Gimai Seikatsu Jilid 9 Kisah Pendek

 

Kisah Pendek — Semanis Permen Kapas

 

Bahkan di kota yang minim interaksi sosial menjadi hal yang wajar, beberapa orang percaya bahwa eksistensi sebuah komunitas bergantung pada tradisi festival, tidak peduli seberapa banyak kebiasaan masyarakat yang dilupakan.

Bahkan di sebuah kompleks apartemen yang tidak jauh dari stasiun Shibuya.

Hari itu adalah hari Minggu terakhir di bulan Juli. Festival dimulai tepat pukul 5 sore.

Di ruang sederhana di samping tempat parkir di depan gedung perumahan, pengeras suara yang terpasang tanpa henti memainkan Tokyo Ondo (kalau tidak salah?). Sebuah tablet digital terhubung ke speaker.

Kios-kios tampak berjejeran, meskipun jumlahnya tidak banyak. Anak-anak dengan rasa penasaran yang tak terpuaskan dan mata berbinar-binar berpindah dari satu kios ke kios lainnya.

Itu adalah festival musim panas bagi para penghuni apartemen.

“Mereka melakukan ini tahun lalu? Aku sama sekali tidak mengingatnya,” kata Ayase-san.

“Itu hanya sehari. Mudah sekali untuk melupakannya.”

“Apa kamu juga lupa, Asamura-kun?”

“Yeah.”

Itu bohong.

Sementara Ayase-san sering mengurung diri di kamarnya di akhir pekan, aku biasanya pergi ke sekolah bimbel atau bekerja, jadi tentu saja, aku telah memperhatikan festival itu, terlihat jelas dari pintu masuk. Namun, saat tahun lalu, Ayase-san dan ibunya baru tinggal bersama kami sekitar sebulan. Kami masih mencari tahu tentang hubungan kami. Rasanya tidak tepat untuk mengundangnya ke festival apartemen yang sederhana.

“Apa kamu mau makan sesuatu? Meskipun cuma ada yakisoba, permen kapas, dan okonomiyaki, sih.”

Ini mungkin tipikal festival kompleks apartemen. Bahkan, acara festival musim panas di mal mungkin memiliki lebih banyak barang dan variasi.

“Kurasa kita masih memiliki beberapa yakisoba di dalam kulkas,” jawabnya dengan serius.

Aku mencoba mengingat-ingat apa yang kami miliki di sana. Bukan yakisoba dalam kemasan instan, tapi yakisoba dalam kemasan yang dimasak dalam wajan. Dan cukup untuk empat orang.

“Ya, memang masih ada.”

“Ditambah lagi, tidak banyak sayuran di dalamnya.”

Aku melirik yakisoba yang disajikan di kedai itu, memperhatikan jumlah kubis yang sedikit.

Ketika Akiko-san dan Ayase-san membuatnya, mereka memasukkan begitu banyak kubis, wortel, dan taoge sehingga kamu bahkan tidak bisa melihat mienya. Memang, yakisoba keluarga kami terasa jauh lebih sehat. Aku rasa hal yang sama juga berlaku untuk okonomiyaki.

Tapi untuk anak-anak SD, ini adalah sebuah pesta.

Anak-anak dengan penuh semangat menarik-narik baju orang tua mereka, berkata, “Aku ingin ini!” dan “Beliin itu!” saat langit meredup menjadi warna tinta yang terang. Lampion-lampion yang digantung di sekelilingnya menyala, LED-nya meniru kerlip cahaya lilin.

“Apa kamu menginginkan sesuatu, Asamura-kun?”

“Tidak terlalu.”

Dia memiringkan kepalanya.

“Jadi kamu akan makan meskipun kamu tidak mau?”

“Ya, karena itu lebih berkesan. Mereka bilang kenangan itu lebih sulit dilupakan jika dikaitkan dengan emosi.”

“Jadi, jika kamu mengingatnya sebagai sesuatu yang lezat, kamu akan mengingat festival itu?"

“Ada sebagian alasan itu, tapi..” kataku, sambil menggaruk ujung hidung.

“Tapi?”

“Tapi lebih dari itu, aku ingin mengingatnya saat berjalan di sini bersama-sama, denganmu.”

Bukan festival itu sendiri yang ingin aku kenang, tetapi fakta bahwa kami berjalan berdampingan, setahun setelah hubungan kami.

“Kamu sangat manis seperti permen kapas,” kata Ayase-san.

“Kalau begitu, ayo kita beli permen kapas?”

Ya, kurasa kamu membutuhkan mesin khusus untuk membuat permen kapas, jadi masuk akal jika kamu membelinya di kios.

“Oke. Yah... padahal bukan itu yang kumaksudkan, sih.”

Ayase-san mengangguk, jadi aku mengantri di kios dan membeli sekantong besar permen kapas. Kami berjalan mengelilingi tempat itu sekali lagi, bergantian memakannya.

Saat langit berangsur-angsur menjadi gelap, angin mulai berhembus, mengusir panasnya hari, dan membuat lonceng angin di kios-kios itu berdenting pelan.

Ting, Ting. Ting.

Saat kami meninggalkan kios-kios di belakang dan berjalan kembali ke pintu masuk, Ayase-san berkata dengan lembut, “Tadi itu sungguh manis.”

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama