Otonari no Tenshi-sama Jilid 7 Bab 5 Bahasa Indonesia

Bab 5 — Mengetahui Kapan Harus Mundur adalah Kuncinya

 

 

Di penghujung hari, sudah diputuskan bahwa kelas mereka akan mengadakan kafe pelayan untuk festival budaya. Sementara golongan cowok merasa sangat gembira dengan pemungutan suara, Amane hanya bisa memasang ekspresi getir dan menahan situasi. Para cowok sepertinya mengharapkan Mahiru, Chitose, dan gadis cantik lainnya untuk berdandan sebagai pelayan.

Amane dengan manut mematuhi keputusan itu karena dirinya tidak bisa membatalkan apa yang sudah diputuskan, tapi masih sedikit menolak saat dia melakukan pengukuran.

“Yah, pakaian seperti itu tidak cocok untukku,” ucap Amane dengan tegas.

“Kamu tidak akan tahu sampai kamu mencobanya. Ayo, mendingan menyerah saja. Itu sudah diputuskan.”

“Betul sekali, mendingan menyerah saja, Fujimiya!”

“Jadi kamu sudah menyerah, Kadowaki…”

“Aku punya firasat kalau bakalan begini yang terjadi, tau.”

Menurut orang yang melakukan negosiasi, mereka berhasil mendapat sewa kostum tanpa insiden, jadi sekarang para siswa yang bertugas melayani pelanggan mulai melakukan pengukuran untuk mengamankan ukuran kostum secepatnya.

Amane tidak puas dengan anggapan dirinya melayani pelanggan tanpa diminta izin terlebih dahulu.

Mencoba untuk perhatian, Itsuki berkata, “Kamu harus siap untuk apa pun, bahkan jika itu berarti menghabiskan waktu dengan Shiina-san,” tapi Amane ingin Itsuki memberitahunya terlebih dahulu.

“Ngomong-ngomong… apa kamu menjadi lebih gemukan dari sebelumnya?”

“Sembarangan saja. Aku belum menambah berat badan. Aku terpaksa menjalani kehidupan biasa.”

“Haha, istrimu sudah merawatmu dengan baik.”

“Cerewet.”

Amane merasa malu karena Itsuki menggodanya dengan memanggil Mahiru sebagai istrinya dan memberinya kata-kata kasar, tapi Itsuki memberinya senyum menggoda yang sama seperti biasanya.

“Yah, aku masih berpikir berat badanmu memang bertambah. Bukannya kamu memiliki lebih banyak otot daripada sebelumnya?”

“Mungkin. Itu semua berkat latihan otot ala Kadowaki yang telah aku lakukan.”

"Apa? Aku jadi penasaran juga.”

Anehnya, Itsuki yang sekarang penasaran pergi untuk menginterogasi Yuuta, dan Amane melirik ke arah anak laki-laki di sekitarnya. Mereka melakukan sama-sama pengukuran seperti dirinya. Mereka membicarakan sesuatu di antara mereka sendiri, tapi dengan sangat sembunyi-sembunyi, jadi Amane menjadi penasaran. Mendengar suara bersemangat mereka, Amane menajamkan indra pendengarannya untuk mendengarkan percakapan mereka dan menyadari bahwa mereka sedang membicarakan Mahiru.

“Shiina-san mengenakan pakaian pelayan, ya…? Dia pasti terlihat memukau.”

“Gadis-gadis sedang melakukan pengukuran di ruang kelas yang berbeda sekarang, bukan? Penampilannya pasti sangat menakjubkan, bung. Pasti tidak diragukan lagi.”

“Lagipula, dia memang memiliki bukit kembar yang besar.”

“Dia selalu bersama Shirakawa, bukan? Perbedaan ukuran di antara mereka sama sekali tidaklah lucu.”

“Woi. Akazawa akan membunuhmu jika ia mendengar itu, tau.”

“Kamu akan terkejut. Bahkan Itsuki mengakui bahwa ukurannya berada di sisi yang sederhana… Rupanya telapak tangannya terlalu besar…”

“Itu sih… aku sangat cemburu. Pria itu bisa memonopoli Shiina-san untuk dirinya sendiri.”

Amane menatap mereka bahkan tanpa menyembunyikan kekesalannya saat melihat ke arah Itsuki. Jika ditanya, Amane akan mengatakan bahwa berbicara seperti ini tentang pacar orang lain itu terasa menjijikkan.

“…Seenggaknya cobalah untuk tidak berbicara terlalu keras,” Amane angkat bicara.

“Fujimiya? Jadi kamu mendengarnya, ya?”

Amane berharap mereka tidak berfantasi yang aneh-aneh mengenai pacarnya, tetapi ia tidak ingin marah di tempat seperti itu, jadi Amane berusaha menahan diri. Selain itu, tidak peduli seberapa banyak mereka berfantasi tentang itu, Amane adalah satu-satunya yang benar-benar mendapat kesempatan untuk melihatnya, jadi bisa dibilang kalau dirinya memberi mereka sedikit pengampunan.

Itsuki sepertinya juga mendengar mereka dan tersenyum kecut. Akan sangat buruk jika Chitose mengetahuinya, tapi sepertinya Itsuki tidak berniat memberitahunya, jadi itu akan tetap menjadi rahasia.

“Yah ... mau bagaimana lagi.”

“Si bidadari itu, dia selalu menyembunyikannya di dalam blazer dan rompinya, tapi dia cantik… Hei, Fujimiya, bagaimana itu sebenarnya?”

Justru karena mereka berada di tempat khusus anak cowok, mereka mulai melakukan percakapan konyol. Amane mengangkat bahu, berusaha untuk tidak mengernyitkan alisnya saat mereka menatapnya dengan penuh harap. “Tidak yakin apa yang kalian harapkan dariku,” jawab Amane. “Kurasa mereka persis seperti yang terlihat.”

“Jangan mengelak pertanyaan, bung.” balas teman sekelasnya itu.

“Aku tidak tahu harus berkata apa. Itu saja.”

“Ada yang seukuran apel dan melon, kamu paham, ‘kan?”

“Buah bervariasi dari orang ke orang.” Amane tetap menjawab dengan ambigu, “Bukannya kalian juga setuju?”

“Astaga, kamu benar-benar menyebalkan!"

“Seharusnya aku yang bilang begitu!” Amane membalas. “…Pertama-tama, kenapa aku harus memberitahumu ukuran tubuhnya?” Pertama-tama, Amane tidak memiliki pemahaman yang akurat tentang ukuran pacarnya. Yah, pada kenyataannya, dirinya memang tahu. Amane pernah melihat cucian Mahiru ketika mereka mengunjungi rumah orang tuanya, tapi dirinya sadar kalau lebih baik untuk tidak memberitahu mereka.

Mereka mendekati Amane, antusiasme mereka jelas-jelas tidak mereda saat mereka memberinya tekanan untuk mengungkapkannya. Demi mencari bantuan, Amane memandang Itsuki, tapi temannya itu hanya mengangkat bahu dan menyeringai. Responnya itu seolah ia tidak berniat untuk menyelamatkannya.

“Ngomong-ngomong, aku tidak tahu apa-apa.” Amane bersikeras.

“Jangan mengusir kamu dengan kebohongan, bung.”

“Sudah kubilang, aku sama sekali tidak tahu.”

“Ah, kalian.” Itsuki menyela. “Apa yang dikatakan Amane bukanlah kebohongan.” Ia sepertinya tidak punya pilihan selain menawarkan bantuan dengan hati-hati, dan tersenyum di bawah tatapan anak laki-laki yang mendekat dan Amane.

“Maksudku, Amane adalah tipe pria yang tidak berani menyentuh Shiina-san meskipun hanya mereka berdua di rumah. Jadi mana mungkin ia bisa mengetahuinya.”

Setelah mendengar kata-kata Itsuki, ruang kelas menjadi sunyi.

“…Fujimiya, ada teori terbaru yang mengatakan kalau kamu bukan laki-laki.”

“Jadi itu sebabnya kamu tidak menunjukkan minat pada majalah gravure itu.”

“Bukan begitu!” Amane membalas. “Itsuki, jangan mengatakannya seperti itu. Aku hanya ingin menghormati keinginan Mahiru!”

“Orang-orang menyebut hal itu sebagai pengecut.”

“Oi.”

“Tidak, itu normal… bukannya normal bagi orang lain untuk melakukannya ketika berduaan dalam situasi seperti itu? Gadis-gadis juga tidak bodoh, mereka mempertimbangkan kemungkinan itu.”

“Yah, kamu tahu, mereka berdua sepertinya berpikir itu terlalu dini untuk itu karena mereka adalah pasangan yang serius, lugu, dan polos. Ini adalah momen yang akan datang secara alami pada waktunya. Hanya saja, jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu.”

“Hei, Itsuki, kamu itu di pihak siapa?”

“Aku akan selalu berada di sisimu.”

“Aku tidak bisa mempercayaimu…!” Mendengar kata-kata Itsuki, anak laki-laki di sekitar mereka mulai menatapnya dengan sedih, dan sebaliknya, mereka juga memberinya senyuman hangat. Pipi Amane menjadi berkedut hebat.

“Bukannya aku lugu atau semacamnya, dan aku ingin jika aku bisa, tapi aku hanya memikirkan masa depan Mahiru…”

“Jadi  begitu ya-“

“Jangan cengengesan seperti itu… Oi, ada apa dengan kalian? Jangan berani-berani menatapku.”

Karena merasa sudah tidak tahan lagi, Amane menggigit bibirnya saat menerima lebih banyak belas kasihan dari para cowok di kelasnya. Sekarang ia membuat senyum yang lebih lebar, Amane tidak tahan lagi dan melemparkan pita pengukur kain ke wajah pelakunya, Itsuki.

 

   

 

“…Um, Amane-kun? Entah kenapa, para anak cowok sepertinya menatapku dengan pandangan lembut. Kenapa bisa begitu?”

“Entahlah, aku tidak tahu.”

Gadis-gadis telah selesai melakukan pengukuran dan kembali ke kelas semula, tetapi Mahiru khawatir akan mendapat tatapan aneh dari anak laki-laki, jadi mereka saling berbisik.

Amane, di sisi lain, menerima tatapan hangat dari para gadis, jadi ia ingin menanyakan hal yang sama kepada Mahiru.

“Aku mendapat tatapan aneh dari para gadis... Mahiru, apa kamu mengatakan sesuatu?”

“T-Tidak, aku tidak melakukan apa pun untuk mengotori kehormatanmu.”

“Jadi kamu mengatakan sesuatu selain itu, bukan?”

“A-Aku hanya berbicara tentang bagaimana kamu biasanya, Amane-kun, dan tentang bagaimana aku menghabiskan waktuku, jadi jangan khawatir.”

“Jadi, apa sebenarnya yang kamu bicarakan?”

“…Bahwa kamu pria yang luar biasa, Amane-kun?”

“Jadi kamu juga!?”

“Aku juga?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

Amane tidak bisa menyebutkan bahwa dirinya diejek karena kurangnya kejantanannya, jadi ia menjawab dengan suara tenang sambil panik secara internal dan mengacak-acak kepala Mahiru. Dia hanya menatap Amane dengan tatapan kosong.

“… Mari berhenti membocorkan informasi. Rasanya terlalu memalukan.”

“K-Kamu benar. Secara pribadi… Aku merasa senang karena semua orang mengajariku banyak hal.”

“Hei, aku jadi semakin khawatir siapa yang sudah mempengaruhimu.”

Meskipun Chitose telah menanamkannya dengan pengetahuan yang seharusnya belum boleh Mahiru ketahui, Amane takut gadis-gadis lain akan memberinya ide yang lebih aneh lagi. Dirinya yakin bahwa Chitose tidak akan berlebihan, tetapi sebisa mungkin, dirinya lebih suka mengetahui apa yang ingin mereka katakan padanya.

“…Bukannya berarti ada hal buruk yang akan terjadi padamu, Amane-kun.”

“Aku tidak tahu bagaimana menghadapi cara gadis-gadis menatapku sekarang.”

“Y-Yah... mau bagaimana lagi.”

“Aku merasa tidak ada yang bisa kita lakukan tentang itu.”

“Hei, kalian berdua. Aku tidak keberatan kalau kalian ingin bermesraan, tetapi aku ingin beralih ke topik yang sedang dibahas, jadi jangan pamer-pamer terus.”

Itsuki, yang menjabat sebagai anggota panitia penyelenggara, melihat ke arah Amane dan mengangkat bahunya saat berdiri di depan podium.

Mereka tidak mencoba bermesraan, tetapi pada tingkat ini, Amane pikir tidak ada gunanya memberi alasan apapun.

“Yah, mari kita kesampingkan keduanya dan putuskan menu untuk kafe. Kita seharusnya memutuskannya terlebih dahulu, tetapi aku harus membuat reservasi lebih awal untuk bagian kostum. Oh, dan Kido-san, pastikan kamu menghitung ukuran pakaianmu dan memesan yang kami butuhkan. Aku anak laki-laki di sini. Jangan menyalahgunakan informasi.”

Itsuki, yang pandai mendelegasikan tugas, dengan cepat memberikan instruksi dan memberikan laporan pengukuran kelas kepada gadis yang bertanggung jawab atas kostum.

“Pokoknya, kita tidak bisa menggunakan makanan mentah. Ada batasan berapa lama kita bisa menggunakan dapur, dan dari sudut pandang kebersihan, kita biasanya menawarkan kue kering dan minuman. Apa ada yang keberatan?”

“Okeeeee.”

“Chi, jangan mencampurkan barang aneh di sana.”

“Enak saja, ya enggaklah.”

Chitose memiliki rekam jejak sejak Hari Valentine, dia hanya akan melakukan itu kepada teman dekatnya dan tidak berpikir untuk menyajikannya kepada pelanggan.

“Ngomong-ngomong, untuk minuman, yah, karena kita mengadakan kafe, jadi minumannya bisa terdiri dari kopi, teh hitam, dan jus sudah cukup. Jika kalian punya ide lain untuk makanan atau minuman, kita bisa mendiskusikannya lagi. Aku hanya bisa menyarankan sesuatu yang sudah jelas.”

“Baiklah, baiklah. Bagaimana dengan es krim? Aku ingin krim soda!”

“Itu ide yang bagus, tapi bagaimana cara kita menyimpannya? Jika kita akan menaruh makanan yang dibeli di toko di dapur dan membawanya, itu saja sih tidak masalah. Tapi itu akan memakan banyak tempat di dalam freezer, jadi kita perlu berbicara dengan OSIS tentang itu. Aku akan mencantumkannya sebagai salah satu opsi untuk saat ini, jadi aku akan bertanya kepada OSIS nanti.”

“Bagaimana dengan makanan ringan?”

“Aku sudah memperhitungkannya, tetapi mengingat waktu yang diperlukan untuk membuatnya dan waktu yang diperlukan untuk menahan pembuatnya, aku tidak merekomendasikannya. Ada perbedaan yang cukup besar antara menyediakan sesuatu yang sudah jadi dan membuatnya segar. Selain itu, meskipun itu makanan ringan, hot dog dan roti lapis hangat adalah satu-satunya yang bisa kita masak dengan benar. Terutama hot dog. Sepertinya kelas lain juga akan melakukan itu, jadi mencuri bagian mereka akan terlalu tidak etis.”

“Kurasa tidak ada yang bisa kita lakukan tentang itu.”

Amane berpikir bahwa Itsuki sangat mahir dalam memimpin kelas saat memajukan pembicaraan dan menyentuh semua topik yang dibutuhkan, dan Mahiru sepertinya memikirkan hal yang sama dan tersenyum kecil, berkata, “Ia memang bisa diandalkan.”

“Kalau begitu, pembahasan kita sudah cukup sampai di sini dulu. Sekarang aku hanya perlu mengirimkan hasil ini ke OSIS dan menunggu konfirmasi mereka. Jadi, tentang mengamankan minuman itu… Aku kenal seseorang dari toko yang menjual biji kopi, jadi aku akan mencoba bernegosiasi dengan mereka. Aku akan mencoba mendapatkan diskon harga sebagai imbalan untuk mengiklankan toko mereka. Mungkin kita juga bisa menyesuaikan selera dengan pengunjung kafe kita nanti.”

“Wah, kamu sangat bisa diandalkan.”

“Jangan jatuh cinta padaku sekarang. Anak laki-laki hanya mendapat 'tidak, terima kasih.'”

Itsuki memimpin rapat kelas dengan sangat santai, tapi luar biasa, dirinya tetap melakukan apa yang seharusnya dilakukan, dan dengan standar yang tinggi.

Terkesan dengan keceriaan dan keterampilan kepemimpinannya yang tidak bisa ditiru, Amane berpikir sedikit demi sedikit tentang apa yang harus ia lakukan dan mendesah pelan.

(Lagi pula, tahun lalu aku hanya mendekorasi rumah hantu.)

Untuk beberapa alasan, dirinya merasa seperti dipaksa untuk melayani pelanggan tahun ini, tetapi pada saat yang sama, Amane sangat tersentuh bahwa ia dapat berpartisipasi dalam acara yang sangat menggambarkan masa muda dan pelajar SMA.

Setahun sebelumnya, Amane menganggap festival budaya sebagai hal yang membuang-buang waktu dan tenaga... tapi sekarang ia memiliki Mahiru di sisinya. Amane berpikir kalau itu bukanlah ide yang buruk bagi mereka berdua untuk menggunakan kesempatan ini untuk membuat kenangan bersama.

“Apa ada masalah?” tanya Mahiru penasaran.

“Hm? Aku hanya merasa harus melakukan yang terbaik di festival.”

“Hehe, itu benar. …Um, aku sangat menantikan bagaimana kamu melayani, Amane-kun.”

“Padahal tidak ada hal menarik yang bisa dilihat. Palingan aku hanya akan terlihat seperti orang yang tidak ramah.”

Mahiru tersenyum riang mendengar tanggapan Amane atas godaannya.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama