Chapter 2
[Aku
membenci mereka. Aku sudah membenci mereka sejak lama, dan itu perasaanku dari
lubuk hatiku yang paling dalam.]
Kalimat tersebut terus
berputar-putar di dalam kepalaku.
Walaupun Ayana mengatakannya
sambil tersenyum, kata-kata itu mencerminkan perasaan negatif yang jauh dari
senyuman.
Pada awalnya, dunia ini
berpusat pada karakter utama bernama Shu dan para heroine yang akan
menjauhinya.
Karena masih ada rentang waktu
sekitar satu tahun sebelum cerita dimulai, jadi tidak ada peristiwa yang
terkait dengan cerita yang terjadi pada saat ini.
Namun, justru karena aku hidup
sebagai Towa ... karena aku melihat sekilas ingatannya ... asumsiku mengenai
seseorang telah runtuh.
(…..Ayana)
Ya, itu tentang Ayana, sang
heroine utama. Tidak perlu dikatakan lagi, keberadaannya sangat besar di dalam
hatiku, dan karena aku sudah menyukainya sejak aku bermain game, aku
benar-benar mencintainya sebagai Towa dan sebagai diriku sendiri.
Karena kami sudah memiliki
hubungan ... Yah, karena memang sudah seperti ini sejak awal, tapi mencintai
seseorang dan saling mencintai memiliki arti yang sangat istimewa.
(Benar.
...... Semuanya sudah menjadi berantakan pada titik ini.)
Saat Towa dan Ayana memiliki
hubungan, itu berarti rute yang aku ketahui sudah berubah. Karena Ayana tidak
memiliki perasaan khusus untuk Shu ... artinya dia tidak jatuh cinta padanya,
maka hubungan mereka tidak akan maju seperti dalam cerita.
Tirai cerita mulai dibuka
ketika hubungan Shu dan Ayana mengambil satu langkah maju, tapi kemudian dari
sana semuanya menjadi tidak karuan dan adegan tersebut—— Adegan di mana Shu menyaksikan
Towa dan Ayana membeberakan hubungan mereka, dan berakhir dengan
keputusasaannya.
(Mending
aku kesampingkan dulu keberadaanku. Pertama-tama, Towa awalnya sudah menjalin
hubungan dengan Ayana. Pada titik ini, aku tidak bisa membayangkan Ayana akan
menerima pengakuan Shu….karena dia sangat mencintai Towa)
Pada titik ini, aku masih tak
bisa membayangkan kalau mereka akan tetap menempuh rute yang sama seperti cerita
aslinya.
Karakterisasi yang sering
ditemukan dalam game yang bercerita tentang perselingkuhan, karakter-karakter
yang muncul dalam cerita tersebut sering digambarkan sebagai orang yang sangat
brengsek atau keparat.
Namun, aku tidak bisa
membayangkan dia melakukan hal-hal seperti itu, terlepas dari kelemahanku
karena jatuh cinta padanya. Karena dia adalah seorang gadis yang sangat baik
hati.
Meskipun ibuku mengatakan bahwa
ada sesuatu yang sedang Ayana pikirkan, tapi aku masih tidak mempercayai dia memiliki
sifat jahat seperti itu.
(…....
mungkin aku harus mengambil beberapa langkah lebih jauh.)
Ketika aku sedang memikirkan
hal itu, aku kebetulan tiba di sekolah.
Biasanya aku pergi ke sekolah
bersama Shu dan Ayana, tapi hari ini aku bangun kesiangan, jadi aku meminta mereka
pergi ke sekolah lebih dulu.
Sebenarnya, kemarin sebelum
tidur, aku memikirkan hal yang sama seperti sekarang, jadi aku tidak tidur
sampai larut malam, mungkin lebih dari jam dua dini hari sebelum aku pergi
tidur.
Aku menerima pesan dari Ayana
yang bertanya apakah ada sesuatu yang terjadi, tapi aku hanya mengatakan bahwa
aku terlambat bangun dan dia mengirim stiker lucu sebagai responsnya. Itu cukup
membuatku merasa tenang di pagi hari.
“Hmm?”
Ketika aku sedang mengganti
sepatu di depan kotak sepatu, aku melihat Iori dan Mari yang sedang mengganti
kertas di papan pengumuman di dekat depan pintu masuk.
Aku merasa aneh melihat Mari
yang tidak terkait dengan OSIS, bekerja bersama Iori, Ketua OSIS Namun, karena mereka
berdua saling mengenal, jadi aku tidak berpikir itu aneh atau semacamnya.
Ketika aku terus memperhatikan
mereka, mereka berdua tiba-tiba berbalik ke arahku. Mari tersenyum lebar dan
melambaikan tangannya kepadaku, sementara Iori tersenyum tipis dan melambaikan
tangannya juga kepadaku.
“…Apa aku akan dikatakan
sesuatu jika aku hanya melambaikan tangan dan pergi?”
Sembari memikirkan sesuatu
seperti itu, aku berjalan mendekati mereka berdua.
“Selamat pagi, Yukishiro-kun.”
“Selamat pagi,
Yukishiro-senpai!”
Suara Iori terdengar tenang,
tetapi suara Mari cukup keras.
Meskipun suaranya cukup
terdengar, tetapi lorong di pagi hari cenderung bising, jadi suaranya juga
menjadi bagian dari keramaian murid yang berdatangan dan aku tidak mempermasalahkannya
juga.
“Aku bisa mengeti tentang Ketua,
tapi apa yang sedang kamu lakukan, Mari?”
“Oh, mengenai itu sih ...”
Mari kemudian menjawab
pertanyaanku.
Pada awalnya, Iori hendak
melakukan penggantian lembaran cetak sendirian, tetapi Mari yang baru datang ke
sekolah memutuskan untuk membantunya.
“Aku sudah bilang kalau aku
tidak memerlukannya.”
“Bukannya itu tidak masalah?.
Terlebih lagi, Honjo-senpai terlalu banyak melakukan semuanya sendirian.”
“Karena aku memang bisa
melakukannya sendiri.”
Ups... Sepertinya suasana mendadak
menjadi aneh, loh?
“Jika begitu, bukannya itu
berarti kamu tidak perlu meminta bantuan Shu-senpai?”
“Ara, bukannya itu baik-baik
saja? Pertama-tama, aku merasa kalau Uchida-san tidak memiliki hak untuk
mengeluhkan hal tersebut.”
“... Gunununu!”
“Fufu ♪”
Ini sih awal awal dari pertarungan para wanita untuk
memperebutkan Shu, iya ‘kan?.
Tapi yah, jika aku melihatnya
seperti ini tanpa memikirkan kisah aslinya, itu adalah pemandangan yang sangat
aneh dan menyenangkan.
Mari yang begitu sibuk dengan
kegiatan klub sehingga dia tidak punya banyak waktu, sedangkan di sisi lain, Iori
dapat memanfaatkan waktunya dengan Shu karena ia tidak termasuk dalam klub…..
Sejauh yang kuingat, mereka berdua hanya digambarkan jatuh ke tangan iblis yang
mendekat, sehingga aku merasa sangat nyaman melihat situasi mereka yang
sekarang.
(Kalau
begini sih, bukannya aku cuma penggemar game biasa?)
Sambil tersenyum pahit di dalam
hati, situasinya terus berkembang.
“Maka dari iru, aku juga akan
membantu. Kebetulan hari ini aku tidak ada kegiatan klub!”
“Ara, benarkah? Jika begitu,
boleh aku meminta bantuanmu?”
Tidak peduli seberapa banyak
mereka berdebat, pada akhirnya mereka sepakat seperti ini, mungkin karena
mereka memiliki kompatibilitas yang baik meskipun mereka adalah saingan dalam
percintaan.
Dalam segi penampilan, mungkin
terlihat seperti Iori yang lebih tua telah memanipulasi Mari yang lebih muda,
tetapi itu juga bukan hubungan yang buruk.
“Hey, Yukishiro-kun.”
“Iya ada apa?”
Menghentikan percakapan dengan
Mari, pandangan Iori beralih tertuju kepadaku.
“Aku ingin melihat momen ketika
kamu, Otonashi-san, dan Shu-kun berada di dekatku. Jika kamu tidak keberatan,
bisakah kamu membantuku dengan berbagai hal sepulang sekolah?”
“Membantu ...ya?”
Jadi itu berarti, apa aku bisa
menganggap kalau dia meminta bantuan untuk Shu juga?
Aku sedikit penasaran apa yang
terjadi dengan anggota OSIS lainnya, tetapi mungkin karena mereka adalah
kelompok kecil yang bekerja dengan efisien dan sibuk dengan tugas-tugas lain sehingga
mereka kekurangan tenaga kerja.
“Bukannya berarti kami
kekurangan orang. Aku mengajak Shu-kun hanya karena aku ingin menghabiskan
waktu bersamanya, dan aku mengundang Yukishiro-kun dan yang lainnya karena aku
tertarik.”
“Jadi begitu ya……”
Rupanya masalahnya bukan
tentang kekurangan tenaga kerja atau semacamnya, tetapi Iori hanya tertarik
untuk melihat momen seperti itu secara pribadi.
Mari sedikit terkejut oleh
kata-kata Iori yang jujur, tetapi dia tampak bertekad untuk membantu hari ini.
Kupikir aku bisa membantu
dengan pekerjaan itu, tetapi karena nama Ayana disebutkan, aku tidak bisa
menyetujuinya begitu saja.
“Aku akan bertanya pada Ayana
dulu tentang hal itu. Aku tidak bisa memaksanya jika dia ada urusan.”
“Terima kasih. Aku akan
menantikannya.”
Jika dia sangat menantikan hal
itu, apa itu berarti sudah pasti kalau dia akan datang….?
“Tapi kalau memang benar begitu,
aku bisa berbicara dengan Ayana-senpai secara santai untuk pertama kalinya setelah
sekian lama~♪”
Melihat reaksi dari Mari yang
tersenyum bahagia, aku jadi pasti ingin mengajak Ayana.
Meskipun janji di tempat itu
ditunda dahulu, aku berpisah dengan mereka berdua dan menuju ke kelas.
“Towa-kun.”
“Towa.”
Begitu aku masuk ke dalam
kelas, Ayana dan Shu yang sedang berbicara di dekat pintu masuk menyapaku.
Ayana sudah menghubungiku
sebelumnya, jadi Shu pasti telah mengetahui bahwa aku terlambat. Namun, Ayana
yang berbicara denganku secara langsung, diam-diam memeriksa seluruh tubuhku
dengan tenang, seolah-olah dia memastikan bahwa aku baik-baik saja.
“Tumben sekali kamu bangun
kesiangan, Towa.”
“Karena aku begadang cukup
lama. Kurasa seharusnya aku memang
jangan begadang sampai larut malam.”
Sambil mengatakan itu, aku
menuju ke tempat dudukku dan mereka mengikuti dengan santai.
Sambil tersenyum kecut di dalam
hati, aku menceritakan pertemuanku dengan Ketua OSIS dan Mari tadi kepada
mereka berdua.
“Saat tadi di pintu masuk, aku
bertemu dengan Ketua dan Mari——”
Aku juga menceritakan tentang
permintaan bantuan yang diberikan oleh Iori setelah sekolah, serta tentang
keinginan Mari untuk berbicara dengan Ayana. Shu tidak menolak dan tampaknya
Ayana juga kelihatan senang.
“Aku sih tidak keberatan. Aku
ingin melihat sejauh mana kedekatan Shu-kun dengan Honjo-senpai atau
Mari-chan♪”
“Ke-Kenapa malah jadi begitu...?”
“...Haha.”
Interaksi antara Ayana dan
Shu…. Tidak lebih dari momen mereka sebagai teman masa kecil.
Hanya dengan melihatnya saja
membuatku teringat akan kebahagiaan mereka dalam game dan suasana yang begitu
damai sehingga aku tidak bisa membayangkan sebuah tragedi terjadi di sana.
Namun, satu-satunya hal yang
pasti adalah bahwa aku memiliki hubungan dengan Ayana, dan hanya dalam hal itu
saja aku sudah mengkhianati Shu.
[Aku
ingin kamu mendukungku dalam menjalin hubungan dengan Ayana.]
Kata-kata yang pernah ia
ucapkan padaku di kamar rumah sakit kembali teringat di dalam pikiranku.
Perasaan campur aduk tentang
bagaimana Ayana adalah gadisku dan bagaimana perasaan itu mengubah diriku
menjadi lebih gelap. Namun, hubungan yang telah terjalin antara Ayana dan
diriku telah memberikan rasa superioritas pada diriku yang membuatku merasa
tenang terhadap perasaan itu... ini adalah perasaan yang sangat rumit.
“Towa-kun?”
“Eh... apa?”
Tampaknya aku lagi-lagi
tenggelam dalam pemikiranku sendiri.
Saat aku menyadarinya, Shu
sudah tidak ada di sana, dan Ayana menatapku dengan khawatir.
“Di mana Shu?”
“Ia pergi ke toilet.”
“Begitu ya.”
“...Kamu yakin benar-benar
tidak ada yang terjadi?”
“Beneran tidak ada apa-apa.”
Setelah aku memberitahu itu,
Ayana menempelkan telapak tangannya di dahiku.
Dia terus memperhatikan setiap
perubahan dengan seksama, jadi aku tersenyum kecut dan memegang tangannya,
memberitahukan bahwa aku baik-baik saja dan tidak ada yang terjadi.
“Aku beneran baik-baik saja.
Seperti yang sudah kubilang ketika bangun pagi tadi.”
“Habisnya... kemarin, kamu
tiba-tiba mengirimkan pesan lucu seperti itu kepadaku, kan?”
“...Jangan bicarakan itu.”
Itu hanya sebuah ide yang
tiba-tiba muncul. Untuk beberapa alasan, aku mengkhawatirkan Ayana, jadi aku
mengirim pesan itu tanpa berpikir terlalu banyak.
Tentu saja, aku menyesal karena
pesan itu tidak masuk akal dan tidak memiliki sedikitpun rasa humor. Tolong
maafkan aku.
“Fufu♪ Aku sangat terkejut
karena itu bukan seperti Towa-kun biasanya, tapi aku senang bahwa kamu khawatir
tentangku.”
“...Begitu ya.”
“Ya. Karena aku juga sedang
memikirkan tentang Towa-kun. Dan juga tentang apa yang terjadi tadi sore."
“Entah kenapa…kita seperti
saling terhubung, ya..."
Kata-kata itu membuatku merasa
sedikit malu untuk mengatakannya.
Meskipun jarak antara kami
berdua jauh, tapi perasaan kami saling terhubung... Aku merasakan hal itu
semalam dan kata-kata itu keluar dengan sendirinya.
Ayana terkejut dan tercengang,
tapi kemudian dia menempelkan tangannya di mulutnya dan tersenyum cerah.
Ketika aku melihat tatapan matanya
yang lembut, aku merasa seolah-olah terbungkus dalam kebaikan yang dimilikinya.
Aku merasa seperti diingatkan
untuk tidak memikirkan hal yang sulit. Ini seperti perasaan yang pernah aku
rasakan sebelumnya.
“Kita sama-sama merasakannya.
Kita berdua terhubung... Aku juga merasakannya kemarin~♪”
Saat aku melihat senyum Ayana,
dunia di sekelilingku seakan-akan menghilang.
Jika aku mengatakan dengan cara
yang romantis, aku terpesona oleh senyumnya yang membuatku tak bisa menghitung
berapa kali aku terpesona olehnya.
Aku dibuat terpesona... Ya, aku
benar-benar terpesona oleh senyumannya.
Aku tidak benar-benar berpikir
bahwa hanya aku dan Ayana saja yang ada di dunia ini, tetapi aku mengulurkan
tanganku ke arahnya.
Ayana tersenyum lebih lebar
saat melihat tanganku yang telah diulurkan dan memanggil namaku dengan lembut.
“Towa-kun”
[Towa-kun]
Namun, aku justru mendengar dua
suara.
Tidak mengherankan jika aku ingin
mengucek mataku... Karena di depan mataku, ada dua Ayana.
Selain Ayana yang tersenyum
padaku, ada sosok Ayana lain yang tersenyum dengan senyum yang lemah dan hampir
menghilang setiap saat... Ayana itu segera menghilang dan ketika suara kembali,
hanya ada satu Ayana di depanku.
“Apa ada yang salah?”
“….Tidak apa-apa.”
Ini terjadi lagi... Hal ini
pernah terjadi ketika aku melihat gambaran gadis dengan hoodie hitam itu.
Waktu itu juga sama begitu,
tapi setiap kali aku mengalami fenomena aneh seperti ini, ekspresiku pasti
berubah drastis sehingga membuat Ayana merasa aneh.
(Aku
tahu bahwa ini tidak normal. Aku tahu... Tapi ketika aku tiba-tiba melihat
pemandangan aneh seperti ini, ekspresiku pasti berubah.)
Aku merasa bersalah karena
selalu membuat Ayana khawatir, tetapi aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya
dengan kata-kata. Sebaliknya... Tidak, jika itu Ayana, dia pasti akan
mendengarkan dengan serius dan percaya padaku.
Jika memang begitu masalahnya, bagaimana
jika aku menceritakannya saja...?
“Gaduh sekali ~. Cepat duduk ke
tempat kalian masing-masing ~”
“Ah... Towa-kun, aku akan
kembali nanti.”
Guru wali kelas datang, jadi
Ayana kembali ke tempat duduknya. Sedikit terlambat, Shu juga kembali, tetapi
karena bel belum berbunyi, tidak ada yang dikatakan padanya dan segera upacara
pagi dimulai.
“Kami akan mengadakan upacara
pagi untuk seluruh siswa pada akhir pekan. Selain itu——”
Sambil mendengarkan pembicaraan
guru, aku membaca buku catatan itu lagi. Buku catatan yang berisi tidak hanya
pengaturan tentang dunia ini, tetapi juga semua fenomena aneh yang terjadi di
sekitarku.
“Baiklah, kurasa ini cukup.”
Yang baru saja aku catat adalah
fenomena aneh yang aku lihat tadi. Ayana yang tersenyum cerah dan Ayana yang
tersenyum lemah... Mungkin aku salah melihatnya, atau bahkan mungkin aku
sendiri yang mulai tidak normal.
Tidak lama kemudian waktu
istirahat tiba dengan cepat.
Setiap kali Ayana menghampiriku
dengan kekhawatiran, aku selalu mengatakan bahwa aku baik-baik saja seraya
meyakinkannya, dan akhirnya dia menjadi lega.
“Meski begitu, aku masih tak
menyangka kalau Towa dan Ayana akan datang membantu.”
“Aku benar-benar mintaa.
Sepertinya aku mengganggu waktumu dengan Honjo-senpai.”
“Tidak, sudah kubilang hal
semacam itu…. Aku...”
“Ah Shu-kun, ada nasi di
bibirmu, loh~?”
Ayana mengambil sebutir nasi
yang menempel di bibir Shu.
Shu gampang sekali tersipu
dengan wajah merah padam dan memandangi Ayana dengan tatapan kosong, tetapi Ayana
hanya tersenyum kecil dan tidak melakukan apa-apa lagi.
Jika adegan ini dipotong saja,
maka itu mirip seperti gambaran dari game yang aku kenal.
Shu tersenyum dengan tulus
dalam pertukaran itu, dan Ayana dengan senyum lembut yang seolah-olah bisa
memahami perasaannya saat Shu merah padam... Namun, aku masih merasa bahwa ada
sesuatu yang seperti akting dalam adegan itu. Seakan-akan mencoba membuat
dirinya terlihat lebih baik agar orang lain terpesona... Mungkin aku terlalu
berpikir keras?
“Towa-kun? Apa ada yang salah?
Kamu malah melamun begitu.”
“Eh? Oh, enggak, maaf, aku
hanya sedang memikirkan sesuatu ...”
“Fufu, apa jangan-jangan ...
Kamu terpesona denganku?”
Ayana berkata begitu sambil
tersenyum.
Meskipun senyumnya sama seperti
yang ditujukan pada Shu, tapi aku tidak merasa malu seperti Shu dan mengatakan
apa yang kupikirkan.
“Ketimbang dibilang terpesona,
aku sudah tergila-gila oleh daya tarik Ayana.”
“Ah ...”
Kedengarannya konyol ... wahh,
punggungku jadi gatal karena merasa geli sendiri!
Aku menyesal mengatakannya
sendiri, tetapi sepertinya itu cukup efektif karena Ayana menatapku sejenak
dengan mata terbuka lebar, tetapi segera memerah dan menunduk.
Meski reaksinya yang begitu sangat lucu, tapi kelihatannya Shu
tidak terlalu senang.
“Aku juga berpikir hal yang
sama tentang Ayana! Ayana selalu kelihatan imut!”
“Ah, ya. Terima kasih banyak.”
Meskipun Shu mengucapkan
kata-kata itu dengan penuh semangat, tapi sepertinya itu tidak memengaruhi
Ayana sama sekali.
Apa yang baru saja aku rasakan
sekarang──── Shu yang masih sama seperti pada game dan Ayana yang tampaknya
acuh tak acuh padanya ... Akubertanya-tanya apakah dia pernah memandang Shu
dengan tatapan kosong seperti itu sebelumnya, tetapi aku akan mencatat ini di
buku catatan saya nanti.
Setelah makan siang, kami
bertiga masih bersama-sama. Namun, teman Ayana melewati kami dan menarik lengannya
untuk membawanya pergi, meninggalkan aku berduaan dengan Shu dan tidak ada
percakapan.
“…Hei, Towa.”
“Apa?”
Meskipun kami tidak berbicara,
bukannya berarti suasana di antara kami menjadi buruk, hal ini tidak jauh berbeda
seperti kami mampir ke salah satu rumah untuk bermain game atau membaca manga
serta melakukan hal-hal lainnya dengan tenang.
Ketika aku mengalihkan
pandangaku ke arah Shu, ia melanjutkan perkataannya sambil menatapku.
“Towa...kamu akan mendukungku
dan Ayana, ‘kan?”
“…………”
Aku terdiam sejenak.
Ada banyak hal yang ingin aku
komentari terhadap perkataan Shu, dan campuran antara rasa superioritas dan
kemarahan yang terpendam di dalam hatiku terus memicu emosiku.
Namun anehnya, emosi itu dengan
cepat mereda dan kata-kata yang keluar dari mulutku terdengar lancar
seolah-olah aku sudah mempersiapkan itu sebelumnya.
“Entahlah, jika kamu terlalu
lambat dan plin-plan, aku mungkin akan mengambilnya, loh?”
“Tidak... Kamu tidak boleh
melakukannya!”
Bagaimana ia bisa berkata
seperti itu dalam posisinya saat ini?
Segera setelah itu bel berbunyi,
dan untuk mempersiapkan diri untuk pelajaran selanjutnya, Shu kembali ke tempat
duduknya dan aku mulai mencatat hal-hal penting ke dalam buku catatanku.
Ketika itu, aku memikirkan
sesuatu sambil membaca tulisan di buku catatanku.
(Pada
akhirnya, di mana letak kehendakku sendiri….?)
Aku hanya perlu bergerak
sendiri dan mengikuti aturan saja, tapi aku terus saja merasa bimbang.
Saat aku pertama kali terbangun
di dunia ini, aku sangat yakin bahwa tujuanku adalah untuk menyatukan hubungan
Shu dan Ayana tanpa mengikuti alur cerita dalam game.
Tapi akhirnya, aku merasa tidak
nyaman dengan pemikiran itu dan akhirnya terbawa suasana dan mulai menghabiskan
waktu manis dengan Ayana di belakang Shuu yang tidak tahu apa-apa.
(Aku
ingin bersama Ayana, aku ingin melindunginya...Itulah yang aku rasakan karena
ingatan yang kumiliki sebagai Touwa dan pengalaman yang kurasakan bersama
Ayana. Aku merasa tidak bisa, atau leih tepatnya
aku tidak ingin mempercayakannya kepada Shu, karena itu adalah keinginanku
sendiri.)
Seandainya aku hanya menjadi
pemain game yang tidak memikirkan hal-hal seperti itu, mungkin hidupku akan
lebih mudah.
Tidak peduli seberapa banyak
aku memikirkan hal-hal semacam itu, pada akhirnya tindakan yang aku lakukan
akan menentukan bagaimana cerita ini berakhir, dan bagaimana Ayana dan Shu akan
berubah bergantung pada tindakanku.
Mereka memiliki kehendak
sendiri— mereka bukanlah sekedar karakter yang telah diprogram untuk melakukan
sesuatu—mereka adalah manusia yang hidup di dunia ini.
“... Haaah.”
‘Janganlah
mengeluh. Setiap kali kau mengeluh, kebahagiaanmu akan pergi sejauh napasmu.' Siapa
yang bilang kata-kata seperti itu?
Tapi yah, jika dipikir-pikir
lagi dengan tenang, aku baru terbangun sebagai Touwa selama sekitar seminggu—— jadi
jika aku mempertimbangkan semua fakta yang telah terungkap selama seminggu ini
dan informasi yang telah kurangkum, maka aku harus memuji diriku sendiri karena
bisa tetap tenang seperti ini.
Tentu saja aku tidak bisa
tenang dengan semua kejadian yang terjadi, tapi sepertinya jiwa-ku yang
sebenarnya telah menyatu dengan tubuh Towa.
“...fuaaah.”
Apakah aku terlalu santai
sehingga aku menguap dengan keras seperti itu?
Saat ini sedang berlangsung
pelajaran bahasa jepang klasik dan aku tertangkap oleh mata guru wanita yang
bertanggung jawab karena aku menguap seperti orang bodoh.
“Yukishiro-kun? Apakah kamu
terlalu bosan mengikuti pelajaran ini?”
“...tidak, saya minta maaf.”
“Lain kali hati-hati,oke?
Karena sikap belajar kamu selalu baik, aku akan mentolerirmu kali ini. Tapi,
ingatlah bahwa aku akan marah pada kali berikutnya.”
“Baiklah.”
Aku menggaruk kepala setelah
mendengar kata-kata guru dan mendengar tawa cekikikan dari orang-orang di
sekitarku.
Ketika aku melihat sekeliling,
selain Ayana dan Shu yang duduk jauh dariku, bahkan Aisaka juga tertawa.
Rasanya sangat memalukan... Jika ada lubang, aku ingin masuk ke dalamnya.
▽▼
Meskipun ada insiden ketika aku
menguap besar selama pelajaran dan ditegur oleh guru, tidak ada yang aneh
terjadi setelah itu dan waktu berlalu tanpa kejadian.
Aku berusaha menahan kantuk
selama pelajaran dan setelah itu, kami pergi ke ruang OSIS untuk memenuji janji
membantu.
“Permisi.”
Kami bertiga mengunjungi ruang
OSIS dengan dipimpin Shu.
Ini adalah kedua kalinya aku
datang ke ruangan ini, tapi aku tidak pernah berpikir bahwa kami akan berkumpul
di sini bersama-sama.
“Selamat datang, kalian
bertiga.”
“Shu-senpai! Halo selamat
siang, Ayana-senpai dan Yukishiro-senpai!”
“Ya. Halo kalian berdua.”
Iori dan Mari sudah bekerja
sambil duduk di kursi mereka, dan Shu duduk di samping mereka dengan sangat
alami.
“Otonashi-san dan Yukishiro-kun,
silahkan duduk dimanapun kalian suka.”
Setelah diberitahu begitu, aku
dan Ayana duduk bersebelahan.
Tampaknya Shu dan Mari juga
pernah membantu beberapa kali, dan sepertinya Ayana juga sesekali membantu saat
memperkenalkan Shu kepada Iori.
Dengan kata lain, cuma aku satu-satunya
yang tidak tahu apa-apa.
“Biar aku saja yang akan
mengajari Towa-kun. Tugasnya tidak terlalu berbeda dari sebelumnya, ‘kan?”
“Ya. Yukishiro-kun, meski aku
menyebutnya bantuan, kamu bisa melakukannya dengan santai. Kali ini, aku
memanggil kalian semua untuk menghabiskan waktu yang menyenangkan
bersama-sama.”
“Woke.”
Setelah itu, Ayana mengajariku
tentang bagaimana melakukan pekerjaan.
Itu bukan pekerjaan yang dapat
disebut sebagai pekerjaan seperti yang dikatakan Io, tetapi sebagian besar
hanya memeriksa cetakan dan memeriksa apakah ada kesalahan.
“Ini ... Hmm. Sepertinya
baik-baik saja ... Ini ...”
Di sebelahku, Ayana dengan
lancar menyortir cetakan.
Karena Shuu dan Mari sudah terbiasa,
gerakan tangan mereka cepat, dan tentu saja aku yang paling lambat di antara
mereka, tetapi aku terus bekerja tanpa panik seperti yang diberitahu Iori.
“Tapi tetap saja, ketika ada
lima orang berkumpul seperti ini, suasanya menjadi sangat ramai, ya.”
“Bener banget! Rasanya sangat
menyenangkan karena ada Shu-senpai juga!”
“Tu-Tunggu sebentar, Mari !?”
Setelah berhenti sejenak dari
pekerjaannya, Mari melompat ke arah Shu.
Meskipun Shuu terkejut dengan
sentuhan tubuh yang tiba-tiba, tapi ia terlihat cukup tenang seolah-olah hal
seperti ini terjadi beberapa kali sebelumnya.
“Ara ara~, kalian berdua sangat
dekat ya.”
“Ya! Aku sangat dekat dengan
Shu-senpai!”
“Jangan berbicara dengan suara
keras di telingaku, Mari."
“Maaf!”
“Sudah kubilang...!”
Meskipun sedikit berisik... Aku
berpikir itu adalah BGM yang bagus sambil dengan santai menangani lembar cetakan.
Dengan bergabungnya Iori,
suasanya menjadi lebih hidup, tapi aku tidak merasa tidak nyaman dengan suasana
yang menyenangkan begini, dan tanpa disadari, aku berhenti bekerja dan melihat
mereka bertiga bermain-main.
(... Entah kenapa, ini pemandangan yang bagus.)
Shu yang bertingkah panik, lalu
Iori dan Mari yang saling bersentuhan dengannya untuk memperpendek jarak antara
mereka ... benar sekali, itu adalah pemandangan yang sering terlihat dalam
komedi romantis, bukan dalam game erotis.
“Bukanya kamu terlalu dekat!”
“Ara, memangnya kamu tidak
ngaca?”
“Sudah kubilang, kalian berdua!
Jangan berdebat satu sama lain di depanku!”
Meskipun ia meminta mereka
untuk berhenti, Shu juga tersenyum dengan senang hati.
Ketika aku melirik, Ayana yang
berada di sampingku juga menatap ketiga orang itu, meskipun matanya tidak
terlihat karena terhalang rambutnya.
“Apa mereka selalu seramai
ini?”
“Eh? Ahh iya. Memang ... Mereka
jauh lebih baik daripada yang aku bayangkan dan terlihat menggemaskan.”
Aku mendengar bahwa Ayana lah
yang memperkenalkan Shu kepada Iori dan Mari. Aku tahu kalau Shu tidak memiliki
kepribadian yang cerah seperti sekarang, jadi keberadaan Iori dan Mari pasti
memainkan peran besar dalam perubahannya ini.
Jika Ayana memikirkannya sampai
sejauh itu, semua orang akan berpikir, termasuk diriku, bahwa dia adalah
seorang gadis baik hati yang selalu bersikap baik kepada teman masa kecilnya.
“Fufu, aku merasa senang mereka
menjadi begitu dekat.”
“..........”
Senyumnya terlihat begitu indah
sehingga aku tidak bisa melepaskannya dari pandanganku. Menatapnya adalah hal
yang wajar, tapi rasanya ada sesuatu yang lebih dari itu. ...... Sebenarnya,
apa wujud dari perasaan tidak nyaman ini?
“..... Ayana.”
“Ya?”
Apa kamu benar-benar tertawa
dalam arti yang sebenarnya?
Saat aku hendak menanyakan
pertanyaan itu, Mari memeluk Ayana dari belakang, dan Ayana menjerit kecil, yang
mana membuat pertanyaan itu menjadi tidak relevan.
Meskipun aku tahu kalau aku
bisa selalu menemukan waktu untuk berdua dengan Ayana, aku memutuskan untuk
menyerah pada kesempatan ini karena waktunya kurang tepat.
“Ayana-senpai! Bagaimana
caranya supaya aku bisa menjadi gadis yang berpostur tubuh bagus seperti Ayana-senpai
dan Honjou-senpai?”
“Gadis dengan postur tubuh yang
bagus ... ya?”
“Ya! Seperti yang kuduga ...
Demi menggoda pria, memiliki payudara besar pasti memberikan keuntungan yang
besar, bukan?”
“Kamu bisa memberitahuku
mengapa kamu memikirkan hal seperti itu terlebih dahulu, Mari-chan.”
Ketika percakapan antara wanita
tiba-tiba dimulai, aku menatap Iori seolah ingin mengalihkan pandanganku.
Dia berdiri di samping Shu
dengan senyum nakal di wajahnya dan aku dengan cepat menyadari bahwa dia telah
mengejek Mari tentang postur tubuhnya.
Sepertinya Ayana juga menyadari
hal itu, dan dia menghela nafas kecil.
“Mari-chan, daya tarik seorang
wanita bukan hanya dari postur tubuhnya. Yang penting adalah kepribadian dan
perasaan untuk memikirkan pasangan.”
“Perasaan untuk memikirkan
pasangan ...ya?”
“Ya, benar sekali. Sebaliknya,
lebih baik jangan terlalu mempercayai apa yang dikatakan Honjou-senpai. Ini
demi kebaikanmu juga, Mari-chan.”
“Tunggu sebentar, Otonashi-san,
bukannya perkataanku terlalu berlebihan?”
Seketika itu juga, Iori juga
bergabung dalam percakapan mereka.
Aku dan Shu tidak bisa ikut
campur dalam percakapan mereka, jadi kami hanya diam-diam menyelesaikan tugas
kami.
“Towa, bagaimana dengan bagian
tugasmu?”
“Lancar-lancar saja. Aku sudah
mulai terbiasa.”
Jumlah lembar cetakan Shu juga
sudah jauh lebih menipis dan kami berdua sudah hampir selesai.
Termasuk Ayana, Iori dan Mari
semuanya membuat keributan, dan aku ingin bertanya apa yang terjadi dengan
pekerjaan mereka, tapi... rasanya tidak buruk juga melihatnya seperti ini.
“...haha.”
Ketika melihat tingkah laku
mereka, hal tersebut secara alami membuatku tersenyum.
Pemandangan ketiga gadis cantik
yang terlihat akur memang memanjakan mata... tapi lebih dari itu, pemandangan
Ayana yang tampak bersenang-senang dikelilingi oleh mereka berdua meninggalkan
kesan terbesar bagiku.
“Kelihatannya menyenangkan
sekali.”
“Ya, kurasa begitu... Sekarang,
mari kita kerjakan sisa pekerjaan untuk ketiganya.”
“Baiklah.”
Jadi, mari kita bersama-sama
membereskan sebanyak mungkin sisa pekerjaan yang ada.
Namun ... setelah beberapa
menit berlalu, Aku dan Shu saling bertukar pandang dan bertanya-tanya siapa
yang akan memberikan kritikan pada mereka.
“Kalian berdua, jangan
menggelitikku terus, sih.”
“Enggak masalah ‘kan? Cuma
sebentar saja kok ... oh, lembut sekali.”
“Rasanya aneh sekali. Menyentuh
dada orang lain seperti ini.”
Mereka malah membicarakan hal
seperti itu.
Percakapan itu terjadi di
belakangku dari segi posisi, sedangkan Shu, yang duduk di seberangku, dirinya pasti
bisa melihat percakapan di antara mereka bertiga kalau ia mendongakkan kepalanya
sedikit.
“….!!....!?!?”
Ia berulang kali melirik ke
arah belakangku dari tadi dan tersipu malu, seolah-olah ia mencoba membuatku
tertawa dengan perilakunya yang benar-benar mencurigakan.
Tapi ... yah, aku juga merasa penasaran
dengan hal ini.
Aku memejamkan mata dan
berkonesentrasi pada belakangku.
Aku bisa mendengar suara Ayana
yang merasa geli, suara Iori dan Mari yang terdengar senang, suara saat tangan
menyentuh baju, suara langkah kaki saat mereka bergoyang-goyang ... sebagai seseorang
yang telah memainkan banyak game galge dan eroge, gambaran itu muncul dalam
pikiranku.
“Towa? Entah kenapa wajahmu
jadi sangat luar biasa.”
“Lebih tepatnya?”
“Kamu tidak terlihat seperti
biasanya."
“Ups, itu tidak baik."
Aku menampar kedua pipiku dengan
keras untuk mempertahankan ekspresi yang tajam.
Meskipun kebisingan di belakang
terus berlanjut, suara mereka terdenagr seperti musik latar yang menenangkan
bagi ku ketika fokus pada pekerjaanku.
Sejujurnya, aku selalu merasa
hal-hal seperti ini sangat merepotkan. Tapi membantu seseorang seperti ini
rasanya tidaklah buruk, dan yang lebih penting lagi, melihat Ayana tampak bersenang-senang
adalah hal yang membuatku bahagia.
(…Oh, begitu ya. Itu benar.)
Aku merasa seperti berhasil
memecahkan teka-teki ketika aku mulai memikirkan apa yang bisa kulakukan jika
aku tertarik pada Ayana di dunia ini dan ingin bersamanya.
Tapi tetap saja, pada kenyataannya
aku hanya terbawa arus oleh situasi.
Namun, akar dari semua itu adalah
keinginan untuk melihat Ayana tersenyum. Itulah satu-satunya hal yang tidak
berubah dan aku hanya kembali pada pemikiran itu.
(Tapi bukannya itu tidak masalah? Aku akan
melindungi Ayana... demi mewujudkan itu...)
Aku pun berbalik. Adegan dengan
gadis-gadis cantik yang saling bergandengan tangan sudah tidak ada lagi.
Meskipun mereka hanya sedang berbicara, tapi Ayana masih tersenyum.
Tidak hanya Ayana, tapi juga
Iori dan Mari terlihat tersenyum dengan tulus.
(Aku ingin melindungi adegan ini...
Sejujurnya, mungkin itu sulit dibayangkan bagi Kotone dan Hatsune-san, tapi aku
yakin Ayana akan sedih jika dia tahu tentang masa depan di mana keduanya tidak
bahagia)
Tentu saja, seperti yang selalu
kusampaikan, dunia ini sudah menjadi kenyataan bagiku.
Semuanya tTdak selalu berjalan
sesuai dengan ingatanku, dan aku kadang-kadang melihat hal-hal aneh dan
mendengar suara-suara misterius... Tetapi mari kita pikirkan bahwa semuanya
pasti memiliki arti tertentu.
“Kuh...”
Saat aku memikirkan hal itu,
aku meraih kepalaku sembari menunduk sedikit.
Dua adegan muncul di pikiranku
seolah-olah pemandangan di hadapanku berubah—— adegan di mana Iori dan Mari
dinodai dan dirusak oleh tangan pria.
(Lagi-lagi... kamu ya...)
Dan kemudian bayangan seseorang
yang mengenakan hoodie hitam muncul di samping mereka dalam pikiranku.
Pemandangan segera kembali menjadi
normal dan aku hanya menahan kepalaku dengan ringan, jadi aku takkan membuat
orang lain khawatir.
Sambil mengangguk, aku
menyadari bahwa aku juga membutuhkan memo, tapi aku merasa senang karena
akhirnya menemukan apa yang aku cari.
Meskipun aku belum mengerti
arti dari banyak pemandangan yang telah aku lihat tadi, tapi mempunyai firasat
kalau ada sesuatu yang mempengaruhi ingatanku.
“Towa-kun?”
“Hmm?”
“Kenapa kamu menunjukkan wajah
kesulitan lagi?”
“Enggak kok. Sebaliknya, aku
merasa sedikit lebih baik.”
“Eh? Benarkah?”
“Ya.”
Ya, bisa dibilang kalau aku
merasa cukup baik-baik saja. Aku akhirnya mendefinisakan kembali tentang apa
yang ingin aku lakukan.
*******
[Sudut Pandang Shu]
“Ketua, biar aku saja yang
melakukannya.”
“Baiklah, kalau begitu, boleh
aku minta bantuanmu?”
Meskipun itu mendadak, tapi
bahkan Towa datang untuk membantu Iori-senpai dan sekarang hampir selesai.
Bagiku—Sasaki Shu— membantu Iori-senpai sudah menjadi sesuatu yang biasa,
tetapi bagi Towa, ini adalah pertama kalinya baginya dan ia merasa kesulitan.
(Tapi
Towa sungguh luar biasa ... karena pada akhirnya, ia bisa melakukan semuanya
dengan mudah)
Towa hanya mengalami kesulitan
pada bagian aal saja.
Tentu saja, pekerjaan yang
ditugaskan Iori-senpai padanya sangat mudah, tetapi semuanya adalah pekerjaan
yang kulakukan ketika aku pertama kali bertemu dengan Iori-senpai.
Pada waktu itu…. aku benar-benar
tidak berguna, atau lebih tepatnya, aku menghabiskan beberapa hari mencoba
mempelajari berbagai hal sambil mendengarkan Iori-senpai.
(Meski
begitu…. Towa sudah bisa melakukan semuanya dengan mudah)
Towa mampu menyelesaikan dalam
waktu singkat mengenai pekerjaan di mana aku perlu beberapa hari membiasakan
diri untuk melakukannya.
Dirinya sudah bisa mencari
tugasnya sendiri dan melakukan berbagai pekerjaan seperti mengatur dokumen
serta tugas lainnya, ia bahkan bekerja berdampingan dengan Iori-senpai.
“…………”
Aku senang ia membantuku dan
yang terpenting ... hanya dengan adanya Ayana di sini membuatku bahagia.
Tapi ... tapi!
Aku merasa tidak nyaman dengan
perbedaan kemampuan antara diriku dan Towa semakin jelas.
Aku merasa seperti ia secara
implisit memberitahuku bahwa tidak peduli seberapa jauh aku melangkah, aku
tidak bisa mengalahkannya, dan suasana hatiku semakin lama semakin sedih.
Dan yang lebih buruknya lagi….Ayana
bahkan memuji Towa.
“Towa-kun benar-benar bisa
melakukan apa saja. Hebat banget♪”
Mengapa ... aku ingin berteriak
bahwa aku juga sudah berusaha keras.
Hei Ayana, bukannya aku berada
di sampingmu! Kenapa kamu hanya melihat Towa tanpa melihatku yang duduk tepat
di sebelahmu!
Rasa cemburu tumbuh dalam
diriku sampai aku merasa jijik pada diriku sendiri.
Aku ingin dikatakan bahwa aku
juga berusaha keras dan ingin dipuji, tetapi itu akan menjadi sangat memalukan
...
(Selain
itu….selain itu!)
Situasi ini membuatku teringat
saat jam istirahat makan siang.
Dulu, di kamar rumah sakit, aku
meminta bantuan Towa untuk mendukungku dengan Ayana ... Ia tidak memberikan
jawaban saat itu, tetapi ia hanya mengangguk kecil. Namun ...
[Entahlah,
jika kamu terlalu lambat dan plin-plan, aku mungkin akan mengambilnya, loh?]
Ia menunjukkan ekspresi
provokatif yang cocok untuk wajah tampannya. Mempunyai wajah tampan itu curang
... apalagi Towa benar-benar tidak adil.
Berbeda denganku, ia bisa
melakukan apa saja, ia memiliki segalanya ... disukai oleh banyak orang ... Ia
benar-benar memiliki banyak hal yang tidak dimiliki olehku.
“Shu-kun.”
“Ah ... Ayana?”
Tanganku berhenti bekerja karena
aku membandingkan diriku.
Karena Ayana menatapku dengan
penasaran, aku bekerja sekeras mungkin untuk menyelesaikan pekerjaan dan
memberitahunya bahwa aku melakukan pekerjaan dengan benar…. meskipun aku tidak
bisa mengatakan bahwa aku ingin dipuji.
“Shu-kun. Yang bagian ini
salah, loh?”
“Ehh?”
“Angkanya salah. Dan ini satu
baris lebih rendah.”
“……...”
Aku menyadari kesalahanku
setelah Ayana menunjukkannya padaku.
Aku tahu bahwa setiap orang
pasti akan membuat kesalahan kecil ketika mereka bekerja sambil memikirkan
sesuatu, jadi aku harus berhati-hati.
Aku bukan anggota resmi OSIS,
tapi karena Iori-senpai memintaku untuk membantunya, aku harus bertanggung
jawab dan melakukan yang terbaik!
“Huff ... baiklah!”
Aku menampar pipiku seperti
yang dilakukan Towa sebelumnya.
Suara yang jelas bergema dan
pipiku sedikit memerah karena rasa sakit, tapi itu membuatku semakin bersemangat!
“Shu-senpai kelihatan sangat
semangat ...!”
“Fufu, ada bagusnya merasa
termotivasi. Tolong lakukan yang terbaik ya, Shu-kun.”
Ketika Ayana memberiku
semangat, aku tidak punya pilihan lain selain harus bekerja lebih keras.
Didorong oleh keinginan untuk
dipuji, keinginan untuk berguna, dan rasa persaingan agar tidak kalah dari Towa,
aku melanjutkan pekerjaan.
“Jika ada sesuatu, tolong
beritahu aku, ya? Aku akan membantumu dengan apa pun.”
Ayana mengatakan demikian
sambil menatap wajahku, tapi aku menggelengkan kepalaku.
Membantuku dengan apa saja? Seriusan?
Aku teringat kata-kata yang kupelajari dari internet, tapi aku merasa bahwa aku
adalah seorang pria yang menghargai Ayana ... itulah sebabnya aku tidak pernah
membuat permintaan yang aneh-aneh.
“Jangan khawatir. Aku bisa
melakukannya sendiri.”
“Wahhh ... kamu keren banget,
Shu-senpai!”
Aku tidak bermaksud untuk
berpura-pura terlihat keren ... tapi sejujurnya aku merasa senang mendengar
Mari berkata demikian.
Mata Ayana membelalak kaget ketika
mendengar jawabanku, dan aku memiringkan kepalaku karena merasa bingung tentang
apa yang membuatnya begitu terkejut.
“Apa ada yang salah?”
“Tidak, bukan apa-apa. Aku
hanya sedikit terkejut saja.”
“Terkejut kenapa?”
“Kupikir Shu-kun pasti akan
segera memintaku untuk membantumu. Aku tidak pernah menyangka kamu akan dengan
percaya diri menolak tawaranku.”
“…Aku hanya ingin menunjukkan
bagianku yang keren sesekali.”
“Ehh?”
“Bukan apa-apa!”
Sambil meminta maaf karena
sudah berteriak keras, aku berkonsentrasi kembali pada pekerjaanku.
Mungkin
aku terlalu berusaha keras untuk terlihat keren? Aku khawatir orang-orang akan
berpikir aneh tentangku ... sambil memikirkan hal itu, aku
diam-diam melihat Towa dan Iori-senpai.
“Ya, bagian itu sudah benar di
sana.”
“Syukurlah.”
“Dan dokumen berikutnya ...
yang ini. Bisakah kamu menyelesaikannya?”
“Tentu saja.”
“Kamu memang bisa diandalkan
banget.”
Sungguh percakapan yang
menakjubkan.
SAku sering mendengar bahwa
Iori-senpai sering memberikan kesan yang dingin dari penampilannya dan cara
bicaranya, tetapi sebenarnya dia adalah orang yang sangat baik hati.
... Tapi aku tidak suka
melihatnya begitu dekat dengan Towa.
“... Fufufu.”
Ayana yang ada di sebelahku tersenyum
saat melihat mereka berdua.
Bahkan hanya dari samping, dia
memiliki daya tarik yang luar biasa, lagipula, Ayana memang paling cantik saat tertawa
seperti ini.
Ketika aku terus menatapnya,
Ayana menoleh ke arahku.
Aku berkata padanya sambil
keheranan.
“Uhmm... Sepertinya kamu lebih
sering tertawa dari biasanya hari ini ya, Ayana.”
“Apa iya?”
“Ya, mungkin karena ada Towa
juga, tapi kamu terlihat sangat asyik ketika berbicara dengan Iori-senpai dan
yang lainnya.”
“........”
“Eh...? Apa aku mengatakan
sesuatu yang aneh?”
Perkataanku membuat Ayana lebih
terkejut dari sebelumnya.
Dia tampak tercengang dan
memalingkan wajahnya dariku, dia lalu melihat ke arah Towa dan Iori-senpai,
lalu melihat ke arah Mari yang duduk di sampingnya.
“Ayana-senpai?”
“...... Tidak ada…. apa-apa.”
Dia menjawab sambil menunduk,
tetapi jelas-jelas ada sesuatu yang aneh.
Sebelum aku bisa bertanya lagi,
ia sudah bergerak lebih cepat sebelum diriku.
“Ada apa, Ayana?”
“...Towa-kun.”
Orang itu adalah Towa.
Meskipun dirinya baru saja
berbicara dengan Iori-senpai, Towa dengan alami datang ke Ayana bak pahlawan yang
bergegas untuk membantunya.
“Apa kamu baik-baik saja?”
“Ah, ya ... yah, aku sedikit
merasa linglung tadi.”
Towa memperhatikan wajah Ayana
dengan khawatir ... bahkan sebagai seorang pria yang sebaya dengannya, aku
merasa kagum dengan ekspresi Towa yang keren.
Tapi di sisi lain, aku juga
menyadarinya…. dan aku merasa kalau rasa cemburuku kembali muncul.
Towa yang sekarang memegang
kendali atas situasi, sampai-sampai Iori-senpai dan Mari pun menatap penampilan
Towa.
“Aku benar-benar baik-baik
saja. Maksudku, bahkan Towa-kun sering linglung akhir-akhir ini, dan mungkin itulah
yang menulariku.”
“Itu sih ... cara penularan
yang tidak menyenangkan.”
Apa
yang mereka bicarakan ...?
Aku merasa seperti dikucilkan
karena pembicaraan itu hanya bisa dipahami oleh Ayana yang cekikikan dan Towa yang
tertawa seperti sedang dalam masalah.
Meskipun aku merasa seperti
itu, aku tidak ingin membuatnya merasa lebih buruk, jadi kami menyelesaikan
tugas dengan tekad yang lebih kuat. Ketika kami selesai beres-beres, semua
orang terlihat puas ... Aku merasa seperti aku meraih lebih banyak pencapaian
dari biasanya.
“Hari ini aku senang bisa
berbicara dengan Otonashi-san dan Yukishiro-kun, dan juga bekerja bersama
kalian.”
“Ya, benar sekali. Yah, basanya
aku cuma memiliki kegiatan klub setiap hari, jadi aku tidak memiliki kesempatan
seperti ini. Aku sangat menikmatinya!”
Aku senang melihat Iori-senpai
dan Mari juga merasa puas.
Kami selesai bekerja dan mulai
berpisah, tapi aku ditarik oleh Iori-senpai dan Mari sehingga aku berjalan
sempoyongan. Dan aku meninggalkan Towa dan Ayana yang melambai padaku saat aku
pergi.
“Meski begitu, Shu-kun? Kamu
benar-benar bekerja keras hari ini.”
“Ah ... ya, terima kasih.”
“Benar banget! Shu-senpai
sangat hebat hari ini!"
“Hahaha ... terima kasih kalian
berdua.”
Aku berhasil menunjukkan
penampilan kerenku pada Ayana... mungkin?
Meski aku merasa penasaran
tentang itu, rasanya sangat menyenangkan mendengar Iori-senpai dan Mari
mengatakan betapa menakjubkannya itu... dan sentuhan lembut yang kurasakan saat
mereka memeluk lenganku juga sangat menyenangkan.
(Tetapi……)
Meski begitu, aku masih penasaran
dengan ekspresi tercengang Ayana tadi.
Aku belum pernah melihat
ekspresi seperti itu sebelumnya... Aku ingin tahu apa yang dia pikirkan saat
itu.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya