Otonari no Tenshi-sama Jilid 7 Bab 4 Bahasa Indonesia

Bab 4 — Sebelum Festival: Firasat Kekacauan

 

Setelah selesai ujian tengah semester, acara selanjutnya yang menanti mereka adalah festival budaya, sebuah perayaan besar yang hanya diadakan setahun sekali.

Sekolah yang dihadiri Amane serta yang lainnya berupaya keras dalam acara yang diadakan secara berkelompok oleh para siswa, sehingga setiap kelas memiliki anggaran yang cukup tinggi dan cenderung menyelenggarakan pertunjukkan yang rumit setiap tahun.

“Dan itulah sebabnya kita akan memutuskan apa yang harus dilakukan kelas kita!”

Secara alami, setiap kelas akan memutuskan apa yang harus dilakukan, jadi sekarang saatnya, para siswa secara alami menjadi bersemangat.

Orang yang berdiri di podium dengan semangat tinggi adalah Itsuki. Amane tahu bahwa Itsuki yang menyukai festival akan mencalonkan diri sebagai panitia penyelenggara festival budaya, tetapi da hanya bisa menertawakan fakta bahwa Itsuki benar-benar memenangkan posisi tersebut. Semeriah ikan yang keluar dari air, Itsuki menunjuk tulisan yang ada di papan tulis menggunakan tongkat penunjuk yang ia ambil entah dari mana.

“Ahem. Mengenai pilihan festival, sangat penting untuk memikirkan jumlah kafe yang akan ada per tahun. Sebagian besar kelas lain pasti akan memikirkan tema yang sama, jadi bersiaplah untuk perang antar kelas yang sengit jika kita memutuskan sebuah kafe.”

Itu wajar saja, tetapi jumlah restoran yang bisa dibuka oleh para siswa sudah ditetapkan.

Restoran yang menawarkan pengalaman manajemen yang bermanfaat dan langsung sangat populer dan jika mereka tidak berhati-hati, sebagian besar kelas juga akan mencoba melakukannya juga. Jika itu yang terjadi, ada terlalu banyak kafe dan tidak banyak variasi, sehingga ada batasannya. Selain itu, karena jadwal ruang tata boga dan persyaratan kebersihan untuk pemeliharaan, pihak panitia tidak dapat memenuhi keinginan semua orang.

“Selain itu, masalah anggaran dan peralatan sekolah lainnya yang diberikan, sudah tertulis pada cetakan yang dibagikan, jadi tolong periksa. Dan meskipun tidak tertulis, aku akan memeriksa setiap kali kalian ingin membeli sesuatu. Untuk saat ini, sebutkan saja apa pun yang menurut kalian bisa dilakukan sesuai anggaran… Nah, jika kalian memiliki sesuatu yang ingin kalian lakukan, silakan angkat tangan.”

Teman-teman sekelasnya mengangkat tangan sebagai jawaban atas pertanyaan Itsuki.

Festival budaya adalah acara yang sangat penting dan ini ditunjukkan oleh api semangat yang terpancar di mata semua orang. Itu adalah acara besar dan semua siswa menantikannya.

(Ya, aku menghabiskan tahun lalu dengan melakukan hal-hal lain.)

Amane, yang tidak memiliki sedikit pun kesegaran atau kepolosan seperti siswa, menghabiskan festival budaya terakhir dengan melakukan apa saja. Mereka menjual barang buatan sendiri tahun lalu, jadi ia hanya melakukan apa yang diperintahkan dan menjaga toko.

Oleh karena itu, mau tak mau dirinya hanya melihat mereka yang bersemangat dari jauh.

“Baiklah, baiklah! Aku pikir kita harus mendirikan kafe standar!”

“Oh-ho, itu sesuai harapan. Ngomong-ngomong, hanya kafe biasa?”

“Bagaimana dengan kafe pelayan?”

“Lihat, Shiina-san ada di kelas ini… dan aku yakin dia akan terlihat bagus di kelas ini.”

Kata-kata terakhir dibisikkan di antara teman sekelas yang terus melirik Mahiru dan Amane merasa itu agak tidak pantas, tapi itu bukan sesuatu yang akan ia katakan dengan lantang. Amane memutuskan untuk duduk dan mengawasi mereka untuk saat ini, tidak ingin mengeluh saat itu juga. Dirinya tahu itu hanya akan merusak suasana.

“Hahaha. Aku yakin kalian tidak memikirkan anggaran sama sekali, tetapi kalian memiliki semangat. Untuk saat ini, mari kita sertakan sebagai kandidat.”

Tatapan mata Amane bertemu dengan mata Itsuki saat ia mengirim pandangan jengkel ke arah anak laki-laki, yang menjadi bersemangat dengan penyebutan 'pakaian pelayan' Mahiru.

Ketika diam-diam ditanya apakah tidak apa-apa untuk dilihat, Amane memasang wajah masam padanya. Jika dirinya harus mengatakan apakah itu baik atau buruk, maka itu buruk. Keberadaan Mahiru sendiri sudah menonjol seolah-olah dia semacam barang pameran. Amane juga mendengar bahwa keimutannya telah diasah baru-baru ini, dan jika dia membiarkan Mahiru mengenakan pakaian pelayan sekarang sudah pasti para siswa akan berbondong-bondong mendatanginya, membuat Mahiru sulit untuk berurusan dengan mereka dengan benar.

Di sisi lain, penjualan yang dia hasilkan akan menjadi keuntungan yang terjamin. Mahiru benar-benar bisa menjadi bintang iklan yang sempurna dan anak laki-laki pasti akan menerobos masuk hanya demi bisa melihatnya sekilas.

Mahiru yang dimaksud memiliki senyum bermasalah yang tak terlukiskan di wajahnya ketika namanya diungkit.

Wajar saja dia berearksi begitu. Rasanya tidak enak baginya untuk diperlakukan sebagai daya tarik. Namun, hal tersebut baru sekedar usulan dan dia tidak bisa menolak mentah-mentah setelah mendengarnya. Jika Mahiru benar-benar tidak ingin melakukannya, Amane akan menolak menggantikannya.

“Yah, kafe pelayan mungkin impian para pria, tapi tolong pertimbangkan anggaran kita dulu sebelum membuat usulan. Kalau begitu, ada yang punya ide lain?”

Atas desakan Itsuki, mereka membuat daftar stan standar seperti rumah berhantu, warung kari, dan udon, dan papan tulisnya sudah penuh dengan berbagai saran.

Keluhan utama Amane adalah bahwa minat utama kelas — atau lebih tepatnya — anak cowok adalah di kafe pelayan, dan ia bisa mendengar mereka berbisik di antara mereka sendiri.

“Pakaian pelayan Shiina-san akan sangat…”

“Tapi Fujimiya ada di sini…”

“Tidak, ia juga anak cowok. Ia pasti ingin melihatnya dengan pakaian pelayan, bukan?”

Apesnya bagi mereka, Amane mendengarkan tapi tidak berniat untuk setuju. Bohong rasanya jika ia mengatakan tidak ingin melihat Mahiru memakainya, tapi Amane tidak ingin memamerkannya saat ada orang lain di sekitarnya. Ia tahu Mahiru akan bosan dengan percakapan mereka, jadi ia tidak ingin mereka membicarakannya lebih jauh. Amane hanya menatap tajam ke arah mereka sebelum melirik Mahiru, dan pacarnya itu buru-buru mengalihkan pandangannya begitu dia menyadari tatapannya.

Menyadari anak laki-laki itu, Mahiru menguatkan senyumnya dan Amane terus memelototi mereka, tapi tidak terlalu tajam.

“Ngomong-ngomong, Amane-san, apa kamu punya usulan lain?”

Tiba-tiba dipanggil oleh Itsuki, Amane menatapnya dengan wajah masam.

“Kenapa kamu bertanya padaku?”

“Karena kamu terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu?”

Itsuki memanggil namanya untuk menarik perhatian anak cowok di sekitarnya, tapi tidak mengatakan apapun akan membuat suasana di kelas menjadi semakin buruk.

Sembari berpikir tentang apa yang harus dikatakan, Amane menyuarakan usulan yang terdengar paling mudah.

“Jika aku harus memilih, maka aku akan mengatakan lebih baik meneliti sejarah lokal di sini dan mengadakan pameran.”

Seluruh kelas terdiam setelah mendengar saran itu—rupanya usulan tersebut salah perhitungan. Rasanya tidak ada bedanya dengan menuangkan air dingin ke kegembiraan semua orang. Suasana yang sangat tidak nyaman berlama-lama di dalam kelas.

“Hei, tidak ada yang akan mendapatkan apa pun dari itu!”

“Kamu menyarankan acara serius dan hambar seperti itu saat kita sedang bersemangat begini?”

“Aku pikir itu cukup bagus. Kamu hanya perlu meneliti tampilan dalam masa persiapan dan mengumpulkan beberapa dokumen, bukan? Jika kita melakukan itu, kita akan bebas melakukan apa pun yang kita inginkan selama festival selama ada beberapa siswa yang bertugas untuk mengawasi pameran. Kamu takkan merasa seperti sedang mengadakan acara bersama dengan seluruh kelas, tetapi bukannya kamu pikir kamu bisa menikmati festival ini? Tidak perlu khawatir tentang waktu dan kamu dapat melihat semua warung makan yang dilakukan oleh kelas lain”

Setelah selesai, Amane mendengar suara-suara dari seluruh kelas berkata, “Oh, aku mengerti sekarang.”

Amane mengerti bahwa menampilkan sejarah lokal di acara terbesar sekolah tahun ini tidak akan menarik bagi kebanyakan siswa. Mereka tahu bahwa sejarah lokal mereka penting, tetapi tidak diragukan lagi mereka akan merasa bimbang apakah itu pilihan yang harus mereka ambil.

Amane pikir bukan hal yang jarang bagi siswa yang sedikit gaduh dalam mempersiapkan festival budaya, sebuah acara di mana siswa bisa menjadi sedikit liar dan tidak menyinggung siapa pun, tapi tujuan Amane sebenarnya adalah waktu luang selama festival.

Restoran adalah pilihan yang populer tetapi cenderung membutuhkan banyak sumber daya dan tenaga kerja, serta butuh banyak waktu untuk mengelola dan menyiapkannya. Para siswa harus berhati-hati di sekitar toko karena mereka berurusan dengan uang, dan keributan akan terjadi di dalam dan di luar sekolah jika muncul masalah. Sudah pasti mereka akan mengalami masa yang sangat sulit.

Jika mereka mengadakan semacam pameran, setiap siswa akan bergiliran berjaga sekitar satu jam, karena festival hanya berlangsung dua hari. Itu sangat efisien jika mempertimbangkan waktu dan tenaga. Tidak seperti kafe dan warung dagangan, tidak akan ada pertukaran uang dengan pameran, jadi poin pentingnya adalah para siswa dapat bersantai dan berleha-leha. Di atas semua itu, jika kamu tidak percaya diri dengan keterampilan layanan pelanggan, penampilan, maupun memasak, maka itu lebih baik daripada memaksakan diri. Amane termasuk dalam kategori itu dan tahu persis bagaimana rasanya.

“Bagaimana bilangnya ya? Rasanya sangat menggambarkan dirimu.”

Itsuki tidak menyembunyikan wajah tercengangnya, tapi Amane hanya memberi saran, jadi ia memalingkan wajahnya dan menutup bibirnya.

Mahiru juga memberinya tatapan yang mengatakan usulan itu persis seperti dirinya, jadi itu tidak nyaman, tapi Amane tidak bisa menarik kembali apa yang sudah dikatakan, jadi ia hanya menghela nafas pelan.

“Dannnn? Karena kafe pelayan memiliki suara terbanyak, jadi sudah diputuskan bahwa kita akan mengadakan kafe pelayan. Ada yang keberatan?”

Pada akhirnya, kelas mereka memutuskan untuk mendirikan kafe pelayan dengan mayoritas suara laki-laki.

“Yah, aku akan memberi tahu OSIS tentang keputusan itu, dan dari sana mungkin akan ada keberuntungan undian, jadi jika kita tidak memenangkan lotere, kita harus membuat rumah berhantu, yang menjadi pilihan terbanyak kedua. Selain itu, jika menyangkut pakaian, itu pasti bukan sesuatu yang bisa kita siapkan sesuai anggaran, jadi kita perlu mencari beberapa relasi. Jika ada sesuatu yang terlintas dalam pikiran, jangan sungkan untuk memberitahuku terlebih dahulu. Jika tidak, itu akan menjadi kafe biasa, jadi persiapkan dirimu.”

Itsuki bertanggung jawab atas proses festival budaya karena sifatnya yang ceria dan tingkah laku yang baik, dan ia dengan cepat memberi pengarahan kepada semua orang tentang beberapa detail penting sebelum meninggalkan kelas untuk memberi tahu OSIS. Amane menghela nafas kecil dan meletakkan tangannya di pipinya dalam suasana santai saat melihat Mahiru mendekat.

“Apa yang akan kamu lakukan?”

“Tidak peduli apa yang kukatakan...  semuanya tidak ada gunanya karena itu sudah menjadi keputusan bulat.”

Mahiru tersenyum kecut padanya, dan meskipun mau bagaimana lagi, dia tidak bisa menahan rasa frustrasinya.

“Jika kamu tidak menyukainya, kamu harus memberi tahu mereka.”

“Bukannya aku tidak menyukainya, tapi… umm, apa kamu membenci seragam maid, Amane-kun?”

“Aku bukan menyukai atau membenci mereka. Kupikir kamu terlihat bagus dalam segala macam tipe pakaian, Mahiru, dan kamu juga selalu terlihat bagus dengan celemekmu.”

“Be-Begitu ya... Kalau begitu aku akan melakukan yang terbaik.”

“Yah, kamu tidak perlu memaksakan diri untuk memakainya.”

“Jika itu membuatmu bahagia, aku akan memakainya.”

Melihat para cowok yang diam-diam mengepalkan tinju mereka di belakang Mahiru, yang memiliki senyum indah di wajahnya saat mengatakan itu, Amane hanya bisa menahan senyumnya agar tidak berkedut.

 

   

 

“…Fujimiya, suasana hatimu sedang buruk?”

Kebetulan, Yuuta tidak ada latihan klub hari ini dan memutuskan untuk menongkrong bersama Amane sepulang sekolah. Baru pada saat itu Yuuta menunjukkan kepada Amane bahwa dia telah menyembunyikan perasaannya.

“… Memangnya sejelas itu, ya?”

“Tidak, kurasa ekspresimu hampir sama seperti biasanya. Aku hanya mendapatkan perasaan itu dari atmosfirmu.”

Ketika hendak membeli buku di toko dekat stasiun, Amane langsung menyentuh pipinya setelah mendengar perkataan Yuuta. Wajahnya merasa sedikit lebih kaku dari biasanya, dan alisnya sedikit berkerut. Untuk berjaga-jaga, ia mencoba untuk tidak terlalu menunjukkannya, tetapi Amane tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ia hanya mendesah sedikit malu dan cemas.

“Yah begitulah. Aku merasa tidak terlalu senang tentang itu. Rasanya tidak menyenangkan melihat Mahiru diperlakukan sebagai pajangan, dan aku ingin menyimpannya untuk diriku sendiri jika aku bisa.”

Mana ada cowok yang senang ketika pacarnya diekspos ke tatapan sejumlah orang asing. Mengesampingkan beberapa pihak yang hanya merasa penasaran saja, tetapi memprihatinkan jika anak laki-laki itu melepaskan nafsu mereka padanya.

“Tapi bukannya Mahiru membenci ide tersebut, dan sangat kekanak-kanakan serta tidak adil baginya untuk menolak keputusan kelas dan menuntut perlakuan khusus hanya dari pacarnya sendiri, jadi dia tidak punya pilihan selain tetap diam. Aku tahu Mahiru akan berkontribusi pada penjualan kita, tetapi aku tidak puas dengan kenyataan bahwa ada banyak risiko yang menyertainya.”

“Aku minta maaf.”

“Itu bukan salahmu, Kadowaki. Ini salahku karena tidak bisa menyatakan dengan jelas manfaat dari usulanku sendiri.”

Yuuta tidak perlu meminta maaf segala. Di sisi lain, Amane tidak bisa menyalahkan para cowok di kelas yang menyarankannya, jadi perasaan yang tak terlukiskan ada di hatinya.

“Mau bagaimana lagi, karena ini adalah satu hal yang telah kita putuskan.” Amane menghela nafas berat, dan Yuuta juga memberinya senyum bermasalah.

“Aku memilih pameran. Aku pikir itu adalah opsi pengembalian tinggi yang paling realistis dan berisiko rendah. Lagipula, aku mungkin akan ditugaskan untuk melayani pelanggan…”

“Ya.”

Mahiru, yang terkenal sebagai gadis tercantik di sekolah, juga akan dipaksa untuk melayani pelanggan, jadi tentu saja Kadowaki, yang sama populernya dengan para gadis, akan dikirim untuk melakukan hal yang sama. Ia sepertinya ingin bekerja di belakang layar, tetapi hal itu mustahil terjadi. Mempunyai wajah rupawan yang langka tidak menguntungkan baginya di saat seperti ini.

“...Cowok juga tidak mengenakan seragam pelayan, ‘kan?” tanya Yuuta.

“Aku ingin percaya bukan itu masalahnya… Jika para gadis mengenakan seragam pelayan, bukannya para cowok akan mengenakan seragam butler? Jika itu adalah kostum yang nyaman untuk didapatkan, itu saja.”

“Ah, begitu… Beberapa orang di kelas kita mengenal seseorang yang menjalankan kafe seperti itu… Mereka pikir mereka mungkin bisa menggabungkan pakaian pria dan wanita.”

“Hah?”

Informasi ini merupakan pukulan fatal bagi Amane karena dia ingin mencegah Mahiru mengenakan pakaian pelayan. Jika itu adalah kostum yang nyaman untuk didapatkan, Mahiru pasti akan mengenakan pakaian pelayan untuk melayani pelanggan kelas.

Amane bisa dibilang beruntung, karena sepertinya anak cowok akan disiapkan kostum cowok. Mereka takkan berakhir dengan bencana seperti harus cross-dressing.

“Ini benar-benar seperti kelas bersatu pada titik ini… Tetap saja, pasti sulit bagimu jika kamu akan mengenakan kostum saat bertugas, Kadowaki.”

Amane yakin gadis-gadis itu akan fokus pada Yuuta. Dia memiliki banyak pekerjaan yang cocok untuknya.

“Mengapa kamu bertingkah seperti itu masalah orang lain? Kupikir kamu akan ditugaskan juga, Fujimiya.”

“Eh?”

“Apa kamu bisa memasak?”

“…Bukannya aku tidak bisa sama sekali, tapi aku juga tidak pandai.”

Bukannya Amane tidak bisa memasak, tapi ia tidak bisa membuat sesuatu yang berkualitas tinggi untuk ditawarkan dengan imbalan uang. Ia tidak perlu khawatir tentang makan secara normal, dan itu tidak seburuk jika makanannya ditolak oleh Mahiru.

Amane membuat lebih banyak kemajuan dibandingkan sebelumnya, tapi ia masih merasa kalau kualitas masakannya tidak layak untuk dijual.

“Kalau begitu, aku yakin kalau kamu akan ditugaskan untuk melayani pelanggan atau membantu hal lain di belakang, tapi… Jika itu masalahnya, kamu akan khawatir jika kamu tidak bisa mengawasi Shiina-san dari jarak dekat. Hal tersebut akan menjadi masalah jika dia mendapat tatapan aneh dari pelanggan.”

“Yah, itu benar, tapi… siapa yang diuntungkan jika aku mengenakan pakaian itu?”

Mempertimbangkan bahwa mereka akan memantau setiap orang kurang ajar yang mencoba menjangkau dan berpotensi mengganggu Mahiru, berada di depan melayani pelanggan mungkin adalah pilihan yang terbaik.

Jika Mahiru akan memakainya, Amane tidak keberatan mengenakan pakaian semacam itu karena malu, tapi ia merasa tidak ada gunanya memakai seragam ala butler.

“Ini sama-sama menguntungkan bagimu dan Shiina-san. Aku yakin dia akan merasa sangat senang.”

“Yah begitulah.”

“Selain itu, Fujimiya, kamu sudah lumayan menadapat banyak perhatian sejak kamu mengubah citramu.”

“Nah, aku tidak tahu tentang itu.”

“Yah, kamu hanya menatap Shiina-san.”

Amane merasa malu ketika mendengar Yuuta mengatakan itu. Memang benar ia mengkhawatirkan Mahiru, jadi dirinya tidak memperhatikan tatapan para siswi lainnya, dan Amane sama sekali tidak menyangka mereka akan memandangnya seperti itu, jadi pada dasarnya ia tidak menyadari hal itu.

Dirinya memandang Yuuta, bertanya-tanya apa itu memang benar, tetapi ia mengangkat bahu dan berkata, “Kamu tidak menyadarinya, kan?” jadi sepertinya Yuuta tidak berbohong.

“Kamu harus memperhatikan orang-orang melihatmu sesekali, Fujimiya. Yah, menurutku tidak ada salahnya, karena semua orang di kelas sudah melihatmu seolah-olah kamu adalah sesuatu yang menghangatkan hati.”

“Tapi aku tidak suka itu dengan hal tersebut.”

“Mending menyerah saja. Itu salahmu sendiri karena bermesraan secara terbuka dengan Shiina-san, Fujimiya.”

“...Aku tidak melakukannya secara terbuka.”

“Ahaha."

Yuuta tersenyum, tapi sepertinya dia tidak percaya, jadi pipi Amane sedikit berkedut.

“Yah, apa masalahnya? Itu jauh lebih sehat daripada dilecehkan. Secara pribadi, aku tidak ingin kamu menjadi seperti Shirakawa-san dulu.”

“'... Saingan dalam cinta' kata mereka, ya?”

Amane menurunkan alisnya pada kata-kata yang diucapkannya dengan suara yang sedikit serius. Amane sudah mendengar bahwa Itsuki, yang takkan berani bilang kepada orang yang dimaksud tetapi bisa dikatakan sebagai sahabatnya, dan Chitose, telah melewati banyak liku-liku sebelum mereka mulai berpacaran.

Rasanya sulit membayangkannya sekarang, tetapi ketika dia pertama kali bertemu Itsuki, Chitose tampaknya memperlakukan Itsuki dengan acuh dan dikenal sebagai gadis dengan kepribadian dingin. Dia adalah atlet yang sangat menjanjikan, tetapi dia tidak punya pilihan selain berhenti karena konflik dengan seniornya di klub atas Itsuki.

Amane tidak ingin memahami mengapa kakak kelas di klub yang iri dengan bakatnya melecehkannya, tapi ia juga mengerti bahwa alasannya bisa mudah ditebak. Cowok yang disukainya mendekati gadis yang membuatnya cemburu, namun gadis itu memperlakukannya dengan tidak baik. Masuk akal bahwa perundungannya meningkat. Itu bukanlah sesuatu yang seharusnya dilakukan.

“Jadi begitu ya. Pada akhirnya, dia keluar dari klub lari karena pertengkaran itu. Aku benar-benar benci perundungan semacam itu, jadi… aku merasa lega Fujimiya dan yang lainnya menyetujuinya.”

Yuuta telah mengawasi masa-masa sulit itu, yang mungkin menjadi alasan mengapa dia lebih mengkhawatirkan hubungan Amane dan Mahiru.

“…Ya.”

“Itulah mengapa kamu harus menunjukkan sisi ramahmu selama festival budaya seperti yang selalu kamu lakukan. Sedemikian rupa sehingga tidak ada yang mau mengambilnya lagi.”

“Aku tidak mencoba untuk pamer, oke.”

“Haha hanya bercanda.”

“Itu sama sekali tidak lucu.”

Amane mengangkat alisnya dan mengernyit ke arah Yuuta, tapi ia tampak sedikit lega, dan kemudian ia tersenyum menggoda, jadi Amane hanya mendengus pelan.

 

   

 

“Selamat datang kembali di rumah, Amane-kun.”

Amane berganti pakaian dan menuju ruang tamu begitu kembali ke rumah, di mana dia menemukan Mahiru menunggunya dengan senyuman dan menepuk-nepuk pahanya. Karena tidak memahami situasinya, jadi Amane hanay menatap kosong ke wajah Mahiru. Dia menepuk pahanya lagi dengan senyum lembut.

Ketika Amane menatapnya dengan bingung, senyum Mahiru berubah sedikit masam.

“Aku merasa kamu sedang dalam suasana hati yang buruk.”

Rupanya, Mahiru sudah menebak isi batinnya. Karena Yuuta juga bisa menebaknya, wajar saja jika Mahiru bisa melakukan hal yang sama.

Untuk berjaga-jaga, Amane ingin menyembunyikannya di depannya, jadi ia menggaruk pipinya karena canggung karena begitu mudah dibaca, dan Mahiru menyeringai lucu seolah berkata, 'Sudah kuduga'.

“Mengenal kepribadianmu, Amane-kun, kamu takkan memaksa dirimu untuk menolak, tapi aku yakin kamu masih tidak menyukainya di dalam hatimu. Apa aku salah?”

“… Kamu benar, tapi…”

“Oleh karena itu, kupikir aku akan mencoba menghiburmu.”

“Kamu akan mengatakan itu tepat di depanku?”

“Fufu. Kamu tidak ingin aku melakukannya?”

“… Kamu sudah tahu jawabanku, tapi kamu meniru siapa sih?”

“Amane-kun, ‘kan?”

Amane tidak bisa berdebat dengannya begitu dia mengatakan itu, dan mulutnya berkedut.

Mahiru terkikik dan menepuk pahanya lagi. Menghadapi godaan paha Mahiru yang terlihat lembut, yang ditutupi oleh rok sederhana, Amane ragu-ragu dan duduk agak jauh darinya, dirinya lalu berbaring dan dengan lembut menyandarkan kepalanya di pahanya. Amane menoleh untuk menatapnya, dan Mahiru balas tersenyum padanya.

Kemudian, jari-jari Mahiru yang ramping dan pucat menelusuri rambut hitam Amane.

“… Apa kamu mengkhawatirkanku dan tidak menyukainya?”

“Memang adal alasan itu, tapi.... Aku hanya tidak ingin orang lain melihatnya.”

“Kamu cemburu?”

“Aku tidak tahu apa aku harus menyebutnya cemburu atau posesif… Sejujurnya, aku tidak mau kamu melakukannya.”

Amane menyadari kalau tingkahnya itu sangat egois dan tidak sedap dipandang serta sedikit malu dengan ledakan emosinya, jadi ia menoleh ke arah perut Mahiru.

Mahiru tertawa kecil pada Amane seraya menenangkannya, dan dengan lembut menyisir rambutnya dengan jari-jemarinya.

“Yah, bukannya aku akan mengenakan pakaian pelayan di depan umum karena aku menginginkannya, tapi usulan tersebut sudah diputuskan.”

“Mm.”

“Tapi aku membuat janji dengan mereka terlebih dahulu.”

“Tentang apa?”

“Aku bilang kalau aku ingin menunjukkannya padamu dulu.”

Amane secara naluriah memalingkan wajahnya dan menatap Mahiru untuk melihat ekspresi malu-malu yang nakal di wajahnya.

“Kamu akan menjadi orang pertama yang melihatku memakainya, jadi, um… mungkin ada banyak pelanggan yang datang untuk menyambutku, tapi, ku-kurasa kamu bisa mengatakan bahwa aku hanya memiliki… satu master.”

Pada akhirnya, suara Mahiru menjadi ragu-ragu karena rasa malunya, tapi begitu dia selesai, pipi Amane secara alami terasa panas. Meski begitu, Amane menatap matanya tanpa berpaling, dan Mahiru menekan bantal sofa ke wajah Amane seolah-olah dia sudah tidak tahan lagi.

Dia cukup lembut untuk tidak mencekiknya, tetapi dia tahu bahwa dia harus menutup matanya. Bersama dengan Mahiru, Amane merasakan sensasi baru yang bisa dibandingkan dengan sesuatu yang berbeda… kabut samar yang berputar-putar di dadanya, tidak akan pernah hilang. Tapi hal yang mengalir darinya pasti tidak lain adalah cinta yang mendalam.

“Kalau begitu aku akan menanggungnya.”

"Ya.”

Mahiru menolak untuk menunjukkan wajahnya padanya dan menutupi dirinya dengan bantal, tapi Amane masih bisa membayangkan ekspresi wajahnya. Dirinya tersenyum dan berbalik ke samping, membenamkan wajahnya di perut Mahiru.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama