Kisah Pendek — Spesial Animate
Pada suatu hari, sekitar
pertengahan liburan musim panas mereka, ponsel Amane berdering di mejanya.
Mahiru secara refleks melirik layar ponselnya, dan itu menampilkan nama Itsuki.
“Amane-kun, ada telepon dari Akazawa-san.”
“Hah? Dari Itsuki? Maaf, aku
tidak bisa mengangkatnya sekarang. Jika kamu tidak keberatan, bisakah kamu
menjawabnya untukku?”
Amane sedang membersihkan kamar
mandi, dan Mahiru datang untuk memberitahunya tentang panggilan telepon itu.
Amane hanya mengizinkannya untuk menjawabnya atas namanya. Kaki Amane
berlumuran air dan busa, tangannya juga ditutupi oleh sarung tangan plastik,
dan sepertinya ia tidak akan bisa meninggalkan kamar mandi dalam waktu singkat.
Mahiru mengangguk patuh, kembali ke ruang tamu, dan menekan tombol jawab di
telepon.
"Halo? Halo, Di sini Shi…
ah, maksudnya ponsel Fujimiya.”
Mahiru hampir secara refleks
memberikan namanya sendiri. Setelah memberikan nama belakang Amane, orang di
ujung telepon terdengar bingung sesaat.
“Hah?
Shiina-san? Bukannya Amane ada di sana sekarang?”
“Ya, ia tidak bisa menjawab
teleponnya sekarang. Jika kamu tidak keberatan, aku bisa menyampaikan apa yang
ingin kamu sampaikan kepadanya.”
“Jadi
begitu ya. Maaf sudah mengganggumu seperti ini ketika kamu sedang sibuk.
Terakhir kali aku pergi ke rumah Amane untuk belajar, aku lupa membawa kembali
beberapa catatan. Aku akan mampir ke sana, jadi bisakah aku mengambilnya?”
“Ya. Kami sedang berasa di
rumah sekarang, aku akan segera bertanya pada Amane-kun…” Tapi sebelum dia bisa
menyelesaikan kalimatnya, bel pintu berbunyi, “… Tidak jadi, aku akan membuka
pintunya.”
“Aku
benar-benar minta maaf.”
Tampaknya Itsuki menelepon
ketika berada di pintu masuk gedung apartemen mereka. Mahiru mengira Amane
tidak akan menolak, jadi dia menutup telepon dan membuka kunci pintu masuk secara
elektronik. Mahiru lalu berjalan menuju kamar mandi, dan Amane mengintip dari
balik pintu kamar mandi.
“Apa? Apa Itsuki datang ke sini
sekarang?”
“Ia datang untuk mengambil buku
catatannya.”
“Ah, dari terakhir kali ia
mampir ke sini. Aku meninggalkannya di laci kanan atas lemari TV ruang tamu,
jadi tolong berikan padanya. Kupikir aku masih membutuhkan lebih banyak waktu
di sini.”
“Baiklah aku mengerti.”
Amane tampaknya cukup terbiasa
menghadapi situasi seperti itu dan tidak keberatan dengan kunjungan Itsuki.
Mahiru berpikir bahwa mereka adalah teman yang cukup dekat, dan mau tidak mau
tersenyum. Saat bel pintu berbunyi, dia menemukan catatan yang diinginkan
Itsuki, tepat di tempat Amane memberitahunya.
“Maaf ya, Shiina-san, karena
sudah mengganggu waktu kalian berdua bersama seperti ini.”
Ketika Mahiru membuka pintu,
Itsuki sudah berdiri di luar sambil tersenyum agak bermasalah di wajahnya, dan
tangannya terkatup.
“Tidak juga. Ini bukan
catatanmu.”
“Aku sangat menghargainya.
Terima kasih telah berusaha keras untuk memberikannya kepadaku.”
Mendengar suara Itsuki, Amane
berteriak dari kamar mandi. “Itsuki! Jika kamu mau mampir, setidaknya kasih
tahu dulu, kek!”
“Kamu pikir kamu punya hak
untuk berbicara tentangku? Pemilik rumah macam apa yang tidak pergi dan menyapa
tamunya?”
“Aku sedang membersihkan kamar
mandi, tau.”
“Oh, kalau begitu, kurasa aku
tidak sopan. Maaf karena datang tanpa pemberitahuan dulu. Aku merasa tidak enak
karena mengganggu kalian berdua, jadi aku akan pergi sekarang.”
Meskipun mereka tidak berada di
ruangan yang sama, Itsuki tersenyum bahagia dan bersenda gurau dengan Amane
seolah-olah ia berada tepat di depannya. Mahiru, di antara mereka, tidak bisa
menahan tawa bersama mereka.
“Ah, Shiina-san.” Itsuki lalu memanggil
Mahiru dengan suara rendah.
Merasa penasaran dengan niatnya,
Mahiru membungkuk dan sedikit memiringkan kepalanya dengan bingung. Itsuki tersenyum
licik padanya, dan berkata.
“Mudah-mudahan kamu bisa segera mulai memberikan
nama belakangnya kepada orang-orang , sama seperti yang baru saja kamu lakukan
tadi.”
Memahami apa yang dikatakan
Itsuki, wajah Mahiru langsung memerah. Melihat reaksinya, Itsuki merasa puas,
dan tersenyum lebih lebar saat dia berkata, “Kalau
begitu aku pergi, sampai jumpa lagi,” dan dengan cepat pergi. Mahiru tetap
membeku di tempat untuk sementara waktu.
Sementara itu, Amane sudah selesai
membersihkan dan keluar dari kamar mandi, dan ia memandang Mahiru dengan
ekspresi keheranan.
“…Mahiru, apa ada yang salah?”
“Bu-Bukan apa-apa!”
Aku
tidak bisa membiarkan Amane-kun tahu tentang ini, pikir
Mahiru dan menutup mulutnya rapat-rapat. Mahiru hanya bisa memalingkan wajahnya
dari tatapan penasaran Amane.