[LN] Anti-NTR Jilid 2 Bab 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1

 

Bereinkarnasi di dalam dunia game ─ Aku selalu berpikir bahwa hal seperti itu mustahil.

Menjalani kehidupan biasa, menua, dan mati secara alami adalah kehidupan manusia yang normal. Aku juga seharusnya menjalani kehidupan seperti itu.

Namun, tiba-tiba saja aku terlahir kembali ke dalam dunia game dari game erotis dengan judul [Aku Telah Kehilangan Semuanya] sebagai seorang pria yang mencuri heroine dari sang karakter utama—Yukishiro Towa.

Meskipun aku kebingungan dan ragu karena terlahir kembali, kesadaranku seolah-olah menyesuaikan diri dengan tubuh Yukishiro Towa, karakter yang aku gantikan.

Aku belum lama berada di dunia ini, tapi ada satu perasaan yang tertanam di dalam hatiku. Aku ingin melindungi senyumnya—Otonashi Ayana— teman masa kecil sang karakter utama di dunia ini, dan ingin berjalan bersamanya setiap hari.

Aku yakin bahwa aku harus mencari tahu rahasia yang tersembunyi di dunia ini dan masalah yang dihadapi Ayana, bahkan jika itu berarti harus menghadapi kegelapan. Itulah sebabnya aku berada di dunia ini.

 

▽▼▽▼

 

“Padahal aku sudah memutuskan untuk mencari tahu kebenaran yang tersembunyi di dunia ini, tapi...”

“Apa ada yang salah?”

“Tidak….bukan apa-apa.”

Meskipun aku ingin mencari tahu kebenaran yang tersembunyi di dunia ini dan masalah yang dihadapi Ayana, kelembutan yang membuatku merasa nyaman seperti air hangat menghancurkan tekadku.

“Hanya ada kita berdua saja di sini. Mari kita bersantai sejenak.”

Aku mengalihkan pandanganku ke suara yang berbisik di telingaku. Gadis yang yang duduk di sebelahku sembari memeluk lenganku——Otonashi Ayana  tersenyum manis dan menatap wajahku.

Hari ini aku makan siang bersama temanku Aisaka, yang mana jarang terjadi, dan karena aku ingin merenungkan beberapa hal, aku pergi sendirian ke atap sekolah setelah makan siang.

“Towa-kun, rupanya kamu ada di sini ya?”

Ketika aku sedang sendirian, pintu atap mendadak terbuka dan dia tiba-tiba muncul.

Aku merasa terkejut karena merasa tidak ada seseorang di belakangku atau mengejarku, jadi aku sedikit terperangah dengan kemunculannya yang terlalu tiba-tiba meskipun dia memasang wajah tersenyum.

“Towa-kun... Towa-kun♪”

Seolah-olah dia ingin mengambil giliran setelah kami menjadi berduaan, dia segera mendekatkan dirinya kepadaku.

Aku ingin merenungkan beberapa hal dan memikirkan masa depan, tapi karena aku sendiri juga ingin menghabiskan waktu bersamanya, jadi aku tidak bisa menolaknya.

“Kurang lebih mungkin sekitar 20 menit lagi, ya...”

"Ya, kita masih punya banyak waktu untuk bermesraan, tau?”

Ayana menatapku dengan pipi merah merona dan tatapan mata penuh harapan.

Dia sangat cantik dan memancarkan daya tarik yang luar biasa— aku meletakkan tanganku di pipinya, mendekatkan wajahnya dan menciumnya.

“Mmm... chu.”

Karena jarang ada siswa yang datang ke atap sekolah, jadi hanya ada kami yang berdua di sini. Mari kita nikmati momen ini tanpa khawatir tentang hal-hal sulit.

Rambut hitamnya yang panjang dan halus tidak bercabang sedikitpun serta tidak menyangkut ketika aku meraihnya dengan jari-jariku.

“Rambutmu sangat indah sekali, Ayana.”

“Terima kasih. Rasanya sulit untuk merawatnya karena panjangnya, tapi jika Towa-kun berkata seperti itu, itu membuat usahaku terbayar♪”

Seriusan, bagaimana dia bisa begitu ceria dan bagaimana dia bisa dengan akurat mengatakan hal-hal yang membuatnya bahagia? Aku menatap matanya yang seperti permata dengan penuh kasih sayang.

Meskipun Ayana masih ingin menciumku, tapi sejujurnya itu akan menjadi berbahaya jika kami terus melanjutkan.

“Kurasa sudah waktunya untuk kembali.”

“Hah? Tapi kita masih punya waktu, ‘kan? Lagipula, kita baru saja mulai, bukan?”

“Baru saja mulai?”

“Ya, kita baru saja mulai.”

Dengan tatapan mata yang sayu, dia memancarkan suasana yang lebih manis dari sebelumnya.

Ketika aku menyadari keberadaan diriku di dunia ini, aku merasa bingung mengapa dia begitu dekat dengan diriku. Bahkan itu terasa sangat nostalgia.

 (Hari itu... setelah aku mencari sosok Ayana, keberadaannya semakin berkembang kuat.)

Aku tidak dapat menyangkal kalau aku hanya terbawa oleh situasi, tapi saat itu aku benar-benar mencari Ayana dengan sepenuh hati. Karena kejadian itu, aku mulai memikirkan tentangnya dengan serius dan memiliki tujuan yang jelas untuk selalu berada di sisinya. Namun, untuk saat ini, aku harus menahan perasaanku dan menjauh dari Ayana.

“Seperti yang diharapkan, mana mungkin kita akan melakukannya di sekolah. Yah walaupun aku duluan yang melakukan ciuman pun tidak bisa berkata banyak, sih...”

“Eh~ Tapi kita melakukan semuanya sampai akhir di ruang audiovisual lho...”

 “Apa?!?!”

Aku terkejut mendengar kata-katanya yang diucapkan dengan sedih. Meskipun aku mengingat kembali momen-momen yang berkaitan dengan Towa, atau mengingatnya kembali melalui interaksi dengan Ayana serta yang lainnya, tentu saja masih ada banyak hal yang aku lupakan──Saat ini, apa yang baru saja Ayana katakan terasa seperti informasi yang sangat mengejutkan.

“Eh, umm... itu...”

“Muu...!”

Meskipun dia menggembungkan pipinya dengan lucu, apa aku boleh mengatakan satu hal dulu? Hei, Towa! Apa yang sudah kamu lakukan di sekolah! Sekolah adalah tempat untuk belajar, bukan untuk melakukan hal seperti itu! Kamu mengerti, ‘kan?!

Tidak-tidak, meskipun kamu memprotes kalau aku juga baru saja melakukan ciuman, aku tidak punya pilihan selain diam, tapi bahkan jika aku melakukan itu, itu sih…. Namanya itu sudah terlalu berlebihan.

(Tapi tetap saja, melakukannya di sekolah? Memangnya itu eroge!?... oh iya, karena ini adalah dunia game eroge.)

Aku memahaminya dalam hati dan meyakinkan diriku bahwa memang begitu, lalu entah bagaimana aku berhasil membujuk Ayana untuk kembali ke kelas.

Ayana pergi bersama teman-temannya untuk menikmati sisa waktu mereka di sana. Setelah melihat punggungnya pergi, seorang siswa laki-laki menghampiriku dan bertanya.

“Kamu tadi bersama Ayana?”

Orang itu adalah Sasaki Shu——protagonis dunia ini.

Aku mengangguk sebagai tanggapannya dan menuju ke tempat dudukku sendiri. Shu masih tetap mengikuti sampai di mejaku.

“Kamu langsung menghilang tepat setelah kamu makan siang, ‘kan? Tapi begitu ya, mungkin aku bisa tenang karena dia berada di dekat Towa.”

“..... Yah, dia hanya berbicara sedikit padaku.”

Mana mungkin aku akan memberitahunya tentang ciuman atau percakapan kami yang mendalam.

Pada awalnya, ketika aku menyadari keberadaanku di dunia ini——aku memiliki pemikiran bahwa aku takkan melakukan apa-apa demi Shu dan Ayana.

Namun, ketika aku menjalani kehidupan sebagai Towa, pemikiran itu berubah secara signifikan.

Aku ingin melindungi Ayana. Aku ingin melindungi senyumnya. Aku sangat yakin bahwa aku tidak akan menyerahkan tugas itu kepada siapa pun…. bahkan kepada Shu sekalipun.

“Ada apa?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

Aku mengalihkan pandanganku dari Shu.

Meskipun aku tahu perasaannya, aku terus menjalin hubungan rahasia dengan Ayana di belakangnya ... sementara aku merasa bersalah tentang itu, tetapi aku juga merasa sedikit superior.

“.........”

Namun tetap, aku masih merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatiku.

Aku ingin mengetahui keganjalan tersebut, meskipun itu hanya sedikit atau bahkan jika itu adalah sesuatu yang terpendam dalam ingatan ... Aku harus mengetahuinya.

“Sudah waktunya untuk kembali karena pelajaran akan segera dimulai.”

“Oh, ya. Aku mengerti.”

Ketika Shu pergi, semuanya menjadi sangat sunyi dalam arti sebenarnya.

Meskipun aku memikirkan dunia ini ketika mempersiapkan pelajaran, aku merasa tidak ada yang salah dengan fokus pada pemikiran itu.

Ketika pelajaran sudah dimulai dan aku sedang menyalin isi papan tulis ke dalam buku catatanku.

“….Eh?”

Huruf-huruf yang tertulis di papan tulis terdistorsi, dan kata-kata yang tidak pada tempatnya mulai bermunculan.

 

Buat ia terpojok... Buat ia terpojok....

Buat ia menderita ... Buat ia menderita .......

 

“…Apa?”

Saat itu, aku langsung mengusap mataku dengan tangan untuk melepaskan ketegangan.

Setelah itu, aku segera menoleh ke papan tulis dan melihat bahwa tulisan asli sudah kembali muncul di sana, dan kata-kata aneh yang baru saja kulihat sudah menghilang entah kemana.

Mungkin aku kelelahan atau kurang tidur ... Aku meninggikan suaraku sedikit karena terkejut, dan teman sekelas yang duduk di sebelahku menatapku dengan heran, jadi aku tersenyum samar-samar untuk mengalihkan perhatiannya.

“Kalau begitu, Yukishiro, coba selesaikan masalah ini sekarang.”

“Baiklah ...”

Apa Sensei menyadari bahwa aku sedang tidak fokus? Pada awalnya aku pikir begitu, tapi sepertinya tidak.

Aku langsung menuju ke papan tulis dan menyelesaikan soal— meskipun soal perhitungan yang sedikit memakan waktu untuk dipikirkan, tetapi aku bisa menyelesaikannya dengan baik karena spesifikasi tinggi dari karkater Towa.

Saat aku melihat Sensei mengangguk puas, aku merasa lega dan kembali ke tempat dudukku. Sebelum kembali ke tempat dudukku, aku melihat Ayana yang tampak khawatir menatapku dengan lembut, jadi mungkin dia menyadari perubahan aneh yang terjadi padaku tadi.

(Jangan khawatir. Aku baik-baik saja.)

Aku hanya mengucapkan itu di dalam hatiku, tetapi Ayana mengangguk kecil, jadi aku terkejut bahwa pesanku mungkin telah tersampaikan padanya. Tapi karena ini Ayana, hal itu tidak begitu aneh.

Setelah itu, aku tetap fokus pada pelajaran sambil memikirkan hal-hal lain, dan tidak melewatkan apa pun yang guru katakan sampai waktu sepulang sekolah tiba.

“Fiuh! Aku capek banget hari ini!”

Begitu jadwal pelajaran hari ini selesai, temanku yang botak, Aisaka Takashi, langsung berkata begitu.

“Terima kasih atas kerja kerasmu. Tapi setelah ini kamu masih ada kegiatan klub, ‘kan? Jadi, bukannya kamu akan lelah mulai dari sekarang?”

“Tidak, tidak, karena aku suka bermain bisbol jadi tidak apa-apa. Ini jauh lebih baik daripada harus duduk dan mendengarkan ceramah yang membosankan selama berjam-jam.”

“Itu sih….mungkin benar,” jawabku sambil tertawa masam

Saat aku berbicara dengan Aisaka seperti itu, suara transparan terdengar dari pintu masuk ruang kelas.

“Permisi. Apa Sasaki-kun ada di sini?”

Bukan hanya aku dan Aisaka saja yang menoleh ke arah suaranya, tetapi semua orang di ruangan itu juga melihat ke sumber suara tersebut.

Seseorang yang mengintip ke dalam kelas dari pintu masuk adalah Honjou Iori— Ketua OSIS kita, dan sama seperti Ayana, dia adalah salah satu dari beberapa heroin di dunia ini.

“Apa ada yang salah?”

“Tidak apa-apa."

Mau tak mau aku…. terus menatap Iori dan dipandang oleh Aisaka yang memiringkan kepalanya dengan keheranan.

Aku sudah memikirkannya berkali-kali, dan bukan hanya Ayana saja, tetapi heroine lainnya seperti Iori juga memiliki tingkat kecantikan yang terlalu tinggi.

Tentu saja, selain penampilan mereka yang baik, kebersihan hati mereka juga terasa kuat ketika aku berbicara dengan mereka.

(Tentu saja, ada pengecualian ...)

Ya, kecuali dalam beberapa kasus.

Satu-satunya yang terlintas  didalam pikiranku adalah adik perempuan dan ibu Shu, dan ... ibu Ayana, tapi itu bukan sesuatu yang harus dipikirkan dengan sangat dalam saat ini.

Shu yang namanya dipanggil mendekati Iori yang berada di ujung pandangan kami.

Setelah membicarakan tentang sesuatu, Shu akhirnya pergi bersama Iori, jadi dia mungkin akan membantunya lagi hari ini setelah sekolah.

“Lah, kamu yakin tidak segera berangkat ke klubmu?”

“Ups, gawat. Kalau gitu aku pergi dulu!”

Saat Aisaka bergegas keluar dari kelas dengan panik, Ayana datang untuk menggantikannya.

“Apa kamu akan pulang?”

“Ya ... oh, maaf aku harus pergi ke kamar mandi sebentar.”

Aku meninggalkan ruang kelas dengan senyum masam karena Ayana tidak mengatakan kalau dirinya akan menunggu Shu.

Di tengah perjalanan, aku berpapasan dengan senior yang lebih tua satu tingkat yang jarang dilihat di lantai ini, tetapi aku tidak terlalu memperhatikan dan pergi ke kamar mandi.

“Fiuh~...”

Setelah menyelesaikan bisnis di sana dan merasa lega, aku mencuci tanganku dan menatap pantulan diriku di cermin.

Tubuhku di dunia ini ... Yukishiro Towa, memiliki penampulan yang tampan, tetapi Towa yang terpantul di cermin menatapku dengan tatapan yang sedikit linglung.

Aku dengan lembut mengulurkan tanganku yang basah dan menyentuh bayanganku di cermin.

Tapi tentu saja, diriku yang mempunyai penampilan Towa hanya melakukan hal yang sama di cermin. Ekspresi wajahku tidak berubah dan tidak ada hal mengerikan seperti dalam film horor yang terjadi.

“…Sialan, apa sih yang aku lakukan?”

Aku tersenyum kecut pada diriku sendiri karena melakukan sesuatu yang bodoh karena aku sedang sendirian.

Saat hendak kembali ke tempat Ayana, aku mengelap tanganku dengan sapu tangan dan teringat pada tulisan yang kulihat saat pelajaran tadi.

Buat ia terpojok... Buat ia terpojok....Buat ia menderita ... Buat ia menderita…”

Seperti yang baru saja aku katakan, aku melihatnya dengan jelas.

Saat itu aku terkejut karena kejadian yang tiba-tiba, tetapi akhirnya kukira itu hanya imajinasiku saja. Namun, mengapa kalimat ini masih terngiang-ngiang di kepalaku?

Rasanya seperti perasaan setelah mendengarkan lagu yang membuat kesan mendalam.

(Aku sama sekali tidak paham...tetapi jika aku merasa sangat tertarik seperti ini, itu berarti ada sesuatu. Sepertinya tidak ada salahnya untuk mengingatnya.)

Sambil berpikir seperti itu, ketika kembali ke ruang kelas, senior yang baru saja berpapasan denganku tadi berdiri di depan Ayana.

“Hei, Otonashi-san. Apa kamu bersedia meluangkan waktumu padaku mulai sekarang?”

“Sudah kubilang, aku tidak mempunyai waktu seperti itu. Silakan pergi dari sini.”

“Ayolah, jangan bilang begitu. Lagipula, kamu sedang sendirian, ‘kan?”

".................."

Berdasarkan percakapan antara Ayana dan Senpai itu, kurasa aku bisa mengerti apa yang sedang terjadi.

Tidak sulit membayangkan tindakannya yang datang ke ruang kelas junior dengan penampilan yang mencolok begitu, tetapi aku berharap kalau dirinya mengerti bahwa perilakunya itu menyebabkan masalah kepada para gadis.

“Ayana.”

“Ah, Towa-kun!”

Tunggu dan melihat keadaan? Aku takkan melakukan hal semacam itu.

Melihat reaksi Ayana yang mengangkat suara dan pandangan teman sekelas yang tersisa merasa tenang, si Senpai itu merasa terkejut dan melihat ke arahku.

“Maaf. Aku sudah membuatmu menunggu.”

“Tidak, tidak, aku sama sekali tidak keberatan, kok.”

Dengan senyum kecil, Ayana lansgung berdiri di sebelahku dengan tas di bahunya seolah-olah keberadaan Senpai itu tidak pernah ada.

“O-Otonashi-san, tunggu—”

“Senpai. Sepertinya Ayana tidak tertarik, jadi tolong berhenti.”

“Uh ...”

Meskipun aku mengatakannya dengan nada bicara yang lembut, aku menatapnya dengan tajam untuk menunjukkan bahwa dia harus mempertimbangkan Ayana.

Senpai itu mendecakkan lidahnya dan menatapku, tapi dia pasti menyadari sesuatu—masih ada siswa lain selain kami berdua di ruang kelas ini dan teman-teman Ayana juga ada di sana.

Setelah mereka menatapnya dengan tatapan kecaman, si Senpai itu akhirnya menyadari situasinya dan pergi dari ruang kelas.

“Baiklah, kalau begitu mari kita pulang.”

“Ya~♪”

Ekspresi yang dia tunjukkan kepada Senpai tadi langsung berubah total, dan sekarang dia terlihat dalam suasana hati yang baik serta tersenyum tanpa henti.

(Aku yakin... dia pasti telah menerima banyak pengakuan dari orang-orang seperti itu.)

Meski ajakan tadi terhitung sebagai percobaan, jika itu dihitung sebagai pengakuan, jumlahnya pasti cukup besar ... Ayana adalah gadis yang sangat menarik sehingga banyak anak laki-laki tidak akan membiarkannya sendirian pergi begitu saja.

Aku sangat senang bahwa aku memiliki hubungan yang erat dengannya ... tetapi aku masih merasa bersalah kepada Shu yang masih tidak tahu apa-apa tentang hubungan kami.

Dan yang lebih penting, aku merasa seperti orang yang paling brengsek karena sedikit merasa senang ketika berpikir tentang balas dendam pada Shu karena masa lalu.

“... Hm?”

Ketika berjalan menyusuri lorong bersama Ayana, aku melihat Shu dan Iori membawa barang besar.

Meskipun mereka berdua tidak menyadari keberadaan kami, aku sedikit khawatir apakah barang-barang itu terlalu berat. Saat aku memikirkan untuk membantu mereka, kakiku tiba-tiba tidak bisa bergerak.

(Hah...?)

Aku bingung mengapa kakiku tidak bisa bergerak.

Namun, orang yang menarik tanganku adalah Ayana.

“Towa-kun. Aku yakin Shu-kun dan yang lainnya baik-baik saja, jadi kita bisa pulang saja sekarang.”

Kaki yang seolah-olah tertancap ke tanah tiba-tiba mulai bergerak setelah mendengar kata-kata Ayana.

Seperti diselimuti oleh kehangatan tangannya dan suara lembut yang memberitahuku bahwa semuanya baik-baik saja ... rasanya seakan-akan dia merayap ke telingaku dan berbisik padaku.

Semakin jauh jauh jarakku dari Shu dan yang lainnya, semakin hilang rasa tidak enak tadi. Ketika kami keluar dari gedung sekolah, aku bahkan tidak memikirkannya lagi.

“Apa yang akan kita lakukan sekarang? Apa enaknya langsung pulang saja?”

“Hmm, bukannya itu sia-sia banget?”  

“Apa itu berarti…. Kamu ingin menghabiskan waktu bersama lebih banyak denganku?”

Ayana menempatkan jari telunjuknya di bibirnya dan berkata dengan cara yang genit.

Aku mengangguk seolah-olah mengatakan hal itu sudah jelas, sambil berpikir bahwa seperti biasa, dia terlihat manis tak peduli apa pun gerakan yang dia lakukan.

“Kalau bgitu, mari kita berkencan dan bersenang-senang hari ini!”

“Ahh, tentu.”

Benar ... aku akan menikmati kencan dengan Ayana semaksimal mungkin. Tapi karena kami belum memutuskan apa yang ingin kami lakukan atau tempat yang ingin kami kunjungi, jadi sepertinya kami hanya akan berjalan-jalan tanpa tujuan seperti biasa.

Ketika kami berjalan sedikit jauh dari gerbang sekolah, aku melihat anggota klub atletik yang berlari pulang. Aku melihat wajah yang aku kenal di antara mereka.

“Ah, ada Ayana-senpai dan Yukino-senpai!”

Dia sedang berlari jadi tentu saja dia berkeringat dan napasnya terengah-engah, tapi dia tetap menyapa kami dengan semangat—Uchida Mari, junior kami dan salah satu dari beberapa heroine dalam dunia ini bersama Ayana dan Iori.

“Halo, Mari-chan. Kamu kelihatannya berusaha dengan baik, ya!”

“Ya! Aku selalu melakukan yang terbaik! Itulah motto-ku!”

Mari terus mengangkat kakinya seperti dia sedang berlari saat berbicara dengan kami. Dia benar-benar gadis yang penuh semangat dan keceriaan, dan ketika aku pertama kali berbicara dengannya, aku merasa seperti senyumku melebar dengan sendirinya karena sifat keceriaannya yang menular.

“Oh, apa Shu-senpai masih belum pulang?”

“Dia sedang membantu ketua OSIS.”

“Hmm...”

Isi balasanku membuat Mari tampak tidak puas, tetapi karena dia sejak awal memiliki wajah yang imut, jadi dia tetap terlihat menggemaskan meskipun dalam keadaan cemberut.

“Hei, Uchida! Kamu masih di tengah-tengah kegiatan klub, tau!”

“Oh, ya~!Baiklah buat para senpai, jika ada kesempatan nanti kita akan berbicara lagi.”

“Tentu saja.”

“Fufu, aku menantikan saat itu tiba.”

Setelah melihat kepergian Mari, kami berdua menuju pusat kota.

Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, kami tidak memiliki tujuan yang jelas, jadi kami berdua hanya berjalan-jalan di sekitar daerah terdekat saja.

(…Tapi tetap saja, rasanya masih menyenangkan.)

Hanya dengan berada bersama Ayana saja sudah membuat hatiku berbunga-bunga.

Aku memikirkan hal-hal kecil yang bisa kuperbuat untuknya. Tidak perlu hal-hal serius. Yang penting adalah membuatnya bahagia saat ini.

“Eh, mas-mas ganteng dan mbak cantik lagi kencan nih? Mau beli takoyaki?"”

Ketika kami sedang berjalan, kami dipanggil oleh seseorang yang sedang memanggang takoyaki.

Takoyaki, ya... mungkin tidak ada salahnya membelinya karena aku mulai merasa lapar. Aku menoleh ke arah Ayana dan mengajaknya untuk membeli juga.

“Ya, kalau begitu aku beli satu porsi.”

“Oke. Mau pakai mayones?”

“Iya dong, yang banyak.”

“Siap!”

Takoyaki tanpa mayones bukanlah takoyaki yang sebenarnya!

Setelah itu, kami menerima takoyaki yang masih panas dari penjual dan duduk di bangku terdekat untuk menikmatinya.

Sambil saling menghembuskan napas panas, kami berhati-hati supaya lidah kami tidak terbakar saat memasukkan takoyaki ke dalam mulut. Memakan takoyaki yang masih panas adalah tantangan tersendiri.

“Aduh, phanas, phanas!”

“Panhas...panhas!”

Kami saling mengeluh tentang betapa panasnya takoyaki itu, tapi kami tetap berjuang untuk memakannya. Meskipun sulit untuk dimakan karena masih panas, rasanya tetap luar biasa enak.

Tak lama kemudian, kami selesai memakan delapan takoyaki dan duduk santai sambil menikmati minuman dingin.

“Towa-kun.”

“Iya?”

“Terima kasih atas bantuanmu tadi.”

“Tadi... Ahh~ maksudmu tentang Senpai itu?”

“Iya.”

Ternyata ucapan terima kasihnya adalah tentang masalah Senpai tadi. Kejadian tersebut tidak menimbulkan masalah yang terlalu serius terjadi dan Senpai itu dengan cepat menyerah, jadi sebenarnya Ayana tidak perlu mengucapkan terima kasih segala.

Sambil menyentuh pipi Ayana dengan lembut, aku melanjutkan perkataanku.

“Kamu tidak perlu mengucapkan terima kasih. Aku tahu Ayana merasa terganggu dan aku tidak bisa membiarkan hal seperti itu terjadi di depan  mataku.”

“…Jadi begitu ya♪”

Ayana yang merilekskan ekspresinya dengan gembira, memegang tangan yang menyentuh pipinya dengan senang hati, seolah-olah tidak mau melepaskannya.

“Bisakah kita tetap seperti ini untuk sementara waktu?”

“Tentu saja.”

Mana mungkin aku bisa menolak permintaan seperti itu dari sang putri. Aku harus mengakui, Ayana memiliki daya tarik yang luar biasa dan pesona yang misterius... Sesuatu yang bisa disebut sebagai daya tarik setingkat setan.

Meskipun aku tahu bahwa hal itu sebenarnya sesuatu yang tak bisa diabaikan, tapi aku ingin menyerahkan segalanya pada Ayana dan tidak memikirkan apapun.

(Aku yakin itu pasti akan menjadi jalan yang mudah... Hanya hidup sebagai Yukishiro Towa tanpa memikirkan apapun... Itu pasti akan menjadi pintu masuk ke dalam kehidupan sehari-hari yang manis.)

Sebagai manusia bisa, wajar jika kita memilih jalan yang mudah daripada jalan yang melelahkan dan penuh duri.

Tapi itu tidak boleh—— seakan-akan ada suara di dalam diriku yang berteriak bahwa aku tidak boleh menjadi sosok yang pasif dan hanya mengikuti arus.

“Ayana, bolehkah aku memelukmu dulu kali ini?”

“Eh?"

Aku melepas tanganku dari pipinya dan memeluknya dengan lembut, sambil meletakkan tanganku di bahunya.

Ketika aku memeluk Ayana, anehnya aku merasakan kalau rasa cintaku padanya semakin kuat di dalam hatiku.

Tidak ada yang berubah dari sebelumnya... itu pasti.

Namun tekad yang bersemayan di dalam hatiku saat ini tidak dapat dianggap remeh. Aku hampir tertawa ketika merasakan dua emosi yang saling bertentangan satu sama lain dalam diriku: aku harus mengikuti arus atau harus memiliki tekad yang kuat. Tapi, satu-satunya hal yang pasti adalah aku memiliki tekad yang kuat.

“Baiklah! Terima kasih, Ayana.”

“Errmm ... Towa-kun?”

“Haha, kamu terlihat lucu dengan matamu terbuka lebar seperti itu, Ayana.”

“Terima kasih ...?”

Selain terkejut, Ayana juga masih terlihat sangat imut ketika matanya berkedip-kedip.

Setelah menghabiskan sekitar satu jam untuk berbelanja di toko-toko kecil, kami memutuskan untuk pulang pada pukul lima sore...

Tapi kemudian aku melihat dua orang di depan kami.

“Ah ...”

“Apa ada yang salah—”

Aku langsung mengenali mereka meskipun hanya melihat punggung mereka.

[Begini, kamu itu sama sekali tidak dibutuhkan]

[Kamu pasti merasa apes sekali ya, Ayane-oneechan.]

Suara-suara itu terdengar kembali di kepalaku seolah-olah merangsang luka lama yang kembali terbuka.

Dua orang itu sedang membelakangi kami—— ibu Shu, Sasaki Hatsune, dan adik perempuannya Shu, Sasaki Kotone.

Aku pernah bertemu Kotone sekali sejak aku menjadi Towa, tapi aku belum pernah bertemu dan berbicara dengan Hatsune-san...... Aku ingat percakapan kami di ruang sakit melalui mimpi, tetapi aku hanya memiliki kenangan buruk tentang mereka.

“Towa-kun, ayo ke sini.”

Ayana menarik tanganku dengan lembut.

Sejenak ... Aku merasa kalau Ayana menunjukkan ekspresi yang tajam, tapi mungkin aku salah lihat. Saat aku memiringkan kepala untuk memastikan, tiba-tiba semuanya terdengar hening, seolah-olah suara dari sekelelingku lenyap begitu saja.

“Apa ...?”

Aku merasa seperti terisolasi dari dunia luar.

Ayana masih menarik tanganku, tetapi semuanya menjadi seperti gerakan lambat. Apa yang sebenarnya sedang terjadi…..?

“Ayana——” 

Saat aku ingin menanyakan perasaan seperti apa yang dia rasakan saat ini, ada seseorang melewati sisiku.

Justru karena keanehan situasi ini, pandangan mataku secara otomatis tertuju ke arah sosok yang memakai mantel hitam dengan penutup kepala. Aku tidak bisa melihat wajahnya dan tidak tahu siapa dirinya, tetapi aku terpikat oleh sosoknya.

“... Eh?”

Ketika aku berbalik untuk mengikuti entitas itu, sosok itu sudah menghilang tanpa jejak. Aku terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa. Tapi ketika aku berbalik lagi ke arah di mana aku melihat sosok itu, aku melihat Kotone dan Hatsune-san yang sedang berdiri dengan punggung mereka menghadap kepadaku.

 

 ‘Terus memojokinya... Terus memojokinya...’

‘Buat ia menderita….Buat ia menderita….’

 

Seseorang berbisik di telingaku ... dan itu suara seorang gadis.

Dan suara tersebut seperti membaca kalimat yang tiba-tiba muncul di papan tulis selama pelajaran hari ini.

“Ah ...!”

Ketika aku menutupi wajahku dengan tangan dan berhenti berjalan, ingatan tentang sesuatu muncul kembali terlintas di kepalaku seolah-olah dalam adegan kilas balik.

Masih menggambarkan bagaimana Kotone dan Hatsune-san yang dicintai oleh Shu jatuh ke dalam keadaan kebejatan setelah diperkosa oleh pria dalam game, dan mereka berbicara tentang Shu seolah-olah dia adalah seorang pengganggu. Dan kemudian ...

“Towa-kun!”

“!?”

Aku kembali tersadar ketika namaku dipanggil di telingaku.

Kupikir aku tidak berjalan terlalu jauh dari mereka, tapi ternyata Kotone dan Hatsune-san sudah cukup jauh dariku. Aku menghembuskan napas dan merasa kalau aku terlalu lama melamun.

“Apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat seperti sedang linglung.”

“Aku baik-baik saja ... ya, aku baik-baik saja. Maafkan aku, Ayana.”

“.........”

Ya ampun, aku sampau membuat Ayana khawatir tentangku!

Tidak apa-apa karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku meraih tangan Ayana dan mulai berjalan seolah memberitahunya secara implisit.

Lalu kami menuju ke taman yang memiliki banyak kenangan untukku dan Ayana.

Karena waktunya sudah lumayan sore, jadi tidak ada anak-anak yang bermain di sana dan tidak ada orang kecuali kami berdua.

“........”

Sejak kami sampai di sini….. atau bahkan sejak aku memegang tangannya, dia terus-menerus seperti ini.

Dia yang tadinya selalu tersenyum di sampingku, tapi sekarang dia hanya menunduk dan diam.

Penyebabnya pasti reaksiku saat melihat Kotone dan Hatsune-san... Aku memeluk Ayana dan menepuk punggungnya.

“Aku baik-baik saja. Aku hanya terkejut, itu saja ...”

“Kamu pasti bohong.”

“......”

Ayana berkata begitu dengan nada yang tegas, membuatku terdiam.

Karena kami saling berpelukan, saat Ayana mengangkat wajahnya, wajah kami saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Matanya yang gelap dan keruh menatapku.

“.... Ayana?”

“Ya, aku hanya milikmu, Towa-kun.”

Meskipun suaranya terdengar sangat lembut, tapi pandangan matanya yang menakutkan membuatku hampir tidak bisa menatapnya.

Ayana melingkarkan lengannya di punggungku dan membalas pelukan dengan kuat sembari melanjutkan.

“Jangan khawatir, Towa-kun. Pasti, aku pasti akan menyelesaikannya semuanya.”

“Apa yang ...?”

“Kamu baik-baik saja. Towa-kun pasti baik-baik saja.” 

Kamu akan baik-baik saja. Itu adalah suara yang manis dan menggoda yang meresap ke dalam hati.

Meskipun suasana hatinya sedikit menakutkan, aku tetap menerima pelukannya dan terus memeluknya.

“Ayana…. Apa pendapatmu tentang mereka berdua?”

Dia lalu tersenyum lembut saat menjawab pertanyaanku.

“Aku membenci mereka. Aku sudah membenci mereka sejak lama, dan itu perasaanku dari lubuk hatiku yang paling dalam.”

 

▽▼▽▼

 

“Fuuh ...”

Setelah selesai menyantap makan malam, aku menghembuskan napas kecil di kamarku.

Setelah kejadian itu, aku mengantarkan Ayana pulang ke dekat rumahnya.

Meskipun awalnya kami pergi ke pusat kota untuk berkencan setelah sekolah, tapi ketika aku melihat dua orang itu membuat akhir kencan kami terasa agak tidak enak.

Tapi pada akhirnya, Ayana kembali menjadi dirinya yang biasa, jadi aku merasa lega ... tapi ini baru pertama kalinya aku melihatnya yang seperti itu.

“….Apa-apaan itu tadi?”

Tentu saja aku merasa penasaran keadaan aneh Ayana yang tadi, tetapi yang lebih menarik perhatianku adalah fenomena aneh yang terjadi ketika aku melihat Kotone dan Hatsune-san.

Aku merasa terisolasi dari lingkungan sekitar dan masih tidak bisa melupakan sosok gadis yang mengenakan hoodie bertudung hitam.

Dan ketika aku berbalik, meski Ayana memanggilku dan menyela pikiranku, tapi aku yakin kalau aku melihatnya—adegan di mana mereka berdua jatuh dalam kesusilaan, seorang gadis dengan sosok yang sama yang berdiri di sana.

“Lebih baik tulis semua yang membuatku penasaran. Mungkin saja ada beberapa petunjuk yang bisa kutemukan.”

Demi mengatur informasi di dunia ini, aku mengambil catatan yang merangkum tentang tokoh utama, Shu, dan heroine, Ayana, dari laci meja.

“……”

Tidak hanya kejadian setelah sekolah, tapi aku juga akan menuliskan segala sesuatu yang terjadi di sekolah dalam catatan ini.

Ketika aku melihat kumpulan huruf yang berbaris pada halaman itu, aku tertawa kecil karena terlihat seperti tulisan aksara aneh.

“Kira-kira… apa maksud dari kata-kata itu, ya?”

Aku mengulang-ulang kata-kata yang masih terdengar jelas dalam ingatanku.

“Terus memojokinya...terus memojokinya... buat ia menderita…..buat ia menderita....”

Memojokinya dan membuat ia menderita, dua kata yang hanya bisa diasosiasikan dengan makna yang buruk.

Aku hanya tertawa dan mengucapkan kata-kata itu berulang kali—— dan kemudian sesuatu yang aneh terjadi.

“Eh…?”

Tanganku yang memegang pulpen bergerak seakan-akan ingin melanjutkan kata-kata tersebut.

Ujung pulpenku terus mengguratkan kata-kata, yang mana membuatku kebingungan dengan maksud dari semua ini.

 

Terus memojokinya...... Terus memojokinya .......

Buat mereka menderita...... buat mereka menderita.......

Dan yang terakhir, merampas hal yang paling penting dairnya,.... Jika itu yang terjadi, tidak ada lagi yang tersisa selain keputusasaan, bukan?

 

Ini adalah kata-kata yang keluar dari tangan yang bergerak tanpa sadar. Aku tidak tahu apa maksud dari kata-kata itu atau mengapa aku bisa menulis kata-kata ini.

Namun tetap saja, aku merasa kalau aku pernah mendengar kata-kata ini sebelumnya.

Aku duduk di kursi dan terus menatap kata-kata yang aku tulis sendiri tapi tetap saja… akutidak bisa mengingat di mana aku pernah mendengar kata-kata itu.

“….Sialan.”

Aku merasa sangat kesal.

Meski begitu, aku terus menelusuri ingatanku tanpa bergerak, berusaha mencoba mengingat sesuatu. Namun, setelah lebih dari sepuluh menit, aku merasa kesabaranku sudah habis.

“Aaaaaaargh!!”

Aku menyerah! Aku tidak bisa mengingat apa-apa lagi. Aku menutup buku catatan dengan kasar dan pergi ke ruang tamu untuk minum sesuatu yang dingin untuk mendinginkan kepalaku.

“Ara, kamu kenapa?”

Aku pikir dia sudah pergi ke kamarnya, tapi ibuku malah sedang santai menonton televisi.

Ibuku tampak terkejut ketika melihaaku tiba-tiba muncul, tetapi dia bertepuk tangan dan langsung menuju ke lemari es, menuangkan teh barley ke dalam cangkir dan memberikannya kepadaku.

“Ini yang kamu inginkan, kan?”

“Ah, iya... bagaimana ibu bisa tahu?”

“Karena kamu adalah anakku. Cuma sebatas ini saja sih sangat wajar.”

Memangnya itu hal yang wajar...?

Meskipun begitu, aku berterima kasih dan langsung meminum teh itu sampai habis.

“Kamu minum dengan sangat cepat, ya.”

“Ya, aku haus sih.”

“Sini gelasnya.”

Tidak usah. Aku akan mencucinya sendiri.”

Seperti yang diharapkan, aku tidak ingin terlalu merepotkan ibuku, jadi aku mencuci gelas itu sendiri. Sementara itu, ibuku menatapku sambil tersenyum dengan senyum yang aneh.

Jika ada alasan tertentu, aku akan mengerti. Tapi ketika dia menatapku seperti itu, aku merasa sedikit khawatir dan berhenti mencuci gelas.

“Apa ada yang salah?”

“Hehehe... maafkan aku. Aku hanya berpikir bahwa anakku selalu tampan.”

Itu... yah, mungkin karena karena itu wajah Towa, jadi tentu saja kelihatan keren, aku tertawa getir di dalam hati.

Aku sudah menjadi Towa selama beberapa hari sekarang, tapi setiap kali aku melihat diriku di cermin, aku selalu merasa kalau aku mempunyai wajah yang tampan.

Meski demikian, aku masih merasa senang ketika ada orang  yang memujiku tampan.

“Yah, karena aku adalah anaknya, jadi wajar saja, ‘kan? Aku mewarisi darah ibu yang cantik.”

“...Touwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!”

“Guhaa?!”

Seketika itu juga, ibuku tiba-tiba memelukku dengan kecepatan menembus angin.

Aku berhasil menahan guncangan yang menyerang sekujur tubuhku dan bersyukur bahwa aku tidak menjatuhkan gelas yang aku pegang.

“Kamu bahkan terlihat tampan dari segi kepribadianmu! Kamu selalu membuatku bahagia dengan kata-katamu!”

“Tunggu, tunggu, ini menyakitkan... jangan coba-coba menciumku!”

“Kenapa? Bukannya itu tidak masalah!”

Tidak, itu tidak baik-baik saja. Aku memberikan pukulan ringan ke arah ibuku untuk melepaskan diri.

Ibuku tampak jengkel seraya menggembukan pipinya, dan aku hampir saja mengatakan bahwa dia harus memperhatikan usianya, tapi aku mendengar bahwa itu adalah topik yang sensitif bagi wanita, jadi aku menahan diri.

“Baiklah, aku akan kembali sekarang.”

“Oke, oh iya, Towa.”

“Iya?”

Tepat sebelum meninggalkan ruang tamu, ibuku memanggilku untuk berhenti.

“Jika kamu membutuhkan bantuan atau ingin berbicara tentang sesuatu yang tidak bisa kamu bagikan dengan Ayana-chan, jangan ragu untuk meminta bantuan dari ibumu. Aku akan selalu mendengarkanmu.”

“...Iya. Terima kasih.”

Mungkin ibuku tahu bahwa aku sedang berpikir tentang sesuatu saat makan malam.

Ibuku mencinta Towa …. Menyayangiku dengan tulus, dan dia peduli padaku… dan selalu siap membantu. Dia adalah sumber kekuatanku.

Aku benar-benar bersyukur karena diberkati dengan orang-orang yang baik di sekitarku.

Hei Towa, kamu juga pasti berpikir begitu, ‘kan?

 

*******

[Sudut Pandang Ayana]

“Ara? Sepertinya ada sesuatu yang baik terjadi pada Towa-kun, ya?”

Sambil berbaring di tempat tidur, Aku —Otonashi Ayana—bergumam  sejenak.

Bukan berarti aku mengaku sebagai orang yang memiliki kemampuan supranatural, tetapi anehnya, entah kenapa aku bisa merasakan perasaan Touwa-kun dengan begitu jelas.

Mungkin tidak terjadi apa-apa kepada Towa-kun, tapi instingku, yang telah mengamatinya selama bertahun-tahun, menangkap perasaan senang Towa-kun.

“...Seperti yang diduga, rasanya agak menjijikkan juga ya.”

Meskipun aku sangat menyukai Touwa-kun, aku merasa sedikit jijik dengan pemikiranku sendiri.

Benda yang aku pegang sekarang adalah satu foto— foto di mana aku dan Towa-kun sedang tersenyum bersama.

“...Towa-kun♪”

Dengan bunyi kecupan, aku mencium Touwa-kun di foto itu.

Selalu saja seperti ini——hanya dengan memikirkan Towa-kun saja sudah membuat jantungku berdebar-debar dan itu membuatku merasa sangat bahagia. Itulah sebabnya aku merasa sangat marah ketika ada orang yang memiliki niat buruk terhadap Towa-kun.

“Cih....”

Olhe karena itu, aku menggerutu dalam hati sambil mendecakkan lidah ketika mengingat kejadian setelah sekolah tadi.

Kencan dengan Touwa-kun adalah waktu yang manis dan indah, sama seperti saat-saat yang kami habiskan bersama selama istirahat siang.

Rasanya menyenangkan, menggemaskan, dan membuatku bahagia... Itulah duniaku dan Towa-kun. Namun orang-orang itu memasuki dunia kami tanpa izin.

“Aku tidak bisa memaafkan mereka... aku tidak bisa memaafkan mereka, aku tidak bisa memaafkan mereka, aku tidak bisa memaafkan mereka, aku tidak bisa memaafkan mereka, aku tidak bisa memaafkan mereka!!”

Orang-orang itu tidak pernah memperhatikan kami…. tidak pernah memperhatikan Towa-kun.

Meski demikian, ekspresi wajah Towa-kun langsung menjadi muram ketika melihat mereka, aku merasa bahwa orang-orang itu harus diusir dari sana.

[Kamu pulang terlambat. Apa kamu habis bersenang-senang dengan Shu-kun?]

Ketika aku sampai di rumah, Ibuku menyambutnya dengan kalimat itu. Aku merasa muak dengan ibuku yang selalu mengaitkan segala sesuatu dengan Shu-kun.

Sejauh ini, ibuku tidak pernah berkata secara kasar langsung kepada Towa-kun.

Namun, ketika dia mulai mengabaikan Towa-kun dan memberitahuku dengan kata-kata yang kejam tentang Touwa-kun, dia sama bersalahnya.

“...Kurasa enaknya keluar sebentar untuk mencari udara segar.”

Aku bangkit dari tempat tidurku dan pergi ke beranda.

Bertentangan dengan keadaan pikiranku yang sedikit suram, ketika aku mendongak ke atas, langit berbintang yang indah terlihat di atas sana.

Aku yakin apa yang akan aku coba lakukan mulai sekarang... tidak, apa yang sudah aku mulai lakukan bukanlah sesuatu yang indah. Berlawanan dengan langit berbintang yang begitu indah, hatiku sudah ternodai oleh kotoran.

“Towa-kun... Apakah aku...”

Pantas bersanding di sampingmu...?

Setelah berpikir sampai sejauh itu, aku kembali tersadar dan menepuk-nepuk kedua pipiku dengan ringan. Aku tidak bisa berhenti berjalan lagi.

“Jangan khawatir. Aku pasti bisa melakukannya dengan baik... pasti.”

Aku akan membawakan keputusasaan kepada mereka yang telah menyakiti Towa-kun... dengan cara yang kejam.

Aku sudah memikirkan hal ini sebelumnya, karena Towa-kun baik hati, jadi aku takkan pernah memberitahunya—— itulah sebabnya aku akan membuat orang-orang itu menghilang sebelum mereka menyadarinya.

Hanya orang-orang itu yang akan berubah... Sedangkan aku tidak akan berubah sama sekali.

Karena aku akan selalu berada di samping Towa-kun... Aku bisa berada di sisinya.

“Aneh sekali, bukan? Mengapa aku berpikir kalau semuanya akan berjalan dengan lancar?”

Sekaranglah waktu untuk menabur benih, dan kuncinya adalah tunas bernama keputusasaan akan muncul tak lama kemudian.

Aku percaya bahwa hasil terburuk yang mungkin, yang kebanyakan orang biasa tidak akan pernah memikirkannya, adalah kunci kesuksesan. Meskipun tidak pasti apakah itu akan berhasil atau tidak, aku memiliki keyakinan mutlak bahwa aku bisa melakukannya sejak aku mencetuskan ide ini.

“Mereka akan kutindas... Aku akan menyiksa mereka... Aku akan membuat mereka menderita...”

Aku akan menindas mereka. Aku akan menyiksanya... dan kemudian aku akan menancapkan keputusasaan yang tak tertahankan.

Ketika aku merenungkan bagaimana kepalaku menjadi panas lagi, aku menerima pesan dari Towa-kun yang tercinta.

“Towa-kun!”

Kemana perginya Otonashi Ayana tadi? Karena proses berpikirku berubah sangat drastis sehingga tidak aneh untuk berpikir begitu.

“Ada apa~? Apa yang kamu inginkan dariku~? Ufufufu~♪”

Sedikit saja... ada sedikit hal yang kupikirkan, dan itu adalah apakah aku berubah menjadi terlalu menjijikan jika berkaitan dengan Towa-kun.  

 Tentu saja, ketika ada orang lain atau di tempat umum, aku akan menyembunyikan ekspresiku. Namun, ketika aku sendirian seperti ini, aku yakin aku bisa menjadi semenjjijikan atau sebego ini.

[Kasurku melesat] (TN: Futon ga Futtonda)

“...??”

Aku terkejut melihat pesan yang dikirimkan oleh Towa-kun.

“Kasurnya... melesat?”

Aku mengucapkan kata-kata itu untuk memahami maknanya. Ini adalah pelesetan kata-kata yang sudah jadul, tetapi karena Towa-kun yang mengirimkannya, aku berpikir bahwa itu pasti memiliki arti.

Namun sayangnya, aku tidak bisa menemukan jawaban untuk plesetan kata-kata ini di kepalaku.

“Ti-Tidak boleh! Jika aku tidak bisa mengetahui maksudnya, aku tidak pantas menjadi kekasih Towa-kun!”

Tapi... tapi, tapi, tapi, tapi, tapi, tapi!!

Aku sama sekali tidak mengerti! Aku sama sekali tidak tahu mengapa Towa-kun tiba-tiba mengirim pesan seperti itu!

“Ah, e-umm... jeruk di atas kaleng alumunium...”

Lah, aku tidak perlu membalas plesetannya seperti itu juga, kan?... Tunggu? Jadi apa itu maksudnya?

Mumumu... Towa-kun mengirimkan pesan lanjutan saat aku merasa kesulitan untuk menjawab.

[Maaf. Aku minta maaf karena tiba-tiba mengirim pesan yang aneh]

“Ja-Jangan meminta maaf begituuuuu!?”

Meskipun Towa-kun tidak ada di depanku, aku menggelengkan kepalaku dengan kekuatan yang luar biasa.

“Maaf. Pasti mendadak banget, ya. Tapi, saat aku berpikir untuk tidur sekarang….Entah kupikir mungkin Ayana sedang merasa sedih sekarang... Jadi aku mengirim plesetan jadul begitu. Maaf, selera humorku buruk banget, ‘kan.”

Setelah mengetahui alasan mengapa dia mengirim pesan seperti itu, hatiku langsung tersentuh oleh Towa-kun.

“Hehehe...”

Memang, pesan plesetan kata yang Towa-kun kirimkan agak sulit untuk dipahami dengan cepat.

Tapi ia justru mengkhawatirkanku... Aku senang dia memiliki niat itu, dan karena aku juga memikirkan Towa-kun.

Sudah kuduga, kami berdua memang terhubung... itu adalah perasaan yang kuat dari hatiku.

“Mungkin aku membuat Towa-kun mengkhawatirkan tentang itu juga.”

Hari ini, untuk pertama kalinya, aku dengan jelas mengatakan pada Towa-kun bahwa aku membenci keluarga Shu-kun.

Towa-kun yang baik hati pasti khawatir jika mengetahui bahwa aku merasa tidak suka pada keluarga Shu-kun, yang dekat denganku, jadi aku tidak mengatakannya sebelumnya.

Tentu saja, jika ia mempertimbangkan segala hal yang terjadi sebelumnya, ia mungkin sudah mengetahuinya, tetapi itu bukanlah sesuatu yang perlu aku sampaikan secara terus terang—— Namun, kurasa sudah cukup sampai segini saja untuk hari ini.

Pada akhirnya, percakapan berakhir di sana, dan Towa-kun tidak akan bertanya lagi.

Oleh karena itu, sekarang yang tersisa hanyalah aku harus bertindak dan menghancurkan orang-orang itu, membuat mereka menderita dan putus asa.

“Towa-kun. Tinggal sebentar lagi... Hampir sebentar lagi sampai semuanya selesai.”

Tidak ada lagi orang yang akan menyakitimu.

Jika itu terjadi, dunia yang kami inginkan akan ada di sana... Aah~♪ Lalu hari-hari dimana aku bisa selalu bermesraan dengan Towa-kun akan dimulai.

Benar sekali, kami bisa melakukannya kapan saja dan dimana saja... Mufufu♪

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama