Epilog
Pada keesokan harinya pukul
tiga sore, aku bertemu dengan Luna di Shinjuku. Kelihatannya dia ingin
merayakan ulang tahunku.
Sebenarnya, dia telah mengambil
cuti sehari penuh untuk merayakannya, tetapi karena sering mengambil cuti mendadak
akhir-akhir ini seperti berkencan ganda di Magical Sea dan mengantar Sekiya-san,
kali ini dia hanya bisa mencapatkan cuti setengah hari untuk menebusnya.
“Ryuuto!”
Luna berlari mendekatiku di
keramaian di dekat pintu masuk Bic Camera.
“Apa kamu sudah menunggu lama?”
“Tidak juga, kok.”
“Kamu tuh selalu datang lebih
dulu ya, Ryuuto. Aku juga berusaha untuk tidak terlambat, tapi aku merasa kesal
karena keduluan terus.”
“Haha.”
Sambil membicarakan hal seperti
itu, kami mulai berjalan.
Tangan Luna masuk ke dalam saku
jaketku dan memegang tanganku yang dingin karena musim dingin. Suhu udara sudah
mulai naik dan suhu maksimum hari ini diperkirakan mencapai 20 derajat Celsius.
Bunga sakura di Tokyo sedikit
lebih lambat mekar dari yang diharapkan, tetapi dalam satu atau dua hari ke
depan pasti akan mekar sepenuhnya. Musim semi sudah di depan mata.
Kami bergerak ke arah Kabukicho
dari gerbang timur dan menuju ke bioskop. Hari ini kami berencana akan menonton
film bersama setelah sekian lama.
Tahun lalu, film terbaru dari
seorang sutradara anime terkenal dirilis dan sekarang sudah memasuki akhir
penayangan. Kami kemudian memutuskan untuk menontonnya sebelum film itu tidak
lagi diputar.
Aku tidak pernah datang ke
bioskop sejak Hari Valentine tiga tahun yang lalu dan merasa gugup ketika
mengingatnya. Ketika kami mencoba menuju ke loket tiket dari kerumunan orang, Luna
menarik lengan bajuku dan berkata, “Sebelah
sini”.
“Ehh?”
Kami naik lift kecil yang tidak
ada orang lain di dalamnya dan turun di lantai yang kami tuju dengan bimbingan
Luna.
“Pl-Platinum Lobby?”
Aku sedikit tercengang ketika
melihat area resepsionis yang terlihat mewah dengan dominasi warna putih.
“Karena ini ulang tahun ke-20
Ryuuto, jadi aku sedikit memperlihatkan kemewahan.”
“Eh!?”
Ketika Luna memberitahu namanya
di meja resepsionis, petugas bioskop lalu memandu kami ke lorong dan membawa
kami ke ruang tunggu pribadi.
Meskipun tempatnya tidak
terlalu luas, ruangan itu terasa mewah dengan sofa kain berkualitas tinggi yang
ditempatkan di tengah dan pencahayaan yang terasa sedikit gelap.
“…Ehh, tempat ini? Bukannya di
sini mahal ya?”
Aku bertanya setelah duduk di
sofa dan petugas keluar dari ruangan. Luna yang duduk di sebelahku hanya
tertawa riang.
“Jangan khawatir. Karena aku
sudah menjadi pekerja.”
Luna menjawab sambil
mengeluarkan kotak dari tas kertas yang dibawanya.
“Tapi aku mungkin sedikit
terlalu boros, jadi kamu tidak keberatan ‘kan kalau hadiahnya ini saja?”
Dia lalu meletakkan kotak di
atas meja dan membuka tutupnya.
“Aku sendiri yang membuat kue
ini. Selamat ulang tahun, Ryuuto.”
“Waahh luar biasa!”
Kue itu dihiasi dengan jenis
hiasan yang jarang ditemukan di toko-toko. Permukaan kue tersebut ditutupi oleh
kue pastel berwarna-warni dengan berbagai bentuk seperti angka “20” dan hati dengan tulisan “Selamat Ulang Tahun Ryuuto”.
“Misuzu-chan dulu pernah
mengambil kelas menghias kue ketika masih berada Osaka. Jadi, aku belajar
sedikit darinya baru-baru ini.”
“Menghias kue...?”
“Maksudnya menggambar dengan
gula. Yang seperti ini.”
Ucap Luna sambil menunjuk kue
pastel berwarna-warni di atas kue.
“Jadi begitu ya.”
“Aku lalu menyempurnakan kue
ini dengan tips dari seorang pastry chef
yang pernah mengajariku di Chand de Fleurs!”
Semakin banyak orang yang
terlibat dalam hidup Luna, dirinya semakin berkembang. Meskipun dia sudah
menjadi gadis yang sangat menarik sebelumnya, dia semakin menarik dan menawan
seiring bertambahnya pengalaman hidupnya.
“… Terima kasih, Luna.”
Aku mengucapkan itu sambil
tersenyum saat melihat kue yang dihiasi dengan gambar-gambar yang belum pernah
aku lihat sebelumnya.
“Aku minta maaf atas kemarin
malam, ya..... Aku tidak menyangka kalau aku akan tertidur setelah minum satu
gelas highball doang.”
Luna lalu menyimpan baik-baik
kuenya dan menyatukan kedua tangannya di depan wajahnya.
“Sama sekali tidak masalah,
kok. Apa kamu bangun tepat waktu pagi ini?”
“Ya, aku bangun jam empat.”
“Eh, bukannya itu terlalu
cepat?”
“Tapi, aku harus membuat kue
sejak pagi karena ada pekerjaan, dan aku ingin mempercantik diri juga. Aku
sudah membuat kue kering kemarin malam... tapi karena itu aku jadi kurang tidur
dan malah tertidur di bar, hehe.”
Luna sibuk membuat alasan
supaya tidak membuatku khawatir.
“Aku sedikit khawatir tentang
pekerjaan akhir-akhir ini, jadi mungkin aku merasa lelah.”
“Oh iya, ngomong-ngomong
tentang pekerjaan itu...”
Luna mengangguk seolah-olah dia
sudah tahu apa yang akan aku katakan.
“Ya, aku sudah bilang kepada
Manajer Wilayah. Aku merasa sangat menyesal. Karena ia orang yang baik, ia sangat
memperhatikan perasaanku.”
“Eh...”
Itu
berarti... Ketika aku berpikir seperti itu, dan Luna menatapku
dengan serius.
“Aku tidak akan pergi ke
Fukuoka.”
Suara napas tercekat dari
mulutku terdengar jelas di ruangan yang sepi.
“Hari ini, sudah ada
pemberitahuan resmi kalau jabatan tersebut sudah diberikan kepada orang lain.
Jadi, aku akhirnya bisa memberitahumu.”
Dengan mengingat hal itu, Luna
tersenyum padaku.
“Mulai sekarang, aku akan
selalu berada di sampingmu, Ryuuto.”
“... Begitu ya...”
Itu sebabnya aku merasa lega,
rasanya seperti setelah bertahun-tahun menjalani hubungan jarak jauh, merasa
lega dan rileks.
Kemudian aku teringat pada apa
yang dikatakan Luna sebelumnya.
──Aku
sudah memutuskan perasaanku. Tapi kupikir ini akan menjadi jalan yang lebih
sulit daripada sekarang... Aku hanya belum memutuskan keputusan terakhir.
Apa maksudnya itu?
“... Kamu sendiri tidak masalah
dengan itu, Luba?”
“Ya. Karena aku memiliki
pekerjaan lain yang ingin aku lakukan.”
Pada saat itu, pintu kamar dibuka
dengan ketukan dan karyawan bioskop membawakan minuman yang dipesan saat kami
duduk.
Ada dua minuman berwarna emas
muda dengan gelembung halus dalam gelas tinggi.
“Saya membawakan dua sampanye
pesanan Anda.”
Selain itu, ada cokelat mewah
dalam kemasan kaca, es krim dan Madeleine di atas meja. Kemudian karyawan
bioskop itu pergi meninggalkan ruangan.
“Kelihatannya mau meleleh,
ya... Pertama-tama ayo kita makan ini dulu.”
Setelah makan es krim, Luna
berkata dengan senyum kecil di wajahnya.
“Aku ingin menjadi pengasuh anak.”
“Eh...”
Aku berhenti bergerak ketika
mendengar pengakuan yang tidak terduga ini sambil memasukkan cokelat ke dalam
mulutku.
“Pe-Pengasuh anak? Maksudnya
seperti guru di taman kanak-kanak dan PAUD gitu?”
Luna balas mengangguk pada
kata-kataku.
Dia kemudian tersenyum.
Dengan tatapan yang lembut dan
penuh perhatian, dirinya berkata.
“Aku menyukai bayi. Sebelum
bertemu dengan Haruna dan Haruka, aku bahkan tidak menyadarinya sendiri.”
Dia memandang sekitar gelas
sampanye di atas meja dengan mata menyipit.
“Anak-anak itu mirip seperti
gumpalan kecil kemungkinan. Aku berpikir setiap hari, 'bunga apa yang akan mekar untuk anak ini?'. Ketika melihat mereka
bermain-main dengan rambutnya, aku akan berpikir apakah dia akan menjadi penata
rambut, atau jika mereka sedang bermain bola, apa mereka akan menjadi pemain
bola voli. Apa itu terlalu sederhana?”
Dia tersenyum padaku dengan
malu-malu dan kemudian menghadap ke arahku lagi.
“Tapi ketika aku terus
mengawasi mereka seperti itu, suatu hari aku menyadari tanda-tanda pertumbuhan
yang tak terelakkan.”
Matanya bersinar dengan cahaya
yang kuat.
“Dan kemudian aku merasakan
sesuatu. Aku juga hidup dalam masa kini yang hanya terjadi sekali, sama seperti
anak-anak ini.”
Dia melihat ke arahku dengan
wajah yang sedikit malu-malu dan kemudian mengurangi ekspresi seriusnya.
“Dalam bidang fashion, tren
berubah terlalu cepat. Aku bisa selalu mengenakan pakaian modis baru, tetapi
ketika berada di lokasi kerja, aku merasa sedikit lelah. Beberapa hal yang
populer musim lalu mungkin sudah tidak lagi populer sekarang. Aku merasa
kesulitan untuk mengikuti semuanya ... Dan kadang-kadang aku merasa seperti
sedang berbohong ketika merekomendasikan sesuatu kepada pelanggan….. dan
kemudian harus memberitahu mereka bahwa baju yang dipilhnya itu sudah tidak
populer lagi…Bukannya itu kedengarannya seperti aku benar-benar seorang
penipu?”
Aku tahu betul kalau Luna
bukanlah orang yang suka berbohong.
“Hal seperti itu membuatku
merasa sedikit menyakitkan.”
Ucap Luna sambil tersenyum dengan
wajah yang terlihat seperti tersenyum getir.
“Pada awalnya, kupikir aku cocok
dengan pekerjaan ini karena aku menikmati melayani pelanggan, tetapi
kadang-kadang ... Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres.”
Meskipun Luna mempunyai
kepribadian extrovert, tapi aku merasakan kalau dia sedikit canggung dalam
beberapa hal. Mungkin itu sebabnya dia merasa seperti itu.
“Tapi, Luna, kalau kamu ingin
menjadi pengasuh anak…. apa kamu akan mengambil ujian kualifikasi? Lalu, bagaimana
dengan pekerjaanmu yang sekarang?”
Luna mengangguk dengan tenang.
“Ya. Karena aku hanya lulusan
SMA, sepertinya aku harus masuk sekolah kejuruan untuk mendapatkan kualifikasi.
Jadi, aku akan meminta untuk diturunkan dari posisi wakil manajer supaya aku
bisa memiliki fleksibilitas dalam jadwal kerjaku... jika tidak memungkinkan,
mungkin aku akan kembali bekerja paruh waktu? Tapi aku belum membicarakannya,
jadi aku tidak yakin.”
“Begitu ya….”
“Tapi, jika aku tidak bekerja,
aku tidak akan punya cukup uang untuk sekolah, ‘kan? Jadi, kupikir aku harus
bekerja sambil belajar di sekolah kejuruan... Aku pikir aku akan lebih sibuk
daripada sekarang.”
Dia merenungkan masa depannya,
dan kerutan di dahinya menjadi lebih dalam.
“Selain itu, aku tidak terlalu
suka yang namanya belajar~ jadi, itu juga membuatku khawatir.”
Luna tertawa dengan malu-malu
setelah mengatakan itu. Tetapi, dia sendiri yang memilih untuk terus belajar. Itu
artinya dia menemukan pekerjaan yang ingin dia lakukan.
“Tapi aku sudah memutuskan
untuk melakukannya. Jika aku terus berpikir 'ada
sesuatu yang salah', dan terus bekerja di sini sebagai manajer toko di
Fukuoka, dan membangun karirku di jalur tersebut, aku tidak akan pernah sampai
ke tempat yang ingin aku tuju, bukan?”
Dia berkata demikian sambil
menatap mataku.
“Jadi, satu-satunya pilihan
yang ada adalah berusaha yang terbaik.”
“….Begitu ya.”
Melihat Luna yang terlihat
begitu bersemangat, aku merasa tidak perlu mengatakan apa-apa lagi.
“Aku mendukung keputusanmu.”
“Terima kasih!”
Luna menanggapi sambil
tersenyum manis.
Senyuman yang seperti dewi dan
membuatku tak bisa melepaskannya.
“Ayo kita minum!”
Luna mengajakku sambil
mengambil gelas sampanye, dan aku juga mengambil gelasku sendiri.
“Selamat ulang tahun, Ryuuto.”
Dia mengucapkan dengan suara
lembut di ruangan pribadi yang hanya dihuni oleh kami berdua.
“Ini untuk merayakan ulang
tahunmu yang ke-20 dan….”
Dia mengangkat gelasnya dan aku
pun mengikuti dengan gelasku sendiri.
“Pada awal kehidupan baru
Luna.”
Usai mendengar kata-kataku,
Luna tersenyum geli.
“Bersulang~♡”
Dengan suara dentingan pelan,
gelas kami saling menempel.
Melihat Luna meminum sampanye-nya,
aku juga mengambil sedikit dari minuman sampanye-ku.
“.........”
“….Bagaimana rasanya dengan
minuman dewasa?”
Luna menatapku dengan wajah ala
kakak perempuan yang menarik.
Oleh karena itu, rasanya
sedikit mengecewakan untuk mengatakan dengan jujur..
“Rasanya sedikit pahit….”
Melihatku mengernyitkan wajah
setelah menjilat tetesan air di bibirku, Luna tertawa dengan wajah yang ceria.
“Fufu, kamu lucu banget, Ryuuto
♡”
Lalu dia mendekatkan dirinya
kepadaku dan memberikan ciuman ringan sambil menatapku.
◇◇◇◇
Platinum Room di mana kami ditempatkan
oleh karyawan bioskop lagi sebelum film dimulai adalah tempat duduk balkon
khusus untuk dua orang.
Sofa yang terlalu empuk untuk
dua orang dan terlalu luas untuk duduk membuat pandangan kami menjadi sejajar
dengan layar. Jika melihat ke bawah, aku bisa melihat kursi umum yang tersusun
rapi. Tempat ini membuatku merasa seperti bangsawan abad pertengahan yang
menonton opera dengan anggun dari balkon. Meskipun aku tidak tahu banyak
tentang itu, sih.
“Waaah, empuk banget!”
Luna dengan riang duduk di
sofa.
“Entah kenapa aku bakalan bisa
tidur di sini!”
Aku baru menyadari bahwa
kata-katanya adalah pembuka setelah sekitar satu jam film berlalu.
“...?”
Aku merasakan bahunya menyentuhku
dan melihat bahwa Luna bersandar pada bahuku. Matanya tertutup dan dia
terdengar tidur lelap.
“........”
Kurasa dia kurang tidur hari
ini dan minum sampanye sebelum film dimulai membuat rasa kantuknya menjadi tak
tertahankan. Karena dia terlihat sangat nyaman tidur, aku tidak tega
membangunkannya.
Aku teringat ketika kami
menonton film tiga tahun yang lalu. Pada saat itu juga, aku membiarkan Luna
bersandar pada bahuku.
Sudah tiga tahun sejak itu, dan
aku memikirkannya lagi.
Di atas meja di depanku, gelas
sampanye yang tidak habis diminum berdiri. Gelembung kecil masih naik dari
bagian bawah gelas tanpa henti.
Ketika aku diam-diam
memeriksanya di toilet, sepertinya harga Platinum Room ini adalah tiga puluh
ribu yen untuk dua orang.
──
Jangan khawatir. Karena aku sudah menjadi pekerja.
──
Tapi aku mungkin sedikit terlalu boros, jadi kamu tidak keberatan ‘kan
kalau hadiahnya ini saja?
Mungkin karena dia ingin
merayakan tahun penting dalam hidupku, jadi dia memberi perayaan khusus yang
terlalu sulit untuk dilakukan.
Ketika aku berpikir begitu,
rasa sayang dan terima kasih yang mendalam muncul dari dalam hatiku.
Hanya dengan kehadiran Luna di
sisiku, aku sudah merasa cukup bahagia.
Aku mengambil tangan Luna yang
tergeletak di pangkuanku dan mengaitkan tanganku dengannya.
“.........”
Aku mencoba untuk melihat
reaksinya, tapi Luna hanya sedikit menggerakkan kepalanya dan tidak membuka
matanya. Jika begitu, tidak apa-apa.
Sambil merasakan aroma dan
kehangatan Luna, aku kembali fokus pada film yang sedikit kabur.
◇◇◇◇
“Ahh~ aku tidak menyangka kalau
malah ketiduran lagi hari ini~!”
Di restoran Jepang di sebelah
bioskop, Luna menutupi wajahnya seolah-olah dia baru saja teringat sesuatu yang
memalukan.
Kami sedang makan malam di
ruang tatami bergaya igloo yang dipesan oleh Luna.
“Mau bagaimana lagi, karena
kamu sedang kelelahan.”
“Jadi bagaimana ceritanya? Apa
dunia berhasil diselamatkan?”
“Iya, berhasil diselamatkan, itu semua berkat kekuatan cinta protagonist
dan pasangannya.”
“Lalu apa yang terjadi kepada
mereka berdua?”
“Hmm~, mereka akan bertemu lagi
suatu saat nanti. Si heroine sudah kembali ke rumahnya.”
“Hah, apa-apaan itu?! Padahal mereka
sangat mencintai satu sama lain!"
“Yah, akhir filmnya selalu saja
seperti ini dalam film sutradara itu.”
“Ehh~ ...”
Luna tampak tidak puas dengan
akhir film yang aku beritahukan padanya.
“Jika mereka jatuh cinta
seperti itu, aku ingin mereka menikah.”
Setiap kali dia menonton film
dengan unsur romantis, Luna selalu berkata “Aku
ingin mereka menikah.”
Itu mungkin karena impian
cintanya terletak di sana.
Karena
aku berusaha untuk memenuhi impian itu.
Meskipun
tidak puas dengan akhir cerita cinta fiksi, tolong maafkan aku sekarang.
Pada dasarnya, di dalam hatiku,
aku adalah seorang penyair yang pandai bersilat lidah.
“Hei, meski ini tidak ada
hubungannya, tapi ...”
Tiba-tiba, Luna mengubah topik
pembicaraan.
“Aku baru saja dibilang hal
yang sangat tidak menyenangkan oleh Manajer Wilayah!”
Wajahnya menunjukkan kemarahan
yang jarang terlihat padanya.
“Ketika aku mengatakan bahwa
aku jarang bertemu pacarku akhir-akhir ini, ia malah bilang, 'Pacarmu pasti pergi ke tempat pelac*ran.'”
“Eh…”
“Ryuuto ... Kamu tidak pernah pergi
ke tempat seperti itu, ‘kan ...?”
"”idak, aku tidak pernah
pergi kesana.”
Aku menjadi terkejut karena
tuduhan yang tak terduga dan semakin bingung.
“….Benarkah?”
Tentu saja, Luna menanyakan
dengan tatapan yang penuh kekhawatiran.
“Ya.”
Aku mengangguk dalam-dalam.
“Selain aku tidak ingin bergaul
dengan orang yang tidak dikenal dan membayar uang mahal untuk melakukan itu...
Aku takut ketularan penyakit ... Terlebih lagi, aku sudah memiliki Luna.”
“Tapi Manajer Wilayah berkata 'Semua pria pasti pergi ke sana'.”
Wajah Luna hampir menangis.
Ekspresinya itu membuatnya terlihat lucu dan kasihan, dan aku merasa
tergesa-gesa untuk membuktikan ketidakbersalahanku.
“Tidak, tentu saja 'semua pria' tidak melakukannya ...
Mungkin orang-orang di sekitar Manajer Wilayah melakukannya, tapi aku mungkin
tidak bisa berteman dengan orang-orang seperti itu ... Setidaknya, kupikir
tidak ada teman laki-laki di sekitarku yang pernah pergi ke sana ...”
“Benar begitu? Apa benar-benar
seperti itu?”
“Ya ... Beneran.”
Aku mengangguk sekali lagi, dan
Luna tampaknya menjadi tenang untuk sementara waktu.
“Lalu apa yang kamu lakukan
saat menjadi terangsang?”
“... Aku akan melihat video dewasa atau memikirkan Luna dan
melakukannya sendirian ...”
“Kamu masih melakukannya dengan
membayangkanku?”
Luna akhirnya merasa tenang dan
mencondongkan tubuhnya ke arahku.
Meskipun topik semacam ini terasa
memalukan, tapi sepertinya Luna cukup menyukai topik ini.
“Padahal sudah hampir empat
tahun kita berpacaran, tau?”
“Aku akan melakukannya sampai
mati.”
Mata Luna sedikit berbinar
mendengar jawabanku yang menjijikkan, lalu dia menggembungkan pipinya.
“Eh, aku tidak suka itu ... Ayo
kita lakukan bersama-sama.”
“Eh ...!?”
Aku terkejut mendengar
kata-kata berani Luna dan kehilangan kata-kata.
Luna kemudian sedikit malu-malu
memalingkan pandangannya dariku.
“... Ketika aku kembali menjadi
pekerja paruh waktu, aku bisa mendapatkan jadwal libur yang lebih banyak, ‘kan?
Jadi ... bagaimana jika kita pergi berlibur bersama? Misalnya ke Okinawa pada
musim panas. Mungkin selama tiga malam.”
“Ti-Tiga malam ...”
Bayangan menghabiskan malam
yang penuh gairah di pulau selatan bersama Luna terlintas di benakku, dan aku
menelan ludah.
“... Aku tidak bisa bernapas
dengan baik jika Ryuuto tidak ada di sisiku.”
Luna melihat secangkir teh
hitam di atas meja saat dia tiba-tiba berbisik.
“Hanya ketika aku bersamamu,
aku merasa hidup dengan benar.”
Senyuman kecil muncul di
bibirnya, dan matanya memancarkan semacam kehangatan yang menggoda.
“Hati Ryuuto adalah hatiku yang
lain.”
Lalu, Luna menatap lurus ke
arah mataku.
“Aku selalu merasa seperti itu
sejak kita lulu dua tahun yang lalu.”
Luna berbisik pelan sambil
melihatku dengan malu-malu.
“Jadi, mungkin sekarang
...sudah waktunya, ya?”
“Ya ...”
Aku mengangguk canggung sambil
mendengarkan detak jantung yang berpacu semakin cepat dan minum teh hitamku.
Setelah selesai makan malam,
kami keluar dari restoran dan membuka pintu untuk keluar ke jalan setelah turun
dari lantai 7 bangunan menuju lantai 1 bawah tanah.
Untuk mencapai jalanan, kami
harus naik beberapa anak tangga. Di atas anak tangga, ada sepasang muda-mudi
yang sedang berpegangan tangan dengan punggung menghadap ke arah kami.
Dua orang itu berpakaian serba
hitam seperti punk rock, dan tangan
si cowok mencapai rok mini hitam pacarnya.
“...!?”
Pada saat berikutnya, tangan
itu mengangkat rok dan pant*t putih yang montok dari celana dalam hitam yang
seksi muncul dengan gemerlap.
Tangan si cowok membelai pantat
itu dengan penuh kasih sayang.
Kami yang berada di belakang
mereka langsung terkaget-kaget dan terpaku melihat adegan yang terjadi tepat di
depan kami.
“... Ungh, uhuk.”
Luna berdehem pelan dengan
ramah.
Tangan si cowok segera
melepaskan pantat pacarnya dan pasangan itu berbalik dengan panik untuk melihat
kami.
“...........”
Selama sekitar sepuluh detik
setelah mereka melewati kami, keduanya tetap bungkam.
“... Pant*tnya indah banget ya.
Kecil imut begitu.”
Luna mengoceh pelan.
“... Ya.”
“Lah, kamu juga melihatnya ya,
Ryuuto?”
“Eh, karena mereka tepat berada
di depan mataku, mau tak mau aku jadi melihatnya.”
Melihat kegelisahan di wajahku,
Luna yang tadinya terlihat sedikit marah, kemudian tertawa “Fufu” sambil mengernyitkan keningnya.
“Mungkin pacarnya tidak bisa
menahan diri sampai mereka berduaan.”
“Mungkin ya.”
Setelah menekan perasaan gugup
yang muncul dari insiden aneh itu, kami berjalan berpegangan tangan menuju
stasiun. Meskipun cuaca siang hari masih cukup hangat, angin malam masih
sedikit dingin.
──Bagaimana
kalau kita pergi berlibur bersama? Misalnya ke Okinawa pada musim panas.
Mungkin selama tiga malam.
Aku mengingat perkataan Luna
dan jantungku berdebar-debar ketika merasakan kehangatan di tanganku.
“... Mungkin kita sedikit aneh
ya.”
Beberapa saat kemudian, Luna
bergumam agak malu-malu.
“... Mungkin.”
Aku juga merasa malu dan
menahan senyum kecil.
Dunia
ini berputar di sekitar hawa nafsu.
Seisi
kota penuh dengan gambar model pria dan wanita yang cantik, dan jika kamu
membuka media sosial, kamu akan melihat gambar-gambar gadis cantik dalam pose
seksi.
Aku
pernah membaca artikel yang menyatakan bahwa pria memikirkan sesuatu yang
seksual setiap lima puluh dua detik. Tapi kupikir hal tersebut terlalu
berlebihan.
Otak
pria selalu dikuasai oleh hasrat seksual. Terutama bagi orang-orang yang masih
muda seperti kami.
Tapi,
aku merasakan ada sesuatu yang lebih dari sekadar hasrat seksual padamu.
Meskipun
aku tidak pernah mengatakannya dengan terang-terangan karena malu. Perasaan itu
selalu ada di dalam diriku.
Cinta
itu menahan binatang yang ada di dalam diriku.
Aku
sudah membayangkannya berulang kali tentang fantasi kita bercinta hingga
membuatmu menangis meskipun kamu seorang wanita yang anggun dengan tubuh yang
seksi.
Namun,
ketika aku bertemu denganmu di dunia nyata, aku ingin bersikap lembut padamu.
Aku
tidak ingin melihatmu sedih, aku ingin melihatmu selalu tersenyum bahagia.
Aku
ingin menjagamu selamanya.
Baik
hatimu maupun tubuhmu, bahkan satu tetes air matamu pun.
Aku
tidak ingin orang asing yang lewat melihat sebagian tubuhmu yang penting.
Itulah
sebabnya, jika kita melakukan hal-hal semacam itu, kita harus berada di tempat
yang hanya ada kita berdua saja.
Dan
itu harus dilakukan ketika kamu sudah sepenuhnya setuju.
Waktunya
telah tiba.
Waktu
tersebut benar-benar sudah tiba.
◇◇◇◇
Sekarang sudah memasuki bulan
April. Setelah jadwal perkuliahan dimulai, aku bertemu dengan Kujibayashi-kun
untuk menentukan jadwal kuliah tahun ini.
“Kashima-dono, apa Dikau sudah
melihat bunga sakura di Zojoji?”
“Belum, emangnya mereka sudah
mekar?”
“Mereka sudah mekar sepenuhnya,
loh. Sangat indah sekali. Pemandangan dari Menara Tokyo pasti sangat
spektakuler."”
“Benarkah?”
“Apa kamu ingin pergi
melihatnya? Jika ya, aku akan menemanimu.”
Dalam suasana seperti itu, aku
tiba-tiba memutuskan untuk pergi bersama Kujibayashi-kun berjalan-jalan ke
Menara Tokyo.
Pemandangan bunga sakura di di
Taman Shiba dari dek utama Menara Tokyo memang spektakuler. Tidak banyak orang
yang datang ke sini hanya untuk melihat bunga sakura, jadi para turis terkejut
dengan pemandangan yang tak terduga ini.
“...Rasanya benar-benar sudah
musim semi ya.”
Aku juga merasa terbawa suasana
dan tidak sengaja mengucapkan kata-kata tersebut.
“Orang-orang mengatakan kalau
musim semi sudah tiba, tetapi selama burung bulbul masih belum bernyanyi,
kupikir musim semi masih belum tiba...”
“Ehh?”
Ketika aku masih merasa bingung
dengan pembacaan puisi yang tiba-tiba dibacakan oleh Kujibayashi-kun, ia lalu
berkata sambil menatap pemandangan melalui kaca.
“Puisi ini mengatakan bahwa
meskipun orang mengatakan 'musim semi
telah tiba', namun aku merasa bahwa musim semi belum benar-benar datang
sampai burung bulbul mulai bernyanyi. Puisi ini ditulis oleh Mibuno Tadamine
dari zaman Heian dan termuat dalam Kumpulan Puisi Lama dan Baru.”
“Jadi begitu ya.”
“Di kota-kota besar modern
sekarang, burung bulbul tidak lagi bernyanyi, jadi musim semi tidak akan pernah
tiba.”
“Haa.”
“Sama seperti hidupku.”
“............”
Makna 'musim semi' yang dimaksud adalah dalam konteks asmara, ya?
Kujibayashi-kun terlihat sedih
saat memandang bunga sakura di bawahnya, dan aku merasa sedikit tidak enakan
padanya.
Kami kemudian duduk di kafe di
dek utama dan membicarakan jadwal kuliah sambil melihat panduan kuliah yang
kami letakkan di atas meja.
“…. Kujibayashi-kun, apa kamu
juga mengambil kelas bahasa Jepang di jam ketiga? Kalau begitu, aku juga akan
mengambilnya.”
“Tapi, jika begitu, bukannya
Dikau terlalu banyak mengambil kelas? Dikau sudah memasuki tahun ketiga
sekarang... dan Dikau juga harus mempersiapkan diri untuk mencari pekerjaan
nanti ‘kan, Kashima-dono?”
“Karena aku ingin menjadi guru,
jadi mungkin aku harus mengambil banyak kelas. Aku ingin mengambil seminar di
tahun keempat.”
“Tapi, bukannya waktu yang
dihabiskan bersama pacarmu malah jadi makin sedikit?”
Kujibayashi-kun menyindirku
dengan nada suara yang sedikit menyakitkan, tapi aku hanya tersenyum.
“Jangan khawatir, dia juga
sibuk. Selain itu...”
Aku menatap ke arah jendela. Di
atas kepala para turis, aku bisa melihat pemandangan Tokyo dan langit yang
cerah menjelang sore.
“...kami akan pergi berlibur
bersama selama liburan musim panas nanti.”
Setelah aku mengatakan hal itu
dengan hati yang berdebar-debar, Kujibayashi-kun hanya mengangguk sambil berkata, “Fumu”.
“Jadi itu sebabnya kamu terlihat
begitu gembira hari ini.”
“Eh?”
Saat menyadari bahwa aku
mungkin telah terbongkar, aku merasa malu dan wajahku memerah.
“…Apa ini perjalanan pertama
kalian berdua?”
Kujibayashi-kun menatapku
dengan pandangan menyelidik yang membuatku sedikit panik.
“”Ti-Tidak juga. Karena
sebelumnya pacarku selalu sibuk...”
“Meski begitu, kalian terlihat
sangat gembira seolah-olah kalian baru saja melakukan hubungan intim. Meski ini
perjalanan pertama, bukan berarti ini adalah malam pertama kalian tidur bersama,
‘kan.”
Pandangan Kujibayashi-kun
melalui kacamatanya semakin tajam, seolah-olah aku sedang diinterogasi oleh
seorang detektif yang cerdas.
Melihat itu, aku merasa bahwa
mungkin saatnya bagiku untuk memberitahunya kebenaran.
“Tidak, yah… sebenarnya...”
Kujibayashi-kun mengawasiku
dengan ekspresi waspada di wajahku saat aku mulai menjelaskan dengan
terbata-bata.
“Memang, beberapa tahun yang
lalu, aku dan pacarku memiliki keinginan untuk melakukan hal seperti itu,
tapi...”
Aku merasa malu dan mengalihkan
perhatianku ke arah buku panduan kuliah. Namun, mataku dengan cepat meluncur
pada huruf yang tercetak di atas panduan kuliah.
“Lebih tepatnya, kami masih
merasakannya sampai sekarang. Hanya saja...”
Ketika aku menndongak ke atas,
Kujibayashi-kun masih menatapku dengan tajam.
“Ini mungkin akan menjadi
cerita yang panjang, tapi... apakah kamu mau mendengarkanku?”
Pada saat itu, ekspresi
ketidaksabaran muncul di wajah Kujibayashi-kun.
“Tu-Tunggu sebentar,
Kagashima-san.”
Ia mengangkat kedua tangannya
ke depan dadanya dan memberikan isyarat 'tunggu'.
“Apa mungkin... apa mungkin...
jangan-jangan...”
Kujibayashi-kun membuka
mulutnya sambil memasang wajah tidak percaya.
“Apa jangan-jangan…”
Setelah mengatakan itu, ia menahan
napas sejenak.
“Kamu juga... seorang youkai
perjaka…?”
Melihat Kujibayashi-kun yang bertanya padaku dengan ragu-ragu,
Aku hanya mengangguk dengan
canggung.