…Apa kamu sendiri bisa
melakukannya?”
Kali ini giliranku yang
terkejut.
Sekiya-san kemudian menatapku
dengan tatapan yang penuh pengertian dan menghiburku seperti teman baik.
“Besok tanggal 14 Februari, ‘kan?”
◇◇◇◇
Tiga tahun yang lalu pada Hari
Valentine, aku mendapat kue cokelat buatan tangan dari Luna.
Pada tahun berikutnya, dan
tahun setelahnya ... Tahun lalu, meskipun itu bukan buatan tangan, aku mendapat
cokelat merek terkenal setelah membuat janji kencan beberapa minggu sebelumnya.
Dan tahun ini. Aku belum
ditanya tentang rencana untuk tanggal 14 oleh Luna.
Selain itu, tidak ada pesan
dari Luna hari ini juga.
Apa dia sedang bersama “Manajer Wilayah” lagi?
Aku merasa frustrasi karena aku
tidak pernah bekerja dalam posisi yang bertanggung jawab di dunia kerja, aku
tidak bisa minum alkohol, dan aku tidak tahu apa-apa tentang dunia orang
dewasa.
──
Apa kamu sendiri bisa melakukannya?
Pada malam itu, saat aku
berbaring di tempat tidurku dan menggenggam ponselku, aku teringat dengan
kata-kata Sekiya-san.
“..... Tapi jika aku yang
mengatakannya sekarang, aku akan terlihat seperti pria yang hanya menginginkan
cokelat...”
Setelah berpikir keras-keras
sembari menatap layar pesan dari Luna, ada panggilan masuk masuk. Waktunya
terlalu sempurna sehingga aku hampir saja mengira bahwa aku yang menelepon.
“Lu-Luna!?”
“Ryuuto~! Hari ini juga maaf
ya~! Aku diundang oleh manajer lagi semalam.”
“.....!”
Sudah kuduga, seperti yang
sudah kubayangkan...
Perutku menjadi sangat berat,
tetapi aku harus menunjukkan sikap tenang sebagai pacarnya selama tiga setengah
tahun.
“Be-Begitu ya, itu pasti sangat
merepotkan, terima kasih telah bekerja keras ...”
“Ryuuto….”
Di sinilah suara Luna tiba-tiba
menjadi manis.
“Aku ingin bertemu denganmu
...”
Suaranya sangat lirih. Seperti
udara yang gemetar karena napas Luna, aku merasa seperti aku bisa merasakannya
di telingaku saat ini. Aku teringat apa yang dikatakan oleh Sekiya-san
sebelumnya dan hatiku menjadi sedih.
“... Aku juga ingin bertemu
denganmu, Luna.”
Tanpa sadar aku mengucapkan
kata-kata itu dan Luna langsung tersentak.
“Benarkah?”
“Ya. Aku sangat ingin bertemu
denganmu, setiap hari ...”
Karena Luna adalah seorang
pekerja, dan aku memiliki tanggung jawab sebagai mahasiswa, aku terus mencari
pembenaran bahwa kami tidak bisa bertemu seperti dulu kala dan mencoba untuk
menipu diriku sendiri setiap hari.
Namun sebenarnya, aku ingin
melihat senyum Luna setiap hari. Dia adalah satu-satunya gadis spesial yang
telah aku putuskan untuk menjaganya seumur hidupku.
“Ryuuto...”
Suara Luna terdengar gemetar.
Kemudian suara yang terdengar adalah suara yang tegas.
“Kalau gitu, ayo bertemu. Sudah
kuputuskan. Kamu ada waktu luang besok malam?”
“Eh!? B-Benarkah?”
Meskipun itu adalah ajakan yang
seharusnya membuatku bahagia, aku jadi panik karena perubahan yang terlalu
cepat.
“Ya. Kemarin aku minum-minum
dengan manajer toko dan dia bilang 'Aku
merasa kalau kamu sering menemaniku baru-baru ini, jadi kamu boleh pulang lebih
awal besok.'.”
“Ja-Jadi begitu ya ...”
Sambil mengangguk, aku merasa
lega karena dia tidak pergi minum bersama manajer wilayahnya. Karena manajer
tokonya adalah seorang wanita.
“... Lalu, aku menantikan untuk
bertemu besok malam!”
Setelah memutuskan tempat bertemu,
Luna berbicara dengan suara ceria.
“Ya, aku juga menantikannya.”
Setelah memutuskan panggilan
telepon, hatiku berdebar-debar.
Di benakku terlintas pemikiran,
apakah Sekiya-san sudah menghubungi Yamana-san atau belum.
◇◇◇◇
Tepat sebelum pukul 7 malam,
aku bertemu dengan Luna di depan Stasiun Shinjuku.
“Ryuuto~!”
Setelah lama tidak bertemu,
Luna masih terlihat cantik seperti biasa. Aku tidak bisa mengatakan persis apa
yang berbeda, tapi aku merasa kalau dia semakin cantik.
Sebenarnya, sejak dia bekerja
di industri fashion, aku merasa Luna menjadi semakin modis. Ini adalah kesan
yang bisa aku katakan dengan percaya diri karena Yamana-san dan Tanikita-san
juga mengatakan hal yang sama ketika kami masih di SMA.
“Ayo pergi, aku sudah memesan
restoran.”
“Oh, begitu ya... terima kasih,
maaf.”
“Enggak apa-apa kok, aku
melakukannya karena aku terlalu senang!”
Luna berkata sambil merapat
kepadaku untuk menghindari kerumunan orang. Tangannya melingkar lembut di jari
tangan kiriku dan meremasnya erat-erat.
Hangatnya.
Aku bisa merasakan kulit Luna.
Aku benar-benar mencintainya,
detak jantungku berpacu semakin cepat. Aku benar-benar merasa aneh karena kami
tidak pernah bertemu dalam waktu yang lama.
Meskipun bertahun-tahun telah
berlalu, aku masih mencintai Luna.
Restoran yang dipesan Luna
memberikan kesan dewasa dengan suasana bar anggur. Botol-botol di rak anggur
transparan yang terpasang di sepanjang dinding menciptakan suasana yang mewah
dan elegan.
Kami dipandu menuju ruang
pribadi di ujung belakang restoran. Ada dua sofa untuk dua orang di seberang
meja dan pintu geser yang menutup, sehingga ruangan benar-benar pribadi.
“Ada kamar pribadi tersedia jadi
aku memesannya. Mungkin karena ada pembatalan? Aku memesannya secara online di
kereta pagi ini.”
“Begitu rupanya. Terima kasih.”
Aku duduk gelisah di sofa mewah
sambil menatap menu bersama setelah pelayan pergi.
“Manajer toko sering membawaku
ke restoran ini. Hidangan gurita yang diasinkan di sini sangat enak dan aku
ingin kamu mencobanya juga. Kamu suka gurita, kan?”
“Ya, aku ingin mencobanya.”
“Dan juga, jamur panggangnya
luar biasa, loh! Ukurannya besar dan mirip dengan jamur shitake. Ketika aku
pertama kali mencobanya, aku sangat kegirangam!”
“Hee, kelihatannya memang
enak.”
Karena kami sudah lama bersama,
Luna tahu betul selera makananku.
“Jadi, bolehkah aku memesan hidangan
yang direkomendasikan?”
“Ya.”
“Untuk minumannya...”
Luna membuka halaman minuman
ringan, jadi aku membuka halaman minuman beralkohol.
“Kamu boleh minum alcohol, kok.
Jangan khawatirkan aku.”
“Oh, enggak apa-apa, kok. Ayo
bersulang dengan anggur non-alkohol!”
Luna menutup menu sambil
tersenyum dan menekan tombol untuk memanggil pelayan.
“Aku selalu mabuk dengan
minuman, jadi hari ini aku ingin mencicipi makanannya.”
Kupikir dia sedang menyesuaikan
diri denganku, tetapi dia tersenyum dengan ramah dan tetap sopan. Dia tetap
bertingkah lembut dan baik hati.
Namun, ada sedikit kekhawatiran
yang tersisa dalam pikiranku, meskipun aku berada di sampingnya.
Setiap hidangan yang dipesan
Luna sesuai dengan seleraku dan semua rasanya sangat lezat.
Setelah memuaskan rasa laparku,
aku mulai merasa gugup dan melihat-lihat ruangan pribadi tempat kami duduk.
Interior didominasi oleh warna
hitam dan putih yang sederhana tetapi memberikan kesan menenangkan. Pada bagian
dinding, terdapat lukisan modern yang agak geometris.
Membayangkan Luna makan dengan
pria lain di tempat dengan suasana yang begitu menyenangkan..... Pikiranku
menjadi kacau.
“….Apa kamu selalu mendapatkan
ruangan pribadi ketika bertemu dengan manajer wilayah?”
Ketika aku bertanya dengan
ragu-ragu, Luna menggelengkan kepala dengan ringan.
“Tidak, ia hanya mengajakku
secara spontan. Kami tidak pernah memesan terlebih dahulu. Ia akan menelepon
restoran di menit-menit terakhir untuk memesan tempat. Ruangan pribadi biasanya
tidak tersedia jika kamu tidak memesannya terlebih dahulu.”
“Begitu ya.”
Aku merasa sedikit lega.
“Ketika aku pergi ke toilet,
aku melihat ruangan pribadi dan berpikir 'aku
ingin pergi ke sini bersama Ryuuto'.”
Setelah mengatakan itu, Luna memandangku
sambil tersenyum menggoda.
“Jangan-jangan Ryuuto, kamu
cemburu dengan manajer wilayah, ya?”
“Ti-Tidak, enggak juga...”
Aku merasa tertangkap basah dan
tidak bisa mengelak. Luna langsung tertawa ketika melihat reaksiku yang seperti
itu.
“Jangan khawatir, ia hanya
paman yang ceria. Dia memiliki istri yang sangat cantik dan putri yang sangat
lucu."
“….Tapi, meski begitu,
kemungkinan berselingkuh masih tetap ada, bukan….?”
Saat aku mengatakan itu, wajah
Luna menjadi gelap sejenak.
“…Yah, memang, sih.”
“Ahh ...”
Aku mengingat ada kasus
perselingkuhan selebriti dan mengatakan itu, tetapi aku mulai teringat kalau
ayah Luna yang melakukan hal yang sama dan menjadi panik.
“Tidak, maksudku, bukan berarti
aku mencurigaimu berselingkuh dengannya. Aku hanya berharap kamu tidak
mengalami pelecehan seksual atau hal-hal buruk lainnya...”
Aku mencoba memperbaiki situasi
dengan ucapanku, dan Luna mengangkat wajahnya dan tersenyum lagi.
“Begitu ya. Terima kasih. ...
Kamu selalu sangat baik ya, Ryuuto.”
Setelah bergumam begitu, dia
tersenyum untuk meyakinkanku.
“Tapi, aku beneran baik-baik
saja kok. Bukan hanya aku saja, tetapi ia sering memanggil banyak orang
termasuk manajer toko dan wakil manajer wilayah lain. Kalau ia benar-benar
seperti pria c*bul, pasti akan menjadi masalah di perusahaan, bukan?”
“Memang benar...”
Perusahaan tampaknya menjadi
tempat lebih ketat daripada yang aku bayangkan. Aku merasa sedikit malu, tetapi
masih ada keraguan yang tersisa.
“Ta-Tapi, kamu sendiri pernah
bilang kan Luna? 'Ia mencoba mencari
perasaanku' atau sesuatu seperti itu ...”
“Ahh, cerita itu ya ...”
Seolah-olah teringat sesuatu,
Luna mengatakan dengan serius.
“Sebenarnya ...”
Ketika Luna mencoba untuk
memulai pembicaraannya dengan suara yang sedikit kaku, suara bergetar bergema di
ruangan pribadi yang tenang. Luna mencari tasnya dan menemukan ponselnya yang
sedang menyala dan bergetar.
“Ahh, ini dari nenekku.
Kira-kira ada apa ya? Tumben sekali dia menelepon di jam segini ...”
Luna memandang layar ponselnya
dan mengeluh.
“Jawab saja. Mungkin ada keperluan
darurat.”
“Ya ...”
Setelah melihat ke arah pintu
sebentar, Luna menekan tombol telepon. Mungkin Luna memutuskan untuk menerima
panggilan karena kami berada di ruangan pribadi.
“…. Halo, ada apa, Nek?”
Luna berbicara dengan suara
kecil yang sopan.
“Luna-chan,
apa kau tahu letak makanan bayinya?”
Mungkin karena dia biasanya
berbicara dengan jelas, suara nenek dari telepon terdengar jelas bahkan di
telingaku tanpa harus memperhatikan dengan saksama.
“Karena
Misuzu-san pergi ke apotek yang agak jauh, jadi dia memintaku untuk menjaga
Haruna-chan dan Haruka-chan, tapi mereka tiba-tiba mulai menangis. Aku sedikit
kesulitan karena mereka mungkin merasa lapar. Misuzu-san tidak mengatakan
apa-apa tentang ini.”
“Aku merasa mereka mungkin
tidak merasa lapar, Nek.”
Luna menjawab sambil menjaga
ketenangannya.
“Misuzu-chan memberi mereka
makan pada waktu yang tepat. Sekarang mereka mungkin hanya ingin tidur. Bisakah
Nenek memeluk mereka?”
“Eh?
Memeluk mereka? Keduanya?”
“Ya, dua-duanya.”
“Itu
sih mustahil... Aku tidak bisa mengangkat mereka berdua sendirian. Nanti aku
bakalan sakit pinggang.”
“Nenek bisa melakukannya jika
duduk di sofa dan memegangnya di masing-masing tangan. Jika nenek menepuk-nepuk
pelan dada atau perut mereka, mereka akan merasa tenang dan berhenti menangis.”
“Meskipun
kamu bilang begitu, aku bukan Mama atau Luna-chan...”
Neneknya berkata dengan lemah.
“Nee,
Luna-chan, apa kamu akan terlambat lagi hari ini?”
Luna melirik ke arahku
sebentar, lalu menjawab dengan ekspresi tegas,
“Ya, maafkan aku. Aku punya
urusan penting hari ini. Aku akan pulang sebelum terlalu malam dan Misuzu-chan
pasti akan kembali segera jika dia sudah membeli obatnya.”
“Aku
benar-benar kerepotan. Aku merasa tidak nyaman jika hanya sendirian, apalagi
mereka adalah anak kembar... anak-anak pasti merasa tidak nyaman jika tidak
bersama ibunya, bukan?”
“Jika begitu, aku juga bukan ibu mereka dan
pada awalnya aku juga merasa khawatir. Tapi tidak apa-apa. Nenek juga bagian
dari keluarga.”
Luna menenangkan Neneknya
dengan senyum lembut.
“Mungkin anak-anak menyukai
orang yang selalu ada di sisinya dan selalu menyenangkan mereka tanpa syarat.
Jadi, aku pikir meskipun bukan orang yang melahirkan mereka, seseorang bisa
menjadi pengganti ibu mereka.”
Ketika aku melihat senyum
tenang Luna saat berkata demikian, aku menyadari betapa besar rasa sayangnya kepada
adik-adiknya.
Demi membantu Misuzu-san... itu
mungkin alasan awalnya. Tapi itu bukan hanya karena kewajiban.
Luna menyayangi adik-adiknya.
Oleh karena itu, dia masih bisa
berjuang bahkan ketika dia lelah dari pekerjaannya. Dan aku mengerti betapa
penting peran yang dia mainkan di keluarga Shirakawa saat bicara dengan neneknya
melalui telepon.
Nenek terus mengeluh setelah
itu, tetapi tiba-tiba memutuskan panggilan dengan ringan.
“Ah,
Misuzu-chan sudah pulang. Syukurlah.”
Beliau lalu mendadak memutuskan
panggilan.
“Nenek sebenarnya tidak terlalu
suka anak-anak, padahal dia membesarkan dua anaknya sendiri.”
Setelah telepon tiba-tiba
berakhir, Luna mengeluh.
Namun, segera setelah itu,
ponselnya berdering lagi dengan panggilan masuk.
“Duhh, sekarang ada apa lagi,
Nek?”
Luna menjawab telepon tanpa
memeriksa siapa yang menelepon.
“Maafkan
aku, Luna-chan! Bisakah aku meminta pertolonganmu?”
Suara seorang wanita muda
terdengar dari ujung lain telepon. Dia sangat panik sehingga dia bahkan tidak
memperhatikan bahwa Luna memanggil neneknya tadi.
“Eh, Ma-Manajer?!”
Luna berseru kaget dan
menjauhkan ponselnya dari telinganya untuk memeriksa siapa yang menelepon.
“Apa yang telah terjadi?”
“Mengenai
display manekin dengan sentuhan bunga sakura bukanlah lusa, melainkan besok!
Setelah Luna-chan pergi tadi, aku menyadarinya saat mendapat telepon dari
kantor pusat. Kanna-chan juga membantuku sampai toko tutup, tapi aku tidak bisa
membuat pekerja paruh waktu bekerja lembur, jadi aku menyuruhnya pulang...”
Sepertinya itu panggilan kerja.
“Aku
berpikir untuk mempercayakan Luna-chan dengan koordinasi manekin di pintu masuk
karena kamu mempunyai selera yang bagus, tapi… jika kamu ada di dekat sini,
maukah kamu kembali? Ini permintaanku dalam seumur hidup! Aku akan mentraktirmu
apa saja nanti!”
Luna terdiam dan melihat ke
arah meja, tetapi akhirnya dia menutup matanya dan mengambil nafas dalam-dalam.
“....Baiklah. Kebetulan Aku
masih di Shinjuku, jadi aku akan pergi sekarang.”
Sambil membuka matanya dan
melihat ke pintu, Luna mengatakan itu dengan suara yang tegas.
“Serius!?
Terima kasih banyak! Aku sangat menyesal karena kesalahanku sendiri dan sangat
berterima kasih padamu, Luna-chan!”
Manajer toko itu terus meminta
maaf sampai akhir panggilan dan sangat berterima kasih pada Luna.
“......”
Setelah panggilan berakhir,
Luna menatap layar ponselnya dengan ekspresi rumit menghiasi wajahnya sejenak.
“.... Maaf, Ryuuto. Sepertinya
ada masalah di pekerjaan, jadi aku harus kembali ke toko.”
“Ya.”
Entah bagaimana aku sepenuhnya
memahami keadaannya, jadi aku mengangguk dalam-dalam.
“Itu pasti sulit. Kamu boleh
pergi dan hati-hati di jalan.”
Luna tersenyum kepadaku dengan
ekspresi penyesalan.
“Maaf ya. Aku berpikir kita bisa
berkencan santai malam ini.”
Setelah mengatakan itu, dia
mengenakan jaketnya dan bersiap-siap untuk pergi.
“Karena sayang kalau tidak
dimakan, tolong habiskan makanan ini. Aku akan mengurus tagihannya.”
“Eh, tidak usah, aku akan
membayar juga......”
“Tidak. Habisnya hari ini adalah
hari istimewa, bukan?”
Usai mengucapkan itu, Luna
memberikan tas kecil yang ada di samping tasnya.
“Ini, cokelat dariku.”
Itu adalah tas kertas dengan
logo merek cokelat mewah yang terkenal.
“Terima kasih.....”
Luna tersenyum padaku dengan lembut
saat aku menerima tas pemberiannya.
“Aku juga ingin berterima kasih
padamu, Ryuuto. Karena kamu terus berada di sisiku, jadi aku bisa berjuang
keras.”
Itu adalah senyum lembut yang
penuh dengan kedekatan dan ketulusan.
Senyum indah yang lebih dewasa
daripada saat aku jatuh cinta padanya dan masih merindukannya hingga saat ini.
Saat aku melepas pandanganku
dari Luna yang pergi, aku duduk sendirian di ruangan pribadi dan memeriksa isi
tas.
Di dalamnya terdapat kotak
cokelat mewah seukuran telapak tangan dan kartu ucapan kecil.
Terima
kasih sudah selalu mendukungku.
Aku
mencintaimu, Ryuuto ♡
Aku
ingin bisa bersamamu setiap hari secepat mungkin ♡
Luna
“...Ayo kita menikah.”
Setelah membaca kartu itu, aku
terdiam sejenak dan kemudian bergumam dengan hati yang membara.
◇◇◇◇
Entah itu d tempat kerja maupun
di rumahnya, keberadaan Luna diperlukan dan diandalkan oleh orang-orang di
sekitarnya dan berhasil memenuhi tugasnya dengan baik.
Sebagai pacar dari gadis
seperti itu, aku juga harus melangkah maju dan melakukan tugasku sendiri.
Aku bekerja paruh waktu di
departemen editorial tiga kali dalam seminggu. Karena jadwal pekerjaan paruh
waktu di sekolah bimbel sedang kosong, aku menambahkan pekerjaan editorial di
hari-hari yang sebelumnya diisi dengan siswa yang akan mengikuti ujian masuk
universitas.
Ngomong-ngomong, Kurose-san
bekerja empat kali seminggu dan selalu ada di sana pada hari ketika aku
bekerja.
“Haa~..."
Dia bekerja sambil mengeluh.
Waktu menunjukkan kalau sekarang sudah pukul delapan malam.
“Setelah pengoreksian, aku
benar-benar tidak menyukainya karena harus membereskan ini.”
Sambil mengatakan itu, dia
diam-diam memilah dokumen yang
berserakan di meja karyawan.
Sebuah istilah yang aku pelajari
baru-baru ini, pengoreksian adalah proses mengonfirmasi isi sebuah majalah dan
mengirimkannya ke proses percetakan. Dengan kata lain, semua naskah yang akan
dipublikasikan harus diserahkan dalam bentuk yang lengkap dengan perbaikan
detail kecil, sehingga periode sebelum “pengoreksian”
adalah waktu paling sibuk di departemen editorial.
Departemen editorial ini
menerbitkan majalah manga untuk remaja setiap bulan yang bernama [Crown Magazine]. Ketika tenggat waktu
pengoreksian semakin dekat, suasana di kantor menjadi tegang dan jumlah editor
yang terlihat seperti zombie meningkat karena mereka bekerja hingga lewat tengah
malam.
Sejumlah besar sampel keluaran
yang disebut “Cetak coba” dihasilkan
dalam proses..... Sederhananya, ini seperti halaman yang setengah jadi. Tugas
kami sebagai karyawan paruh waktu adalah membersihkan cetak coba besar yang
disebar oleh editor yang sedang bekerja keras untuk persiapan tugas normal
besok.
Namun, tugas tersebut belum
selesai. Kami benar-benar lembur. Meskipun begitu, sepertinya kami akan
menerima gaji lembur.
Majalah Crown... umumnya dikenal
sebagai “Kuramaga”, diposisikan dalam
industri sebagai majalah manga yang paling dikenal pecinta manga. Aku hanya
pernah mendengar namanya sebelumnya, tetapi saat aku melihat daftar isi, aku
menyadari bahwa majalah ini memiliki konsep yang cukup luas, dengan penulis
manga terkenal yang menulis karya-karya yang berbeda dari karya-karya
sebelumnya yang membuat fenomena sosial, serta manga remaja dengan konsep unik
yang sulit ditemukan di majalah manga lain. Sedangkan di sisi lain, ada juga
karya-karya “moe” yang sepenuhnya
mengikuti tren masa kini.
Sedangkan redaksi editorial
seperti itu, luas gedung kantornya hanya setengah lantai dari lantai lima dan
tidak terlalu luas. Ukurannya mungkin sekitar dua atau tiga kelas sekolah. Ada
lebih dari sepuluh editor, kecuali pejabat seperti kepala editor, tetapi ada
juga orang yang bekerja dari rumah, jadi aku belum bertemu semua orang.
Dan sekarang, tidak ada
siapa-siapa di sana. Di dalam ruangan luas semacam itu, hanya ada aku dan
Kurose-san saja.
“Kashima-kun, butuh berapa lama
lagi untuk menyelesaikannya?”
“Hmm… Yah, karena sebagian
besar sudah cukup rapi, jadi mungkin sekitar satu jam lagi ...”
“Kurasa aku juga membutuhkan
waktu sekitar itu. Fiuhh ... Beres-beres tuh benar-benar tidak menyenangkan.
Tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kreatif sama sekali. Jadi wajar saja ada
banyak pekerja paruh waktu yang keluar.”
Untuk menghemat listrik, lampu
neon di langit-langit yang terbagi menjadi tiga sakelar hanya menyala tepat di
atas kami.
“Di luar sudah cukup gelap ...
Lah, malahan sudah turun hujan.”
Tanpa sengaja menghentikan
tangannya, Kurose-san membalikkan kepalanya ke arah jendela dan mengoceh.
“Lah, iya, ya.”
“Kashima-kun, apa kamu membawa
payung?”
“Tidak ...”
Kami sekarang sedang bekerja
berdampingan. Kurose-san membereskan naskah ketua editor dan aku membereskan
naskah wakil editor. Karena kami membelakangi jendela, kami tidak menyadari
perubahan cuaca yang tiba-tiba. Mungkin suara hujan tidak terdengar karena
ruangan yang kedap suara.
“Memangnya ramalan cuaca
mengatakan kalau hari ini akan turun hujan?”
“Tidak, aku tidak terlalu
memperhatikan karena hari ini cerah ...”
Saat kami berbicara tentang
itu, kilatan cahaya muncul di sudut pandangan kami dari luar jendela yang
gelap.
Beberapa detik kemudian, suara
guntur yang mengguncang terdengar keras.
“Kyaa!”
Kurose-san menjerit sambil
menutup telinganya.
“Petir, ya. Tumben-tumbennya
ada petir di musim ini…..”
Berbicara masalah petir, kupikir itu selalu
dikaitkan dengan musim panas.
“... Mungkin petir musim semi?
Karena cuacanya jadi sedikit lebih hangat baru-baru ini.”
“Petir musim semi?”
“Petir di musim semi. Ini
adalah kata musim dalam haiku yang mengekspresikan kedatangan musim semi.”
Dengan mengatakan itu dengan
santai, Kurose-san melanjutkan pekerjaannya.
Dia benar-benar terdengar
seperti mahasiswa sastra Jepang.
Dia selalu memiliki atmosfer
yang cerdas, tetapi kecerdasannya tampaknya semakin dipoles sejak dia masuk
universitas.
Namun, ketenangannya itu hancur
oleh guntur berikutnya.
“Kyaa!”
Dia meninggalkan tugasnya dan
mendekati jendela untuk melihat ke luar melalui celah tirai.
“Apa-apaan sih itu... Bukannya
tadi itu lumayan dekat?”
“Mungkin...”
Aku juga menghentikan tanganku
sejenak dan berdiri di samping Kurose-san untuk melihat keluar dari jendela.
“Kyaa!”
Hampir bersamaan dengan kilatan
cahaya, suara petir yang membuatnya gemetar terdengar.
“Sepertinya sangat dekat sekali
...”
Lalu pada saat itu…
Semua lampu di dalam ruangan
tiba-tiba padam.
“Eh, apaan!?”
Kurose-san berteriak dengan
ketakutan.
Kemudian, ada petir menyambar
di luar.
“Kyaaa!”
Tubuhku mendadak menerima
guncangan keras.
Ketika aku menyadari bahwa dia sedang
memelukku, aku bisa mencium aroma wangi yang lembut.
“K-Kurose-san ... !?”
Aku mencoba melepaskan diri
dengan panik, tetapi tubuhnya yang memelukku terlihat gemetaran.
“Pemadaman listrik ...? Enggak
mau, enggak mau, aku takut gelap ...”
Suara kecil yang keluar dari
mulutnya terdengar lemah.
Pada saat itu, aku menyadari
sesuatu.
Pada saat berada di kelas 2
SMA, Kurose-san menjadi korban percobaan pelecehan s*ksual oleh orang tak
dikenal di kuil gelap tanpa penerangan cahaya. Mungkin dia juga gemetaran
seperti ini setelah penyerangan itu.
“…………”
Aku tidak bisa menjauhkannya
pergi dari dadaku.
Pada saat aku merasa pasrah dan
menatap langit-langit yang gelap…
“…Ahh.”
Lampu neon berkedip dan lampu
menyala kembali. Tampaknya pemadaman listrik akibat sambaran petir ini hanya
bersifat sementara, mungkin karena pasokan daya cadangan berhasil diaktifkan.
“... Jadi, listriknya sudah
menyala. Syukurlah...”
Aku berhati-hati memanggil
Kurose-san, yang masih bersandar di dadaku dan gemetaran.
“…………”
Kurose-san masih tidak bergerak
untuk beberapa saat.
“... benar juga.”
Setelah mengambil beberapa
napas dalam-dalam, bahunya naik turun, lalu dia bergumam begitu.
Dan kemudian, dia melepaskan
tangannya dengan lembut dari dadaku dan mundur tiga langkah.
“... Maafkan aku. Ayo kita selesaikan
pekerjaan dengan cepat.”
Seolah-olah tidak terjadi
apa-apa, Kurose-san mengatakan itu sembari tersenyum canggung.
Ketika kami menyelesaikan
pekerjaan dan melangkah keluar dari kantor, hujan sudah berhenti.
Karena aku terlalu lapar, jadi
aku menerima undangan Kurose-san dan pergi ke bar yang pernah kami kunjungi
sebelumnya.
“... Kashima-kun, aku tuh...”
Setelah menyelesaikan gelas bir
segar pertama, Kurose-san mulai berbicara.
“Aku takut pada laki-laki.”
Ketika aku menatapnya dengan
rasa penasaran tentang apa yang dia maksud, dan Kurose-san menundukkan matanya.
“Hanya dengan melihat pria yang
tidak dikenal melewati jalan di malam hari, aku merasa seperti jantungku dipegang
erat ... aneh sekali, ‘kan?”
“... Apa itu karena kejadian
pelecehan s*ksual di kuil dulu?”
Aku bertanya dengan ragu-ragu,
dan Kurose-san melirikku sebentar sebelum menjawab.
“Ya. Mungkin setelah itu.”
Dia berkata sambil menundukkan
kepalanya lagi.
“Ketika aku masih di tahun
pertama kuliah, aku pernah bekerja paruh waktu di kafe yang modis.”
Sambil masih menunduk, dia
terus melanjutkan.
“Mungkin hanya kebetulan,
tetapi ada banyak orang yang ekstrovert di sana, dan semua anak laki-laki
dengan mudah menyentuh tubuh wanita. Aku merasa takut dan berhenti setelah dua
minggu.”
Aku benar-benar bisa mengerti
mengapa dia berhenti ... rasanya seperti orang-orang semacam itu merupakan jenis
manusia yang benar-benar berbeda.
“Orang-orang di departemen editorial
banyak orang yang jantan. Mungkin hanya karena aku adalah orang yang pemalu,
tetapi tempat tersebut cocok untukku.”
Dia berkata dengan nada
bercanda dan tertawa sendiri dengan penuh penghinaan diri.
“... Ketika pemadaman listrik
tadi, aku sangat terkejut. Ternyata aku masih ... tidak takut pada Kashima-kun,
aku bahkan bisa memelukmu sendiri.”
Kurose-san berkata dengan
senyum rumit yang masih menyisakan rasa malu diri.
"............"
Aku masih mengingat sensasi lembut
dan aroma wanginya ketika dia memelukku tadi. Aku bahkan ingat apa yang terjadi
di gudang olahraga saat SMA dan aku merasa terguncang dan pipiku memerah.
“... Uhmm, aku ...”
Dengan suara gemetar, aku
membuka mulutku.
“Setelah wisuda dari
universitas, aku berencana untuk menikahi Luna.”
Aku sendiri bahkan tidak tahu
mengapa aku mengatakan hal itu, bahkan tanpa membicarakannya lebih dulu dengan
Luna. Namu, kupikir aku harus melakukan sesuatu untuk menangkal perasaan yang
masih dimiliki Kurose-san kepadaku.
“... Benarkah? Selamat ya.”
Kurose-san menatapku dengan
tatapan menengadah, lalu mengangkat sudut mulutnya.
“Fufu.”
Kurose-san menundukkan
kepalanya sendiri dan tertawa sendiri, tapi aku tidak tahu apanya yang lucu.
“…. Sedari dulu, aku tidak tahu
di mana aku harus menaruh perasaanku terhadap Kashima-kun. Tapi, begitu
rupanya...... maka Kashima-kun akan menjadi 'Onii-chan'-ku,
iya ‘kan?”
Kurose-san memicingkan matanya
sedikit dan menatap sudut meja.
“Mungkin aku harus
memperlakukanmu seperti itu.”
Dia tertawa sendiri seolah-olah
sudah menyelesaikan masalah dan kemudian menatapku.
“....Hei, 'Onii-chan'?”
Karena dia tersenyum nakal padaku,
jadi aku lumayan terkejut. Dia mengalihkan pandangannya dariku dan berbicara
dengan tenang.
“..... meskipun ini
bertentangan dengan apa yang aku katakan tadi. Aku memang takut pada pria, tapi
aku juga tertarik pada pria. Aku merasa itu aneh.”
Setelah mengatakan itu, dia
menatap kosong ke arah jauh di dalam bar yang penuh dengan keramaian pengunjung
lain.
“Orang yang dengan tinggi badannya
lebih tinggi dariku, lebar bahu yang besar, tangan yang besar...... itu
menakutkan, tapi aku juga ingin merasakan itu. Aku ingin ada laki-laki yang takkan
melukai atau menyakitiku, ia akan melindungiku...”
Setelah itu, dia menundukkan
kepalanya dan tersenyum malu-malu.
“Ketika aku menyentuh Kashima-kun
tadi...... aku teringat perasaan seperti itu yang selama ini tertidur di dalam
diriku.”
“……”
Aku menjadi merasa gelisah
lagi, tetapi pada saat itu bir segar kedua Kurose-san sudah tiba.
Kurose-san memegang gelas besar
itu dan mulai minum dengan cepat.
“....Ahh~. Aku penasaran di
mana aku bisa menemukan orang yang tulus seperti Kashima-kun?”
Dia melepaskan gelas dari
mulutnya dan berkata dengan nada sedih.
“Ku-Kupikir ada banyak orang
seperti itu. Misalnya Icchi dan Nisshi, mereka tidak pernah melakukan kontak
tubuh yang tidak pantas atau berselingkuh....”
Aku mencoba menenangkannya,
tetapi Kurose-san mengernyitkan kening.
“Nishina-kun sudah menyukai
Nikoru-chan sejak dulu, dan jika aku mencoba melakukan sesuatu pada Ijichi-kun,
aku pasti akan dibunuh oleh Akari-chan. Coba sebutkan cowok yang lain, dong.”
“Eh...”
“Memangnya kamu tidak punya
teman di perguruan tinggi? Bisakah kamu memperkenalkanku? Aku juga ingin
mencoba jatuh cinta sekarang.”
“Ehh?”
Rasanya terlalu merepotkan
untuk melanjutkan topik ini, jadi aku mencoba mengubah topik pembicaraan.
“Oh ya, ngomong-ngomong, apa
kamu melihat fitur khusus majalah Kuramaga bulan ini? Aku melihatnya saat coba
cetak tadi....”
“Eh, apa? Apa?”
Begitulah caraku keluar dari topik
merepotkan untuk sementara waktu.
Tiga puluh menit kemudian.
“Hei~~~ Kashima-kun~~! Kenalin
aku sama cowok, donggg~~~ co-wo-k!”
Kurose-san sudah sangat mabuk.
Dia membanting meja dengan gelas
bir kosong yang dipegangnya.
Pipinya terlihat merah dan
matanya tidak fokus.
“Ku-Kurose-san... ini
memalukan, jadi jangan berisik...”
Apanya
yang peminum kuat?!! Bukannya kamu sudah sangat mabuk!
Memang benar, dia sudah minum
lebih cepat dari sebelumnya dan ini sudah gelas kelima atau yang ke enam.
“Nee~~, kamu denger enggak,
sih~!? Itu sih karena Kashima-kun tidak membalasku, tau~~~!?”
“Ap-Apa…”
“Makanya aku bilang, kenalin
aku sama cowok~~! Setidaknya pasti ada, iya ‘kan~~!? Pasti ada satu orang yang
tidak memiliki pacar atau orang yang disukainya!”
“Me-Memang ada sih, tapi...”
Orang yang terlintas di benakku
tentu saja adalah Kujibayashi-kun. Tidak ada yang lain.
“Kalau gitu, cepat hubungi
orang itu sekarang~~!”
“Eng-Enggak, mungkin ia bukan
tipe seperti itu...”
“Cepat hubungi saja dulu
dong~~! Onii-cha~~n!”
“I-Iya deh…!”
Pada akhirnya, aku
menyetujuinya karena khawatir dengan tatapan orang-orang di sekitar kami.
Aku mengeluarkan ponselku dan
membuka aplikasi untuk mengirim pesan.
Adik
kembar pacarku memintaku untuk memperkenalkan cowok yang sedang mencari pacar,
apa kamu bisa bertemu dengannya?
Dia
sedang mabuk dan sangat ngotot kepadaku. Kamu bisa menganggapnya kalau kamu
sedang membantuku, tolong!
Kujibayashi-kun segera membalas
pesan”.
Tidak
masalah. Kapan dia bisa?
Aku sudah terbiasa dengan
gayanya yang santai dalam menulis pesan, walaupun itu masih sedikit aneh.
Maksudku, ia selalu menghindari
percakapan tentang cinta dan tidak tertarik pada hubungan asmara. Tapi ia mau
bertemu dengan orang yang direkomendasikan olehku. Ia terlihat antusias dan itu
sedikit mengejutkanku.
“.... Ia berkata 'tidak masalah'.”
Kurose-san yang mabuk itu
terlihat senang mendengarnya.
“Benarkah~~? Horeeee~~~♡!”
Kemudian, dia memanggil pelayan
yang lewat sembari memegang gelas bir yang kosong.
“Mari kita bersulang untuk
merayakannya~~! Mbak pelayan~~ aku nambah satu gelas lagi~!”
“Dia tidak membutuhkannya,
maaf. Sebagai gantinya, aku minta air minum saja.”
Aku bertekad untuk tidak
membiarkan Kurose-san minum lagi sampai dia mabuk.
◇◇◇◇
Setelah itu, berkat mediasiku,
Kurose-san dan Kujibayashi-kun bertemu segera keesokan harinya. Namun...
“Hei, Kashima-kun. Apa-apaan
sih dengan cowok itu? Apa kamu mencoba membalas dendam padaku karena sudah
melecehkan Luna saat di kelas 2 dulu?”
Keesokan harinya, saat bertemu
di departemen editorial, Kurose-san mendekatiku dengan wajah yang menakutkan.
“Ap-Apa maksudmu?”
“Cowok itu membicarakan hal-hal
yang berkaitan dengan Mori Ogai selama dua jam dan pulang begitu saja. Ia
bahakan tidak pernah menatapku sekalipun.”
“Ehh...”
Apa-apaan
itu...
Aku pun tercengang. Aku berpikir bahwa mungkin kencan mereka tidak berhasil
karena meskipun aku mengiriminya pesan, tapi aku tidak mendapat balasan dari
Kujibayashi-kun.
“Ah, ahh~…mungkin karena ia
mengambil jurusan Sastra Jepang...”
Kurose-san semakin marah karena
upayaku untuk membela Kujibayashi-kun.
“Aku juga mengambil jurusan
yang sama kali!”
“It-Iitu sih karena ia belum
pernah berkencan dengan lawan jenis….”
“Aku juga sama kali?”
Kerutan di antara alis
Kurose-san semakin dalam.
“Tapi bahkan aku yang bukan
mahasiswa S-rank mengerti bahwa topik yang harus dipilih saat bertemu dengan
orang asing bukanlah topik yang berkaitan dengan bidang studimu, tau!”
“...”
Ketika aku tidak bisa
membantahnya, Kurose-san menundukkan kepalanya dengan ekspresi terluka.
“Jika aku bukan tipenya, maka
katakanlah itu dengan jelas."
“Tidak, bukannya begitu...”
Aku membuka mulutku untuk
menjawab.
“Mana ada cowok di dunia yang
tidak tertarik dengan gadis yang seperti Kurose-san. Aku bisa menjaminnya.”
Usai mendengar itu, Kurose-san
diam sejenak. Kemudian, pipinya sedikit memerah dan berkata dengan suara lemah.
“Terima kasih...”
Sementara dia lengah, aku mencoba
untuk melanjutkan pembelaanku.
“Kupikir ia tidak bermaksud
jahat. Dia tidak terlihat seperti orang jahat, ‘kan?”
“Mungkin benar sih, tapi...”
Namun, Kurose-san masih tidak
puas dan berbicara dengan suara cemberut.
“Aku serius, tau. Aku ingin
benar-benar jatuh cinta. Aku berharap bisa bertemu dengan orang yang tepat
melalui teman Kashima-kun... Aku tidak terlalu pandai dengan pria, tapi aku
ingin menghadapinya dengan benar sebagai target romantis.”
Dengan ekspresi kesepian yang
hampir terlihat di wajahnya, dia menghela nafas pelan.
“Ini adalah kekecewaan yang
besar.”
“...”
Aku bahkan tidak yakin apakah
Kujibayashi-kun adalah orang yang tepat untuk diperkenalkan, tapi karena aku
sudah memperkenalkannya, aku merasa bersalah dan tidak tahu harus berkata apa.
“Jadi, cowok seperti apa
berikutnya?”
“Hah?”
Saat dia berkata dengan nada
santai, aku mengangkat wajahku.
“Kamu akan memperkenalkannya
lagi, ‘kan? Mana mungkin kamu cuma punya satu teman setelah dua tahun di
perguruan tinggi, ‘kan?”
Meskipun dia terlihat sedikit
sombong, Kurose-san tetap menjadi gadis cantik yang menawan.
“Lain kali, kenalin aku dengan
cowok yang baik, ya? 'Onii-chan'?”
Dengan tatapan manis yang
menggemaskan, aku tidak bisa langsung menolaknya.
◇◇◇◇
Tidak ada perkenalan
selanjutnya.
Satu-satunya teman cowok yang
aku miliki adalah Kujibayashi-kun.
“Tu-Tunggu sebentar,
Kujibayashi-kun!?”
Pada minggu berikutnya, di
kantin kampus tempat kami biasa bertemu untuk makan siang, aku mendekati
Kujibayashi-kun yang duduk lebih dulu, dan
“Apa benar kalau kamu cuma
berbicara tentang Mori Ogai dengan Kurose-san selama dua jam dan kemudian pergi
begitu saja!?”
“Betul sekali.”
Kujibayashi-kun mengangguk
dengan ekspresi tenang ketika menikmati hidangan kari daging.
“Ini adalah kencan pertamamu
dengan seorang gadis, tau? Apa kamu menyadarinya.”
“Aku sangat menyadarinya.”
Kujibayashi-kun mengangguk lagi
dan membuka mulutnya.
“Ketika aku bertemu dengannya,
aku semakin yakin. 'Mana mungkin betina
seimut ini akan menjadi pacarku.'”
“... Memangnya itu judul novel
ringan?”
Karena Kujibayashi-kun
menguasai sastra Jepang kuno dan modern, sehingga secara alami ia memahami
sastra otaku juga.
“Ku-Kurasa itu tidak benar sama
sekali. Kujibayashi-kun juga keren ... Dan juga, bisakah kamu berhenti
memanggilnya 'Betina'? Kita sama-sama
manusia, tau ...”
“Tidak bisa. Memangnya dikau
bisa membayangkan bahwa Youkai Perjaka yang menyedihkan seperti diriku dan
gadis cantik yang gemerlap seperti dirinya adalah jenis manusia yang sama?”
“Menurutku ... Kujibayashi-kun
bukanlah Youkai ...”
Penghinaan diri Kujibayashi-kun
terkadang memang lucu, tetapi hari ini aku harus memberinya saran yang serius.
“Dan selain itu, jika kamu
mengatakan hal semacam itu, bahkan aku ...”
Aku berhenti sebelum
menyelesaikan kalimatku. Kemudian, mata Kujibayashi-kun berkilau tajam.
“Hmm? Dikau ini bicara apa?
Dikau adalah pria super normies yang menghabiskan semua waktu siang dan malam bergulat di ranjang dengan pacar yang
Dikau cintai, ‘kan?”
“Si-Siang dan malam ...?
Bergulat di ranjang...?”
Aku tidak tahu mana yang harus
diperbaiki, tetapi ternyata begitulah gambaran Kujibayashi-kun ketika melihatku.
“Eng-Enggak juga ... Aku sudah
bilang kalau kami belum bisa bertemu akhir-akhir ini, ‘kan? Kami bahkan tidak
tinggal bersama ...”
“Hou. Jadi ceritanya kalian
sedang pisah ranjang, ya. Ini menyenangkan.”
“Bukannya begitu, tapi...”
Lagian juga bukannya kami
tinggal bersama...
Kujibayashi-kun menatap wajahku
saat aku menunduk karena malu.
“Jangan bilang, kalau dikau...”
“........”
Akhirnya, sudah tiba waktunya untuk
mengatakan itu, dan aku terkesiap.
Aku sudah mencoba memberitahu
Kujibayashi-kun beberapa kali, tapi aku gagal memberitahunya karena dia
memperlakukanku sebagai “Orang normies
yang menikmati hidupnya”.
... Tapi, bagaimanapun juga.
“... Yah, mana mungkin seperti
itu. Sepasang remaja yang berada pada masa pubertas yang penuh semangat,
berpacaran selama tiga setengah tahun ...”
Kujibayashi-kun menyimpulkan
sendiri dan mundur.
“......”
Aku tidak bisa memberitahunya
lagi hari ini.
Tidak, hal itu sama sekali
tidak penting. Ada h yang harus aku katakan padanya sekarang.
“Memangnya kamu tidak menyukai
Kurose-san?”
“Tidak juga, tapi aku tidak punya
pilihan selain melakukan itu. Daripada berdiam diri, itu akan menjadi waktu
yang berarti bagi pihak lain. Sepertinya dia mempunyai minat pada sastra
modern.”
“Tentu saja lah, karena dia
berkuliah di fakultas sastra Jepang Universitas Risshuin.”
“Oh.”
Kujibayashi-kun menanggapi
dengan ekspresi terkesan sedikit.
Tapi tunggu sebentar, mereka
bahkan tidak saling memperkenalkan jurusan kuliah masing-masing? Ini sudah
terlalu akhir.
“Namanya? Kamu tahu nama
lengkapnya? Kalian pasti saling memperkenalkan diri, ‘kan?”
“Namanya adalah Kurose apalah.
Bukannya Dikau sendiri yang memberitahuku?”
Percuma saja. Ini sudah
selesai.
“... Begini, Kujibayashi-kun.”
Aku duduk di kursi kosong di
sebelahnya.
“Ketika kita saling mengobrol
pertama kali, kamu bilang sesuatu seperti 'Namaku
berasal dari manusia super bernama Hulk, tetapi tinggi badanku berhenti di
tengah jalan dan tidak bisa disebut tinggi'. Kamu bisa memulai dengan
pengenalan diri seperti itu.”
“.......”
Kujibayashi-kun kemudian terdiam.
“Jangan khawatir tentang jenis
kelamin atau gadis yang cantik, lain kali cobalah mengobrol dengan normal,
oke?”
Aku memberinya nasihat seperti
memberi makan anak kecil. Namun, Kujibayashi-kun menarik dagunya dengan keras.
“... Mana mungkin ada kesempatan
lain.”
“Eh?”
“Seperti yang diharapkan, bahkan
aku bisa memahaminya. Dia orang yang perhatian dan pengertian.”
“Hal seperti itu…”
Pada saat itu, smartphone di
kantongku bergetar beberapa kali, jadi aku mengeluarkannya dan melihatnya.
Jadi,
bagaimana?
Apa
kamu berhasil menemukan orang selanjutnya, Onii-chan?
“…………”
Percuma saja. Kurose-san
benar-benar menyerah pada Kujibayashi-kun.
Setelah meyakini hal itu, aku
tidak punya semangat untuk mengatakan apa-apa lagi pada Kujibayashi-kun yang
berada di hadapanku dengan sikap keras kepala.
Setelah itu, setiap kali kami
bertemu, Kurose-san terus memintaku untu “mengenalkannya”
dengan cowok lain.
Karena aku merasa bertanggung
jawab atas insiden pelecehan yang memicu fobianya terhadap laki-laki, jadi aku
ingin membantunya dengan cara apa pun, tetapi aku tidak punya teman yang bisa
kuminta untuk diperkenalkan.
“…….”
Sebelum tidur, aku berbaring di
tempat tidur sambil melihat layar ponselku. Setelah ragu beberapa kali, aku
menulis draf di memo dan kemudian mengirimkan pesan ke grup LINE yang sudah
lama tidak digunakan.
Ryuuto:
Lama enggak ketemu. Bagaimana kabar kalian berdua akhir-akhir ini? Aku sedang
bekerja paruh waktu di perusahaan penerbit Iidabashi. Kurose-san lah yang
mengundangku.
Kupikir aku akan mendapatkan
balasan besok pagi, tetapi tanda baca langsung berubah menjadi 2.
Yusuke:
Sudah lama sekali! Wahh, keren juga tuh!
Nishina
Ren: Lah, kamu masih berhubungan dengan Kurose-san? Oh iya, dia ‘kan saudari
kembarnya Shirakawa-san.
Pesan balasan datang satu per
satu hampir seperti pertemuan sebelumnya, kelancaran balasan yang sama
seolah-olah kami masih saling berkomunikasi seperti dulu. Jika aku melihat-lihat
lagi ke belakang, aku belum menggunakan ruang obrolan ini selama lebih dari
setahun.
Ryuuto:
Maaf, aku tahu ini mendadak, tapi apa kalian berdua punya teman laki-laki yang
bisa kuminta untuk diperkenalkan pada Kurose-san? Dia memintaku untuk
memperkenalkannya pada orang yang serius dan jujur, bukan orang yang terlalu ekstrovert.
Tapi sayangnya aku tidak punya banyak teman...
Nishina
Ren: Itu sih sangat sulit. Lagipula, aku tidak punya teman juga... haha.
Yusuke:
Bahkan jika aku punya teman, mereka hanya pria aneh dan perjaka. Jadi rasanya sulit
untuk memperkenalkannya pada Kurose-san.
“........”
Be-Benar sekali, iya ‘kan~~!
Situasi kami sama–sama tidak
membaik sama sekali, tetapi aku merasa senang.
Nishina
Ren: Ngomong-ngomong, aku punya sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Kasshi.
Boleh aku telepon sekarang?
Yusuke:
Eh, ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan HUB? Apa karena aku adalah anggota
yang menjijikkan?
Nishina
Ren: Bukan, ini mengenai Nikoru, wkwkwk
Yusuke:
Ah, iya deh, iya deh. Ternyata kamu masih melakukannya, ya. Berjuanglah
Nishina
Ren: Iya aku masih melakukannya! Enggak masalah, ‘kan!
Ryuuto:
Enggak masalah, aku tunggu teleponnya.
Setelah menyelesaikan
percakapan, Nisshi akhirnya meneleponku.
“Ah,
Kasshi? Sudah lama sekali ya kita tidak saling berhubungan.”
“Ya, benar. Gimana kabarmu?”
“Yah
begini-begini saja. Oh ya, aku baru mendapat SIM mobil selama liburan musim
panas kemarin.”
“Oh, begitu ya.”
“Aku ingin mengajak Nikoru
untuk berjalan-jalan, tapi mobil tuh seperti ruangan tertutup kan?.... Aku
pikir dia akan curiga jika cuma kami berdua.”
“Ahh…..”
Memang, mengajak gadis yang
sudah punya pacar merupakan rintangan yang tinggi.
“Jadi, aku berharap kamu dan
Shirakawa-san bisa datang. Nikoru pasti akan merasa lebih tenang jika bersama
Shirakawa-san, ‘kan? Selain itu, Kasshi juga punya SIM mobil, ‘kan? Jika ada apa-apa,
kamu bisa menggantikanku sebagai pengemudi."
“Cuma SIM mobil doang sih.”
Aku mendapatkan SIM mobil
selama liburan musim semi sebelum masuk universitas. Karena sekitaran waktu itu
Luna sedang sibuk, dan setelah ujian masuk selesai, aku bosan. Karena
keluargaku tidak mempunyai mobil, aku tidak mengemudi selama hampir dua tahun
sejak ujian praktik terakhir.
“Yahh, enggak masalah. Tolong
ajak Shirakawa-san juga ya. Aku meminta bantuanmu.”
“Baiklah, aku mengerti.”
Aku ingin bertemu dengan Nisshi
setelah lama tidak bertemu dan meningkatkan kesempatan untuk bertemu dengan
Luna. Aku juga tertarik untuk mengetahui kondisi terkini Yamana-san.
Setelah pembicaraan dengan
Nisshi berakhir, aku segera menghubungi Luna.
“Tidak masalah, kok~! Jika aku
bisa mengambil setengah hari libur pada hari Minggu, aku akan mengajak Nikoru!
Aku sangat menantikannya!”
Berbeda denganku yang jarang
berhubungan dengan Icchi dan Nisshi, Luna masih sering berkomunikasi dengan
teman baiknya dari SMA.
Kami dengan mudah menyelesaikan
rencana dengan Yamana-san dan dua minggu kemudian, kami berempat bersama-sama
pergi berjalan-jalan mengendarai mobil.
◇◇◇◇
“Wah, mobilnya lumayan keren
juga.”
Pada waktu pertemuan pukul tiga
sore, aku mendekati mobil yang terparkir di dekat stasiun A dan melihat Nisshi
di kursi pengemudi.
Nisshi mengendarai mobil sedang
berwarna perak. Mobil perak itu rupanya mobil sedan bekas.
“Ini memang bekas, tapi ayahku
suka mengoleksi mobil, jadi aku memintanya dan ia memberikannya kepadaku.”
Pastinya, mobil ini adalah
model mobil yang sudah tidak diproduksi lagi, tetapi sebagai pecinta mobil, aku
berpikir bahwa ini adalah pilihan yang tepat untuk orang yang menyukai mobil populer
di kalangan orang tua.
“Sudah lama sekali kita enggak
ketemuan, ya.”
Aku berkata demikian kepada
Nisshi yang baru aku temui lagi setelah lebih dari satu tahun. Penampilan
Nisshi terlihat lebih modis sekarang. Meskipun dirinya tidak terlihat seperti
tiba-tiba bertambah tinggi seperti yang diinginkannya, ia terlihat mengenakan
atasan over-size yang modis dan
sepatu sneaker tebal dari merek terkenal. Aku pikir itu adalah pakaian
terbaiknya untuk bertemu dengan Yamana-san.
Beberapa saat kemudian, Luna
dan Yamana-san juga segera muncul bersama-sama.
“Maaf sudah membuat kalian
menunggu~!”
“Wah, sudah lama sekali ya,
Kashima Ryuuto.”
Rupanya Yamana-san sering pergi
makan dengan Nisshi. Aku tidak pernah bertemu dengannya lagi sejak upacara
kelulusan, jadi gadis yang aku temui setelah dua tahun terlihat sangat dewasa.
Meskipun dia masih bergaya
gyaru, dia memiliki gaya yang lebih dewasa daripada saat dia masih di SMA.
“Boleh aku duduk di belakang
bersama Luna?”
Begitu kami hendak masuk ke
dalam mobil, aku bertanya kepada Nisshi dengan santai.
“Oh, boleh saja.”
Apa dirinya sadar bahwa aku
akan membantunya? Nisshi yang duduk di kursi pengemudi melihat ke arahku melalui
kaca spion dan menjawab.
“Eh, kenapa aku harus duduk di kursi
penumpang depan?”
Yamana-san membuka pintu
penumpang dan menunjukkan wajah yang sedikit tidak puas.
“Kamu tidak menyukainya?”
“Kursi penumpang adalah tempat
dengan risiko kematian tertinggi dalam kecelakaan, tau?”
“Hah? Percayalah padaku
kemampuan mengemudiku.”
“Mana mungkin aku bisa mempercayaimu
yang masih memiliki tanda pemula di mobilnya.”
Sambil tertawa, Yamana-san
menjawab Nisshi dan mengencangkan sabuk pengamannya. Sepertinya mereka masih
dekat seperti dulu.
“Jadi, kita akan pergi ke
mana?”
“Jika kita mengendarai mobil,
tentu saja ke pantai lah.”
“Hah? Padahal masih dingin
lho?”
Luna menanggapi dengan
terkejut.
“Yah enggak masalah sih. Mau ke
arah Yokohama? Atau Shonan?”
Yamana-san kemudian bertanya,
tapi Nisshi menggelengkan kepala sambil mengoperasikan navigasi mobil.
“Tidak, aku hanya bisa pergi ke
Chiba karena aku adalah orang yang introvert.”
“Kamu harus minta maaf pada
Chiba sekarang juga.”
“Aku sih tidak keberatan, aku
suka Chiba!”
Setelah Luna bergabung dalam
percakapan, suasana di dalam mobil menjadi lebih ramah dan perjalanan dimulai
dengan santai.
Namun, cuaca tidak terlalu
mendukung untuk perjalanan.
“Ihh, malah turun hujan, ya.”
Ujar Yamana-san sambil melihat
keluar jendela di mana tetesan air kecil menempel di luar.
“Tapi sepertinya ini hanya
sementara. Ramalan cuaca mengatakan kalau cuacanya akan cerah mulai dari sore
nanti.”
Jawab Nisshi. Mungkin karena
masih di jalanan umum, ia terlihat tenang.
“Ngomong-ngomong, Kasshi,
bisakah kamu bergantian mengemudi denganku di tengah perjalanan nanti?”
“Hah!?”
Aku terkejut dan Luna di
sebelahku menatapku dengan mata berbinar-binar.
“Wah, aku ingin melihat Ryuuto
mengemudi!”
“Hmm ...”
Setelah dia mengatakan itu, aku
merasa ingin menunjukkan sisi kerenku. Tapi aku juga ragu karena aku tidak
ingin menunjukkan sisi panikku saat mengemudi dengan buruk.
“... Untuk jaga-jaga, aku sudah
membawa SIM-ku dan membaca kembali buku panduan.”
“Horeee!”
Luna terlihat kegirangan.
“Tapi kamu masih pemula ya. Mungkin
ini hari kiamat bagi kita ...”
Yamana-san menghela nafas
panjang. Ternyata dia orang yang cukup pesimis.
“Ngomong-ngomong, apa Sekiya-san
memiliki SIM juga?”
Luna bertanya kepadanya, dan
Yamana-san menggelengkan kepala.
“Ia masih belum punya. Senpai
bilang ia akan mengambilnya jika sudah lulus ujian masuk.”
Memang, jika Sekiya-san sudah
belajar sejak kelas 3 SMA, ia pasti tidak punya waktu untuk itu.
“Kalau gitu, bukannya bakal
sebentar lagi?”
“... Entahlah, aku tidak
yakin.”
Dengan suara murung, Yamana-san
menatap kejauhan.
“Aku sudah mencoba untuk tidak
terlalu berharap lagi. Lagian juga, tidak ada yang bisa kulakukan untuknya...”
“Tapi ia pasti akan menjadi
mahasiswa mulai tahun depan, ‘kan? Karena ia sudah diterima di fakultas lain
juga.”
Ketika aku berkata begitu,
Yamana-san menoleh dengan wajah terkejut.
“Ehh, masa!?”
Sialan,
pikirku. Aku tidak pernah menyangka kalau Sekiya-san belum memberitahunya.
“Ya, aku mendengarnya langsung dari orangnya.
Tapi kalau kamu tidak tahu, maaf. Tolong lupakan apa yang aku bilang tadi.”
“Hah!? Tidak mungkin aku bisa
melupakannya.” Yamana-san berkata dengan tidak senang.
“Mungkin ia berencana memberitahumu
sendiri sebagai kejutan. Aku benar-benar minta maaf.”
“... Yah, aku tidak akan memberitahu
Senpai tentang hal ini.”
Yamana-san berkata dengan
enggan.
“... Ngomong-ngomong,
universitas mana?”
“Aku tidak tahu pasti, tapi
mungkin universitas yang di dekat sini. Lagipula, itu hanya pilihan cadangan
saja.”
“Begitu ya... Akhirnya, ujian
Senpai berakhir juga.”
Yamana-san bergumam dengan pipi
yang memerah, merenung dengan penuh perasaan. Ekspresinya benar-benar mirip
seperti wajah seorang gadis yang sedang jatuh cinta.
“......”
Aku melihat melalui kaca spion.
Nisshi terus menatap ke arah jalan dan diam-diam mencengkeram setir.
“Ah, enggak mau, aku takut,
takut, takut, takut!”
Ketika masuk ke jalan bebas
hambatan, Yamana-san berteriak kencang karena Nisshi tiba mengakselerasi laju
mobilnya. Dia merapatkan tubuhnya dan memegang pegangan di atas jendela dengan
kedua tangannya.
“Oraoraora ~ ~!”
Nisshi dengan bangga menekan
pedal gas. Itu adalah ekspresi ketika ia sedang menembak musuh dalam game
menembak.
“Apa ini tidak masalah!? Kita
tidak apa-apa, ‘kan!? Kita tidak akan bertabrakan dengan mobil dari belakang !?”
“Dibilangin, percayalah
padaku!”
“Sudah kubilang, aku tidak bisa
mempercayai orang pemula seperti kamu!”
Melihat kedua orang di depan yang
semakin bising, aku menoleh ke arah Luna.
“...... Nishina-kun, padahal ia
pandai mengemudi secara normal, ‘kan?”
“Bener banget.”
Kurasa ia pasti sudah banyak
berlatih supaya bisa mengajak Yamana-san berkendara. Aku merasa sedikit iri
padanya karena aku tidak memiliki mobil.
Mobil yang dikemudikan Nisshi
berjalan lancar di jalan bebas hambatan ke arah Chiba, tetapi ada beberapa
bagian yang macet di sepanjang jalan.
“... Apa-apaan ini? Mengapa kita
tidak bisa maju seperti ini?”
“Ada kemacetan selama lima
kilometer. Itu sudah ditunjukkan di navigasi. Mungkin karena kecelakaan atau
pembatasan jalur.”
“Hah? Memangnya kita tidak bisa
beralih ke jalur sebelah?”
“Mustahil kali. Karena kedua
jalur sama-sama tidak bisa bergerak.”
“Hah~... terlalu membosankan
...”
Yamana-san mengeluarkan suara
sedikit kesal dan suasana di dalam mobil menjadi suram.
“Nikoru, mau makan Financier ~?”
Luna mengambil camilan dari dalam
tasnya.
Aku membelinya di toko kue
tempatku bekerja dulu.”
“Oh, mau dong! Kue-kue dari
tempat itu benar-benar lezat~”
Mungkin karena waktu camilan,
atau mungkin dia merasa lapar. Suasana di dalam mobil menjadi santai dan aku
sekali lagi semakin menyayangi Luna.
Untungnya, kemacetan berhasil
teratasi dalam dua puluh menit dan mobil mulai berjalan kembali di jalan bebas
hambatan.
Dan akhirnya kami keluar dari
terowongan dan mulai berkendara di atas jembatan yang menghadap ke laut di kiri
dan kanan.
Sayangnya, warna laut mendekati
abu-abu karena cuaca yang buruk, tetapi sebagai penduduk tanpa laut, aku
terpesona oleh pemandangan itu.
“Eh, apa-apaan ini? Jalanan ini
sangat menyenangkan!”
“Wah, luar biasa! Semuanya laut!”
“Namanya Aqua Line. Mau mampir
ke Umihotaru dulu?”
“Ayo mampir, ayo mampir! Meski
aku tidak tahu apa itu, sih.”
Maka mobil berjalan menuju ke
parkir Umihotaru.
Aku juga tidak tahu banyak
mengenai itu, tetapi ternyata Umihotaru adalah area parkir di dalam Aqua Line
yang menghubungkan Kanagawa dan Chiba.
Karena itu adalah sebuah pulau
buatan yang terapung di tengah-tengah laut, jadi kami bisa menikmati
pemandangan 360 derajat ke laut.
“Wah, pemandangannya bagus
sekali!”
Ketika kami berjalan-jalan di geladak,
Luna berseru dengan suara terkesan.
“Ada dudukan ponsel di sini!
Ayo ambil foto!”
“Oh, bagus tuh!”
“Oke, aku sudah mengatur timer sepuluh detik!”
“Luna, ayo cepat kemari!”
“Tunggu sebentar! Tumitku
terjebak di celah dek!"
“Duhh, kamu lagi nagapain sih?”
“Gyahaha~!”
Saat mereka sedang sibuk,
kamera ponsel mengambil gambar.
“Konyol banget! Ren, kamu
melihat dengan setengah mata.”
“Kamu tampak seperti penjahat
yang dijatuhi hukuman penjara selama 300 tahun, Nikoru.”
“Dibilangin kalau aku punya
tatapan tajam.”
“Yah, bagian dirimu yang begitu
juga menurutku bagus, kok.”
“Dasar keparat super masokis.”
Melihat tingkah laku mereka
berdua seperti ini, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang bertengkar.
Apa ini yang disebut ‘pasangan
bertengkar’?
“Aku minta maaf karena
mengacaukan waktunya~.”
“Ya ampun~. Jangan sampai aku
menangkapmu.”
Yamana-san tertawa dan
menyenggol Luna, yang menjulurkan lidahnya.
“Sekarang giliran aku yang akan
memotret. Kamu boleh ke sana, Luna.”
“Eh, terima kasih, Ryuuto!”
Setelah selesai mengambil foto,
kami pergi kembali ke mobil dan membeli minuman.
Langit mulai cerah dan
perjalanan kami di sepanjang pantai di waktu senja sangat menyenangkan.
Lagu barat yang bahkan aku
kenal. dimainkan di ponsel Nisshi yang terhubung dengan kabel di mobil.
““We~ are~ never~ ever~ ever~...””
Yamana-san dan Luna mulai
bernyanyi bersama-sama pada bagian chorus.
“Kamu cuma nyanyi pada bagian
itu saja.”
Di akhir lagu, Nisshi tertawa.
“Hah? Kamu juga menyanyikan 'woo' pertama, ‘kan?”
“Bahkan jika aku melihat
liriknya untuk mencoba menghafalnya, aku akan segera melupakannya karena itu
dalam bahasa Inggris.”
“Bener banget~.”
Yamana-san menimpali perkataan
Luna sambil tertawa.
Apa
sih yang aku cemaskan, pikirku. Nisshi dan Yamana-san masih sama
seperti dulu.
Aku yakin kalau mereka masih
sama bahkan jika aku bertemu dengan Icchi dan Tanikita-san.
Seharunya aku menghubungi
mereka lebih awal tanpa merasa ada dinding di antara kami. Kami masih tetap
berteman meskipun kami tidak memiliki topik pembicaraan yang sama atau bahkan
tidak berbicara tentang KEN.
Kami menikmati kebersamaan kami ketika melihat hal yang sama
dan berbagi waktu bersama. Setelah menyadari hal itu, aku merasakan kehangatan
di dalam hatiku.
Kami kemudian tiba di pantai.
Mungkin karena hujan baru saja
turun, pantai pada sore hari sebelum equinox lebih dingin dari yang aku
bayangkan. Laut biru tua dengan ombak kecil yang berdesir pelan di atas pasir
abu-abu. (TN: equinox adalah
salah satu fenomena astronomi dimana matahari melintasi garis khatulistiwa dan
secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 21 Maret
dan 23 September)
“Dingin banget!”
“Mustahil, mustahil, kita akan
membeku!”
Meskipun mereka berteriak
seperti itu, Luna dan Yamana-san mendekati tepi pantai yang dipukul ombak.
“Hei, ini terlalu dingin~~~!
Padahal seharusnya tidak perlu sedingin ini!”
“Sepatu hakku bakalan hanyut,
aku tidak bisa melakukannya!”
“Aku juga! Kita harus
melepaskannya!”
“Eh, bukannya bakal lebih dingin
jika kita bertelanjang kaki?!”
Mereka tertawa terbahak-bahak
sambil mengatakan hal seperti itu. Sambil saling merangkul, mereka mulai mengambil
selfie dengan pose gyaru dengan latar belakang laut.
Aku dan Nisshi duduk di atas
kayu yang terdampar di pantai dan mengawasi mereka. Angin laut yang menyapu
pipi dan telinga kami terasa tajam seperti pisau.
“... Aku tidak keberatan kalau
Nikoru memikirkan pria lain. Selama dia berada di sampingku.”
Tiba-tiba, Nisshi mulai
menceritakan hal itu.
“Meskipun kita bersama-sama,
kita tidak bisa mengikat hati seseorang. Karena hati manusia itu bebas.”
Tatapan Nisshi tidak mengarah
kepada, tapi ia sedang menatap Yamana-san yang sedang bermain-main di tepi
pantai.
“Jika kamu mulai menginginkan
sesuatu yang tidak terlihat, bahkan jika kamu mendapatkannya, kamu tidak tahu
apakah itu benar-benar milikmu atau bukan, kamu hanya akan merasa sakit dan
curiga pada pasanganmu. Itulah sebabnya aku ingin memberinya cinta.”
Setelah melihat ke bawah dan
bergumam, Nisshi akhirnya menatap mataku..
“Aku selalu mengatakan 'aku mencintaimu' setiap kali aku
bertemu dengan Nikoru. Meskipun itu selalu diabaikan, sih.”
Nisshi tersenyum kecut dengan
ekspresi getir di wajahnya.
“Tapi aku tidak keberatan.
Meski demikian, kupikir jawaban yang aku inginkan adalah Nikoru akan terus
bersamaku.”
Sambil mendengarkan tanpa
berkata apa-apa, Nisshi berbisik kepada dirinya sendiri.
“….Aku tidak punya pilihan lain
selain percaya. Yang bisa kulakukan hanyalah mempercayainya dan melakukan apa
yang kubisa.”
Pantai berpasir yang kami lihat
tampak seperti gurun. Berbagai makhluk hidup yang bernapas di musim panas sekarang
tidak memiliki bayangan maupun bentuk. Sambil melihat pola pasir tak hidup yang
dibuat oleh angin atau pasang surut, aku mendengarkan cerita Nisshi.
“Meskipun menjadi kekasih atau
menikah... Aku pikir perasaan cinta pada akhirnya adalah hal seperti itu.”
“..Jangan bicara begitu,
padahal kamu masih perjaka.”
Nisshi yang ada di sebelahku
terlihat seperti pria yang sangat besar.
Sebagai teman lamanya, aku
merasa malu dan karena merasa terburu-buru, aku pun mengolok-oloknya.
“Wahh, nyebelin banget,
apa-apaan dengan ucapan sombong itu.”
Meskipun tidak seperti itu sama
sekali, tapi sepertinya Nisshi juga berpikir begitu tentangku. Yah, jika kami tidak
bertemu selama ini, wajar saja kalau dirinya berpikir ada kemajuan yang terjadi
tanpa disadarinya.
Sementara itu, Luna dan
Yamana-san kembali dari tepi pantai.
“Dingin!”
“Lah, habis ini kita mau
ngapain lagi?”
“Rasanya dingin banget, tau~~~
Aku ingin menghangatkan diri!”
Melihat reaksi kedua gadis itu,
Nisshi lalu menyeringai pada kami.
“Kalau gitu, gimana kalau kita
pergi minum sake hangat?”
“Eh, kamu yang menyetir hari
ini, ‘kan!? Kamu nan bakalan menjadi mengemudi dalam keadaan mabuk!”
“Bukannya masih ada satu
pengemudi lain?”
Nisshi menjawab Yamana-san dan
melihat ke arahku.
“Kasshi, kamu masih berusia
sembilan belas tahun kan?”
“Y-Ya..”
“Kamu pasti enggak minum
alcohol, ‘kan! Kalau gitu, biar kamu saja yang mengemudi untuk pulang nanti!
Sudah diputuskan!”
“Eehhh!?”
Dan begitulah, kami semua tanpa
sadar bergegas mengadakan pesta minum.
Tempat yang kami masuki adalah
sebuah izakaya yang penuh dengan nuansa lokal yang hanya dikunjungi oleh orang-orang
setempat. Karena ada tanda “Ikan segar” dan “Ikan lokal” berada di depan toko, kami memasuki toko dengan
harapan mendapatkan produk laut segar.
Karena masih sebelum pukul 6
sore, jadi masih belum ada tamu lain di sana. Kami duduk di atas tatami di
sudut belakang toko dan minum sesuai selera masing-masing.
““Bersulang!””
Yamana-san memesan anggur prem,
Luna memesan cola yang sama seperti denganku, dan Nisshi memesan sake hangat
sesuai dengan pernyataannya sebelumnya.
Aku sudah memikirkannya ketika aku menemani Kurose-san, tapi rasanya merasa aneh melihat teman sekelasku menikmati minuman alkohol seolah-olah itu hal yang biasa.
“Tak kusangka kalau kamu juga
minum alkohol ya, Nisshi.”
“Yah, ketika sudah menjelang
usia dewasa, kamu ingin mencoba meminumnya, ‘kan? Lagipula kita sudah menapaki
tahun kedua kuliah.”
“Benar juga, sih.”
Entah itu Umino-sensei maupun
Kurose-san, baru-baru ini aku sering melihat orang-orang seumuran minum
alkohol, jadi begitu ya alasannya.
“Nah, jadi begini.”
Nisshi lalu berbicara dengan
nada yang mengubah topik pembicaraan. Mungkin karena meminum sake, wajahnya
jadi kelihatan sedikit memerah.
“Ketika kita masuk tahun
ketiga, kita mulai seminar, ‘kan? Kamu sudah memutuskannya, Kasshi”
“Ya, sudah. Aku memilih kuliah
umum karena ada profesor yang memberikan perkuliahan menarik di sana.”
Karena tidak ada sesuatu yang
istimewa, jadi aku menjawabnya dengan singkat.
“Bagaimana denganmu, Nisshi?
Gimana dengan fakultas hukum di kampusmu?”
“Oh, ya. Aku sedang
mempertimbangkan untuk melanjutkan ke pelatihan hukum di universitas. Jadi aku
memilih seminar dengan profesor yang juga mengajar di sana.”
“Eh, pelatihan hukum...
maksudnya kamu bisa menjadi pengacara atau hakim gitu?”
Saat aku balik bertanya dengan
terkejut, Nisshi balas mengangguk.
“Sejujurnya, melihat prestasi jurusan
hukum di kampusku, sepertinya sulit langsung lulus ujian hukum.”
Ia tertawa dengan nada menghina
diri sendiri, lalu kembali ke ekspresi biasanya.
“Tapi, jika berbicara tentang
pekerjaan yang bisa bersaing dengan dokter untuk lulusan jurusan sosial,
pastinya cuma pengacara saja!”
Melihat Nisshi bersemangat seperti
itu, Yamana-san mengangkat alisnya sambil bertumpu pada pipinya.
“... Padahal aku sudah pernah
bilang kalau aku bukannya menyukai Senpai karena ia adalah calon dokter.” kata
Yamana-san dengan nada membela diri.
Dari situasi ini, sepertinya
mereka berdua pernah berbicara tentang pandangan masa depan.
“Tapi, memiliki impian itu
bagus, kan? Nishina-kun, kamu keren!”
“Kamu sendiri bagaimana, Luna?
Baru-baru ini kamu bilang ada banyak hal dalam pekerjaanmu, kan?”
“Oh... mengenai itu, ya.”
Luna menjawab dengan nada
serius, dia melirik ke arahku sebentar.
“... Sebenarnya, aku belum
memberitahu Ryuuto. Aku ditawari oleh Manajer Wilayah untuk menjadi manajer toko cabang Fukuoka.”
“Eh, Fu-Fukuoka!? Yang ada di
Kyushu itu!?”
Luna mengangguk dengan ekspresi
serius kepadaku yang terkejut dengan suara yang sedikit panik.
“Ya. Karena itu adalah toko
andalan di wilayah barat Jepang, jadi itu posisi yang sangat menarik. Pak
Manajer Wilayah sangat ingin merekomendasikanku.”
“…..”
Jangan-jangan inilah pembicaraan
yang ingin dia sampaikan di bar anggur tempo hari lalu?
“Manajer dan wakil manajer toko
Fukuoka saat ini akan dipindahkan ke daerah lain mulai April. Sepertinya
penjualan mereka sedikit menurun. Oleh karena itu, kantor pusat ingin
mengirimkan staf muda dari daerah lain untuk menciptakan atmosfer yang baru.
Manajer wilayah kami bertemu dengan berbagai manajer dan wakil toko, dan
kemudian memilihku untuk menggantikan mereka.”
“Sepertinya kamu sangat
diharapkan ya.”
Yamana-san menggoda Luna yang
malu-malu dan tersenyum dengan sedikit bangga.
“Fufu. Sejujurnya, aku sedikit
serakah. Toko di Kanto tempatku bekerja masuk dalam lima besar.”
“Luar biasa. Memang, pakaian
yang kamu kenakan selalu membuat orang berpikir kalau itu bagus.”
“Bukannya begitu. Pelanggan
selalu mencoba pakaian terlebih dahulu sebelum membeli.”
“Kamu juga pandai bicara, ‘kan.
Mungkin para pelanggan merasa senang dan akhirnya membelinya.”
“Duhh~~~ memangnya kamu
berpikir aku ini seperti penipu?!”
Luna berpura-pura merajuk
dengan menggembungkan pipinya.
“Haha. Jika kamu benar-benar
memuji seseorang dengan kata-kata yang kamu pikirkan, maka orang itu akan
merasakannya. Pelanggan tidak bodoh sehingga mana mungkin mereka tertipu dengan
kata-kata yang terlihat palsu.”
“Nikoru...”
“... Jadi, kamu akan pergi ke
Fukuoka?”
Ditanya Yamana-san dengan
serius, Luna menunduk dengan ekspresi bimbang.
“Hmm, aku belum bisa
memutuskannya dengan pasti.”
“Apa itu berarti kamu tidak mau
pergi?”
“Hmm~…..”
Luna memegang dagunya dan
mengerang. Sambil memegang segelas cola
di kedua tangan, dia menatap area di sekitar sedotan.
“Aku merasa senang karena
diakui, tapi...”
“... Kamu tidak memiliki banyak
waktu untuk bimbang, ‘kan? Bukannya bulan April sudah dekat?”
“Memang sih….”
Setelah melihat wajah Luna yang
masih penuh keraguan, ekspresi Yamana-san tiba-tiba menjadi ceria.
“Yah, bagaimanapun, kamu pasti
bisa bekerja di mana saja, Luna! Aku merasa sedih karena kita tidak bisa
bertemu secara langsung lagi. Tapi kita masih bisa berbicara melalui telepon.”
Mendengar perkataan sahabatnya
yang seperti itu, Luna mengangkat alisnya dan tersenyum.
“Jangan bilang begitu ih, aku nanti
bakalan jadi sedih.”
Ujar Luna sambil memaksa
dirinya untuk mengembalikan ekspresinya seperti semula.
“Kamu sendiri bagaimana,
Nikoru? Apa kamu sudah memilih di mana kamu akan bekerja mulai April?”
“Ya, sudah. Aku akan bekerja di
salon di daerah dekat rumahku. Tempatnya juga dekat dengan stasiun A.”
“Wah, aku ingin menjadi
pelanggan nomor satu! Nikoru, si ahli kuku profesional!”
“Eh, kamu datang jauh-jauh dari
Fukuoka cuma demi itu? Bukannya di sana juga ada banyak toko perawatan?”
Luna menanggapi sambil
tersenyum kecut lagi.
“Dibilangin, aku belum
memutuskan apakah akan pergi ke Fukuoka atau tidak!”
“Kamu bisa pergi jika ingin.
Bukannya berarti kamu akan tinggal di sana selamanya, ‘kan? Kamu sudah menjadi
manajer toko pada usia dua puluh tahun, itu sangat luar biasa.”
Setelah mendengar kata-kata
Yamana-san, Luna menundukkan kepalanya dengan wajah serius.
“...Ya, benar sekali. Itu
memang patut disyukuri.”
“Aku juga nanti sesekali akan
mengunjungimu nanti. Ahh, aku aku ingin makan ramen Hakata yang asli! Bukannya mizutaki
juga sama?”
“Sudah kubilang kamu mah
terlalu buru-buru, Nikoru~!”
Percakapan di antara mereka
hampir tidak terdengar oleh telingaku sejak tadi.
Apa
Luna akan pergi ke Fukuoka?
"............"
Aku merasakan pandangan Nisshi
dari sampingku, tapi aku tidak bisa melihat ke arahnya dan hanya menatap gelas
di tanganku.
Sejak saat itu, tidak peduli
apakah itu sushi segar yang diambil dari daerah setempat atau ikan laut yang
langka, aku tidak bisa merasakan sedikit pun rasanya.
◇◇◇◇
Dalam perjalanan pulang, aku
terpaksa mengemudi mobil untuk pertama kalinya setelah dua tahun.
“Jadi Luna, duduklah di kursi
penumpang.”
Yamana-san duduk di kursi
bagian belakang bersama Nisshi.
“Eh, aku jadi merasa sangat
berdebar-debar.”
Luna duduk di kursi penumpang,
menatapku secara bergantian sambil mengencangkan sabuk pengaman. Pipinya tampak
sedikit memerah dalam cahaya interior mobil.
“Ini kuncinya. Tombol untuk
menyalakan mesinnya ada di sana.”
Setelah menerima instruksi singkat
dari Nisshi, aku menyalakan mesin dan menekan pedal gas.
Aku merasa cukup mudah dalam
mengemudi mobil otomatis karena aku menyukai mobil dan bahkan sengaja mengambil
ujian SIM dengan mobil manual.
“...Ad-Ada apa?”
Setelah mengemudi beberapa
saat, aku merasakan pandangan yang kuat dari samping dan secara refleks menatap
Luna.
“Tidak, bukan apa-apa.”
Luna menggelengkan kepalanya
saat melihatku.
“Aku hanya berpikir kalau kamu
kelihatan keren, Ryuuto.”
“.........”
Aku merasa malu dan tidak bisa
menjawab apapun, Luna hanya tersenyum bahagia melihat reaksiku.
“Aku sudah menantikan untuk berkendara
bersama Ryuuto sejak SMA.”
“...Ya, benar juga. Maafkan
aku.”
Aku teringat ketika kami pergi
ke MEGA WEB bersama-sama. Tempat itu sudah tidak ada lagi. Itu menunjukkan
seberapa cepat waktu terus berjalan.
“Tidak, akulah yang harusnya
minta maaf.”
Luna berkata dengan rasa
penyesalan.
“Aku terlalu sibuk selama dua
tahun terakhir sehingga aku tidak bisa menghabiskan waktu bersamamu.”
Ketika aku ragu-ragu untuk
menjawab, Luna masih terus melanjutkan.
“Aku ingin bersama Ryuuto. Aku
juga ingin pekerjaan yang menantang. Itulah sebabnya, aku selalu berpikir
tentang apa yang harus kulakukan untuk itu.”
Saat aku meliriknya, Luna
sedang menatap lurus ke depan dengan serius.
Melihat sosok wajahnya yang begitu,
aku lalu memberitahunya.
“...Aku akan selalu menjadi
sekutumu, Luna.”
Tidak
peduli apapun keputusan yang dia buat, dan jalan dia pilih...
Walaupun
itu adalah pilihan yang membuat kita berjauhan satu sama lain.
Meskipun demikian, sepertinya
kesedihanku bisa terpancar dari wajahku.
“Ryuuto.”
Luna menatapku seraya
menurunkan alisnya.
“Aku sudah menetapkan
perasaanku. Tapi, aku yakin kalau mulai dari sekarang jalannya akan lebih sulit...
aku hanya belum bisa membuat keputusan akhir.”
Luna menundukkan kepalanya dan
bibirnya bergetar sedikit.
“Aku tidak akan melakukan sesuatu
yang membuatmu sedih, Ryuuto.”
Dia mengangkat kepalanya lagi
dan menatapku.
“Jangan khawatir, tolong awasi
aku dengan baik, ya.”
“Luna...”
Dengan sepenuh hati, aku mengangguk
sambil tetap memperhatikan arah jalanan.
“Ya, aku akan mendukungmu...”
Aku bergumam dengan perasaan
yang campur aduk.
Aku membisu sejenak, mencoba
mengakhiri pembicaraan hanya dengan itu. Tapi aku memutuskan untuk
mengatakannya.
“Tapi jika aku menjadi beban
untuk impianmu…. aku ingin kamu memilih pilihanmu tanpa memikirkan diriku.”
Karena dua orang di belakang
begitu tenang, jadi aku memeriksa kaca spion dan melihat mereka berdua
masing-masing tertidur dengan kepala miring ke arah jendela. Apa itu karena
mereka mabuk? Aku jadi merasa lega dan berbisik pada Luna
“Aku selalu mencintaimu... entah apapun yang
kamu pilih, atau di mana pun kamu berada.”
“Ryuuto...”
Suara Luna terdengar bergetar.
Tiba-tiba, aku mengingat perkataan Nisshi sebelumnya.
──
Aku tidak punya pilihan lain selain percaya. Yang bisa kulakukan hanyalah
mempercayainya dan melakukan apa yang kubisa.
Ya, mungkin hanya itu yang bisa
kita lakukan tentang perasaan seseorang. Karena jika kita terlalu banyak
menginginkannya, pasti akan ada ketidakpuasan. Tidak peduli seberapa dekat
hubungan kita, mana mungkin orang lain selalu melakukan apa yang kita inginkan.
Itulah sebabnya, jika ada
kata-kata yang ingin kita dengar dari orang lain, berikan kata-kata itu kepada
mereka.
Hanya itu satu-satunya cara
yang bisa kita lakukan. Nisshi menyadari hal itu dengan baik.
Tapi, seberapa banyak dirinya
merindukan perasaan Yamana-san di lubuk hatinya sebelum dia bisa mengatakan hal
itu? Melihatnya seperti itu membuatku merasa sedih.
Karena tidak ada tanda-tanda
dari dua orang di belakang, aku memutuskan untuk melewati rest area dan
langsung pulang.
Luna yang duduk di sebelahku
tidak banyak bicara, dan ketika aku kadang-kadang melihat ke arahnya, wajahnya
tampak bersinar karena pemandangan malam kota.
Entah bagaimana,
Dia terlihat seperti gadis yang
tidak kukenal.
◇◇◇◇
“Eh, bohong!? Padahal aku niatnya
pura-pura tidur, tapi aku malah beneran ketiduran~ konyol banget.”
Yamana-san terbangun dengan
terkejut dan tertawa setelah kami tiba di depan rumahnya yang alamatnya
diberitahukan oleh Luna.
“Aku juga sama”
Nisshi yang terbangun,
menimpalinya sembari tersenyum pahit. Mungkin dia merasa khawatir tentang kami.
Aku benar-benar minta maaf sekaligus berterima kasih padanya..
“Hari ini benar-benar
menyenangkan. Makasih sudah mau mengajakku.”
Setelah berterima kasih kepada
kami, Yamana-san mengemasi barang-barangnya dan keluar dari mobil.
“Oh, iya.”
Yamana-san lalu meraba-raba isi
tasnya, dia lalu memberikan kantong yang diambilnya kepada Nisshi yang ada di
dalam mobil.
“Ini untukmu, sebagai balasan
Valentine.”
“Apa? Serius? Terima kasih!”
“Meski kamu bilang begitu, kamu
pasti berharap akan mendapatkannya, kan?”
“Ya, mungkin.”
Nisshi tersenyum malu-malu
ketika Yamana-san mengejeknya.
“Tahun ini aku membuatnya
sendiri. Karena Senpai sedang sibuk ujian masuk dan aku tidak ada jadwal
pelajaran karena sudah menentukan pekerjaan, jadi aku sangat bosan karena punya
banyak waktu luang.”
“Seriusan? Aku sangat senang,” kata
Nishii dengan senyum tulus.
“Ngomong-ngomong, harganya
hanya sepertiga dari cokelat Valentine Senpai.”
Nisshi menunjukkan senyum yang
ceria kepada Yamana-san yang berkata begitu santai,.
“Tidak masalah, aku sudah
sangat senang meski harganya murah. Aku akan memakannya dengan baik.”
“………”
Saat melihat ekspresi
Yamana-san saat itu, aku merasa aneh. Yamana-san menunjukkan kerutan di antara
alisnya, ekspresinya terlihat sedikit kesulitan, atau sedih.
“……..”
Apa maksud di balik ekspresinya
itu? Itu bukanlah wajah yang ditunjukkan kepada teman laki-laki biasa.
Tapi Yamana-san adalah pacar
Sekiya-san. Satu-satunya cowok yang dia sukai sebagai lawan jenis hanyalah
Sekiya-san.
“………”
Satu-satunya hal yang bisa
dikatakan adalah, hubungan antara pria dan wanita mungkin ada dalam berbagai
bentuk selain “kekasih”.
Misalnya, “teman baik yang penting tetapi tidak bisa menjadi pacar”, “Sebatas teman
karena tidak bisa menjadi pacar”, atau “Sekarang
kita berteman tetapi mungkin kita bisa menjadi kekasih di masa depan”.
Dan mungkin tidak perlu terlalu
kaku tentang jenis pertemanan antar lawan jenis. Karena teman tetaplah teman,
apa pun jenis hubungannya.
Siapa sangka bahwa diriku yang
dulu harus berhenti berteman dengan Kurose-san akan mempertimbangkan hal
semacam itu sekarang
Apa aku menjadi sedikit lebih
dewasa? Ataukah aku hanya menjadi sedikit kotor?
Tapi jika aku tidak dipaksa
Kurose-san untuk memperkenalkannya dengan cowok lain ketika aku mulai
berinteraksi lagi dengannya selama pekerjaan paruh waktu, aku mungkin tidak
akan bisa bersenang-senang dengan Nisshi seperti hari ini. Mungkin aku akan
merenungkan masa-masa indah SMA sambil menatap langit-langit di kamar setelah
merasakan kelelahan baik secara fisik maupun mental di tempat bimbel.
Aku ingin berterima kasih
kepada Kurose-san.
Dan aku berharap…. kami berdua
dapat membangun hubungan baru khusus kami berdua sebagai “teman”.
Meski Yamana-san adalah pacarnya
Sekiya-san, Yamana-san dan Nisshi memiliki hubungan tiga setengah tahun mereka
sendiri sebagai “teman”.
Tidak ada yang dapat menyangkal
hak mereka untuk memiliki hubungan tersebut. Walaupun itu diriku maupun
Sekiya-san.
Selanjutnya, aku pergi menuju
rumah Luna.
“... Aku juga, ini untukmu,
Luna.”
Ketika Luna membuka sabuk
pengamannya ketika tiba di depan rumahnya, aku mengambil kantong dari tas yang
ada di kakiku.
“Ehh, terima kasih! Apa ini
balasan White Day?”
Luna tampak sumringah dengan
senang.
“Ya. Aku tidak tahu kamu sudah
berkunjung ke sana baru-baru ini, jadi aku membelinya dari Champ de Fleur. Maaf ya.”
“Enggak apa-apa, kok! Karena
aku sangat menyukainya. Aku senang bisa mendapatkannya!”
Dia segera melihat isi tas
kantong dan tersenyum bahagia.
“Oh, yang ini terjual habis
ketika aku pergi ke sana dan aku tidak bisa membelinya! Aku sangat senang~!”
Luna adalah seorang jenius
dalam membuat orang bahagia.
Kupikir aku tidak akan pernah
bertemu dengan gadis secantik dirinya lagi.
Aku
akan menghargainya.
Meskipun
kami mungkin tidak bertemu lagi, aku akan terus memikirkan Luna.
Dengan membulatkan tekad
seperti itu, aku pergi meninggalkan rumah Luna.
◇◇◇◇
Terakhir, aku mengantarkan
Nisshi sampai ke rumahnya dengan mobil, dan pulang sendirian dengan kereta. Menjelang
ulang tahunku yang kedua puluh, aku jadi semakin membenci yang namanya minuman
beralkohol.