Otonari no Tenshi-sama Jilid 6 SS 3 Bahasa Indonesia

Kisah Pendek — Spesial Gamers

 

 

“Amane, kamu pernah enggak membuat Mahirun marah?”

Setelah mendengar pertanyaan mendadak ini, Amane menoleh ke arah Chitose. Ekspresinya dengan jelas menyampaikan kebingungannya.

Chitose datang ke rumah Amane untuk mengunjungi Mahiru. Sayangnya, Mahiru harus pergi dalam waktu singkat, meninggalkan Chitose tanpa pilihan selain menunggu di apartemennya. Karena kejadian langka berduaan dengan Amane, dan karena Mahiru tidak hadir, Chitose memutuskan untuk menanyakan pertanyaan khusus ini padanya.

“Yah, Mahiru agak pandai mengendalikan emosinya dengan cara yang rasional. Aku tidak ingat Mahiru pernah marah seperti yang mungkin kamu bayangkan. Selain itu, aku tidak ingat pernah melakukan apa pun yang bisa membuatnya sangat marah.”

Mahiru pada umumnya adalah orang yang baik dan santai. Dia juga sangat rasional; dia cenderung memisahkan logika dan emosi saat mempertimbangkan berbagai hal, dan pandai melakukannya.

Oleh karena itu, batas kesabaran baginya untuk benar-benar marah sangatlah tinggi. Amane tidak bisa membayangkan bisa bertindak cukup buruk untuk membuat orang yang begitu baik hati mencapai titik puncaknya. Meskipun dirinya terkadang membuatnya merasa frustrasi atau membuatnya merajuk, Amane mungkin tidak pernah melakukan apa pun yang membuat Mahiru benar-benar tidak bahagia, apalagi marah.

“… Amane, kamu sangat sensitif dalam menjaga keseimbangan semacam itu di antara kalian.”

“Aku takkan menyebutnya menjaga keseimbangan. Aku hanya bertingkah seperti orang normal mana pun, jika mereka tidak ingin membuatnya marah.”

Secara umum, seseorang akan marah jika ekspektasi mereka dikhianati; atau jika mereka atau seseorang yang mereka sayangi dilukai dengan cara tertentu. Namun, Amane terus-menerus mempertimbangkan perasaan Mahiru, dan tidak pernah menjadi tipe orang yang menggunakan bahasa kasar atau kekerasan.

“Bagaimana kalau kalian berdua tidak menyetujui sesuatu?”

“Kenapa memiliki pendapat yang berbeda berarti  harus berdebat pula? Mana mungkin bagi setiap orang untuk berbagi nilai yang sama persis. Mahiru memiliki prinsipnya sendiri tentang berbagai hal. Bahkan jika prinsipnya berbeda dariku, aku akan selalu menghormatinya.”

Bahkan jika mereka berdua merupakan sepasang kekasih, mereka bukanlah orang yang sama, dan otak mereka terhubung secara berbeda. Meskipun keduanya sangat mirip, terkadang mereka masih memiliki jalan pemikiran yang berbeda.

Alasan sebenarnya mengapa mereka tidak berdebat adalah karena keduanya bersedia mendengarkan dan menghormati pendapat dan ide masing-masing. Amane mengikuti ajaran orang tuanya: rahasia hidup harmonis dengan pasangan adalah rasa hormat dan berkompromi. Dirinya meyakini bahwa itu benar.

Chitose tampak berpikir sejenak, “Sedangkan bagi kami, kami berhasil menemukan jalan ke titik kesepakatan bersama, hanya dengan melalui argumen kami. Adapun kalian, entah bagaimana kalian bisa secara spontan memberi perhatian satu sama lain daripada memiliki konflik sama sekali. Kalian benar-benar luar biasa bisa mencapai tahap ini dengan sangat lancar.”

“Memang, belum tentu merupakan ide terbaik untuk mempersoalkan perlunya argumen ketika konflik terjadi. Kehidupan selalu berjalan jauh lebih baik ketika kamu menghabiskan waktu dan upaya untuk dapat saling memahami.”

Chitose memikirkan hal itu sejenak sebelum menjawab.

“Ya. …Ngomong-ngomong, apa ada yang membuatmu tidak puas dengan Mahirun?”

Tiba-tiba ditanya tentang hal-hal yang membuatnya tidak puas, Amane mendapati dirinya bingung memikirkan apa pun di luar kepalanya. Amane memikirkan tanggapan sementara Chitose menatapnya.

“Hmm… ketidakpuasan, ya. Yah, Mahiru terkadang menolak untuk mendengarkan dan melakukan pekerjaan rumah untukku, bahkan jika aku sudah mengatakan kalau biar aku saja yang melakukannya. Aku berharap dia tidak mencoba untuk sepenuhnya mengambil alih pekerjaanku.”

Pekerjaan rumah tangga pada umumnya dibagi, meski Amane melakukan sebagian besar pekerjaan di luar memasak. Bagaimanapun juga, ini adalah rumahnya.

Namun, Mahiru terkadang mengambil alih tugas Amane, melakukan pekerjaan seperti mencuci dan membersihkan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Amane. Mungkin karena dia merasa canggung saat tidak ada yang harus dilakukan, tapi itu cenderung membuat Amane merasa sangat bermasalah saat itu terjadi.

Chitose tersenyum lembut, melihat ekspresi gelisah di wajah Amane,

“... Sepertinya kamu mungkin akan melakukan hal yang sama pada Mahirun.”

“Aku hanya membalas budi.”

“Apa ada yang lain?”

“Misalnya saja dia terkadang memaksakan dirinya terlalu keras? Tidak membiarkan siapa pun tahu ketika dia merasa sakit. Selalu mengutamakanku bahkan saat dirinya sedang sibuk. Aku berharap dia berhenti melakukan ini; itu tidak baik untuknya. Dia seharusnya lebih peduli pada dirinya sendiri.”

“… Bagaimana bilangnya ya… Kalian berdua benar-benar sejenis…”

“Apa?”

“Bukan apa-apa~”

"Sepertinya kamu punya ide sendiri tentang semua ini."

Chitose tetap diam, tetapi dengan ekspresi penuh kasih di wajahnya, seolah-olah dia tidak bisa berkata apa-apa pada saat itu, yang entah bagaimana membuat Amane sedikit khawatir. Ia juga merasa Chitose terlihat sedikit kesal, jadi dia mengerutkan kening.

“Hanya saja… kalian berdua benar-benar pasangan yang serasi,” Chitose menyimpulkan dengan samar. Kemudian, dia dengan tegas mengabaikan tatapan Amane dan mulai memainkan ponselnya.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama