Bab 10 — 20 Juli (Selasa) Ayase Saki
Dan begitu saja, musim panas
telah tiba.
Banyak yang bilang bahwa ada
pergantian musim, tapi rasanya tidak selalu mudah untuk benar-benar merasakan
perubahannya.
Akhir-akhir ini, aku menyadari
bahwa aku tidak perlu membawa payung saat keluar rumah, aku bisa menjemur
cucian di luar, dan aku tidak lagi mendengar suara derit sepatu di dalam
ruangan di lorong-lorong yang lembap.
Beberapa orang mungkin
menyadari hal-hal seperti itu, tetapi lebih sering daripada tidak, hal ini
tidak disadari kecuali jika ditunjukkan kepada mereka.
Perubahan terjadi secara
perlahan, dan pada saat semua orang menyadarinya, musim panas telah sepenuhnya
mengubah dunia di sekitar mereka. Meskipun, masih belum ada pengumuman resmi yang
menandai berakhirnya musim hujan.
Matahari yang terik menyinari
ruang kelas dengan cahayanya.
Sudah sebulan berlalu sejak
festival olahraga. Antara belajar untuk ujian masuk, mengikuti tes reguler, dan
bekerja paruh waktu—bahkan dengan aku
yang mengurangi hal tersebut— musim telah benar-benar berubah sementara aku
sibuk.
Dan bukan hanya musimnya saja.
Hubunganku dengan Asamura-kun
juga sedikit berubah. Aku benar-benar terbiasa memanggilnya “Yuuta-niisan” di rumah, dan kami lebih
sering berjalan berdampingan di luar rumah.
Bersamaan dengan semua itu, aku
mulai merasa lebih damai, dan perlahan tapi pasti, nilaiku mulai meningkat
lagi. Aku sangat senang karena dapat memperbaiki kinerjaku yang buruk selama
ujian tiruan pada akhir Juni. Sungguh meyakinkan melihat perubahan yang
tercermin dalam angka-angka, karena hal itu sulit dilihat dengan mata
telanjang. Menurutku, mengevaluasi kembali jarak antara Asamura-kun dan aku
serta mengubah caraku berbicara kepadanya, menunjukkan beberapa hasil. Meskipun
begitu, semua orang bekerja keras untuk ujian, dan meningkatkan diri, jadi
peringkatku hanya naik sedikit. Mengingat SMA Suisei terkenal dengan kemajuan
akademisnya, ada banyak siswa yang mengerjakan ujian dengan serius.
Namun hari ini berbeda.
Aku melihat ke sekeliling
kelas. Teman-teman sekelasku sedang mengobrol, suasana yang berisik
mengingatkanku pada dengungan jangkrik. Semua orang tampak ceria. Mulai besok,
liburan musim panas dimulai. Meskipun kami para peserta ujian masuk tahu bahwa
kami tidak akan benar-benar mendapatkan liburan dengan menjejalkan pelajaran
dan ujian try-out dan sebagainya,
semua orang tetap tersenyum. Yah, tidak semua orang. Masih ada beberapa siswa
dengan wajah muram. Contohnya, Ketua Kelas yang sedang aku lihat. Begitu dia
tiba di ruang kelas, dia duduk di mejanya di sebelah mejaku dan menjatuhkan
diri, menempelkan wajahnya ke meja itu.
“A-Aku meleleh.”
“Bukannya kamu sudah meleleh?”
“Ugh... Panas sekali...”
Satou Ryouko-san, alias
Ryo-chin, menggunakan selembar kertas untuk mengipasi Ketua Kelas, yang
terlihat seperti es krim yang meleleh di aspal. Satou-san baru saja pindah ke
tempat duduk di depanku setelah pindah tempat duduk. Aku harus menambahkan, Ketua
Kelas masih duduk di sebelahku setelah pergantian tempat duduk.
“Katanya suhu udara hari ini
akan mencapai tiga puluh empat derajat,” kata Satou-san.
"Ugh, itu hampir sama
dengan suhu tubuh manusia... Rasanya seperti dipeluk oleh kerumunan orang,
terus-menerus... Menjauhlah... Panas sekali...”
“Memangnya sampai separah itu?”
Aku mengenakan kardigan karena
tidak suka suhu dingin AC. Pendingin ruangan di kelas tentu saja bekerja dengan
kecepatan penuh. Tapi Ketua Kelas, yang baru saja masuk dari luar, terus
mengoceh tentang perasaannya yang seperti meleleh.
“Aku naik kereta yang penuh
sesak dan kemudian berjalan dengan susah payah di bawah terik matahari untuk
sampai ke sekolah...”
“Aku juga benci pergi ke luar
saat musim panas,” kata Satou-san, dan Ketua Kelas mengangkat kepalanya sedikit
dari meja.
“Kamu orang yang suka di dalam
ruangan, Ryo-chin?”
“Aku tidak suka berkeringat,
jadi aku lebih suka di rumah. Lebih mudah untuk memilih apa yang akan dipakai
juga.”
“Aku benar-benar paham banget.
Kalau di rumah, aku sama sekali tidak masalah hanya dengan mengenakan bralette. Aku bahkan tidak membutuhkan
kaus. Itu sudah lebih dari cukup untuk musim panas dan juga terasa lebih
nyaman.”
“A-Apa!?” Satou-san dengan
cepat melompat untuk membungkam Ketua Kelas.
Aku juga merasa malu. Apa sih yang dia pikirkan, mengatakan hal seperti
itu di dalam kelas begini?!
“Hm? Apa? Kenapa emangnya?”
“Ke-Ketua Kelas! Kamu tidak
boleh sembarangan mengatakan hal seperti itu pada orang lain!”
“Hah? Bukankah memakai pakaian
tipis di rumah itu normal? Memangnya ada orang yang benar-benar memakai banyak
pakaian di rumah?”
Satou-san dan aku menghela
nafas bersamaan.
Ya ampun, gadis ini.
Mengensampingkan benar atau tidak, gadis seusia kami seharusnya tidak
membicarakan pakaian dalam dan lingerie
secara terbuka di depan orang lain. Aku pikir pakaian dalam yang baru dicuci
sama saja dengan handuk, dan aku pikir itu normal untuk dibicarakan dengan
keluarga, tapi tetap saja.
“Ahaha, toh tidak ada yang
mendengarkan. Semua orang sedang memikirkan liburan musim panas.”
“Aku rasa ini akan menjadi
musim panas yang sepenuhnya diisi dengan belajar...” Satou-san menggumamkan
kebenaran yang pahit, dan Ketua Kelas kembali meleleh.
“Aku akan pergi ke festival
musim panas setiap hari!” dia berseru, membenamkan wajahnya di atas meja. Dia
benar-benar merasa sangat kecewa. Satou-san tampak bingung melihat ini.
“Festival musim panas
kedengarannya menyenangkan! Tapi apa itu benar-benar terjadi setiap hari?”
Ketua Kelas langsung berdiri
tegak. Dia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan layarnya pada kami.
“Tehehe, aku sudah melakukan
riset, Nyonya.”
Siapa
yang dia panggil Nyonya?
“Coba lihat ini. Ada sebuah
situs yang mencantumkan semua festival nasional dalam sebuah kalender! Aku
sudah menandainya semua!”
“Uwahh, Festival Neputa,
Festival Nebuta, lentera mengambang, Awa Odori, Yosakoi... luar biasa. Ada
begitu banyak.”
Layar smartphone menunjukkan
setiap festival dari Hokkaido hingga Okinawa. Sebagai catatan tambahan, festival
di Hirosaki disebut “Neputa” dan festival di Aomori disebut “Nebuta.”
Tapi tetap saja—
“Bukannya itu mustahil bisa
pergi ke festival setiap hari?”
Lagipula, dia adalah seorang
siswa yang sedang belajar untuk ujian masuk. Walaupun tidak demikian, hal itu
tetap akan menjadi hal yang sulit.
Ketua Kelas mengangkat bahu,
seolah-olah mengatakan, “Ayase-san, kamu tidak mengerti, kan?”
“Hal semacam ini cuma masalah suasana
hati. Meskipun kita mengatakan bahwa kita adalah siswa yang sedang ujian, jika
yang kita rencanakan hanyalah belajar, mana mungkin kita bisa tetap fokus!
Menjadi tegang sepanjang waktu tidak baik untuk segalanya, bukan?”
Aku memikirkan apa yang dia
katakan. Ya, dia mungkin ada benarnya. Bahkan ketika aku duduk di meja belajarku
di rumah, aku bisa kehilangan fokus pada suatu saat. Jika hanya untuk satu
hari, mungkin aku bisa mengatasinya. Tetapi jika itu berlangsung selama sebulan
penuh...
“Nah, karena itu, aku agak ragu
untuk mengundang orang lain, karena aku akhirnya bertanya-tanya apa aku akan mengganggu
waktu belajar mereka.”
Sangat
perhatian sekali, tetapi bukannya kamu juga seorang siswa yang sedang
mempersiapkan diri untuk ujian masuk?
Ya, ketika kamu mengundang
seseorang untuk berkumpul, Kamu harus mempertimbangkan jadwal orang tersebut,
bukan? Tapi tunggu, setelah aku pikir-pikir lagi... apa aku pernah mengajak
teman untuk nongkrong duluan?
Hah? Tunggu, apa aku pernah
benar-benar perhatian seperti itu sebelumnya? Apa aku pernah mengundang Maaya?
Saat aku duduk membeku di sana,
Satou-san dengan gugup membuka mulutnya.
“Ak-Aku bebas kapan saja! Hmm
baiklah, pergi ke festival setiap hari mungkin akan sulit... tapi jika aku
tidak bisa, aku akan bilang!”
Dia terlihat sangat siap untuk
bergabung dengan Ketua Kelas.
“Waduh, waduh waduh. Apa kamu
benar-benar ingin nongkrong denganku sebanyak itu, Ryo-chin?"
“Y-ya. Karena aku... aku akhirnya
bisa berteman denganmu... tapi setelah liburan musim panas berakhir, kita
mungkin tak akan bisa sering kumpul-kumpul lagi.”
“Im-Imutnya...”
“Im-Im-Imut?”
“Manis sekali. Ayo, ayo, jangan
sungkan-sungkan, Onee-san ini akan bersenang-senang denganmu. Hmm, festival
mana yang harus kita datangi dulu? Aku akan memilih salah satu, tunggu
sebentar, oke? Lihat, lihat, bagaimana dengan yang ini?”
Ketua Kelas dengan riang
menggulir ponselnya. Satou-san juga mengintip, dan mereka akhirnya larut dalam
obrolan mereka, membuatku memelintir jempol. Yah, patut dipertanyakan apa aku
benar-benar menjadi bagian dari percakapan sejak awal.
Saat itu, ponselku berbunyi
bip.
Maaya:
【Apa kamu punya waktu setelah upacara
penutupan? Ada sesuatu yang sangat ingin kubicarakan denganmu!】
Kira-kira
apa yang ingin dia bicarakan. Sepertinya bukan berita yang
serius. Aku mengirim pesan kembali dan mengatakan bahwa aku tidak punya sesuatu
yang mendesak untuk dilakukan, dan balasan langsung datang.
Maaya:
【Makasih~ Tunggu di kelas bersama
Asamura-kun, oke? 】
Oh, Asamura-kun juga? Kenapa?
Apa yang ingin dia lakukan?
Aku mengetik “ceritakan dulu”,
tapi...
Maaya:
【Gairah ini! Kamu harus merasakannya secara
langsung! Ini lebih panas dari matahari! 】
....
Apa-apaan itu maksudnya?
Benar. Sepertinya itu bukan
sesuatu yang ingin dia ceritakan padaku duluan.
Apa boleh buat, kurasa. Aku
hanya harus menunggu dengan sabar sampai sepulang sekolah. Tidak mungkin untuk
mendapatkan sesuatu dari Maaya pada saat-saat seperti ini. Saat aku menyimpan
ponselku, bel masuk berbunyi. Ketua kelas dan Satou-san juga menengok ke atas
dari layar ponselnya.
Satou-san menatapku.
“Um, Ayase-san, ayo kita pergi
ke suatu tempat saat liburan musim panas nanti.”
Satou-san mengepalkan tangan
kecilnya. Sepertinya, dia benar-benar ingin kami bisa kumpul-kumpul bersama.
“Ah, tentu saja.”
Ketua Kelas tersenyum puas dan
bertepuk tangan ke arah teman-teman sekelas.
“Baiklah, semuanya! Upacara
penutupan akan segera dimulai, jadi ayo pergi ke gedung olahraga!”
Sosok yang mengempis tadi tidak
terlihat lagi, dan Ketua Kelas kembali ke perannya.
Sambil bertanya-tanya apa yang
Maaya inginkan dariku, aku menuju ke tempat upacara penutupan semeseter bersama
semua orang.
◇◇◇◇
Saat itu sepulang sekolah,
upacara penutupan sudah selesai dan dibereskan.
Maaya muncul di kelas kami
tepat saat aku mengatakan pada Asamura-kun bahwa ada sesuatu yang ingin dia bicarakan
dengan kami. Koreksi, dia langsung masuk ke dalam kelas. Dan apa yang ingin dia
bicarakan ternyata:
“Apa kalian mau ikut bersorak
untuk Maru-kun dan anggota klub bisbol lainnya?”
Jadi begitulah adanya.
“Lagipula, bukan hanya kalian
berdua, aku juga mengundang teman-teman yang lain. Kamu tahu, hampir semua
orang yang pergi ke kolam renang musim panas lalu mengatakan mereka bisa datang!”
Kolam renang?
Menggali ingatanku, aku
teringat pergi ke kolam renang pada musim panas lalu setelah diundang oleh
Maaya. Saat itu adalah hari di musim panas ketika aku enggan untuk pergi, dan
Asamura-kun terus membujukku.
Jantung aku berdegup kencang.
Bukan berarti aku lupa. Aku
hanya berpura-pura lupa. Pada hari musim panas itu, aku menyadari perasaanku
dan, demi menutupinya, aku memanggil Asamura-kun dengan sebutan “Nii-san” untuk pertama kalinya.
Setelah itu, untuk sementara
waktu, aku mengalami hari-hari yang menyakitkan yang membuat hatiku terasa
beku.
Aku tidak ingin memanggil
Asamura-kun dengan perasaan itu lagi. Memanggilnya “Yuuta-niisan” seperti yang aku
lakukan sekarang terasa jauh lebih baik. Sebenarnya, cara memanggilnya seperti
ini adalah ide yang bagus. Sejujurnya, Ibu yang pertama kali menyarankan untuk
memanggilnya seperti itu.
“Apa
masih memalukan untuk menggunakan namanya? Memanggilnya 'Yuuta-niisan' juga
tidak apa-apa, oke?” Ibu berkata secara tiba-tiba.
Pada waktu itu, aku berpikir
kalau itu adalah cara yang sangat memalukan untuk memanggilnya.
Namun, sekarang, aku sudah
terbiasa. Dan maksudku, selama aku menambahkan “Niisan,” aku bisa memanggil
nama depannya! Sungguh ide yang bagus sekali.
“Oiii, Saki-chi.”
“Ah, ya.”
“Itu bukan jawaban 'ya'.”
Maaya menggembungkan pipinya.
Uhm,
apa yang sedang kita bicarakan?
“Bagaimana denganmu,
Ayase-san?”
Oh, benar. Mendukung tim bisbol,
ya.
Aku hampir tidak pernah
bersorak untuk siapa pun. Aku juga tidak begitu dekat dengan Maru-kun. Namun, Maaya
mengundangku.
Dia bilang dia ingin ada banyak
orang di sana yang mendukung Maru-kun.
Rasanya seolah-olah dia
mengajakku degan nada yang bercanda... tapi saat aku melirik Maaya, mata kami
bertemu. Ada lebih banyak panas di dalamnya dari biasanya.
“Yah... jika hanya untuk satu
hari saja.”
Aku mendapati diriku menjawab
seperti itu. Aku penasaran mengapa dia tiba-tiba ingin aku menyemangatinya,
tapi jika itu membuat Maaya senang, aku pikir tidak ada salahnya. Entah
bagaimana, kami akhirnya melakukan tos. Sungguh, aku tidak pernah bisa menebak
apa yang akan dilakukan gadis ini selanjutnya.
“Jika kalian ingin mengundang
orang lain, silakan saja! Pada tanggal 22, kita semua akan pergi ke stadion!
Aku akan mengundang beberapa orang lain juga sekarang. Jadi, Adyu~!”
Tidak lama setelah dia
berbicara, Maaya pun pergi.
... Apa-apaan dengan ucapan
selamat tinggal yang aneh itu? Kedengarannya seperti campuran bahasa Jepang dan
Perancis...
Yah, terserahlah. Jika aku
terlalu memikirkan apa yang dikatakan dan dilakukan Maaya, aku hanya akan
membuat diriku sendiri menjadi gila.
Sekarang aku punya waktu jeda
yang canggung sebelum waktu shift-ku hari ini. Aku menatap Asamura-kun dengan
tatapan “bagaimana sekarang?”. Hanya
kami berdua yang tersisa di dalam kelas.
“Tidak ada gunanya pergi ke
kafe, jadi bagaimana kalau kita pergi ke perpustakaan?”
“Kamu tidak bermaksud untuk
membaca buku, kan?”
“Kupikir kalau di sana mungkin
lebih sejuk. AC di kelas akan segera mati, tapi perpustakaan seharusnya tetap sejuk
sampai perpustakaan tutup.”
Itu merupakan berita baru bagiku.
Saat aku hendak pergi ke sana
bersama Asamura-kun, ponselku berbunyi. Aku berhenti di tengah jalan ketika
melihat nama yang tertera di notifikasi.
“Maaf, pergilah duluan.”
Asamura-kun memiringkan
kepalanya dengan bingung, tetapi tetap pergi ke perpustakaan.
Setelah melihat kepergiannya,
aku menatap layar.
Maaya:
【Apa kita bisa berbicara sekarang?】
Hmm. Apa yang terjadi? Dia
sangat ceria saat pergi tadi. Ketika aku mengirim pesan padanya dan mengatakan
bahwa aku sudah bebas, dia langsung meneleponku. Aku bertanya apa yang salah.
『Umm,
yah, jadi, kamu tadi tidak yakin untuk pergi, ‘kan, Saki? 』
Ah... jadi itu yang ingin dia
tanyakan.
“Aku hanya ingin tahu apa tidak
apa-apa jika aku pergi. Aku mengerti bertanya pada Asamura-kun, tetapi..."
『Sudah
kubilang. Aku ingin membawa sebanyak mungkin orang untuk bersorak demi dirinya.』
“Dan itulah maksudku. Jika kamu
sudah mengundang orang lain selain aku, apa itu tidak cukup? Kamu punya banyak
teman dan kenalan, Maaya. Jika kamu ingin orang banyak bersorak untuknya,
bukannya itu akan lebih baik? Aku merasa seperti... aku akan menjadi orang
luar.”
Maaya terdiam sejenak.
『Kamu
tahu ... um... sebenarnya, aku justu ingin kamulah yang menonton daripada orang
lain, Saki. 』
Nada bicaranya berubah. Berbeda
dengan suaranya yang biasanya ceria, sekarang cara bicara sedikit lebih rendah,
dan ragu-ragu.
“Aku?”
『Uh-huh.
Kamu tahu, aku sudah melihat betapa kerasnya upaya Maru-kun. Aku ingin kamu
melihatnya juga.』
“Kamu ingin aku melihatnya?”
Aku akhirnya mengulanginya. Aku
tidak mengerti apa yang ingin disampaikan Maaya.
『Benar.
Aku ingin kamu melihat Maru-kun bersinar. 』
Aku hampir bertanya “Kenapa?”
tapi aku berhasil menahannya.
Tadi itu hampir saja. Aku harus
berhati-hati. Bertanya “Kenapa?”
seperti ini bisa dengan mudah terdengar seperti, “Kenapa aku harus menonton pertandingan Maru-kun padahal tidak ada
hubungannya denganku?”
Dan Maaya bukan tipe orang yang
hanya mengundang seseorang tanpa alasan. Hal yang sama juga terjadi di kolam
renang musim panas lalu. Bukan hanya Asamura-kun, tetapi dia juga, yang melihat
betapa kewalahanku saat itu dan mengundang aku untuk beristirahat. Maaya adalah
orang yang penuh perhatian, meskipun dia terlihat sering bercanda.
Jadi, aku menyusun pertanyaanku
dengan hati-hati.
“Pasti ada alasan mengapa harus
aku, iya ‘kan?”
Jeda ragu-ragu lagi.
『Saki,
seberapa banyak yang kamu ketahui tentang Maru-kun?』
Seberapa banyak...? Mungkin
hanya sebatas kalau dia adalah teman Asamura-kun.
『Kamu
mungkin hanya tahu kalau dia teman Asamura-kun, kan?』
Humph.
Sepertinya dia membaca pikiranku.
『Itulah
sebabnya aku ingin kamu mengetahui tentang hal itu. Tentang musim panas
terakhirnya.』
Musim panas terakhirnya? Oh,
benar. Jika dia tidak menyebutkannya, aku tidak akan memikirkannya. Karena aku
bukan tipe siswa yang suka dengan kegiatan klub.
Hidup terus berjalan, tapi kamu
hanya punya tiga musim panas di SMA. Ini adalah kesempatan terakhir mereka
untuk tahun ketiga untuk menantang diri mereka sendiri di Koshien.
『Pertandingan
berikutnya sangat penting, menentukan enam belas besar! Dan lawannya adalah
pesaing kuat untuk kejuaraan! Mereka kalah tipis dengan satu poin dalam
pertandingan latihan musim semi, menciptakan sebuah persaingan! 』
“Mereka hanya kalah satu poin
melawan tim yang kuat? Itu mengesankan.”
『Ya!
Benar. Dan setelah kalah, ia mendorong dirinya lebih keras lagi. Sebagai kapten
tim, ia membuat strategi dan rutinitas latihan dan sebagainya. Meskipun ada
ujian masuk untuk belajar, ia mengayunkan pemukul itu setiap hari...』
Suara Maaya menjadi semakin
bersemangat.
Jujur saja, aku bahkan tidak
bisa membayangkan upaya yang dilakukan Maru-kun. Aku mungkin tidak seharusnya
mengatakan aku mengerti sama sekali karena aku tidak pernah melakukan kegiatan
klub. Tapi semangat yang dimiliki Maaya untuk mendukungnya terdengar jelas.
『Aku
ingin kamu melihatnya yang sedang mengerahkan segalanya. Karena, kau tahu-』 Maaya
menarik napas. 『—Bagaimanapun
juga, Saki, kamu adalah temanku yang berharga.』
◇◇◇◇
Bangunan tua di ujung koridor,
umumnya dikenal sebagai “Sayap Perpustakaan”, memiliki ruang musik di lantai
satu dan perpustakaan di lantai dua.
Aku menaiki tangga dan membuka
pintu yang besar.
Aku melangkah masuk ke dalam
perpustakaan, sebuah dunia yang diatur oleh keheningan. Satu-satunya suara yang
terdengar adalah dengungan lembut dari pendingin ruangan dan suara-suara yang
merendah hingga menjadi bisikan yang paling pelan. Jendela-jendelanya tertutup
rapat, dengan tirai tipis yang digantung untuk menghalangi sinar UV. Namun,
bahkan dengan kedap suara, suara alat musik tiup dari ruang musik di bawah
tetap terdengar.
Aku berjalan melewati rentetan
rak buku sampai menemukan Asamura-kun dan duduk di sebelahnya. Sudut ini
terpencil, tanpa ada orang lain di sekitarnya. Tempat di mana kami bisa
melakukan percakapan secara diam-diam tanpa mengganggu siapa pun.
“Siapa yang kau undang,
Asamura-kun?” Aku bertanya dengan suara pelan begitu aku duduk. Ini adalah
tentang apa yang dikatakan Maaya, bahwa kami bisa mengundang teman-teman kami
juga.
Ia menepuk-nepuk pelan saku
bajunya.
“Aku baru saja mengirim pesan
LINE ke Yoshida. Aku merasa ia akan berkata bahwa akan aneh jika aku tidak
mengundangnya.”
Asamura-kun, Maru-kun, dan
Yoshida-kun berada dalam kelompok yang sama pada perjalanan sekolah tahun lalu.
Ia sering mengobrol dengan Yoshida-kun karena mereka berada di kelas yang sama
tahun ini, dan mereka melakukannya dengan baik pada festival olahraga.
“Ia langsung menjawab kalau
dirinya akan datang. Katanya ia akan mencoba mengundang Makihara-san juga.”
"Makihara-san?"
Aku pernah mendengar nama itu
sebelumnya. Setelah berbicara dengan Asamura-kun untuk beberapa saat, aku
menyadari bahwa kami berada di kelas yang sama di tahun kedua. Mereka rupanya
sudah cukup dekat sejak Yoshida-kun membantunya selama perjalanan sekolah.
“Oh, begitu rupanya.”
“Apa kamu akan mengundang
seseorang juga, Ayase-san?”
“Yah...”
Bukannya aku tidak punya
seseorang dalam pikiranku. Sama seperti Asamura-kun yang punya banyak teman
dekat selain Maru-kun, aku juga sama.
“Kurasa aku akan mengajak Ketua
kelas dan Satou-san.”
“Ah, kamu sering berbicara dengan
mereka akhir-akhir ini, kan?”
Memang
sih. Tapi...
“Mereka berdua mungkin tidak
mengenal Maru-kun, jadi aku ingin tahu apa tidak masalah untuk mengundang
mereka.”
Mereka berdua rupanya juga
tidak menyukai panas, jadi aku bertanya-tanya apakah salah mengundang mereka
untuk menonton bisbol di bawah terik matahari.
Lalu ada yang dikatakan oleh Ketua
Kelas: “Aku agak ragu untuk mengundang
orang lain, karena aku akhirnya bertanya-tanya apa aku akan mengganggu kegiatan
belajar mereka.”
Kalau dipikir-pikir, Maaya dulu
yang selalu mengajakku ke berbagai tempat. Aku tidak ingat pernah mengundang
temanku sendiri. Jadi, mengapa aku berani memasang wajah jutek dan berkata “Aku tidak mau,” tentang kolam renang,
meskipun sebenarnya aku ingin pergi?
Aku ini benar-benar manusia
yang begitu menyebalkan.
Jadi, bagaimanapun juga... Kupikir
aku akan mencoba mengundang seseorang untuk sebuah perubahan. Tapi kemudian,
seperti yang dikatakan Ketua Kelas, aku malah mengkhawatirkan banyak hal.
“Oke. Tapi mereka temanmu, kan
Ayase-san? Jika benar, maka aku rasa tidak masalah.”
“Hah? Aku tidak begitu disukai
atau populer.”
“Maaf, aku mungkin telah
mengatakannya dengan buruk. Aku tidak bermaksud mereka pasti akan datang, aku
hanya berpikir mereka akan memberitahumu jika mereka tidak tertarik atau punya
rencana lain.”
Aku benar-benar dibutakan.
“Sama halnya denganmu, Ayase-san.”
Hmph.
Apa dia berbicara tentang insiden di kolam renang tahun lalu? Mungkin.
Ketika aku bertanya sebanyak
itu, dia menjawab dengan senyum masam, “Aku tidak berbicara tentang waktu
tertentu.” Kalau begitu, tidak apa-apa... Maaf.
“Tapi ya. Satou-san bilang dia
akan memberitahuku jika dia tidak bisa datang.”
“Lihat?”
Melihat senyumnya yang hangat,
aku merasa disemangati.
Sebelum kehilangan keberanian,
aku mengeluarkan ponselku dan mengirimkan sebuah pesan. Jantungku berdegup
kencang saat aku menggenggam erat ponselku—dan sebuah pesan balasan muncul.
Aku memeriksa notifikasi.
“Bagaimana hasilnya?”
“Me-Mereka bilang mereka akan
datang.”
“Oh, itu bagus sekali!”
Asamura-kun mengatakannya dengan
begitu santai! Di sisi lain, aku merasa jika ada tempat tidur di dekatku, aku mungkin
akan langsung pingsan di atasnya sekarang juga.
Aku tidak pernah tahu
mengundang seseorang bisa menjadi hal yang menegangkan seperti ini... Aku
menaruh hormat kepada semua orang yang sudah sering melakukannya.