Chapter 3
Luna mungkin akan pergi jauh.
Meskipun saat ini kami tidak
terlalu sering bertemu, tapi perbedaan antara berada dalam jarak yang dapat
dicapai dengan berjalan kaki bahkan dalam situasi terburuk dan berada di tempat
yang membutuhkan beberapa jam perjalanan dengan pesawat terbang memiliki
perbedaan yang cukup besar.
Aku merasa kesepian.
Tapi, sekarang satu-satunya hal
yang bisa aku lakukan adalah mempercayai kata-kata Luna.
──Aku
tidak akan melakukan sesuatu yang akan membuatmu sedih, Ryuuto.
Sekarang, satu-satunya yang
bisa aku lakukan hanyalah menunggu.
Hari dimana dia akan membuat
keputusan dan mengungkapkannya padaku.
Kemudian, ketika aku menghabiskan
setiap hari dalam keadaan pikiran linglung.
“Kashima-kun, apa kamu punya
rencana setelah ini?"
Suatu hari, Fujinami-san
berbicara denganku saat aku hendak pulang dari pekerjaan paruh waktuku di
departemen editorial.
“Aku akan bertemu dengan
Kamonohashi-sensei di restoran Perancis Kagurazaka setelah ini, tetapi kepala
editor yang seharusnya hadir justru tidak bisa datang, jadi bagaimana kalau
kamu yang menggantikannya?”
“Eh, Kamonohashi-sensei!? Maksudnya
Kamonohashi-sensei yang itu!?”
Kamonohashi-sensei adalah
pengarang manga super terkenal yang pernah menulis karya hit nasional di
majalah anak laki-laki populer. Karena dianggap sebagai mahakarya yang sudah
selesai sejak aku masih kecil, meskipun karya tersebut sudah cukup lama
tamatnya, tapi reputasinya belum memudar. Kupikir ia tidak memiliki serial di
dalam Kuramaga saat ini, tapi apa beliau akan memulai sesuatu dari sekarang?
“Bener banget, ini
Kamonohashi-sensei yang kamu kenal, loh.”
Pada editor biasanya takkan
menyebutkan penulis terkenal sebagai “Sensei”.
Namun, aku sangat terkesan bahwa mereka memanggil Kamonohashi-sensei dengan
panggilan seperti itu.
“Aku sama sekali tidak
keberatan, sih... Apa tidak masalah kalau aku yang dipilih?”
“Ya. Karena restoran ini sulit
untuk dipesan, Kamonohashi-sensei berkata bahwa aku boleh mengajak anak muda
karena sayang sekali kalau disia-siakan.”
“Bukannya Kurose-san ...?”
“Tidak, gadis selalu khawatir.
Mereka mungkin memiliki rencana dengan pacar mereka.”
Bahkan
aku juga mungkin memiliki rencana dengan pacarku, tau! Atau
itulah yang kupikirkan, tapi aku tidak bisa mengatakannya karena merasa sedih
sebab Kurose-san aslinya tidak mempunyai pacar.
“Kamonohashi terlalu berhati
besar atau bisa dibilang ia terlalu berbeda dengan para mangaka saat ini. Jadi
kupikir mengajak laki-laki juga mungkin akan bagus.”
Aku akhirnya mengerti arti
kata-kata Fujinami-san yang mengucapkan itu dengan serius saat bertemu dengan
Kamonohashi-sensei.
“Apaan, ternyata cowok toh~?”
Ketika muncul di meja restoran,
Kamonohashi-sensei jelas-jelas menunjukkan ekspresi kecewa ketika melihatku
duduk di sebelah Fujinami-san.
“Ma-Maafkan saya…..”
Kamonohashi-sensei malah
tertawa senang saat melihatku berdiri dan merasa canggung.
“Tidak usah terlalu kaku
begitu, aku sudah tahu, kok. Aku menerima email dari Fujinami-kun tadi. Katanya
kamu staf baru, ‘kan?”
Kamonohashi-sensei terlihat
seperti pria berusia 50-60 tahunan yang bertubuh besar. Mungkin dirinya terlalu
banyak makan makanan lezat, jadi perutnya tampak membuncit seperti Icchi yang
dulu. Ia mengenakan jaket yang terlihat bagus, dan wajahnya terlihat segar
seperti setelah mandi. Ia tidak memberikan kesan kotor.
“Jadi, apa kamu ingin menjadi
editor?”
Setelah duduk dan memberi salam,
Kamonohashi-sensei yang duduk di sebelahku bertanya.
Karena kami duduk di meja
bundar, ketika tiga orang duduk bersama-sama, semuanya akan berdampingan.
“Belum, saya tidak berpikir
sejauh itu….”
Karena aku hanya diundang untuk
bekerja patuh waktu oleh Kurose-san, jadi aku menjawab dengan ambigu.
Kamonohashi-sensei lalu melambaikan
tangannya dengan lebar.
“Kalau begitu, mendingan kamu
berhenti saja! Di zaman seperti ini, bergabung dengan perusahaan penerbitan
hanya akan membuatmu terjebak dalam rawa berlumpur dan hanya menghasilkan uang
kecil. Seperti Fujinami-kun.”
Fujinami-san yang mendengar
perkataan itu hanya membalas dengan tertawa ceria. Meskipun tidak tahu pasti,
aku merasa bahwa ada cinta dalam racun yang diucapkan oleh Kamonohashi-sensei sehingga
aku merasa nyaman meskipun baru pertama kali bertemu dengannya.
Walaupun aku mendengar kalau
ini adalah pertemuan untuk rapat, Kamonohashi-sensei tidak membahas pekerjaan
secara rinci. Sebaliknya, ia terus bercerita tentang kenangan masa lalu ketika
karyanya sukses dan keluhan tentang tren pasar manga saat ini, serta
membicarakan karya-karya yang laris dan yang tidak populer saat ini. Selain
itu, ia juga menceritakan tentang penurunan fisiknya dengan cara yang
merendahkan diri.
Kamonohashi-sensei memiliki
cara bercerita yang menarik, dan Fujinami-san menimpalinya dengan baik sehingga
aku bisa menikmati hidangan di restoran yang jarang aku kunjungi. Terutama,
ikan yang ditaburi saus berbusa halus, rasanya sangat lezat sekali.
Aku mendengar dari Fujinami-san
bahwa sulit untuk memesan tempat di restoran Prancis ini, tapi benar bahwa
restorannya hampir penuh, dan bahkan ada label “sudah dipesan” di meja yang kosong. Di dalam restoran ini terdapat
empat meja bundar untuk empat orang dan beberapa meja di dekat dinding. Restoran
ini mungkin hanya dapat menampung sekitar lima puluh orang bahkan jika disewa
secara pribadi. Dari suasana di dalam restoran, seperti lampu gantung di
langit-langit dan karpet berwarna merah marun, terasa bahwa restoran ini adalah
restoran mewah yang sangat diperhatikan detail interiornya.
Ketika aku sedang menikmati
hidangan utama fillet sapi hitam dengan perasaan kenyang yang menyenangkan,
pintu restoran terbuka dan pasangan baru datang. Sambil ditemani oleh pelayan,
mereka duduk di meja kosong di dinding. Aku dengan santai melihat sepasang pria
dan wanita yang duduk di sana.
“……..”
Ada sesuatu yang menarik
perhatianku dan aku menatap wanita itu sampai dua kali. Dan kemudian,
pandanganku terpaku pada wanita tersebut.
Rupanya, wanita itu adalah Tanikita-san.
Setelah dua tahun tidak
bertemu, suasana di sekitar Tanikita-san terlihat sedikit berbeda dari
sebelumnya. Dulu, dia memiliki citra sebagai gadis yang memiliki fashion unik,
tetapi sekarang pakaian dan gayanya terlihat jauh lebih feminin.
Namun, wajahnya itu memang
wajah Tanikita-san.
Pria yang bersamanya tampak
seperti orang dewasa yang tenang dan mungkin berusia tiga puluhan atau empat
puluhan. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena ia menghadap ke arah lain,
tetapi jasnya yang berkilauan memberikan kesan mewah.
Apa
pria itu pacarnya?
Hal tersebut tidaklah aneh, tapi
suasana di antara mereka terasa sedikit canggung untuk dikatakan sebagai
pasangan.
“Terima kasih banyak.”
Ucap Tanikita-san saat menu
minuman disodorkan kepadanya. Apa pria itu bosnya? Tapi, Tanikita-san
seharusnya masih menjadi mahasiswa karena dia masuk ke sekolah mode selama dua
tahun.
“Hahaha! Itu sih karena
semuanya tentang duit, duit!”
Pada saat itu, meski aku tidak
mengerti konteks pembicaraannya, Kamonohashi-sensei tertawa terbahak-bahak. Mungkin
karena pengaruh alkohol, jadi sepertinya ia sedang dalam suasana hati yang baik
Setelah mendengar suara tawa
itu, Tanikita-san melihat sejenak ke arahku. Aku secara naluriah merasa kalau
itu bakalan gawat dan mengalihkan pandanganku.
Namun, ketika aku melihat ke
arahnya lagi….. Tanikita-san menatapku dengan ekspresi membeku.
“Ada apa, Ayaka-chan?”
Pria yang duduk di hadapan Tanikita-san
bertanya padanya.
Ayaka?
Apa itu berarti aku salah orang?
“Bu-Bukan apa-apa ... minuman pembuka
ini rasanya enak sekali.”
Namun, suara Ayaka yang terdengar
kaku dan jelas itu sudah pasti suara Tanikita-san.
◇◇◇◇
Pertemuan makan malam dengan Kamonohashi-sensei
yang disebut sebagai rapat berakhir dalam dua jam.
“Baiklah, aku akan pulang sekarang.
Akhir-akhir ini aku tidak bisa begadang lagi. Dalam banyak artian, gyahahaha.”
Setelah mengatakan itu,
Kamonohashi-sensei menaiki taksi yang berhenti tepat di depan restoran.
“... Apa pertemuan tadi
baik-baik saja?”
Ketika aku bertanya, Fujinami-san
membalas sambil tersenyum kecut dengan ekspresi yang terlihat sedikit sulit.
“Sensei tidak memiliki niat
untuk menggambar manga lagi. Namun, jika ia iseng-iseng ingin mencoba
menggambar sesuatu, ia mungkin akan menghubungiku.”
“... Jadi, ada pekerjaan seperti
itu juga bagi seorang editor, ya?”
“Yah, memang begitu. Pada
akhirnya, industri ini dibangun oleh hubungan antarmanusia. Mungkin semua
pekerjaan lain juga demikian.”
Sambil berjalan menuju stasiun,
kami melanjutkan percakapan kami.
“Jadi kamu tidak ingin menjadi
editor ya, Kashima-kun?” tanya Fujinami-san.
“….Bukannya begitu, sebenarnya,
aku datang ke sini karena Kurose-san memohon bantuan padaku…. Aku bahkan datang
tanpa memikirkannya terlebih dahulu ...”
“Kupikir orang seperti kamu
cocok menjadi editor.”
Fujinami-san berkata dengan
senyum lembut.
“Walaupun kepribadian setiap
penulis terlihat berbeda, mereka semua adalah orang-orang yang sensitif dan
mudah terluka. Beberapa dari mereka mungkin sangat teguh atau sulit didekati,
tetapi jika kamu berkomunikasi dengan mereka dengan baik, sulit untuk menemukan
orang yang benar-benar tidak bisa didekati.”
“….Apa begitu?”
“Ya, rasanya mirip seperti
dengan sebuah cerita. Kamu akan membaca orang-orang tersebut. Dari karya dan
cara berpikir seseorang, kamu dapat membayangkan kehidupan mereka sebelumnya.
Kemudian kamu dapat memahami karakteristik penulis tersebut. Baru setelah itu,
kamu dapat menyarankan ide atau konsep yang cocok untuk mereka.”
“… Sepertinya ini pekerjaan
yang sangat dalam, ya.”
“Yah, aku sendiri masih belum
mencapai tingkat itu.”
Fujinami-san membalas sambil
membuat ekspresi lucu untuk mengurangi keseriusan pembicaraan.
“Oh ya, ngomong-ngomong, apa
hubunganmu dengan Kurose-san? Apa kalian berpacaran?”
“Tidak, hubungan kami bukan seperti
itu!”
Aku berkata keras-keras karena
aku tidak ingin disalahpahami.
“Kakak kembar Kurose-san adalah
pacarku.”
Mendengar penjelasanku, Fujinami-san
mengangguk dan mengerti.
“Oh, begitu ya. Heee, bagus tuh~ ... Jika
mereka kembar, maka kakak perempuan Kurose-san pasti juga cantik. Aku juga ingin
memiliki pacar yang seperti itu~.”
“…Kurose-san, dia sedang
mencari pacar, loh?”
Fujinami-san menunjukkan
ekspresi rumit ketika aku mengatakan hal itu dengan nada yang terasa
tergesa-gesa.
“Eh, apa maksudmu?”
“Setiap hari, dia memintaku
untuk mengenalkannya pada orang yang baik. Itu sebabnya aku ingin dia
mendapatkan pacar secepatnya.”
Fujinami-san juga tampak seperti
orang yang jujur dan tidak terlalu cerewet. Karena aku tidak memiliki koneksi
pribadi lagi, jadi aku hanya bisa meminta bantuan kepada seseorang yang dekat
dengan Kurose-san.
Fujinami-san lalu bergumam, “Begitu rupanya…. Tapi, menyentuh pekerja
paruh waktu yang masih mahasiswa, itu sedikit rumit….” Dari keadaannya,
kelihatannya ia lumayan tertarik.
“Kalau gitu, aku harus kembali
ke ruang redaksi lagi karena masih ada pekerjaan yang tertinggal. Terima kasih
atas kerja kerasmu.”
Ketika kami sampai di stasiun, Fujinami-san
berkata demikian dan berjalan melewati stasiun.
“Terima kasih atas jamuannya.”
Ketika aku sendirian dan
mencoba menuju ke gerbang tiket lagi…
“Kashima-kun!”
Ketika aku hendak berbalik, ada
seseorang yang memanggil namaku dari belakang.
Rupanya orang yang memanggilku
adalah Tanikita-san.
“Eh, bukannya tadi kamu sedang
makan ...”
“Aku bilang kalau aku menerima
panggilan penting. Kesampingkan itu dulu.”
Tanikita-san berkata demikian dengan
wajah yang menakutkan. Melihat ekspresinya yang sekarang, suasana dirinya
masih sama seperti saat dia masih di SMA dulu.
“Apa kamu akan memberitahu
Lunacchi atau Marimero mengenai apa yang kamu lihat tadi?”
“…. Kalau kamu tidak
menyukainya, aku takkan memberitahu siapa pun tentang apa yang kulihat tadi.”
Aku berpikir tentang apa yang
sedang terjadi... dan menjawab dengan hati-hati.
“Asal kamu tahu saja, aku tidak
melakukan hal [Otona].”
“O-Otona….?”
“Dalam pekerjaan ini, kamu bisa
menerima bayaran sekitar 5.000 hingga 20.000 yen hanya untuk makan saja. Itu
pun tidak termasuk biaya makanan.”
Tanikita-san mengatakan sesuatu
yang tidak aku pahami.
“…Ka-Kamu melakukan pekerjaan
semacam itu? Bukan sebagai penata gaya?”
Ketika aku bertanya apakah dia
sedang melakukan pekerjaan paruh waktu atau semacamnya, Tanikita-san
mengerutkan keningnya.
“Kamu ini bicara apa? Mana
mungkin aku bisa mendadak menjadi penata gaya dan hidup dari pekerjaan itu.”
Sambil berkata dengan nada yang
keras, dia terus menatap tajam ke arahku.
“Mimpi dan kenyataan itu berbeda.
Cowok yang memiliki spesifikasi tinggi seperti Kashima-kun mungkin takkan
memahaminya.”
Tanikita-san baru saja
mengatakan apa yang ingin dia katakan dan berbalik memunggungiku.
“Kalau gitu, cuma itu saja yang
ingin aku katakan, dadah.”
Kemudian dia berbalik dan pergi
ke arah bukit.
“…Apa-apaan itu tadi...”
Aku berdiri tercengang di depan
stasiun beberapa saat dan kebingungan oleh perasaan yang serampangan.
Ketika aku mencari kata [Otona]
di kereta dalam perjalanan pulang, aku menemukan penjelasan berikut
ini.:
Kegiatan kencan berbayar dengan
hubungan fisik.
“Kencan berbayar ...”
Tanpa sadar, aku bergumam pada
diriku sendiri dengan kaget.
Yang benar saja? Tanikita-san
melakukan itu?
Aku teringat pada saat-saat
dimana dia mendatangiku dan memberitahuku mengenai Luna dan kecurigaan tentang
aktivitas kencan berbayar ketika kami masih SMA.
──Meski
ada banyak gambaran kalau gadis gyaru akan melakukan sesuatu seperti wanita
kabaret atau kencan berbayar, tapi aku
sih tidak akan melakukan sesuatu yang seperti itu.
Padahal dia sendiri yang mengatakan sesuatu
seperti itu, namun….
Apa yang terjadi padanya selama
dua tahun ini?
◇◇◇◇
Pada saat itu, Kujibayashi-kun
mengajakku untuk makan.
“Kashima-dono. Terima kasih sudah
datang.”
Pada suatu hari ketika aku
memiliki jadwal perkuliahan kelima, kami bertemu di restoran Italia dekat
universitas.
“Tumben sekali Kujibayashi-kun
yang mengajakku.”
Ketika kami bertemu selain di
kantin siang hari, biasanya aku yang mengajaknya.
“Tidak, yah...”
Melihatku duduk di seberang
meja di tempat duduk, Kujibayashi-kun mengeluarkan suara yang tidak jelas.
“... Diriku benar-benar minta
maaf atas perilaku diriku yang memalukan sebelumnya.”
“Eh?”
Mungkinkah ia ingin meminta
maaf tentang dirinya yang berbicara mengenai Mori Ogai dengan Kurose-san selama
dua jam? Ia benar-benar orang yang sopan dan memperhatikan hal itu.
“Tidak apa-apa, kok. Kurose-san
juga sudah tidak mempermasalahkannya lagi.”
“........”
Meskipun aku mengatakan itu
sebagai lelucon, Kujibayashi-kun masih terlihat tidak puas.
Dirinya masih diam bahkan
setelah makanan datang.
“.... Aku benar-benar sangat
menyesal.”
Meskipun Milanese-style doria
yang panas dan lezat disajikan di depan matanya, Kujibayashi-kun tidak mau
mengambil sendoknya.
“Sudah kubilang, itu tidak
apa-apa, kok.”
Sekarang aku merasa bersalah
juga setelah ia berkata begitu.
“Sebaliknya, justru akulah yang
harus minta maaf. Aku tahu bahwa Kujibayashi-kun tidak tertarik untuk
dikenalkan dengan gadis-gadis, tapi terima kasih sudah datang. Jadi, jangan
khawatir tentang hal itu.”
Aku juga ingin menikmati
hidangan ayam, tapi aku tidak bisa makan sendirian.
“... Tidak.”
“Eh?”
Karena aku tidak bisa mendengar
apa yang dikatakannya, jadi aku bertanya lagi.
“... Bukannya aku tidak
tertarik ...”
Kujibayashi-kun bergumam dengan
kepala yang masih tertunduk.
“Hanya saja, kupikir dia akan
menjadi gadis biasa-biasa saja ...”
“Eh? Memangnya Kurose-san gadis
yang terlalu aneh?”
Yah, meskipun ada beberapa hal
aneh tentang dirinya, tapi aku tidak berpikir itu cukup untuk diketahui oleh
orang yang baru bertemu dengannya.
“... Bukannya seperti itu ...
Itu karena dia terlalu cantik.”
Seakan melupakan gaya
bicaranya, Kujibayashi-kun mengatakan hal itu dengan suara pelan. Pipinya
terlihat memerah ketika menunduk dan berbicara.
“Pada saat aku melihat wajahnya,
aku langsung kehilangan kewarasanku. Kupikir jika aku tidak memamerkan
keunggulanku entah bagaimana, aku tidak akan bisa mempertahankan keunggulanku.
Jika tidak, aku bahkan tidak akan bisa berdiri di depannya...”
“... Ke-Keunggulan apa yang
kamu maksud? Bukannya lebih baik untuk menjadi setara?”
Saat aku merasa tertekan oleh
dominasi Kujibayashi-kun, dirinya berkata dengan keras kepala sambil
menggelengkan kepalanya.
“Menunjukkan bahwa kita adalah
individu yang unggul di hadapan betina yang rakus, mungkin menjadi kodrat
pejantan di dunia hewan.”
“...Be-Begitu ya...”
Meskipun itu melalui cara yang
bertele-tele, aku mulai memahami mengapa Kujibayashi-kun memanggilku hari ini.
Kujibayashi-kun selalu
merendahkan orang yang memiliki hubungan asmara dan hanya mengeluh tentang
dirinya sendiri, sebenarnya ia bukannya tidak tertarik pada hubungan percintaan.
Itulah sebabnya dirinya setuju untuk dikenalkan dengan gadis.
Namun, Kurose-san yang muncul
adalah gadis yang terlalu cantik dan benar-benar menjadi tipe ideal
Kujibayashi-kun, sehingga ia menjadi kewalahan dan berjuang untuk memperlihatkan
sisi kerennya dengan caranya sendiri, sehingga hasilnya ia membicarakan Mori
Ogai selama dua jam.
Apa dirinya ingin memberikan
penjelasan tentang hal itu?
Mungkin Kujibayashi-kun juga
merasa bahwa dirinya telah gagal. Dia bukannya tidak peka terhadap perasaan
orang lain dan menyadari betul ketika Kurose-san merasa kecewa. Namun, karena
kurangnya pengalaman, ia tidak dapat mengubah arah dengan baik dan melanjutkan
dengan cara yang salah.
Kujibayashi-kun pasti merasa
sangat frustasi dengan dirinya sendiri, dan pada awalnya ia bersikeras untuk
tidak mengakui kesalahannya, tapi kurasa akhirnya dia menjadi jujur.
“Diriku ingin dikau memberitahu
permintaan maafku kepada nyonya Kurose. Pada waktu itu, diriku sudah bersikap
kasar…. Dan menyampaikan kalau nama diriku adalah Kujibayashi Haruku.”
“I-Iya, baiklah, aku
mengerti... aku akan memberitahunya.”
Rasanya sulit untuk memberitahunya
kalau Kurose-san sudah memutuskan hubungan dengan dirinya.
“Ngomong-ngomong, siapa
namanya?”
“Namanya Kurose Maria. Diambil
dari kanji Mencintai lautan, tapi
namanya ditulis sebagai 'Maria’.”
“Hmm. Namanya sama dengan Bunda
Suci dari Kristiani, ya.”
Kristiani... apa maksudnya itu
agama Kristen? Percakapan dengan Kujibayashi-kun kadang-kadang membuatku harus
berpikir keras.
“Ya, benar. Karena dia saudara
kembar dari pacarku, jadi namanya juga berpasangan.”
“Lantas, siapa nama pacarmu?”
“Namanya diambil dari kanji Mencintai bulan, jadi namanya Luna...”
Kemudian, Kujibayashi-kun mengangkat
alisnya dengan terkagum.
“Hohou~. 'Bulan' dan 'Naga', ya.
Sungguh kombinasi yang sangat unik. ... Rasanya sudah seperti keajaiban saja.”
“Eh?”
Karena Kujibayashi-kun tampak
terkesan, aku menjadi tercengang.
Bulan dan Naga, hal tersebut pasti tentang kanji
dari namaku dan nama Luna.
“Keduanya sama-sama mewakili 'sesuatu yang samar'. Bulan bersinar
dengan samar dan tidak jelas. Naga adalah makhluk fiksi yang tidak jelas
asal-usulnya. Oleh karena itu, menggabungkan dua karakter kanji tersebut akan ditulis
sebagai 'Oboro'.”
Jadi begitu rupanya. Aku merasa
malu karena sebagai mahasiswa sastra yang tidak tahu hal itu.
“... Ap-Apa itu merupakan hal
yang baik atau buruk?”
Kujibayashi-kun menggelengkan
kepalanya seperti elang saat aku bertanya dengan tidak sabar.
“Diriku tidak tahu apakah itu
baik atau buruk, tetapi setidaknya diriku merasa tergerak.”
Ia berkata sambil menatapku
dengan tajam.
“Nama kalian berdua membuatku
merasa seperti kalian berdua merupakan pasangan yang ditakdirkan.”
“..........”
Cinta kami tidak pernah menjadi
sesuatu yang ditakdirkan.
Jika seandainya Luna tidak
meminjam pensil dariku pada hari itu. Jika seandainya nilai ujianku lebih buruk
dari Icchi dan Nisshi....
Jika ada satu keping bagian
yang hilang, aku dan Luna mungkin masih menjadi orang asing yang jauh hingga
saat ini.
Tapi, seandainya...
Jika hadiah yang hanya bisa
kami dapatkan sekali dalam hidup ini telah menjadi petunjuk ikatan kami sejak
lahir di dunia ini.
Mungkin, tidak peduli kehidupan
seperti apa yang aku jalani, Luna akan tetap menjadi tujuan akhirku.
“.....”
Saat berpikiran seperti itu,
aku merasa bahwa Fukuoka tidaklah terlalu jauh.
Tidak ada jarak yang dapat
memisahkan kami.
Karena
takdir selalu berpihak pada kami.
“Terima kasih, Kujibayashi-kun.”
Aku menatap temanku dengan rasa
terima kasih yang tulus karena sudah memberiku keberanian.
“Aku akan menyampaikan pesanmu
pada Kurose-san tentang apa yang kamu katakan tadi...”
Pada saat itu, ponselku
bergetar dan ternyata itu adalah pesan dari Kurose-san.
[Aku
sedang bekerja sekarang, tapi katanya Fujinami-san akan mentraktirku makan malam
setelah bekerja. Apa Kashima-kun juga mau ikut?]
“…….”
Begitu rupanya, Fujinami-san
sudah memulai pendekatannya, ya?
Mana mungkin aku akan
menghalanginya karena akulah yang memancingnya.
[Aku
sudah punya janji dengan temanku hari ini, jadi sampaikan salamku pada
Fujinami-san.]
“…….”
Jika Kurose-san berhasil menjalin
hubungan dengan Fujinami-san, maka Kujibayashi-kun akan kehilangan kesempatan
untuk mendekatinya.
“Apa ada yang salah,
Kashima-dono?”
Aku memandang Kujibayashi-kun
yang tampak tidak mengetahui apa-apa dan meminta maaf kepadanya di dalam hati.
Kemudian, aku mulai memotong ayam goreng yang sudah mulai dingin.
◇◇◇◇
Keesokan harinya, aku pergi ke
tempat kerjaku dan menemui Kurose-san untuk bertanya.
“Bagaimana kemarin?”
“Eh?”
Kurose-san terlihat bingung
sejenak, lalu menjawab seolah baru memahami maksudku.
“Makanannya enak. Sayang sekali
kamu tidak bisa datang, Kashima-kun.”
“Begitu ya…”
Tapi bukan itu yang ingin aku
tanyakan.
“Apa yang kamu bicarakan dengan
Fujinami-san?”
“Hmm, cuma obrolan biasa
tentang pekerjaan. Ah, aku mendengar sedikit tentang kisah percintaannya.”
“Eh, ma-masa!?”
Kurose-san berbicara kepadaku
dengan wajah yang agak tidak peduli.
“Ternyata Fujinami-san sudah
lama tidak punya pacar dan hanya berteman baik dengan wanita saja. Aku bilang 'aku memahaminya~’ ketika ia mengeluhkan
hal itu dan sepertinya dia merasa sedikit terhibur. Kira-kira apa ia memiliki
masalah yang serius?”
“Be-Begitu ya...”
Dari cara bicaranya, sepertinya
Kurose-san tidak tertarik pada Fujinami-san secara romantis. Ini mungkin bisa menjadi kabar baik bagi
Kujibayashi-kun.
“…Umm, begini, tentang teman
yang pernah aku perkenalkan sebelumnya... Apa kamu masih mengingat
Kujibayashi-kun?”
“Ah, cowok yang ngomongin Mori
Ogai melulu itu ya. Ada apa emangnya?”
“Aku lupa memberitahukan namanya.
Namanya Kujibayashi Haruku. Haruku yang berarti langit cerah.”
“Hmm, begitu ya.”
Namun, balasan dari Kurose-san terdengar
ketus.
“Sudah cukup dengan orang itu,
apa kamu masih belum menemukan orang berikutnya?”
“Maaf, ini karena kurangnya
kemampuan sosialku...”
Aku memutuskan untuk mengganti
topik karena semuanya sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Dan tiba-tiba, aku teringat
tentang Tanikita-san.
“Ngomong-ngomong, apa kamu
masih bertemu dengan Tanikita-san setelah lulus, Kurose-san?”
“Akari-chan? Ya, kami sering
bertemu, kok. Kadang-kadang kami bertemu lebih dari sekali seminggu.”
Akhirnya Kurose-san kembali ke
ekspresi wajahnya yang biasa.
“Tapi aku belum bertemu
dengannya sejak semester kedua dimulai. Dia bilang sibuk mencari pekerjaan,
jadi aku tidak mengganggunya. Aku juga belum menerima kabar darinya. Mungkin
aku harus segera menghubunginya.”
“…Jadi begitu ya.”
“Tapi kenapa bertanya tentang
Akari-chan?”
Aku bingung saat ditanya begitu
dan merasa panik.
“Eh, tidak ada alasan khusus.
Aku hanya ingin tahu apakah dia baik-baik saja.”
“Begitukah? Rasanya enggak
nyangka banget.”
Kurose-san memandangku dengan
mata besar dan memiringkan kepalanya.
“Kupikir Kashima-kun tidak
menyukai tipe gadis yang seperti Akari-chan.”
“Hah?”
“Pada awalnya, aku merasa agak
terintimidasi olehnya juga...”
Dengan menunjukkan senyum
masam, Kurose-san mengalihkan pandangannya.
“Tapi Akari-chan tuh sebenarnya
cukup rentan. Itulah yang membuatnya terlihat seperti manusia dan aku cukup
menyukainya yang seperti itu.”
“……..”
Apa memang begitu?
Aku merasa seperti ditusuk
dengan kata-katanya. Memang benar bahwa aku agak kesulitan dengan tipe gadis
yang seperti itu. Rasanya aneh mendengar hal itu dari mulut Kurose-san.
Setelah itu, aku terus
memikirkan tentang Tanikita-san sepanjang hari.
──
Mimpi dan kenyataan itu berbeda. Cowok yang memiliki spesifikasi tinggi seperti
Kashima-kun mungkin takkan memahaminya.
Kata-kata yang dia lontarkan
padaku tetap terbenam di dalam dadaku seperti peluru timah.
Selama waktu SMA, Tanikita-san
pasti berada di atas hierarki ketimbang diriku. Bahkan sekarang, aku merasa kalau
situasi itu tidak mungkin bisa dibalik.
Tapi, mengapa dia berpikiran
seperti itu?
Dan mengapa dia melakukan hal
seperti kencan berbayar?
“……….”
Aku membuka LINE dan mencari
daftar teman-temanku. Kemudian aku memilih akun [A.T.] dari grup “Sabage Kai”.
◇◇◇◇
“... Ada apaan sih, sampai
memanggilku ke tempat seperti ini segala.”
Pada siang hari keesokan
harinya, Tanikita-san yang duduk di depanku di sebuah restoran keluarga,
memasang wajah muram.
“..... U-Umm, bu-bukan apa-apa.
Aku hanya merasa sedikit bingung…. tentang apa yang aku lihat tempo hari.”
“Bukannya aku sudah
memberitahumu? Itu hanya makan siang biasa-biasa saja. Jadi aku tidak melakukan
hal yang aneh-aneh.”
Dengan kedua lengannya yang
terlipat, Tanikita-san menjawab dengan sikap sombong.
“Aku mendapatkan 10.000* yen
pada hari itu. Setelah keluar dari toko, kami berpisah di stasiun. Cuma itu
saja, kamu sudah puas sekarang?” (TN: 10K yen tuh sekitaran 1,5 juta rupiah)
“Itu berarti ...”
Dengan penuh tekad, aku lalu
bertanya lagi.
“Ka-Kamu melakukan… kencan
berbayar ... ‘kan?”
Tanikita-san sedikit tercekat
sejenak, tapi dia menatapku dan menjawab dengan canggung.
“... Memang.”
“Kenapa?”
Aku mengingat masa-masa SMA dan
bertanya dengan ragu-ragu.
“Mengapa kamu melakukan hal
seperti itu?”
“Karena aku membutuhkan uang. Memangnya
ada alasan lain selain itu?”
“Tapi tetap saja ...”
“Selama kita masih hidup, kita
semua pasti membutuhkan uang, ‘kan?”
Dengan menghembuskan napas, Tanikita-san
melepaskan lipatan tangannya.
“... Bahkan aku juga dulu
bekerja di kafe atau sejenisnya. Namun, meskipun aku bekerja selama satu jam,
aku hanya bisa membeli satu frappuccino
dan permen karet di minimarket. Jika seorang gadis muda ingin menjalani
kehidupan sosialita di Tokyo, biaya hidupnya akan sangat mahal. Tas merek
impian adalah mimpi yang mustahil. Ada banyak tugas sekolah dan aku tidak bisa
masuk ke jadwal kerja dengan mudah.”
“Tapi jika kamu lulus dan
menjadi penata gaya yang baik ...”
Setelah mendengar perkataanku,
Tanikita-san mengalihkan pandangannya dengan wajah penuh kesedihan.
“Benar, jika aku memiliki impian
seperti itu, mungkin aku masih bisa bekerja dengan tekun sekarang.”
Dia mengangkat kepalanya dan
melihat sekitar restoran.
Restoran keluarga pada siang
hari selalu dipenuhi orang-orang yang makan siang atau minum teh. Aku berpikir
apakah dia akan memiliki janji lagi dengan 'papa'-nya
setelah ini, karena ini adalah tempat yang dipilih oleh Tanikita-san.
“Pada tahun pertama kuliah, aku
pernah bekerja menjadi asisten penata gaya melalui koneksi senior yang lulus.
Itu pekerjaan yang sangat sulit. Aku disuruh menyetrika semua pakaian yang
disewa tanpa ada kerutan sedikit pun, berlari dari pagi hingga malam di lokasi
syuting, dimarahi terus-menerus. Setelah selesai, aku harus mengembalikan semua
pakaian ... dan harus begadang semalaman. Aku bahkan tidak bisa selama tiga
hari. Meski itu pekerjaan yang berkaitan dengan modis, tapi itu sama sekali
tidak modis. Bahkan bayarannya lebih rendah daripada bekerja paruh waktu di kafe.
Ini benar-benar tidak manusiawi.”
Setelah mengatakan itu, Tanikita-san
melihat pakaian yang dia kenakan. Aku merasa bahwa gaya berpakaiannya yang lebih
feminim daripada saat SMA sedikit mendekati gaya Kurose-san.
“Bahkan pakaian dan tas ini ...
takkan terlihat cocok lagi ketika aku menjadi tua. Aku hanya terlihat muda
sekarang. Aku tidak mau menghabiskan waktuku yang berharga hanya dihabiskan di
tempat kerja yang melelahkan. Tidak bisa memakai pakaian yang imut dan manis ...
Aku tidak sanggup membayangkannya.”
“Tapi, bukannya Tanikita-san
mengagumi pekerjaan seperti itu sebagai penata gaya?”
“Itu sih karena aku tidak tahu
kenyataannya saja. Jika aku mengetahuinya, aku mungkin takkan mengaguminya.”
Tanikita-san berpaling dariku
lagi dengan senyum yang mencela dirinya sendiri.
“Dunia yang aku kagumi sangat
berbeda dari yang aku impikan. Aku bahkan sudah tidak tahu lagi untuk apa aku
berjuang. Pada saat seperti itu ... aku diajak oleh teman sekampusku untuk
menjadi lounge girl.”
"Lo-Lounge? ... Apa itu?”
“Mungkin mirip seperti klub
malam yang mewah. Aku sendiri juga tidak yakin. Karena ada banyak gadis
berspesifikasi tinggi daripada di kabaret.”
Tanikita-san menjawab dengan
singkat dan memiringkan kepalanya.
“Gadis itu selalu mengenakan
pakaian modis yang berkilauan dan memiliki banyak tas merek yang aku inginkan.
Dia lalu mengatakan, 'Akari-chan pasti
bisa menghasilkan uang banyak dengan mudah seperti ini.' Tapi aku sedikit takut
untuk terlibat dengan bisnis malam... Ketika aku masih ragu-ragu, dia
mengatakan, 'Ada pelanggan yang sedang
mencari gadis yang mau dibayar hanya untuk menemaninya makan dan minum saja,
apa kamu ingin bertemu dengannya?' Dan dari situlah semuanya dimulai.”
“…Ah, aku mungkin mengerti perasaanmu
mengenai hal itu.”
“Hah?”
Tanikita-san mengernyit padaku
dengan tajam karena aku tiba-tiba menunjukkan empati.
“Aku bekerja sebagai guru les
privat paruh waktu di sekolah bimbel, tapi aku tidak memiliki kepercayaan diri
untuk mengajar kelompok besar, jadi aku lebih memilih untuk mengajar satu-satu.”
Usai mendengar itu, wajah Tanikita-san
menjadi lebih lembut.
“… Begitu ya. Mungkin memang
sama seperti itu.”
Dia menundukkan kepalanya dan
tersenyum lega.
“Kashima-kun tuh meskipun
terlihat normal, tapi ada sesuatu yang aneh tentangmu. Aku sudah memikirkannya
sejak masih SMA.”
Setelah Tanikita-san
mengatakannya, aku sedikit bingung karena tidak bermaksud mengatakan sesuatu
yang aneh semacam itu.
“Be-Benarkah?”
“Yah, jika kamu benar-benar
cuma seorang cowok biasa, kamu mungkin takkan bisa berpacaran dengan Lunacchi,
ya? Sekarang kamu bahkan sudah menjadi anak kampus Houou, ya. Lunacchi memang sangat
pandai dalam memilih pasangan.”
Tanikita-san melihat ke bawah
dan tersenyum setelah bergumam seolah-olah memahami sesuatu.
“Aku merasa iri pada Lunacchi. Jika aku punya
pacar seperti itu, mungkin aku bisa lebih menghargai diriku sendiri.”
“….Bagaimana tentang aktivitas
idola-mu? Misalnya seperti K-Pop ...”
Ketika aku bertanya, Tanikita-san
membuka mulutnya dengan ekspresi kaku.
“Mereka semua sedang hiatus
karena menjalani wajib militer. Tidak ada grup lain yang menarik minatku dan
aku terlalu sibuk sehingga aku tidak bisa menemukan grup baru.”
“….Wajib militer ...”
Bagi orang Jepang, kalimat itu
terdengar begitu kuat sehingga aku tidak bisa berkata apa-apa.
Pada akhirnya, kami hanya bisa
berbicara tentang hal-hal biasa dan ketika kami selesai minum, kami pergi
menuju ke tempat kasir.
“Ah, begitu ya.”
Ketika kami sampai di tempat kasir,
Tanikita-san mulai menggeledah isi tasnya dan melihat-lihat di dalamnya. Logo
merek mewah yang bahkan aku kenal tercetak di tas bahunya.
“…Sudah lama sekali sejak aku
bertemu seorang pria dan mengeluarkan dompetku sendiri.”
Tanikita-san memandang dompet
merek yang sama yang dia keluarkan dengan perasaan yang mendalam.
“Ahh, maaf.”
Karena aku yang memanggilnya, jadi
aku merasa kalau aku harus membayar untuk minuman kami. Tapi Tanikita-san menggelengkan
kepalanya untuk menolak.
“Biarkan aku yang membayar
karena aku temanmu. Aku jadi merasa tidak enakan dengan Lunacchi.”
Dia tersenyum dengan wajah yang
jauh lebih lembut daripada sebelumnya.
“Masa-masa SMA tuh sangat
menyenangkan, ya? Kita melakukan banyak hal bersama-sama.”
Setelah selesai membayar, Tanikita-san
berkata demikian sambil membuka pintu restoran.
“…Apa kamu sudah menyerah
dengan Icchi?”
Ketika aku bertanya dengan
berani, Tanikita-san diam-diam menggelengkan kepalanya.
“…Karena ia benar-benar tipe
idealku. Tentu saja aku masih menyukainya.”
“Kalau begitu ...”
“Bahkan sekarang, aku masih menjadi
penguntit akun medsosnya.”
Dia mengatakan sesuatu yang
menakutkan dengan santai dan menggigit bibirnya. Penguntit akun medsos adalah
penguntit internet. Dengan kata lain, apa dia masih mengikuti informasi pribadi
Icchi melalui internet?
“Tapi aku mungkin tidak bisa
menemuinya lagi ... dengan diriku yang sekarang.”
Ketika kami berjalan menyusuri
jalanan Shibuya, ada tiga gadis berseragam SMA berpapasan melewati kami sambil
tertawa melihat ponsel mereka.
“Aku ingin kembali… ke masa SMA
dulu...”
Tanikita-san menyipitkan
matanya dan bergumam sambil mengikuti punggung mereka bertiga dengan pandangan
matanya.
“Walaupun aku tidak mengenakan
pakaian yang bagus atau membawa tas bermerek yang mahal...Aku menyukai 'Akari' yang dulu.”
Kata-katanya tersebut melebur
ke dalam udara hangat yang mengambang di langit mendung pada bulan Maret.