Chapter 1
Bereinkarnasi di dalam dunia
game ─ Aku selalu berpikir bahwa hal seperti itu mustahil.
Menjalani kehidupan biasa,
menua, dan mati secara alami adalah kehidupan manusia yang normal. Aku juga
seharusnya menjalani kehidupan seperti itu.
Namun, tiba-tiba saja aku
terlahir kembali ke dalam dunia game dari game erotis dengan judul [Aku Telah Kehilangan Semuanya] sebagai
seorang pria yang mencuri heroine dari sang karakter utama—Yukishiro Towa.
Meskipun aku kebingungan dan
ragu karena terlahir kembali, kesadaranku seolah-olah menyesuaikan diri dengan
tubuh Yukishiro Towa, karakter yang aku gantikan.
Aku belum lama berada di dunia
ini, tapi ada satu perasaan yang tertanam di dalam hatiku. Aku ingin melindungi
senyumnya—Otonashi Ayana— teman masa kecil sang karakter utama di dunia ini,
dan ingin berjalan bersamanya setiap hari.
Aku yakin bahwa aku harus
mencari tahu rahasia yang tersembunyi di dunia ini dan masalah yang dihadapi
Ayana, bahkan jika itu berarti harus menghadapi kegelapan. Itulah sebabnya aku berada
di dunia ini.
▽▼
“Padahal aku sudah memutuskan
untuk mencari tahu kebenaran yang tersembunyi di dunia ini, tapi...”
“Apa ada yang salah?”
“Tidak….bukan apa-apa.”
Meskipun aku ingin mencari tahu
kebenaran yang tersembunyi di dunia ini dan masalah yang dihadapi Ayana,
kelembutan yang membuatku merasa nyaman seperti air hangat menghancurkan
tekadku.
“Hanya ada kita berdua saja di
sini. Mari kita bersantai sejenak.”
Aku mengalihkan pandanganku ke
suara yang berbisik di telingaku. Gadis yang yang duduk di sebelahku sembari
memeluk lenganku——Otonashi Ayana tersenyum manis dan menatap wajahku.
Hari ini aku makan siang
bersama temanku Aisaka, yang mana jarang terjadi, dan karena aku ingin
merenungkan beberapa hal, aku pergi sendirian ke atap sekolah setelah makan
siang.
“Towa-kun, rupanya kamu ada di
sini ya?”
Ketika aku sedang sendirian,
pintu atap mendadak terbuka dan dia tiba-tiba muncul.
Aku merasa terkejut karena
merasa tidak ada seseorang di belakangku atau mengejarku, jadi aku sedikit
terperangah dengan kemunculannya yang terlalu tiba-tiba meskipun dia memasang
wajah tersenyum.
“Towa-kun... Towa-kun♪”
Seolah-olah dia ingin mengambil
giliran setelah kami menjadi berduaan, dia segera mendekatkan dirinya kepadaku.
Aku ingin merenungkan beberapa
hal dan memikirkan masa depan, tapi karena aku sendiri juga ingin menghabiskan
waktu bersamanya, jadi aku tidak bisa menolaknya.
“Kurang lebih mungkin sekitar
20 menit lagi, ya...”
"Ya, kita masih punya
banyak waktu untuk bermesraan, tau?”
Ayana menatapku dengan pipi
merah merona dan tatapan mata penuh harapan.
Dia sangat cantik dan memancarkan
daya tarik yang luar biasa— aku meletakkan tanganku di pipinya, mendekatkan
wajahnya dan menciumnya.
“Mmm... chu.”
Karena jarang ada siswa yang
datang ke atap sekolah, jadi hanya ada kami yang berdua di sini. Mari kita
nikmati momen ini tanpa khawatir tentang hal-hal sulit.
Rambut hitamnya yang panjang
dan halus tidak bercabang sedikitpun serta tidak menyangkut ketika aku meraihnya
dengan jari-jariku.
“Rambutmu sangat indah sekali,
Ayana.”
“Terima kasih. Rasanya sulit
untuk merawatnya karena panjangnya, tapi jika Towa-kun berkata seperti itu, itu
membuat usahaku terbayar♪”
Seriusan, bagaimana dia bisa
begitu ceria dan bagaimana dia bisa dengan akurat mengatakan hal-hal yang
membuatnya bahagia? Aku menatap matanya yang seperti permata dengan penuh kasih
sayang.
Meskipun Ayana masih ingin menciumku,
tapi sejujurnya itu akan menjadi berbahaya jika kami terus melanjutkan.
“Kurasa sudah waktunya untuk
kembali.”
“Hah? Tapi kita masih punya
waktu, ‘kan? Lagipula, kita baru saja mulai, bukan?”
“Baru saja mulai?”
“Ya, kita baru saja mulai.”
Dengan tatapan mata yang sayu,
dia memancarkan suasana yang lebih manis dari sebelumnya.
Ketika aku menyadari keberadaan
diriku di dunia ini, aku merasa bingung mengapa dia begitu dekat dengan diriku.
Bahkan itu terasa sangat nostalgia.
(Hari itu... setelah aku mencari sosok Ayana,
keberadaannya semakin berkembang kuat.)
Aku tidak dapat menyangkal
kalau aku hanya terbawa oleh situasi, tapi saat itu aku benar-benar mencari
Ayana dengan sepenuh hati. Karena kejadian itu, aku mulai memikirkan tentangnya
dengan serius dan memiliki tujuan yang jelas untuk selalu berada di sisinya. Namun,
untuk saat ini, aku harus menahan perasaanku dan menjauh dari Ayana.
“Seperti yang diharapkan, mana
mungkin kita akan melakukannya di sekolah. Yah walaupun aku duluan yang
melakukan ciuman pun tidak bisa berkata banyak, sih...”
“Eh~ Tapi kita melakukan
semuanya sampai akhir di ruang audiovisual lho...”
“Apa?!?!”
Aku terkejut mendengar
kata-katanya yang diucapkan dengan sedih. Meskipun aku mengingat kembali
momen-momen yang berkaitan dengan Towa, atau mengingatnya kembali melalui
interaksi dengan Ayana serta yang lainnya, tentu saja masih ada banyak hal yang
aku lupakan──Saat ini, apa yang baru saja Ayana katakan terasa seperti informasi
yang sangat mengejutkan.
“Eh, umm... itu...”
“Muu...!”
Meskipun dia menggembungkan
pipinya dengan lucu, apa aku boleh mengatakan satu hal dulu? Hei, Towa! Apa
yang sudah kamu lakukan di sekolah! Sekolah adalah tempat untuk belajar, bukan
untuk melakukan hal seperti itu! Kamu mengerti, ‘kan?!
Tidak-tidak, meskipun kamu
memprotes kalau aku juga baru saja melakukan ciuman, aku tidak punya pilihan
selain diam, tapi bahkan jika aku melakukan itu, itu sih…. Namanya itu sudah
terlalu berlebihan.
(Tapi
tetap saja, melakukannya di sekolah? Memangnya itu eroge!?... oh iya, karena
ini adalah dunia game eroge.)
Aku memahaminya dalam hati dan meyakinkan
diriku bahwa memang begitu, lalu entah bagaimana aku berhasil membujuk Ayana
untuk kembali ke kelas.
Ayana pergi bersama
teman-temannya untuk menikmati sisa waktu mereka di sana. Setelah melihat
punggungnya pergi, seorang siswa laki-laki menghampiriku dan bertanya.
“Kamu tadi bersama Ayana?”
Orang itu adalah Sasaki Shu——protagonis
dunia ini.
Aku mengangguk sebagai
tanggapannya dan menuju ke tempat dudukku sendiri. Shu masih tetap mengikuti
sampai di mejaku.
“Kamu langsung menghilang tepat
setelah kamu makan siang, ‘kan? Tapi begitu ya, mungkin aku bisa tenang karena
dia berada di dekat Towa.”
“..... Yah, dia hanya berbicara
sedikit padaku.”
Mana mungkin aku akan
memberitahunya tentang ciuman atau percakapan kami yang mendalam.
Pada awalnya, ketika aku
menyadari keberadaanku di dunia ini——aku memiliki pemikiran bahwa aku takkan
melakukan apa-apa demi Shu dan Ayana.
Namun, ketika aku menjalani
kehidupan sebagai Towa, pemikiran itu berubah secara signifikan.
Aku ingin melindungi Ayana. Aku
ingin melindungi senyumnya. Aku sangat yakin bahwa aku tidak akan menyerahkan
tugas itu kepada siapa pun…. bahkan kepada Shu sekalipun.
“Ada apa?”
“Tidak, bukan apa-apa.”
Aku mengalihkan pandanganku
dari Shu.
Meskipun aku tahu perasaannya,
aku terus menjalin hubungan rahasia dengan Ayana di belakangnya ... sementara
aku merasa bersalah tentang itu, tetapi aku juga merasa sedikit superior.
“.........”
Namun tetap, aku masih merasa
ada sesuatu yang mengganjal di hatiku.
Aku ingin mengetahui keganjalan
tersebut, meskipun itu hanya sedikit atau bahkan jika itu adalah sesuatu yang
terpendam dalam ingatan ... Aku harus mengetahuinya.
“Sudah waktunya untuk kembali
karena pelajaran akan segera dimulai.”
“Oh, ya. Aku mengerti.”
Ketika Shu pergi, semuanya menjadi
sangat sunyi dalam arti sebenarnya.
Meskipun aku memikirkan dunia
ini ketika mempersiapkan pelajaran, aku merasa tidak ada yang salah dengan
fokus pada pemikiran itu.
Ketika pelajaran sudah dimulai
dan aku sedang menyalin isi papan tulis ke dalam buku catatanku.
“….Eh?”
Huruf-huruf yang tertulis di
papan tulis terdistorsi, dan kata-kata yang tidak pada tempatnya mulai
bermunculan.
Buat
ia terpojok... Buat ia terpojok....
Buat
ia menderita ... Buat ia menderita .......
“…Apa?”
Saat itu, aku langsung mengusap
mataku dengan tangan untuk melepaskan ketegangan.
Setelah itu, aku segera menoleh
ke papan tulis dan melihat bahwa tulisan asli sudah kembali muncul di sana, dan
kata-kata aneh yang baru saja kulihat sudah menghilang entah kemana.
Mungkin aku kelelahan atau
kurang tidur ... Aku meninggikan suaraku sedikit karena terkejut, dan teman
sekelas yang duduk di sebelahku menatapku dengan heran, jadi aku tersenyum
samar-samar untuk mengalihkan perhatiannya.
“Kalau begitu, Yukishiro, coba
selesaikan masalah ini sekarang.”
“Baiklah ...”
Apa Sensei menyadari bahwa aku
sedang tidak fokus? Pada awalnya aku pikir begitu, tapi sepertinya tidak.
Aku langsung menuju ke papan tulis
dan menyelesaikan soal— meskipun soal perhitungan yang sedikit memakan waktu untuk
dipikirkan, tetapi aku bisa menyelesaikannya dengan baik karena spesifikasi
tinggi dari karkater Towa.
Saat aku melihat Sensei
mengangguk puas, aku merasa lega dan kembali ke tempat dudukku. Sebelum kembali
ke tempat dudukku, aku melihat Ayana yang tampak khawatir menatapku dengan
lembut, jadi mungkin dia menyadari perubahan aneh yang terjadi padaku tadi.
(Jangan
khawatir. Aku baik-baik saja.)
Aku hanya mengucapkan itu di dalam
hatiku, tetapi Ayana mengangguk kecil, jadi aku terkejut bahwa pesanku mungkin
telah tersampaikan padanya. Tapi karena ini Ayana, hal itu tidak begitu aneh.
Setelah itu, aku tetap fokus
pada pelajaran sambil memikirkan hal-hal lain, dan tidak melewatkan apa pun
yang guru katakan sampai waktu sepulang sekolah tiba.
“Fiuh! Aku capek banget hari
ini!”
Begitu jadwal pelajaran hari
ini selesai, temanku yang botak, Aisaka Takashi, langsung berkata begitu.
“Terima kasih atas kerja
kerasmu. Tapi setelah ini kamu masih ada kegiatan klub, ‘kan? Jadi, bukannya
kamu akan lelah mulai dari sekarang?”
“Tidak, tidak, karena aku suka
bermain bisbol jadi tidak apa-apa. Ini jauh lebih baik daripada harus duduk dan
mendengarkan ceramah yang membosankan selama berjam-jam.”
“Itu sih….mungkin benar,”
jawabku sambil tertawa masam
Saat aku berbicara dengan
Aisaka seperti itu, suara transparan terdengar dari pintu masuk ruang kelas.
“Permisi. Apa Sasaki-kun ada di
sini?”
Bukan hanya aku dan Aisaka saja
yang menoleh ke arah suaranya, tetapi semua orang di ruangan itu juga melihat
ke sumber suara tersebut.
Seseorang yang mengintip ke
dalam kelas dari pintu masuk adalah Honjou Iori— Ketua OSIS kita, dan sama seperti
Ayana, dia adalah salah satu dari beberapa heroin di dunia ini.
“Apa ada yang salah?”
“Tidak apa-apa."
Mau tak mau aku…. terus menatap
Iori dan dipandang oleh Aisaka yang memiringkan kepalanya dengan keheranan.
Aku sudah memikirkannya
berkali-kali, dan bukan hanya Ayana saja, tetapi heroine lainnya seperti Iori
juga memiliki tingkat kecantikan yang terlalu tinggi.
Tentu saja, selain penampilan mereka
yang baik, kebersihan hati mereka juga terasa kuat ketika aku berbicara dengan
mereka.
(Tentu
saja, ada pengecualian ...)
Ya, kecuali dalam beberapa
kasus.
Satu-satunya yang terlintas didalam pikiranku adalah adik perempuan dan
ibu Shu, dan ... ibu Ayana, tapi itu bukan sesuatu yang harus dipikirkan dengan
sangat dalam saat ini.
Shu yang namanya dipanggil
mendekati Iori yang berada di ujung pandangan kami.
Setelah membicarakan tentang
sesuatu, Shu akhirnya pergi bersama Iori, jadi dia mungkin akan membantunya
lagi hari ini setelah sekolah.
“Lah, kamu yakin tidak segera
berangkat ke klubmu?”
“Ups, gawat. Kalau gitu aku
pergi dulu!”
Saat Aisaka bergegas keluar
dari kelas dengan panik, Ayana datang untuk menggantikannya.
“Apa kamu akan pulang?”
“Ya ... oh, maaf aku harus
pergi ke kamar mandi sebentar.”
Aku meninggalkan ruang kelas
dengan senyum masam karena Ayana tidak mengatakan kalau dirinya akan menunggu
Shu.
Di tengah perjalanan, aku
berpapasan dengan senior yang lebih tua satu tingkat yang jarang dilihat di
lantai ini, tetapi aku tidak terlalu memperhatikan dan pergi ke kamar mandi.
“Fiuh~...”
Setelah menyelesaikan bisnis di
sana dan merasa lega, aku mencuci tanganku dan menatap pantulan diriku di
cermin.
Tubuhku di dunia ini ...
Yukishiro Towa, memiliki penampulan yang tampan, tetapi Towa yang terpantul di
cermin menatapku dengan tatapan yang sedikit linglung.
Aku dengan lembut mengulurkan
tanganku yang basah dan menyentuh bayanganku di cermin.
Tapi tentu saja, diriku yang
mempunyai penampilan Towa hanya melakukan hal yang sama di cermin. Ekspresi
wajahku tidak berubah dan tidak ada hal mengerikan seperti dalam film horor
yang terjadi.
“…Sialan, apa sih yang aku
lakukan?”
Aku tersenyum kecut pada diriku
sendiri karena melakukan sesuatu yang bodoh karena aku sedang sendirian.
Saat hendak kembali ke tempat Ayana,
aku mengelap tanganku dengan sapu tangan dan teringat pada tulisan yang kulihat
saat pelajaran tadi.
“Buat ia terpojok... Buat ia terpojok....Buat ia menderita ... Buat ia menderita…”
Seperti yang baru saja aku
katakan, aku melihatnya dengan jelas.
Saat itu aku terkejut karena
kejadian yang tiba-tiba, tetapi akhirnya kukira itu hanya imajinasiku saja.
Namun, mengapa kalimat ini masih terngiang-ngiang di kepalaku?
Rasanya seperti perasaan setelah
mendengarkan lagu yang membuat kesan mendalam.
(Aku
sama sekali tidak paham...tetapi jika aku merasa sangat tertarik seperti ini,
itu berarti ada sesuatu. Sepertinya tidak ada salahnya untuk mengingatnya.)
Sambil berpikir seperti itu,
ketika kembali ke ruang kelas, senior yang baru saja berpapasan denganku tadi
berdiri di depan Ayana.
“Hei, Otonashi-san. Apa kamu
bersedia meluangkan waktumu padaku mulai sekarang?”
“Sudah kubilang, aku tidak
mempunyai waktu seperti itu. Silakan pergi dari sini.”
“Ayolah, jangan bilang begitu.
Lagipula, kamu sedang sendirian, ‘kan?”
".................."
Berdasarkan percakapan antara
Ayana dan Senpai itu, kurasa aku bisa mengerti apa yang sedang terjadi.
Tidak sulit membayangkan
tindakannya yang datang ke ruang kelas junior dengan penampilan yang mencolok
begitu, tetapi aku berharap kalau dirinya mengerti bahwa perilakunya itu
menyebabkan masalah kepada para gadis.
“Ayana.”
“Ah, Towa-kun!”
Tunggu dan melihat keadaan? Aku
takkan melakukan hal semacam itu.
Melihat reaksi Ayana yang
mengangkat suara dan pandangan teman sekelas yang tersisa merasa tenang, si
Senpai itu merasa terkejut dan melihat ke arahku.
“Maaf. Aku sudah membuatmu
menunggu.”
“Tidak, tidak, aku sama sekali
tidak keberatan, kok.”
Dengan senyum kecil, Ayana lansgung
berdiri di sebelahku dengan tas di bahunya seolah-olah keberadaan Senpai itu
tidak pernah ada.
“O-Otonashi-san, tunggu—”
“Senpai. Sepertinya Ayana tidak
tertarik, jadi tolong berhenti.”
“Uh ...”
Meskipun aku mengatakannya
dengan nada bicara yang lembut, aku menatapnya dengan tajam untuk menunjukkan
bahwa dia harus mempertimbangkan Ayana.
Senpai itu mendecakkan lidahnya
dan menatapku, tapi dia pasti menyadari sesuatu—masih ada siswa lain selain
kami berdua di ruang kelas ini dan teman-teman Ayana juga ada di sana.
Setelah mereka menatapnya
dengan tatapan kecaman, si Senpai itu akhirnya menyadari situasinya dan pergi
dari ruang kelas.
“Baiklah, kalau begitu mari
kita pulang.”
“Ya~♪”
Ekspresi yang dia tunjukkan
kepada Senpai tadi langsung berubah total, dan sekarang dia terlihat dalam
suasana hati yang baik serta tersenyum tanpa henti.
(Aku
yakin... dia pasti telah menerima banyak pengakuan dari orang-orang seperti
itu.)
Meski ajakan tadi terhitung
sebagai percobaan, jika itu dihitung sebagai pengakuan, jumlahnya pasti cukup
besar ... Ayana adalah gadis yang sangat menarik sehingga banyak anak laki-laki
tidak akan membiarkannya sendirian pergi begitu saja.
Aku sangat senang bahwa aku
memiliki hubungan yang erat dengannya ... tetapi aku masih merasa bersalah kepada
Shu yang masih tidak tahu apa-apa tentang hubungan kami.
Dan yang lebih penting, aku
merasa seperti orang yang paling brengsek karena sedikit merasa senang ketika
berpikir tentang balas dendam pada Shu karena masa lalu.
“... Hm?”
Ketika berjalan menyusuri
lorong bersama Ayana, aku melihat Shu dan Iori membawa barang besar.
Meskipun mereka berdua tidak
menyadari keberadaan kami, aku sedikit khawatir apakah barang-barang itu
terlalu berat. Saat aku memikirkan untuk membantu mereka, kakiku tiba-tiba tidak
bisa bergerak.
(Hah...?)
Aku bingung mengapa kakiku
tidak bisa bergerak.
Namun, orang yang menarik
tanganku adalah Ayana.
“Towa-kun. Aku yakin Shu-kun
dan yang lainnya baik-baik saja, jadi kita bisa pulang saja sekarang.”
Kaki yang seolah-olah tertancap
ke tanah tiba-tiba mulai bergerak setelah mendengar kata-kata Ayana.
Seperti diselimuti oleh
kehangatan tangannya dan suara lembut yang memberitahuku bahwa semuanya
baik-baik saja ... rasanya seakan-akan dia merayap ke telingaku dan berbisik
padaku.
Semakin jauh jauh jarakku dari
Shu dan yang lainnya, semakin hilang rasa tidak enak tadi. Ketika kami keluar
dari gedung sekolah, aku bahkan tidak memikirkannya lagi.
“Apa yang akan kita lakukan
sekarang? Apa enaknya langsung pulang saja?”
“Hmm, bukannya itu sia-sia
banget?”
“Apa itu berarti…. Kamu ingin
menghabiskan waktu bersama lebih banyak denganku?”
Ayana menempatkan jari
telunjuknya di bibirnya dan berkata dengan cara yang genit.
Aku mengangguk seolah-olah
mengatakan hal itu sudah jelas, sambil berpikir bahwa seperti biasa, dia
terlihat manis tak peduli apa pun gerakan yang dia lakukan.
“Kalau bgitu, mari kita
berkencan dan bersenang-senang hari ini!”
“Ahh, tentu.”
Benar ... aku akan menikmati
kencan dengan Ayana semaksimal mungkin. Tapi karena kami belum memutuskan apa
yang ingin kami lakukan atau tempat yang ingin kami kunjungi, jadi sepertinya
kami hanya akan berjalan-jalan tanpa tujuan seperti biasa.
Ketika kami berjalan sedikit
jauh dari gerbang sekolah, aku melihat anggota klub atletik yang berlari pulang.
Aku melihat wajah yang aku kenal di antara mereka.
“Ah, ada Ayana-senpai dan
Yukino-senpai!”
Dia sedang berlari jadi tentu
saja dia berkeringat dan napasnya terengah-engah, tapi dia tetap menyapa kami dengan
semangat—Uchida Mari, junior kami dan salah satu dari beberapa heroine dalam
dunia ini bersama Ayana dan Iori.
“Halo, Mari-chan. Kamu
kelihatannya berusaha dengan baik, ya!”
“Ya! Aku selalu melakukan yang
terbaik! Itulah motto-ku!”
Mari terus mengangkat kakinya
seperti dia sedang berlari saat berbicara dengan kami. Dia benar-benar gadis
yang penuh semangat dan keceriaan, dan ketika aku pertama kali berbicara
dengannya, aku merasa seperti senyumku melebar dengan sendirinya karena sifat keceriaannya
yang menular.
“Oh, apa Shu-senpai masih belum
pulang?”
“Dia sedang membantu ketua
OSIS.”
“Hmm...”
Isi balasanku membuat Mari
tampak tidak puas, tetapi karena dia sejak awal memiliki wajah yang imut, jadi dia
tetap terlihat menggemaskan meskipun dalam keadaan cemberut.
“Hei, Uchida! Kamu masih di
tengah-tengah kegiatan klub, tau!”
“Oh, ya~!Baiklah buat para
senpai, jika ada kesempatan nanti kita akan berbicara lagi.”
“Tentu saja.”
“Fufu, aku menantikan saat itu
tiba.”
Setelah melihat kepergian Mari,
kami berdua menuju pusat kota.
Seperti yang sudah kukatakan
sebelumnya, kami tidak memiliki tujuan yang jelas, jadi kami berdua hanya berjalan-jalan
di sekitar daerah terdekat saja.
(…Tapi
tetap saja, rasanya masih menyenangkan.)
Hanya dengan berada bersama
Ayana saja sudah membuat hatiku berbunga-bunga.
Aku memikirkan hal-hal kecil
yang bisa kuperbuat untuknya. Tidak perlu hal-hal serius. Yang penting adalah
membuatnya bahagia saat ini.
“Eh, mas-mas ganteng dan mbak
cantik lagi kencan nih? Mau beli takoyaki?"”
Ketika kami sedang berjalan,
kami dipanggil oleh seseorang yang sedang memanggang takoyaki.
Takoyaki, ya... mungkin tidak
ada salahnya membelinya karena aku mulai merasa lapar. Aku menoleh ke arah
Ayana dan mengajaknya untuk membeli juga.
“Ya, kalau begitu aku beli satu
porsi.”
“Oke. Mau pakai mayones?”
“Iya dong, yang banyak.”
“Siap!”
Takoyaki tanpa mayones bukanlah
takoyaki yang sebenarnya!
Setelah itu, kami menerima
takoyaki yang masih panas dari penjual dan duduk di bangku terdekat untuk
menikmatinya.
Sambil saling menghembuskan napas
panas, kami berhati-hati supaya lidah kami tidak terbakar saat memasukkan
takoyaki ke dalam mulut. Memakan takoyaki yang masih panas adalah tantangan
tersendiri.
“Aduh, phanas, phanas!”
“Panhas...panhas!”
Kami saling mengeluh tentang betapa
panasnya takoyaki itu, tapi kami tetap berjuang untuk memakannya. Meskipun
sulit untuk dimakan karena masih panas, rasanya tetap luar biasa enak.
Tak lama kemudian, kami selesai
memakan delapan takoyaki dan duduk santai sambil menikmati minuman dingin.
“Towa-kun.”
“Iya?”
“Terima kasih atas bantuanmu
tadi.”
“Tadi... Ahh~ maksudmu tentang
Senpai itu?”
“Iya.”
Ternyata ucapan terima kasihnya
adalah tentang masalah Senpai tadi. Kejadian tersebut tidak menimbulkan masalah
yang terlalu serius terjadi dan Senpai itu dengan cepat menyerah, jadi
sebenarnya Ayana tidak perlu mengucapkan terima kasih segala.
Sambil menyentuh pipi Ayana
dengan lembut, aku melanjutkan perkataanku.
“Kamu tidak perlu mengucapkan
terima kasih. Aku tahu Ayana merasa terganggu dan aku tidak bisa membiarkan hal
seperti itu terjadi di depan mataku.”
“…Jadi begitu ya♪”
Ayana yang merilekskan
ekspresinya dengan gembira, memegang tangan yang menyentuh pipinya dengan
senang hati, seolah-olah tidak mau melepaskannya.
“Bisakah kita tetap seperti ini
untuk sementara waktu?”
“Tentu saja.”
Mana mungkin aku bisa menolak
permintaan seperti itu dari sang putri. Aku harus mengakui, Ayana memiliki daya
tarik yang luar biasa dan pesona yang misterius... Sesuatu yang bisa disebut
sebagai daya tarik setingkat setan.
Meskipun aku tahu bahwa hal itu
sebenarnya sesuatu yang tak bisa diabaikan, tapi aku ingin menyerahkan
segalanya pada Ayana dan tidak memikirkan apapun.
(Aku yakin itu pasti akan
menjadi jalan yang mudah... Hanya hidup sebagai Yukishiro Towa tanpa memikirkan
apapun... Itu pasti akan menjadi pintu masuk ke dalam kehidupan sehari-hari
yang manis.)
Sebagai manusia bisa, wajar
jika kita memilih jalan yang mudah daripada jalan yang melelahkan dan penuh
duri.
Tapi
itu tidak boleh—— seakan-akan ada suara di dalam diriku yang
berteriak bahwa aku tidak boleh menjadi sosok yang pasif dan hanya mengikuti
arus.
“Ayana, bolehkah aku memelukmu
dulu kali ini?”
“Eh?"
Aku melepas tanganku dari
pipinya dan memeluknya dengan lembut, sambil meletakkan tanganku di bahunya.
Ketika aku memeluk Ayana, anehnya
aku merasakan kalau rasa cintaku padanya semakin kuat di dalam hatiku.
Tidak ada yang berubah dari
sebelumnya... itu pasti.
Namun tekad yang bersemayan di dalam
hatiku saat ini tidak dapat dianggap remeh. Aku hampir tertawa ketika merasakan
dua emosi yang saling bertentangan satu sama lain dalam diriku: aku harus
mengikuti arus atau harus memiliki tekad yang kuat. Tapi, satu-satunya hal yang
pasti adalah aku memiliki tekad yang kuat.
“Baiklah! Terima kasih, Ayana.”
“Errmm ... Towa-kun?”
“Haha, kamu terlihat lucu
dengan matamu terbuka lebar seperti itu, Ayana.”
“Terima kasih ...?”
Selain terkejut, Ayana juga masih
terlihat sangat imut ketika matanya berkedip-kedip.
Setelah menghabiskan sekitar
satu jam untuk berbelanja di toko-toko kecil, kami memutuskan untuk pulang pada
pukul lima sore...
Tapi kemudian aku melihat dua
orang di depan kami.
“Ah ...”
“Apa ada yang salah—”
Aku langsung mengenali mereka
meskipun hanya melihat punggung mereka.
[Begini,
kamu itu sama sekali tidak dibutuhkan]
[Kamu
pasti merasa apes sekali ya, Ayane-oneechan.]
Suara-suara itu terdengar kembali
di kepalaku seolah-olah merangsang luka lama yang kembali terbuka.
Dua orang itu sedang membelakangi
kami—— ibu Shu, Sasaki Hatsune, dan adik perempuannya Shu, Sasaki Kotone.
Aku pernah bertemu Kotone
sekali sejak aku menjadi Towa, tapi aku belum pernah bertemu dan berbicara
dengan Hatsune-san...... Aku ingat percakapan kami di ruang sakit melalui
mimpi, tetapi aku hanya memiliki kenangan buruk tentang mereka.
“Towa-kun, ayo ke sini.”
Ayana menarik tanganku dengan
lembut.
Sejenak ... Aku merasa kalau Ayana
menunjukkan ekspresi yang tajam, tapi mungkin aku salah lihat. Saat aku
memiringkan kepala untuk memastikan, tiba-tiba semuanya terdengar hening,
seolah-olah suara dari sekelelingku lenyap begitu saja.
“Apa ...?”
Aku merasa seperti terisolasi
dari dunia luar.
Ayana masih menarik tanganku,
tetapi semuanya menjadi seperti gerakan lambat. Apa yang sebenarnya sedang
terjadi…..?
“Ayana——”
Saat aku ingin menanyakan
perasaan seperti apa yang dia rasakan saat ini, ada seseorang melewati sisiku.
Justru karena keanehan situasi
ini, pandangan mataku secara otomatis tertuju ke arah sosok yang memakai mantel
hitam dengan penutup kepala. Aku tidak bisa melihat wajahnya dan tidak tahu
siapa dirinya, tetapi aku terpikat oleh sosoknya.
“... Eh?”
Ketika aku berbalik untuk
mengikuti entitas itu, sosok itu sudah menghilang tanpa jejak. Aku terkejut dan
tidak bisa berkata apa-apa. Tapi ketika aku berbalik lagi ke arah di mana aku
melihat sosok itu, aku melihat Kotone dan Hatsune-san yang sedang berdiri
dengan punggung mereka menghadap kepadaku.
‘Terus memojokinya... Terus memojokinya...’
‘Buat
ia menderita….Buat ia menderita….’
Seseorang berbisik di telingaku
... dan itu suara seorang gadis.
Dan suara tersebut seperti
membaca kalimat yang tiba-tiba muncul di papan tulis selama pelajaran hari ini.
“Ah ...!”
Ketika aku menutupi wajahku
dengan tangan dan berhenti berjalan, ingatan tentang sesuatu muncul kembali
terlintas di kepalaku seolah-olah dalam adegan kilas balik.
Masih menggambarkan bagaimana
Kotone dan Hatsune-san yang dicintai oleh Shu jatuh ke dalam keadaan kebejatan
setelah diperkosa oleh pria dalam game, dan mereka berbicara tentang Shu
seolah-olah dia adalah seorang pengganggu. Dan kemudian ...
“Towa-kun!”
“!?”
Aku kembali tersadar ketika
namaku dipanggil di telingaku.
Kupikir aku tidak berjalan
terlalu jauh dari mereka, tapi ternyata Kotone dan Hatsune-san sudah cukup jauh
dariku. Aku menghembuskan napas dan merasa kalau aku terlalu lama melamun.
“Apa kamu baik-baik saja? Kamu
terlihat seperti sedang linglung.”
“Aku baik-baik saja ... ya, aku
baik-baik saja. Maafkan aku, Ayana.”
“.........”
Ya ampun, aku sampau membuat
Ayana khawatir tentangku!
Tidak
apa-apa karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku
meraih tangan Ayana dan mulai berjalan seolah memberitahunya secara implisit.
Lalu kami menuju ke taman yang
memiliki banyak kenangan untukku dan Ayana.
Karena waktunya sudah lumayan
sore, jadi tidak ada anak-anak yang bermain di sana dan tidak ada orang kecuali
kami berdua.
“........”
Sejak kami sampai di sini…..
atau bahkan sejak aku memegang tangannya, dia terus-menerus seperti ini.
Dia yang tadinya selalu
tersenyum di sampingku, tapi sekarang dia hanya menunduk dan diam.
Penyebabnya pasti reaksiku saat
melihat Kotone dan Hatsune-san... Aku memeluk Ayana dan menepuk punggungnya.
“Aku baik-baik saja. Aku hanya
terkejut, itu saja ...”
“Kamu pasti bohong.”
“......”
Ayana berkata begitu dengan
nada yang tegas, membuatku terdiam.
Karena kami saling berpelukan,
saat Ayana mengangkat wajahnya, wajah kami saling berhadapan dengan jarak yang
sangat dekat. Matanya yang gelap dan keruh menatapku.
“.... Ayana?”
“Ya, aku hanya milikmu,
Towa-kun.”
Meskipun suaranya terdengar sangat
lembut, tapi pandangan matanya yang menakutkan membuatku hampir tidak bisa
menatapnya.
Ayana melingkarkan lengannya di
punggungku dan membalas pelukan dengan kuat sembari melanjutkan.
“Jangan khawatir, Towa-kun.
Pasti, aku pasti akan menyelesaikannya semuanya.”
“Apa yang ...?”
“Kamu baik-baik saja. Towa-kun
pasti baik-baik saja.”
Kamu
akan baik-baik saja. Itu adalah suara yang manis dan menggoda yang
meresap ke dalam hati.
Meskipun suasana hatinya
sedikit menakutkan, aku tetap menerima pelukannya dan terus memeluknya.
“Ayana…. Apa pendapatmu tentang
mereka berdua?”
Dia lalu tersenyum lembut saat
menjawab pertanyaanku.
“Aku membenci mereka. Aku sudah
membenci mereka sejak lama, dan itu perasaanku dari lubuk hatiku yang paling
dalam.”
▽▼
“Fuuh ...”
Setelah selesai menyantap makan
malam, aku menghembuskan napas kecil di kamarku.
Setelah kejadian itu, aku
mengantarkan Ayana pulang ke dekat rumahnya.
Meskipun awalnya kami pergi ke
pusat kota untuk berkencan setelah sekolah, tapi ketika aku melihat dua orang
itu membuat akhir kencan kami terasa agak tidak enak.
Tapi pada akhirnya, Ayana
kembali menjadi dirinya yang biasa, jadi aku merasa lega ... tapi ini baru
pertama kalinya aku melihatnya yang seperti itu.
“….Apa-apaan itu tadi?”
Tentu saja aku merasa penasaran
keadaan aneh Ayana yang tadi, tetapi yang lebih menarik perhatianku adalah
fenomena aneh yang terjadi ketika aku melihat Kotone dan Hatsune-san.
Aku merasa terisolasi dari
lingkungan sekitar dan masih tidak bisa melupakan sosok gadis yang mengenakan
hoodie bertudung hitam.
Dan ketika aku berbalik, meski Ayana
memanggilku dan menyela pikiranku, tapi aku yakin kalau aku melihatnya—adegan
di mana mereka berdua jatuh dalam kesusilaan, seorang gadis dengan sosok yang
sama yang berdiri di sana.
“Lebih baik tulis semua yang
membuatku penasaran. Mungkin saja ada beberapa petunjuk yang bisa kutemukan.”
Demi mengatur informasi di
dunia ini, aku mengambil catatan yang merangkum tentang tokoh utama, Shu, dan
heroine, Ayana, dari laci meja.
“……”
Tidak hanya kejadian setelah
sekolah, tapi aku juga akan menuliskan segala sesuatu yang terjadi di sekolah dalam
catatan ini.
Ketika aku melihat kumpulan
huruf yang berbaris pada halaman itu, aku tertawa kecil karena terlihat seperti
tulisan aksara aneh.
“Kira-kira… apa maksud dari
kata-kata itu, ya?”
Aku mengulang-ulang kata-kata
yang masih terdengar jelas dalam ingatanku.
“Terus memojokinya...terus
memojokinya... buat ia menderita…..buat ia menderita....”
Memojokinya dan membuat ia
menderita, dua kata yang hanya bisa diasosiasikan dengan makna yang buruk.
Aku hanya tertawa dan
mengucapkan kata-kata itu berulang kali—— dan kemudian sesuatu yang aneh
terjadi.
“Eh…?”
Tanganku yang memegang pulpen
bergerak seakan-akan ingin melanjutkan kata-kata tersebut.
Ujung pulpenku terus
mengguratkan kata-kata, yang mana membuatku kebingungan dengan maksud dari
semua ini.
Terus
memojokinya...... Terus memojokinya .......
Buat
mereka menderita...... buat mereka menderita.......
Dan
yang terakhir, merampas hal yang paling penting dairnya,.... Jika itu yang
terjadi, tidak ada lagi yang tersisa selain keputusasaan, bukan?
Ini adalah kata-kata yang
keluar dari tangan yang bergerak tanpa sadar. Aku tidak tahu apa maksud dari
kata-kata itu atau mengapa aku bisa menulis kata-kata ini.
Namun tetap saja, aku merasa
kalau aku pernah mendengar kata-kata ini sebelumnya.
Aku duduk di kursi dan terus
menatap kata-kata yang aku tulis sendiri tapi tetap saja… akutidak bisa mengingat
di mana aku pernah mendengar kata-kata itu.
“….Sialan.”
Aku merasa sangat kesal.
Meski begitu, aku terus
menelusuri ingatanku tanpa bergerak, berusaha mencoba mengingat sesuatu. Namun,
setelah lebih dari sepuluh menit, aku merasa kesabaranku sudah habis.
“Aaaaaaargh!!”
Aku menyerah! Aku tidak bisa
mengingat apa-apa lagi. Aku menutup buku catatan dengan kasar dan pergi ke
ruang tamu untuk minum sesuatu yang dingin untuk mendinginkan kepalaku.
“Ara, kamu kenapa?”
Aku pikir dia sudah pergi ke
kamarnya, tapi ibuku malah sedang santai menonton televisi.
Ibuku tampak terkejut ketika
melihaaku tiba-tiba muncul, tetapi dia bertepuk tangan dan langsung menuju ke
lemari es, menuangkan teh barley ke dalam cangkir dan memberikannya kepadaku.
“Ini yang kamu inginkan, kan?”
“Ah, iya... bagaimana ibu bisa
tahu?”
“Karena kamu adalah anakku.
Cuma sebatas ini saja sih sangat wajar.”
Memangnya itu hal yang
wajar...?
Meskipun begitu, aku berterima
kasih dan langsung meminum teh itu sampai habis.
“Kamu minum dengan sangat
cepat, ya.”
“Ya, aku haus sih.”
“Sini gelasnya.”
Tidak usah. Aku akan mencucinya
sendiri.”
Seperti yang diharapkan, aku
tidak ingin terlalu merepotkan ibuku, jadi aku mencuci gelas itu sendiri.
Sementara itu, ibuku menatapku sambil tersenyum dengan senyum yang aneh.
Jika ada alasan tertentu, aku
akan mengerti. Tapi ketika dia menatapku seperti itu, aku merasa sedikit khawatir
dan berhenti mencuci gelas.
“Apa ada yang salah?”
“Hehehe... maafkan aku. Aku
hanya berpikir bahwa anakku selalu tampan.”
Itu...
yah, mungkin karena karena itu wajah Towa, jadi tentu saja kelihatan keren, aku
tertawa getir di dalam hati.
Aku sudah menjadi Towa selama
beberapa hari sekarang, tapi setiap kali aku melihat diriku di cermin, aku
selalu merasa kalau aku mempunyai wajah yang tampan.
Meski demikian, aku masih
merasa senang ketika ada orang yang
memujiku tampan.
“Yah, karena aku adalah
anaknya, jadi wajar saja, ‘kan? Aku mewarisi darah ibu yang cantik.”
“...Touwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!”
“Guhaa?!”
Seketika itu juga, ibuku tiba-tiba
memelukku dengan kecepatan menembus angin.
Aku berhasil menahan guncangan yang
menyerang sekujur tubuhku dan bersyukur bahwa aku tidak menjatuhkan gelas yang
aku pegang.
“Kamu bahkan terlihat tampan
dari segi kepribadianmu! Kamu selalu membuatku bahagia dengan kata-katamu!”
“Tunggu, tunggu, ini
menyakitkan... jangan coba-coba menciumku!”
“Kenapa? Bukannya itu tidak
masalah!”
Tidak, itu tidak baik-baik
saja. Aku memberikan pukulan ringan ke arah ibuku untuk melepaskan diri.
Ibuku tampak jengkel seraya
menggembukan pipinya, dan aku hampir saja mengatakan bahwa dia harus
memperhatikan usianya, tapi aku mendengar bahwa itu adalah topik yang sensitif
bagi wanita, jadi aku menahan diri.
“Baiklah, aku akan kembali
sekarang.”
“Oke, oh iya, Towa.”
“Iya?”
Tepat sebelum meninggalkan
ruang tamu, ibuku memanggilku untuk berhenti.
“Jika kamu membutuhkan bantuan
atau ingin berbicara tentang sesuatu yang tidak bisa kamu bagikan dengan
Ayana-chan, jangan ragu untuk meminta bantuan dari ibumu. Aku akan selalu
mendengarkanmu.”
“...Iya. Terima kasih.”
Mungkin ibuku tahu bahwa aku
sedang berpikir tentang sesuatu saat makan malam.
Ibuku mencinta Towa ….
Menyayangiku dengan tulus, dan dia peduli padaku… dan selalu siap membantu. Dia
adalah sumber kekuatanku.
Aku benar-benar bersyukur
karena diberkati dengan orang-orang yang baik di sekitarku.
Hei Towa, kamu juga pasti
berpikir begitu, ‘kan?
*******
[Sudut Pandang Ayana]
“Ara? Sepertinya ada sesuatu
yang baik terjadi pada Towa-kun, ya?”
Sambil berbaring di tempat tidur,
Aku —Otonashi Ayana—bergumam sejenak.
Bukan berarti aku mengaku
sebagai orang yang memiliki kemampuan supranatural, tetapi anehnya, entah
kenapa aku bisa merasakan perasaan Touwa-kun dengan begitu jelas.
Mungkin tidak terjadi apa-apa kepada
Towa-kun, tapi instingku, yang telah mengamatinya selama bertahun-tahun,
menangkap perasaan senang Towa-kun.
“...Seperti yang diduga, rasanya
agak menjijikkan juga ya.”
Meskipun aku sangat menyukai
Touwa-kun, aku merasa sedikit jijik dengan pemikiranku sendiri.
Benda yang aku pegang sekarang
adalah satu foto— foto di mana aku dan Towa-kun sedang tersenyum bersama.
“...Towa-kun♪”
Dengan bunyi kecupan, aku
mencium Touwa-kun di foto itu.
Selalu saja seperti ini——hanya
dengan memikirkan Towa-kun saja sudah membuat jantungku berdebar-debar dan itu
membuatku merasa sangat bahagia. Itulah sebabnya aku merasa sangat marah ketika
ada orang yang memiliki niat buruk terhadap Towa-kun.
“Cih....”
Olhe karena itu, aku menggerutu
dalam hati sambil mendecakkan lidah ketika mengingat kejadian setelah sekolah
tadi.
Kencan dengan Touwa-kun adalah
waktu yang manis dan indah, sama seperti saat-saat yang kami habiskan bersama
selama istirahat siang.
Rasanya menyenangkan,
menggemaskan, dan membuatku bahagia... Itulah duniaku dan Towa-kun. Namun
orang-orang itu memasuki dunia kami tanpa izin.
“Aku tidak bisa memaafkan
mereka... aku tidak bisa memaafkan mereka, aku tidak bisa memaafkan mereka, aku
tidak bisa memaafkan mereka, aku tidak bisa memaafkan mereka, aku tidak bisa
memaafkan mereka!!”
Orang-orang itu tidak pernah
memperhatikan kami…. tidak pernah memperhatikan Towa-kun.
Meski demikian, ekspresi wajah
Towa-kun langsung menjadi muram ketika melihat mereka, aku merasa bahwa
orang-orang itu harus diusir dari sana.
[Kamu
pulang terlambat. Apa kamu habis bersenang-senang dengan Shu-kun?]
Ketika aku sampai di rumah,
Ibuku menyambutnya dengan kalimat itu. Aku merasa muak dengan ibuku yang selalu
mengaitkan segala sesuatu dengan Shu-kun.
Sejauh ini, ibuku tidak pernah
berkata secara kasar langsung kepada Towa-kun.
Namun, ketika dia mulai
mengabaikan Towa-kun dan memberitahuku dengan kata-kata yang kejam tentang
Touwa-kun, dia sama bersalahnya.
“...Kurasa enaknya keluar sebentar
untuk mencari udara segar.”
Aku bangkit dari tempat tidurku
dan pergi ke beranda.
Bertentangan dengan keadaan
pikiranku yang sedikit suram, ketika aku mendongak ke atas, langit berbintang
yang indah terlihat di atas sana.
Aku yakin apa yang akan aku coba
lakukan mulai sekarang... tidak, apa yang sudah aku mulai lakukan bukanlah sesuatu
yang indah. Berlawanan dengan langit berbintang yang begitu indah,
hatiku sudah ternodai oleh kotoran.
“Towa-kun... Apakah aku...”
Pantas bersanding di
sampingmu...?
Setelah berpikir sampai sejauh
itu, aku kembali tersadar dan menepuk-nepuk kedua pipiku dengan ringan. Aku tidak
bisa berhenti berjalan lagi.
“Jangan khawatir. Aku pasti
bisa melakukannya dengan baik... pasti.”
Aku akan membawakan
keputusasaan kepada mereka yang telah menyakiti Towa-kun... dengan cara yang
kejam.
Aku sudah memikirkan hal ini sebelumnya,
karena Towa-kun baik hati, jadi aku takkan pernah memberitahunya—— itulah
sebabnya aku akan membuat orang-orang itu menghilang sebelum mereka
menyadarinya.
Hanya orang-orang itu yang akan
berubah... Sedangkan aku tidak akan berubah sama sekali.
Karena aku akan selalu berada
di samping Towa-kun... Aku bisa berada di sisinya.
“Aneh sekali, bukan? Mengapa
aku berpikir kalau semuanya akan berjalan dengan lancar?”
Sekaranglah waktu untuk menabur
benih, dan kuncinya adalah tunas bernama keputusasaan akan muncul tak lama
kemudian.
Aku percaya bahwa hasil
terburuk yang mungkin, yang kebanyakan orang biasa tidak akan pernah
memikirkannya, adalah kunci kesuksesan. Meskipun tidak pasti apakah itu akan
berhasil atau tidak, aku memiliki keyakinan mutlak bahwa aku bisa melakukannya
sejak aku mencetuskan ide ini.
“Mereka akan kutindas... Aku
akan menyiksa mereka... Aku akan membuat mereka menderita...”
Aku akan menindas mereka. Aku akan
menyiksanya... dan kemudian aku akan menancapkan keputusasaan yang tak
tertahankan.
Ketika aku merenungkan bagaimana
kepalaku menjadi panas lagi, aku menerima pesan dari Towa-kun yang tercinta.
“Towa-kun!”
Kemana
perginya Otonashi Ayana tadi? Karena proses berpikirku
berubah sangat drastis sehingga tidak aneh untuk berpikir begitu.
“Ada apa~? Apa yang kamu
inginkan dariku~? Ufufufu~♪”
Sedikit saja... ada sedikit hal
yang kupikirkan, dan itu adalah apakah aku berubah menjadi terlalu menjijikan
jika berkaitan dengan Towa-kun.
Tentu saja, ketika ada orang lain atau di
tempat umum, aku akan menyembunyikan ekspresiku. Namun, ketika aku sendirian
seperti ini, aku yakin aku bisa menjadi semenjjijikan atau sebego ini.
[Kasurku
melesat] (TN: Futon ga Futtonda)
“...??”
Aku terkejut melihat pesan yang
dikirimkan oleh Towa-kun.
“Kasurnya... melesat?”
Aku mengucapkan kata-kata itu
untuk memahami maknanya. Ini adalah pelesetan kata-kata yang sudah jadul,
tetapi karena Towa-kun yang mengirimkannya, aku berpikir bahwa itu pasti
memiliki arti.
Namun sayangnya, aku tidak bisa
menemukan jawaban untuk plesetan kata-kata ini di kepalaku.
“Ti-Tidak boleh! Jika aku tidak
bisa mengetahui maksudnya, aku tidak pantas menjadi kekasih Towa-kun!”
Tapi... tapi, tapi, tapi, tapi,
tapi, tapi!!
Aku sama sekali tidak mengerti!
Aku sama sekali tidak tahu mengapa Towa-kun tiba-tiba mengirim pesan seperti
itu!
“Ah, e-umm... jeruk di atas
kaleng alumunium...”
Lah, aku tidak perlu membalas
plesetannya seperti itu juga, kan?... Tunggu? Jadi apa itu maksudnya?
Mumumu...
Towa-kun mengirimkan pesan lanjutan saat aku merasa kesulitan untuk menjawab.
[Maaf.
Aku minta maaf karena tiba-tiba mengirim pesan yang aneh]
“Ja-Jangan meminta maaf
begituuuuu!?”
Meskipun Towa-kun tidak ada di
depanku, aku menggelengkan kepalaku dengan kekuatan yang luar biasa.
“Maaf. Pasti mendadak banget,
ya. Tapi, saat aku berpikir untuk tidur sekarang….Entah kupikir mungkin Ayana sedang
merasa sedih sekarang... Jadi aku mengirim plesetan jadul begitu. Maaf, selera
humorku buruk banget, ‘kan.”
Setelah mengetahui alasan
mengapa dia mengirim pesan seperti itu, hatiku langsung tersentuh oleh Towa-kun.
“Hehehe...”
Memang, pesan plesetan kata yang
Towa-kun kirimkan agak sulit untuk dipahami dengan cepat.
Tapi ia justru mengkhawatirkanku...
Aku senang dia memiliki niat itu, dan karena aku juga memikirkan Towa-kun.
Sudah kuduga, kami berdua
memang terhubung... itu adalah perasaan yang kuat dari hatiku.
“Mungkin aku membuat Towa-kun
mengkhawatirkan tentang itu juga.”
Hari ini, untuk pertama
kalinya, aku dengan jelas mengatakan pada Towa-kun bahwa aku membenci keluarga
Shu-kun.
Towa-kun yang baik hati pasti
khawatir jika mengetahui bahwa aku merasa tidak suka pada keluarga Shu-kun,
yang dekat denganku, jadi aku tidak mengatakannya sebelumnya.
Tentu saja, jika ia
mempertimbangkan segala hal yang terjadi sebelumnya, ia mungkin sudah
mengetahuinya, tetapi itu bukanlah sesuatu yang perlu aku sampaikan secara
terus terang—— Namun, kurasa sudah cukup sampai segini saja untuk hari ini.
Pada akhirnya, percakapan
berakhir di sana, dan Towa-kun tidak akan bertanya lagi.
Oleh karena itu, sekarang yang
tersisa hanyalah aku harus bertindak dan menghancurkan orang-orang itu, membuat
mereka menderita dan putus asa.
“Towa-kun. Tinggal sebentar
lagi... Hampir sebentar lagi sampai semuanya selesai.”
Tidak ada lagi orang yang akan
menyakitimu.
Jika itu terjadi, dunia yang
kami inginkan akan ada di sana... Aah~♪ Lalu hari-hari dimana aku bisa selalu
bermesraan dengan Towa-kun akan dimulai.
Benar sekali, kami bisa
melakukannya kapan saja dan dimana saja... Mufufu♪