Kimizero Jilid 7 Bab 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1

 

“Maaf, Ryuuto!”

Pada hari Minggu pagi, aku mendengar permintaan maaf tulus Luna melalui telepon.

Beberapa saat setelah dimulainya semester baru, di akhir pekan menjelang Golden Week, kami memiliki rencana untuk berkencan sepanjang hari setelah lama tidak bertemu. Karena aku khawatir aktivitas yang terlalu aktif akan membuat Luna kelelahan, jadi kami memutuskan untuk menonton film bersama.

Karena Luna bekerja di toko pakaian, dia memiliki jadwal kerja yang sangat padat selama Golden Week. Namun, dia berhasil mendapatkan libur pada hari Minggu sebelum libur panjang itu dimulai.

“Aku pernah bilang kalau Haruna dan Haruka sakit minggu lalu, ‘kan? Mereka cepat sembuh tapi kemudian menularkan penyakit itu pada nenek, dan ayah serta Misuzu-san juga sampai ikutan demam sejak kemarin.”

“Jadi begitu ya...”

Meski sangat disayangkan, tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Aku berpikir untuk bermain game multi-player di komputer ketika...

“Jadi, apa boleh aku membawa Haruna dan Haruka pada kencan kita hari ini?”

“....Eh?”

Aku melebarkan mataku di kamarku ketika aku diberitahu sesuatu yang tidak pernah kubayangkan.

 

◇◇◇◇

 

Jadi begitulah, aku tiba-tiba memutuskan untuk berkencan bersama Luna, yang membawa adik perempuan kembarnya.

“Selamat pagi, Ryuuto!”

Aku bertemu dengan Luna di kereta dari stasiun K.

Luna berdiri di area kereta bayi di ujung gerbong, memegang pegangan kereta bayi. Bagian lantainya diberi tanda warna pink dengan gambar piktogram kereta bayi.

Kereta yang berangkat pada hari Minggu pagi tidak terlalu penuh, tetapi cukup ramai dengan orang-orang yang hendak pergi berlibur.

“Lihat, ada Ryuuto-kun!”

Luna berbicara dengan kereta bayinya. Di dalam kereta bayi itu memiliki dua kursi sejajar untuk adik kembarnya, dan kedua adik kembarnya sedang bersenang-senang dengan riang.

“Halo~…”

Ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengan mereka, karena aku sudah beberapa kali menyapa mereka saat mengunjungi rumah Luna. Namun, karena aku tidak mempunyai anak kecil di sekitarku, jadi aku sedikit gugup.

“A~nchacha!”

“Renren!”

Salah satu dari mereka tertawa ketika melihat wajahku, sementara yang lain melihat kereta api di luar jendela. Meskipun mereka berdua anak kembar, tapi sepertinya mereka tidak selalu sinkron.

Kedua anak perempuan ini lahir pada bulan Juni ketika aku masih mahasiswa tahun pertama, sekarang sudah berusia satu tahun sepuluh bulan. Tampaknya mereka masih kesulitan untuk berkomunikasi dalam bahasa.

“Benar, kamu hebat ya bisa mengucapkan halo dengan benar, Haruna. Dan, di luar emang banyak kereta ya, Haruka.”

Tapi Luna tampaknya bisa memahami apa yang diucapkan oleh adik-adiknya. Bahkan aku sendiri tidak bisa membedakan mana yang Haruna dan Haruka, jadi kemampuan Luna sudah cukup mengagumkan.

Kedua bayi dalam kereta dorong mengenakan pakaian dan sepatu yang serasi, tetapi masih memberikan kesan bayi. Rambut mereka tumbuh hingga sebahu dan masih sedikit tipis, tetapi mereka memiliki wajah yang imut dengan mata besar sehingga bisa langsung diketahui bahwa mereka adalah anak perempuan. Jika dipaksa harus memilih siapa yang lebih mirip, aku merasa salah satu dari mereka lebih mirip dengan Kurose-san.

“Untuk membedakan mereka sekarang jauh lebih mudah kok! Yang memiliki goresan di bawah mata adalah Haruna. Dia tampaknya menggaruk wajahnya sebelum memotong kukunya kemarin.”

“Jadi begitu ya...”

Saat diberitahu, aku melihat goresan merah yang tipis di bawah mata anak yang menyapaku.

“Kalau dilihat baik-baik, wajah mereka juga sedikit berbeda loh~. Mereka benar-benar anak kembar seperti aku dan Maria, dan kami sangat mirip. Kami juga sakit bersama dan sembuh bersama.”

“Oh iya, ngomong-ngomong, bagaimana keadaanmu, Luna? Apa kamu merasa baik-baik saja?”

“Iya. Aku baik-baik saja, seperti yang kamu lihat!”

Luna dengan riang mengangguk untuk menanggapi pertanyaanku. Lalu dia menatapku seolah-olah dia baru saja menyadari sesuatu.

“Apa kamu berpikir kalau, ‘Orang idiot tidak bisa masuk angin'’?”

“Eh, eng-enggak sama sekali kok!”

Karena diberitahu sesuatu yang tidak terduga, aku jadi sedikit panik. Melihat reaksiku yang seperti itu, Luna menggembungkan pipinya dengan cemberut.

“Enggak apa-apa kok, aku sendiri juga menyadarinya! Ah, aku sangat khawatir untuk belajar untuk jurusanku... Kira-kira apa aku bisa mengikutinya dengan baik enggak, ya.”

Luna memutuskan untuk bersekolah di sekolah kejuruan untuk mewujudkan mimpinya menjadi guru TK. Dia tidak dapat menyelesaikan prosedur tepat waktu untuk pendaftaran bulan April, jadi dia sedang mempersiapkan diri untuk sekolah yang menawarkan pendaftaran bulan Oktober. Sejalan dengan hal tersebut, pihak toko pakaian secara pribadi berdiskusi dengannya untuk mencabut jabatannya sebagai asisten manajer mulai bulan September dan mengalihkan status pekerjaannya menjadi karyawan kontrak.

Namun, Luna nampaknya khawatir dengan perubahan lingkungannya, dimana dia harus bersekolah dan belajar sambil bekerja.

“Jangan khawatir.... kamu sama sekali tidak bodoh, Luna.”

Saat aku mengatakan itu, pandangan mata Luna tampak berbinar.

“Eh, benarkah? Apa kamu beneran berpikiran begitu?”

“Ya”

“Aku merasa sangat senang ketika Ryuuto mengatakan itu! Karena kamu benar-benar pintar, Ryuuto.”

“Itu sama sekali tidak benar, kok.”

Ketika Luna menanggapi dengan tersenyum polos, aku membalasnya dengan senyum malu-malu.

“Ketika aku masuk universitas, aku berpikir... ada begitu banyak orang yang lebih pintar dariku.”

Universitas Houou merupakan salah satu universitas swasta dengan nilai tertinggi, oleh karena itu banyak mahasiswa yang memilih universitas nasional seperti Universitas Tokyo sebagai pilihan pertamanya. Ketika aku melihat betapa cerdasnya orang-orang itu, aku menyadari kalau aku sebenarnya tidak begitu pintar.

“Selain itu, menurutku kemampuan belajar juga dipengaruhi oleh kepribadian seseorang.”

“….Apa maksudmu?”

“Di kampus, aku punya teman yang bernama Kujibayashi-kun.”

“Oh, aku tahu! Teman yang sering kamu sebutkan. Cowok yang berkata 'Waku ini...' kan?”

“Ya, benar. Ia sering menggunakan 'Daku ini’

Aku mengoreksi Luna, yang menjawab dengan nada bangga sambil tertawa.

“Kujibayashi-kun memang cerdas dan sangat rajin belajar. Jika ada sesuatu yang menarik perhatiannya, ia akan mengingatnya dan mencari tahu hingga memahaminya. Mungkin karena ada pengaruhnya juga dari ayahnya yang seorang profesor universitas, tapi sifatnya memang seperti itu.”

“Eh, aku pasti tidak bisa melakukannya! Aku akan langsung lupa dan memikirkan hal lain!”

“Aku juga begitu.”

Reaksi Luna yang begitu jujur membuatku jadi tersenyum lebar.

“Menurutku, orang yang tahu banyak tentang sesuatu, memiliki keunggulan dalam pengetahuan dibandingkan dengan orang lain. Tentu saja, memiliki kemampuan daya ingat yang baik juga sangat penting.”

“Hebat banget ya~”

Luna bergumam dengan kekaguman yang tulus. Meski begitu, dia masih memperhatikan kedua anak kembar dengan teliti. Dia memang pantas menjadi pengganti orang tua mereka.

“Tapi Luna juga bisa mengingat hal-hal yang menarik minatmu, ‘kan? Seperti nama kosmetik... atau tinton? Yang dipakai di bibirmu.”

“Oh, maksudnya tinto?”

“Ya, yang itu.”

Aku terus-menerus melupakannya meskipun aku sudah sering mendengarnya, mungkin karena aku sama sekali tidak tertarik pada kosmetik.

“Orang-orang seperti Kujibayashi-kun seharusnya mengejar jalur akademis karena minat mereka tertuju pada bidang ilmu pengetahuan, tetapi kupikir setiap orang bisa meneliti atau mengingat hal-hal yang menarik minatnya.”

Aku sendiri bisa dengan mudah mengingat nama-nama anak yang ikut dalam acara KEN hanya dengan melihat kostum mereka di YOURCRAFT.

"Misalnya, Luna sekarang tertarik pada dunia fashion dan bisa dengan mudah mengingat banyak istilah fashion dan mencapai hasil di dunia fashion, bukan?"

“...Apa iya?”

Luna tersenyum rendah hati, tetapi pada usia dua puluh dia sudah dipromosikan menjadi Wakil Manajer toko dan bahkan direkomendasikan untuk menjadi Manajer toko di Fukuoka, jadi hal itu menunjukkan seberapa bagus kemampuannya dalam bidang pekerjaannya.

“Jadi ketika Luna menemukan mimpinya untuk menjadi pengasuh anak-anak, aku yakin kamu akan berhasil dalam studi tersebut karena itu adalah minatmu.”

“Ryuuto...”

Luna menundukkan pandangannya ke bayi kembar di kereta bayinya, matanya berkaca-kaca. Lalu dia mengangkat wajahnya dan menatapku.

“....Ryuuto, kamu memang pintar. Kamu juga punya kepribadian yang aku suka.”

Aku terkejut saat dia memberitahuku begitu sambil tersenyum malu-malu.

“Kamu selalu berbicara dengan jelas kepadaku sehingga aku bisa memahaminya.”

Lalu, dia tiba-tiba menatapku dengan ekspresi seolah-olah ada sesuatu yang terlintas di benaknya.

“Kamu sepertinya cocok menjadi guru tau”

Dan, dia melihatku dengan wajah yang tiba-tiba terpikir.

Setelah mendengarnya, aku teringat tentang yang dikatakan oleh Kurose-san dan Umino-sensei.

──Kalau itu Kashima-kun, sepertinya kamu cocok menjadi guru.

──Kashima-sensei, sepertinya kamu cocok menjadi seorang guru, ya.

“Ah... mungkin memang begitu kali ya.”

“Eh, kamu juga merasa begitu?”

“Bukannya begitu... tapi karena aku sering kali dikatakan begitu."

Ketika aku menjawab demikian, ekspresi Luna tampak terkejut.

“Jadi, memang cocok jadi guru, ‘kan? Apa kamu tidak mau menjadi guru?”

“Hmm... bukan begitu sih.”

Sambil memeriksa perasaanku sendiri, aku menjawab dengan hati-hati.

“Aku bisa berkomunikasi satu lawan satu dengan orang-orang yang aku kenal seperti Luna... Tapi sebagai seorang guru di sekolah, harus berhadapan dengan banyak orang seorang diri, ‘kan? Dengan mempertimbangkan kepribadianku, aku khawatir apakah aku akan kelelahan secara emosional.”

“Ah... karena Ryuuto memang baik, sih. Sekarang aku ingat, di sekolah banyak guru yang terkesan acak-acakan atau tidak serius.”

“Iya benar. Kurasa itu mungkin karena mereka harus melakukannya agar bisa bertahan. Karena tugas yang terlalu banyak, mereka harus mengalah dan tidak terlalu memperdulikan. Orang-orang yang tidak sanggup melakukannya mungkin akan berhenti."

“Ah... jadi pekerjaan yang cocok untuk Ryuuto itu apa ya? Karena kamu peduli padaku, apakah menjadi psikiater?”

“Aku bukan dari fakultas kedokteran, jadi itu sih mustahil...”

“Hmm, rasanya sulit ya...”

Luna melipat tangannya dan memiringkan kepalanya.

Pada saat itu, suara pembicaraan orang lain terdengar.

“Eh, eh, lihat tuh, bukannya si Mamah kelihatan manis banget? Dia kelihatan gyaru banget.”

Ketika aku mendengar suara seperti itu, aku menengok dan melihat sepasang gadis SMA yang duduk di dekat sana sedang menatap ke arah Luna.

“Wah bener banget~. Aku jadi ingin tahu nama Instagram-nya~!”

“Aku selalu mengagumi keluarga semacam itu. Si Papah juga kelihatan muda dan baik hati.”

“Bener banget~. Aku juga ingin menikah pada usia dua puluh tahun.”

“Dengan Yuu-kun?”

“Eh, enggak, enggak, itu sih mustahil. Habisnya baru-baru ini ...”

Kemudian mereka beralih ke topik lain, dan aku berhenti mendengarkannya.

“........”

Pipi Luna tampak merah merona dan menggerakkan bibirnya dengan gugup. Aku berpikir bahwa percakapan kedua gadis SMA tadi juga sampai ke telinganya.

“Entah kenapa rasanya sedikit malu ... Ketika kita seperti ini, kita terlihat seperti pasangan suami istri.”

Dengan pipi yang memerah, Luna berbisik dengan malu-malu.

“Be-Benar juga ya ...”

Aku menjadi gugup dan mencari kata-kata dengan canggung.

“Karena kita membawa anak kecil, jadi, apa kita jadi terlihat begitu?”

“Ufufu ...”

Mendengar tanggapanku yang seperti itu, Luna tersenyum dengan wajah malu-malu.

Sejujurnya, kami bahkan belum menjadi pasangan menikah. Aku merasa sangat malu ketika berpikir tentang itu. Tapi begitu ya.

Aku tadi tidak terlalu memikirkannya karena ini adalah kencan dadakan sambil membawa anak kecil. Orang tua Luna menikah setelah mereka lulus SMA dan memiliki anak pada usia sekitar dua puluh tahun, jadi sepertinya pasangan yang memiliki anak pada usia ini cukup umum di masyarakat.

Apa itu berarti hari ini aku akan terlihat sebagai “ayah dengan istri dan putri kembarnya”?

“……”

Oke, baiklah. Hari ini aku akan melakukan yang terbaik sebagai seorang ayah ...!

 

Dengan tekad seperti itu, kami pun tiba di pusat perbelanjaan.

Kami datang ke Koshigaya atau sering disebut Kota Danau di Prefektur Saitama. Karena aku tidak punya mobil, jadi angkutan umum adalah satu-satunya alat transportasiku. Karena ini adalah pusat perbelanjaan dekat stasiun dan cukup besar untuk anak-anak bermain tanpa rasa khawatir, jadi kami memutuskan ini sebagai tempat kencan hari ini.

Ketika kami menaiki lift di samping eskalator panjang yang membawa orang-orang menuju pintu masuk lantai dua, kami mendapati diri kami berada di dalam sebuah pusat perbelanjaan yang besar, dengan koridor-koridor lebar yang terbagi menjadi jalur keluar dan masuk.

Karena hari ini merupakan hari libur, jadi tempat sebesar itu pun ramai dikunjungi keluarga dan pasangan muda-mudi.

Pad saat aku memasuki pintu masuk dan berjalan-jalan sebentar, aku mengamati para ayah keluarga dengan maksud untuk meniru tindakan mereka. Lalu…

“Ananan-ah!”

Haruna-chan menunjuk ke arah kereta dorong yang lewat dan berseru.

Ini adalah kereta anak-anak yang sering kamu lihat di mall, dengan gambar karakter Anpanman di depannya. Ada anak-anak lain yang mengendarai kereta dengan berbagai karakter di dalamnya, jadi sepertinya ada tempat untuk menyewakannya di suatu tempat.

“Ya, ada Anpanman, ya.”

“Nannannan! Nannanmo!”

"Eh, Nan-chan satu kereta dorong sama Kan-chan, jadi nggak apa-apa. ‘kan?”

Rupanya Haruna-chan ingin menaiki kereta tadi.

“An-An-An! An-An-Aan!”

Haruna-chan akhirnya mulai menangis dengan suara keras. Melihat adik perempuannya seperti itu, Haruka-chan pun terlihat khawatir.

Orang-orang yang lewat memandang Haruna-chan seolah-olah bertanya-tanya mengenai apa yang sedang terjadi.

“Cup, cup iya deh~... jadi kamu mau naik kereta Anpanman, ya? Maaf, Ryuuto, bisakah kamu mendorong kereta bayi ini sementara aku mengambilnya?”

“Y-Ya, baiklah ...”

Saat aku berjalan beberapa saat sambil mendorong kereta dorong yang dititipkan Luna kepadaku, Luna berlari ke depan dan menghilang, dan setelah beberapa saat, dia kembali mendorong kereta dorong tersebut. Ngomong-ngomong, Haruna-chan terus menerus menangis sepanjang waktu.

“Li-Lihat, Onee-chan sudah membawakan Anpanman untukmu loh.”

Karena aku tidak mempunyai ide untuk menenangkannya, jadi aku hanya mendorong kereta bayi dan akhirnya bisa berbicara dengan Haruna-chan yang menangis.

“An-An-An!”

Haruna-chan akhirnya berhenti menangis.

Kemudian Haruna-chan dipindahkan dari kereta bayi ke gerobak karakter. Aku mendorong mendorong kereta bayi, sedangkan Luna mendorong gerobak dan masalah selesai. ......

Atau begitulah yang kupikirkan, tapi kemudian.

“Kan-tan juga! Kan-tan juga!”

Melihat kereta adiknya yang berjalan beriringan, kali ini giliran Haruka-chan yang mulai merengek.

“Kan-chan juga mau? Tidak mungkin, karena tidak ada orang yang bisa mendorong keretanya.”

Makanya aku tidak ingin meladeninya karena jadinya bakal begini….. Luna melihatku dengan senyum masam.

“Kan-tan juga! Kan-tan juga, Doramon!”

“Kan-chan mau yang Doraemon? Tapi itu mustahil.”

Kereta ini hanya untuk penumpang tunggal dan jika ada dua orang yang naik kereta terpisah, tidak akan ada yang membawa kereta bayinya.

“Kan-tan juga! Kan-tan juga! Ueeeeeeehhhhhhh!”

Sementara itu, Haruka-chan mulai menangis. Sama seperti Haruna-chan sebelumnya, dia menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

Haruna-chan sendiri sedang dalam suasana hati yang baik dan sedang memutar gagang gerobak Anpanman sambil bersenandung.

“Kalau sudah begini, biar aku saja yang mendorong kereta bayi dengan satu tangan dan mendorong kereta dengan tangan lainnya.”

“Ehh, benarkah? Kamu yakin?!”

Tatapan Luna bersinar-sinar.

Baiklah, akhirnya aku bisa menunjukkan kemampuanku sebagai ayah hari ini!

Atau begitulah yang kupikirkan.

“... Maaf, kurasa ini memang mustahil...”

Aku merasa sudah kehabisan tenaga meskipun aku baru berjalan sepuluh meter.

“Sudah kuduga. Kereta bayi ini beratnya sampai sepuluh kilogram.”

Luna mengatakan itu sambil tertawa getir.

“Kalau begitu, kereta bayinya akan kutitipkan dulu di tempat penitipan barang. Aku akan membawa kereta Doraemon terlebih dahulu, jadi bisakah kamu menunggu di sini?”

“Ba-Baiklah, aku mengerti...”

Beberapa saat kemudian, Luna membawa kereta dorong doraemon dan mengambil Haruka-chan yang sudah berhenti menangis dan memindahkannya ke dalam kereta itu. Luna lalu pergi sambil membawa kereta bayi yang sudah kosong.

“……”

Aku berdiri di ujung lorong dan memarkirkan kereta mereka secara berturut-turut sambil terus mengawasi kedua anak kembar tersebut.

“An-an-an-an!”

“Toramon!”

Mereka berdua tampak sangat bergembira untuk sementara waktu. Ya, untuk sementara saja….  hanya selama dua atau tiga menit.

“Boommmm! Booommm!”

Haruna-chan menatap ke arahku dan mulai marah. Dia menunjuk ke depan dengan satu tangan.

'Boommm'...? Apa itu berarti 'maju'...?”

Meskipun mereka berdua sudah naik kereta, mereka merasa bosan karena berhenti.

“Lihat nih, 'boommm'~...”

Dengan suara lembut yang tidak biasa, aku mendorong kereta Haruna-chan sedikit ke depan.

"Kyakyakya!”

Haruna-chan tertawa dengan puas.

“Ohh...!”

Untuk pertama kalinya hari ini, akhirnya aku bisa melakukan sesuatu seperti ayah sejati.

Aku merasa sangat terharu sehingga aku terus mendorong kereta Haruna-chan lebih jauh.

Kemudian…

“Kan-tan mo!! Booommm! Booooommm!”

Namun, tiba-tiba Haruka-chan yang tertinggal di belakang mulai berteriak dengan keras.

“I-Iya, iya, aku mengerti...”

Aku memarkirkan kereta Haruna-chan dan buru-buru berlari menuju kereta dorong Haruka-chan. Namun, sekarang giliran Haruna-chan yang mulai ribut lagi.

“Boooomm! Nan-nan? Boooommmmm!”

Jika salah satu dari mereka dipindahkan, yang lain akan merengek dengan keras.

“Kan-tan mo!”

“Nan-nan mo!”

“Ya ya! Iya, iya, iya, yang sabar ya!”

Aku jadi ingin mempunyai jurus seribu bayangan!

Sambil kuat-kuat berharap dalam hati pada keinginan yang bahkan tidak pernah kuminta saat masa-masa puncak sindrom chuunibyou, aku dengan semangat menggerakkan kereta dorong secara bergantian.

“Ah, rupanya kalian ada di sini, ya. Maaf sudah membuatmu menunggu!”

Akhirnya, Luna kembali.

“Luna~!”

Aku tidak sengaja mengeluarkan suara seperti orang yang merengek. Kehadiran Luna terlihat seperti seorang dewi lebih dari sebelumnya.

“Maaf, maaf, aku sudah kepikiran kalau akhirnya bakalan jadi begini. Terima kasih ya.”

Luna tampak segera memahami situasiku dalam sekejap. Sambil tersenyum kecut, dia mulai mendorong kereta Doraemon yang sedang menunggu dan berjalan kembali.

Hal itu membuat suasana hati Haruka-chan dan Haruna-chan menjadi lebih baik dan kami dapat melanjutkan perjalanan dengan tenang di dalam pusat perbelanjaan.

Sambil mendorong kereta anak-anak bersama Luna, aku merasa gugup karena kami terlihat seperti pasangan muda yang baru saja menikah.

Jika kami menikah dan memiliki anak, apakah kami akan berbelanja seperti ini di hari libur? Aku membayangkan hal semacam itu dan hatiku menjadi berdebar-debar.

“...Ryuuto, sepatumu terlihat sudah mulai usang ya?”

Pada saat itu, Luna yang sedang melihat ke arah kakiku, berbicara demikian.

“Ah, benar juga ya. Aku sudah berpikir untuk membeli sepatu yang baru.”

Karena aku tipe orang yang membeli sepatu baru ketika yang lama sudah rusak, jadi sepatu sneakers yang aku beli setengah tahun yang lalu sudah cukup lusuh.

“Kalau begitu, biarkan aku yang memilihkan untukmu, ya~ Di dalam toko ABC Mart ini, kita akan melihat-lihat nanti.”

“Ah, ya... terima kasih.”

“Apa kamu mau melihat-lihat bersamaku juga? Aku ingin membeli sandal baru.”

“Ya, jika kamu tidak keberatan denganku.”

“Horee! ... Kalau begitu, ayo kita lakukan itu ketika anak-anak ini tertidur, oke~.”

Luna mengatakan itu sambil mengedipkan matanya, hal itu membuat hatiku berdebar kencang.

Percakapan yang mirip seperti pasangan yang sudah memiliki anak... Sambil menggigit bibir, aku memutuskan untuk memberikan layanan keluarga sementara selama satu hari ini.

 

◇◇◇◇

 

Tempat yang kami tuju adalah taman bermain berbayar di lantai tiga. Di sana terdapat perosotan lembut dan kolam bola di dalamnya, dan merupakan tempat di mana anak-anak dapat bermain sambil diawasi oleh orang tuanya.

Selama berada di taman bermain, rasanya seperti benar-benar sedang berperang. Taman bermain pada hari libur dipenuhi dengan anak-anak dan orang tua yang berdesakan, jika lengah sedikit saja, anak sendiri bisa hilang seketika. Anak-anak yang sudah cukup besar untuk bergerak bebas kebanyakan berlarian sambil melihat-lihat berbagai mainan dan perlengkapan bermain. Sementara itu, aku dan Luna membagi tugas untuk mengejar si kembar. Kami tidak bisa merasa tenang sejenak pun, karena waktu yang ditentukan Luna selama 60 menit sudah berakhir.

“Rasanya capek banget...”

Setelah keluar dari taman bermain, aku tidak sengaja mengeluarkan keluhan yang jujur.

“Benar banget ...Tapi aku senang Ryuuto ada di sini! Jika aku sendirian, aku takkan sanggup melakukannya tanpa adanya klon.”

Luna mengatakan hal yang sama seperi yang aku pikirkan sambil tertawa.

“Yuk, makan siang! Kan-chan, Nan-chan, kalian mau makan apa~?”

“Mie!”

“Miee~!”

“Baiklah, ayo kita makan udon!”

Kami yang berada di lantai tiga membawa kereta bayi dan berjalan menuju area food court di lantai yang sama.

“Jadi mereka sudah tidak memakan makanan bayi lagi, ya.”

“Sedikit-sedikit. Meski yang bisa mereka makan masih sedikit sih.”

Tempat makanan yang lebih luas daripada ruang prasmanan kecil sedang ramai dengan pelanggan pada saat makan siang, dan terjadi persaingan sengit untuk mendapatkan meja kosong.

“Apa tempat ini kosong? Oh, terima kasih! Tidak apa-apa! Silakan santai saja! Oh, biarkan aku membersihkannya! Tidak, terima kasih kembali!”

Karena aku pemalu, jadi Luna meminta keluarga yang telah selesai makan untuk menyediakan meja bagi kami. Kami kemudian berhasil mendapatkannya.

Mungkin kami akan tetap seperti ini bahkan setelah menikah... Aku mempunyai firasat semacam itu.

“Ryuuto, kamu boleh beli makananmu saja dulu.”

“Kalau kamu?”

“Aku akan makan udon yang sama dengan anak-anak ini. Kemungkinan besar mereka akan meninggalkan banyak sisa.”

Luna menjawab dengan senyum masam sambil menempatkan kedua anak kembar itu di kursi bayi.

Makan siang yang dimulai dengan cara itu juga cukup sulit. Karena keduanya  masih belum bisa makan sendiri, jadi Luna harus menyuapi Haruna-chan dan aku menyuapi Haruka-chan dengan udon yang telah kami bagikan.

“Teh.”

“Mau air ya? Lihat, aku membawanya dalam mug agar tidak tumpah. Jadi diminum ya.”

“Gak! Teh!”

“Yang ini teh punya kakak. Kamu nanti akan menumpahkannya jika di dalam cangkir kertas, jadi bisakah kamu minum dari cangkir, Nan-chan?”

“Teh!”

“Oops!”

“Duhhh! Mengapa Haruka yang menumpahkannya!?

“Aku akan membawakan sesuatu untuk membersihkannya...”

“Terima kasih, ada lap di sana, ‘kan?”

Setelah mereka berhasil menyelesaikan makan siang, waktu tangisan yang hebat pun dimulai.

“Cokelat!”

“Kakak tidak punya cokelat. Nan-chan, Mama bilang kamu masih tidak boleh makan cokelat, ‘kan?”

“Cokelat~!”

“Mengapa Haruka juga ikutan segala? Bukannya kamu baru saja memakan makanan lezat, ‘kan?”

“.....Ap-Apa aku harus membelinya untukmu?”

“Bukan itu masalahnya, mereka hanya mengantuk dan rewel. Biasanya mereka akan tertidur setelah makan siang.”

“Ja-Jadi begitu ya...”

“Maaf, tapi bisakah kamu menjaga mereka sebentar, Ryuuto? Aku akan mengambil kereta bayi yang kutitipkan tadi.”

Setelah mengatakan itu, Luna dengan cepat pergi meninggalkan meja.

Dan sepuluh menit kemudian, Luna yang telah berhasil menghibur anak kembar yang rewel kembali kepadaku, menempatkan mereka dengan hati-hati di kereta bayi, dan berjalan dengan lincah ke arah lorong.

 

Namun, dia tidak kunjung kembali.

 

“Aku pulang...”

Empat puluh menit kemudian, Luna berjalan kembali ke area makan dengan wajah lelah seolah-olah dia tiba-tiba bertambah lima tahun lebih tua.

Si anak kembar itu sudah tertidur lelap dalam kereta bayi. Saat aku mengangkat sedikit penutupnya, terlihat bahwa Haruna-chan mengulurkan tangannya seakan-akan berniat memanjat ke atas pagar dan aku bisa melihat tanda-tanda penderitaan yang ditimbulkannya.

“Terima kasih atas kerja kerasmu...”

Aku memberikan segelas minuman kepada Luna.

“Wah, ini bubble tea!”

Seketika itu juga ekspresi Luna langsung berbinar-binar. Sambil menunggu Luna, aku menemukan toko minuman bubble tea di dalam area makan dan membeli dua gelas.

“Terima kasih! ...Wah, enak sekali! Rasanya semua lelahku langsung hilang!”

Wajahnya tiba-tiba terlihat menjadi lebih muda, dan senyuman Luna yang biasanya sudah kembali.

Wajahnya langsung terlihat muda, dan senyum biasa Luna pun kembali.

“Kamu pasti sangat lelah sekali, ya...”

“Meski begitu, hari ini bisa dibilang semuanya berjalan dengan baik. Kadang-kadang salah satu dari mereka tidak bisa tertidur dengan baik dan terus menangis, dan yang lainnya ikut bangun juga. Ada banyak waktu ketika mereka berdua menangis bersama sampai kami tiba di rumah."

“Uwaah...”

Karena aku sudah pernah merasakan bagaimana mengasuh mereka sejak pagi, aku bisa membayangkan betapa mengerikannya situasinya.

Walaupun masih ada beberapa kursi kosong setelah puncak waktu makan siang berlalu, terlihat bahwa sekarang sudah mulai ramai di dalam area makan.

Di sepanjang jendela adalah kaca yang memungkinkan untuk melihat ke luar, dan tampaknya ada kursi teras di luar. Sinar matahari yang masuk melalui kaca sangat terang, dan cuaca yang tenang nan damai ini sangat cocok untuk kencan di musim semi yang indah.

Di meja empat orang dengan kereta bayi yang diletakkan di sampingnya, aku dan Luna duduk berhadapan. Ini adalah pertama kalinya kami bisa duduk bersama dan berbicara dengan tenang.

“Benar-benar sulit ya, memiliki anak kembar...”

“Ya, bahkan satu anak saja sudah sulit, apalagi dua!”

Luna menjawab dengan senyum masam.

“Tapi aku ingin Haruka dan Haruna tumbuh seperti anak-anak lainnya yang merasakan dunia luar. Karena Misuzu-san belum bisa pergi ke suatu tempat menggunakan kereta api, jadi ketika aku bisa, aku akan membawa mereka keluar sendirian seperti ini.”

“Benar-benar hebat ya…. kamu.”

Aku sungguh merasa kagum dengan Luna yang telah menjalani kehidupan seperti itu selama hampir dua tahun. Aku bisa memahami kenapa kami jadi sulit untuk memiliki waktu bersama.

“Ya, ketika aku sendirian, rasanya sulit untuk selalu menjaga mereka. Terkadang anak-anak tiba-tiba berbuat kesalahan dan aku bahkan pernah diomeli oleh orang asing. Itu bisa membuatku merasa murung.” ujar Luna sambil mengaduk-aduk bubble tea dengan sedotan.

“Itu sih... Kita memang ingin orang lain lebih memahami dan memaklumi tingkah laku anak-anak, karena itu adalah hal yang wajar bagi mereka.”

“Tapi, bukannya itu kalimat yang tidak boleh kita katakan kepada mereka?”

Luna menatap bubble tea dengan senyum lembut di wajahnya.

“Anak-anak memang suka berisik dan sulit untuk diam kecuali saat tidur. Aku rasa mereka bisa mengganggu di tempat-tempat yang didominasi oleh orang dewasa yang ingin hidup tenang. Jadi, aku bisa memahami mengapa tidak ada banyak tempat untuk anak kecil di Jepang yang dipenuhi orang dewasa saat ini.”

Sambil masih menatap tapioca, Luna berbicara begitu dengan senyuman lembut.

“Oleh karena itu, ketika keluar rumah, kita harus mengajarkan mereka untuk bersikap sopan, menjaga agar tidak tersesat, dan melindungi mereka dari orang-orang yang mencurigakan... Menurutku para orang tua di dunia ini selalu waspada. Bahkan di dalam rumah, kita harus selalu berhati-hati agar anak-anak tidak mengalami bahaya. Aku ingin memberikan sedikit waktu bagi para orang tua untuk melupakan segalanya dan menikmati ketenangan. Aku ingin mereka bisa sejenak mengembalikan kehidupan mereka sebelum memiliki anak, di mana mereka bisa hidup sesuai dengan keinginan mereka.”

Luna mengangkat kepalanya dan menatapku setelah berkata begitu. Mata indahnya memancarkan tekad yang kuat.

“Aku ingin orang tua merasakan ‘Aku bisa mempercayakan segalanya pada Luna-sensei di taman kanak-kanak’. Aku ingin menjadi guru yang bisa memberikan rasa aman pada orang tua, sehingga mereka bisa fokus pada pekerjaan dan tugas rumah mereka selama anak-anak berada di TK….. Aku benar-benar ingin menjadi guru seperti itu.”

“Luna.....”

Meskipun dia mengalami masa-masa sulit setiap hari, Luna masih memikirkan hal ini dan membuat keputusan tentang masa depannya. Setelah berpikir demikian, mau tidak mau aku sangat menghormatinya atas cita-citanya yang tinggi, meskipun dia adalah pacarku sendiri.

“…Jika itu kamu, kamu pasti bisa melakukannya, Luna.”

Dengan segenap hati, aku menatap Luna dan menjawab demikian

Luna tersenyum malu-malu dan dengan lembut memalingkan wajahnya dariku.

“Tapi demi mewujudkan itu, aku harus belajar banyak tentang anak-anak dan pendidikan pengasuhan anak. Aku hanya tahu sedikit tentang Haruna dan Haruka, tapi ada banyak anak-anak di dunia ini dengan berbagai karakteristik,” ucapnya setelah mengalihkan pandangannya kembali kepadaku.

“Ryuuto, terima kasih banyak untuk hari ini.”

Dia mengatakan itu sambil tersenyum dan tersipu.

“Aku sekali merasa yakin kalau Ryuuto akan menjadi Papa yang baik dan hebat.”

“... Ak-Aku harap begitu.”

Ketika Luna mengatakan hal itu kepadaku, hatiku dipenuhi dengan kebahagiaan.

“Ya... aku ingin tahu apa aku bisa menjadi Mama yang baik juga?”

Luna yang sedak menepuk-nepuk meja dengan kedua tangannya, menatapku dengan pipi yang memerah.

“….. kamu sudah menjadi ibu yang baik, Luna.”

Saat aku menjawab begitu, dia menggembungkan pipinya sedikit.

“Ehh, apa itu berarti aku terlihat tua?”

“Ma-Maksudku bukan begitu...aku hanya...sangat menghormatimu.”

Dengan memilih kata dengan hati-hati, aku menyampaikan perasaan jujurku.

“Aku merasa kamu mengerti tentang mereka dan bisa merawat mereka dengan baik... Aku merasa kamu terlihat seperti 'ibu' daripada 'kakak perempuan'. Kamu sangat jebat sekali, padahal kita seumuran.”

Setelah mendengar itu, Luna berhenti menggembungkan pipinya dan tersenyum.

“Haha. Sepertinya memang begitu kalau usia kami terpaut jauh.”

Dia melihat dua bayi yang tidur nyenyak di kereta bayi dan ekspresi wajahnya menjadi lembut.

“Kamu tahu sendiri kalau aku juga punya Onee-chan. Aku dan Maria terpaut usia tujuh tahun dengan kakak perempuan kami, jadi ketika kami mulai mengerti dunia ini, dia sudah cukup dewasa dan bertanggung jawab. Dia melakukan segala pekerjaan rumah tangga dan membantu banyak hal. Aku sangat bergantung padanya.”

“Begitu ya.”

Satu-satunya orang yang belum aku temui di keluarga Luna ialah kakak perempuannya. Katanya dia tinggal bersama pacarnya di luar kota dan jarang pulang ke rumah, jadi Luna juga jarang bertemu dengannya.

“Bagiku, Onee-chan sudah seperti separuh ibuku. Menurutku, saudara kembar lebih merepotkan daripada saudara yang lahir terpisah. Onee-chan telah menutupi kekurangan ibu dan aku sangat berterima kasih padanya sampai sekarang.”

Melihat wajah Luna yang mengucapkan itu, aku bisa merasakan betapa dalam kasih sayang yang dia rasakan untuk kakak perempuannya.

“Suatu saat aku ingin memperkenalkanmu padanya, Ryuuto. Dia adalah Onee-chan yang sangat kusayangi.”

“Ya, aku juga ingin bertemu dengannya.”

“Tapi jangan jatuh cinta padanya ya! Onee-chan punya payudara lebih besar dariku lho!”

“Eh, eng-enggaklah!”

Aku merasa bingung mengapa aku diperlakukan seperti pecinta payudara. Luna hanya tertawa dan berkata, “Aku hanya bercanda, kok~!”

“Setelah Haruna dan Haruna lahir, aku sering teringat pada Onee-chan. Aku berpikir, apa kakak perempuanku juga merawat kami dengan perasaan yang sama?”

Luna melihat bayi kembar di kereta bayi dan wajahnya menjadi lembut.

“Aku ingin memberi Haruna dan Haruka cinta yang sama seperti yang pernah diberikan Onee-chan kepada kami dulu.”

Setelah berkata itu, Luna tersenyum malu-malu sambil menatap padaku.

“Walaupun ibu kami berbeda….. bagiku, mereka berdua tetaplah 'adik perempuan'-ku .”

Aku benar-benar merasa kalau Luna sudah menjadi dewasa.

Aku ingin menunjukkan padanya bagaimana Luna yang sekarang setelah dulu dia menangis melihat ayahnya yang datang bersama Misuzu-san di malam Natal ketika dia masih duduk di kelas 2 SMA.

Ayahmu memberimu keluarga baru dan kebahagiaan, jadi kamu akan baik-baik saja. Aku ingin mengatakan hal itu pada Luna di waktu itu.

“Selain itu, mereka benar-benar lucu ketika tidur seperti ini.”

Ucapnya sambil memandang bayi kembar yang sedang tertidur. Wajah samping Luna penuh dengan kasih sayang seperti gambar Bunda Maria dalam lukisan Barat dan terlihat sangat indah, hal itu membuatku merasa semakin mencintainya.

 

◇◇◇◇

 

Saat si kembar sedang tidur, Luna dan aku berbelanja dengan cepat dan tenang di mal. Kemudian, kami mulai berjalan kembali ke stasiun saat bayi kembar bangun. Mungkin karena mereka sudah tidur nyenyak dan merasa nyaman, mereka bangun dan duduk dengan patuh di kereta dorong.

“Oh, kelihatannya ada 'Pameran Stroberi'.”

Seru Luna sambil melihat poster yang dipasang di dinding lorong yang kami lewati.

“Sepertinya pameran itu diadakan di lapangan air mancur di sini. Aku jadi ingin melihatnya, karena aku suka stroberi .”

“..Mau coba lihat-lihat sekarang?”

“Enggak dulu deh, aku sudah lelah."

Luna tersenyum pahit dan menggelengkan kepalanya. Aku juga sependapat dengannya, jadi aku senang dia menolak.

“Kapan-kapan aku ingin mencoba pergi ke tempat memetik stroberi. Aku belum pernah mencobanya sebelumnya.”

“Begitu ya. Aku juga belum pernah mencobanya.”

“Yeyyy hore! Kita bisa mencoba sesuatu yang baru lagi!”

Luna tersenyum bahagia dan menantikan hari itu, meskipun dia belum merencanakannya.

“Di mana kita bisa memetik stroberi ya? Apa tempatnya jauh?”

“Ngomong-ngomong, aku melihat tanda untuk memetik stroberi di stasiun Lake Town tadi. Aku pernah melihatnya di televisi, tapi sepertinya banyak petani stroberi di daerah Koshigaya.”

“Oh, begitu ya! Mungkin itulah sebabnya mereka mengadakan Pameran Stroberi tadi.”

“Mungkin iya.”

Kami melanjutkan percakapan ringan semacam itu sambil berjalan perlahan-lahan menuju stasiun seperti pasangan suami istri yang sedang membawa bayi mereka.

Sambil mendorong kereta bayi, aku melirik Luna yang berada di sebelahku. Pada awalnya, aku bingung dengan cara mengoperasikan kereta bayi kembar dan agak lambat, tetapi setelah setengah hari, aku sudah terbiasa dengan cara mengoperasikannya dan bahkan aku bisa mendorongnya di mal tanpa masalah.

 “.. Ryuuto, ketika aku melihatmu seperti ini, kamu benar-benar terlihat sebagai Papa yang hebat.”

Luna mengatakan itu padaku dengan nada yang jahil.

“Serius? Apa aku mulai terlihat lebih keren?”

“Ya Terima kasih atas kerja kerasmu hari ini, Papa Ryuuto.”

Luna mengatakan itu dengan bercanda, tapi tiba-tiba dia menjadi serius.

“... Sungguh, terima kasih banyak, Ryuuto.”

Saat dia tersenyum dengan tulus, tiba-tiba terdengar suara dari kereta bayi.

“Ryuuto!”

Haruka-chan menoleh ke arahku dari kereta bayi dan menunjuk padaku.

“Ryuuto, Ryuuto!”

Melihat hal itu, Haruna-chan pun ikut menunjuk ke arahku.

“Ryuuto!”

“Wahh, hebat!”

Luna menyatukan kedua tangannya dan menatap  mereka karena terkejut.

“Padahal mereka berdua masih belum bisa mengucapkan nama orang dan beberapa hal lainnya dengan baik.”

“Eh, benarkah? Bukannya ini bagus?!”

Hal ini sepadan dengan setengah hari yang melelahkan.

“Ryuuto!”

“Ryuuto!”

Haruka-chan dan Haruna-chan bersaing untuk memanggilku sambil tertawa. Wajah mereka seperti malaikat dan aku merasa hatiku disembuhkan ketika melihat mereka.

Aku menyadari bahwa meskipun banyak kesulitan yang dilalui, orang bisa membesarkan anak-anak karena momen seperti ini.

“Hahaha, kalian berdua sangat dekat dengan Ryuuto ya,” kata Luna dengan senyum bahagia.

 Kami mendekati pintu masuk Lake Town dan berjalan melalui jembatan kaca yang terbuka di kedua sisinya bersama orang banyak.

Sambil melihat wajah samping Luna yang berwarna oranye karena cahaya senja, aku membayangkan keluarga yang bisa aku bangun bersama dengannya dan hatiku terasa panas seperti matahari terbenam.

 

◇◇◇◇


“Terima kasih banyak untuk hari ini.”

Di depan rumahnya, Luna mengucapkan terima kasih padaku lagi setelah sekian kalinya.

“Aku minta maaf karena harus melakukan kencan seperti ini padahal kita sudah lama tidak berkencan.”

“Tidak apa-apa. Aku juga senang bisa mengenal lebih dekat dengan Haruna-chan dan Haruka-chan.”

Suasana hati mereka yang baik masih berlangsung, dan sekarang mereka sedang memainkan kontes saling menatap sambil makan biskuit.

“Baiklah, kalau begitu, aku pulang sekarang...”

Pada saat aku melepaskan tangan dari kereta dorong untuk kembali ke stasiun…

“Ah, tunggu.”

Luna menghentikanku dan mengambil beberapa langkah untuk menutup jarak di antara kami.

Setelah melihat ke kiri dan kanan jalan dengan cepat, dia menurunkan penutup bagian atas kereta bayinya dan mendekatkan wajahnya kepadaku.

Sadar akan situasi tersebut, aku men mata sejenak dan mencium Luna.

“.......”

Ciuman itu hanya berlangsung singkat selama sekitar 0,5 detik.

“…. sampai jumpa lagi.”

Luna mengatakan itu setelah melepaskan ciumannya, dan dia sedikit mengerutkan keningnya.

Saat aku melihat wajahnya yang memerah dengan gelisah dan matanya yang berkaca-kaca, aku teringat pada musim panas tiga tahun yang lalu.

 

♣♣♣♣

 

Musim panas kelas 3 SMA adalah hari-hari yang dihabiskan untuk belajar. Ada kalanya ketika aku merasa tidak bisa fokus dan hanya menghabiskan waktu dengan tidak berguna, tapi kenyataannya aku pergi ke kursus tambahan dari pagi hingga malam, dan ketika tidak ada pelajaran, aku tinggal di ruang belajar mandiri.

Di antara hari-hari itu, ada dua hari di mana aku bisa membuat kenangan musim panas yang sebenarnya.

Luna mengambil cuti dari pekerjaan paruh waktunya dan tinggal bersama nenek buyutnya di Chiba selama sekitar dua minggu selama musim panas kelas 3 SMA. Kurose-san juga ikut bersamanya. Dan pada akhir pekan terakhir... aku mengunjungi Luna dan Kurose-san bersama anggota tim Savage lainnya pada hari festival musim panas.

“Ryuuto!”

Setelah makan siang di rumah pantai Mao-san “LUNA MARINE”, kami bertiga sedang bermalas-malasan ketika Luna, yang seharusnya pergi ke pantai bersama Yamana-san dan yang lainnya, datang menghampiriku.

“Di daerah berbatu sana ada kepiting loh. Ayo kita pergi dan melihatnya bersama-sama.”

“Ehh? Ya...”

Mengapa kepiting? Memangnya aku pernah menyebutkan kalau aku suka kepiting? Aku memang suka memakannya sih, tapi...aku berpikir dalam hati sambil bangkit dari tempat dudukku yang bergaya lesehan.

“Seriusan? Kepiting?”

Entah kenapa, Icchi tampak tertarik dan melihat ke arah Nisshi yang ada di sebelahnya.

“Ayo kita berangkat, Nisshi?”

“Enggak usah. Kamu juga berhenti.”

Kata-kata dingin itu keluar dari mulut Nisshi ketika dia menahan lengan Icchi yang hendak bangkit. Aku benar-benar minta maaf karena membuat mereka berdua menjadi tidak nyaman.

 

“.... Akhirnya kita bisa berduaan.”

Sesampainya kami tiba di area bebatuan, Luna mengatakan hal itu, matanya bersinar tenang.

Area bebatuan yang kami pijaki terletak di kedalaman air setinggi lutut. Batu-batu yang lebih tinggi dari manusia berdiri tegak di sana-sini, menciptakan bayangan dan pembatas pandangan. Bagian air yang lebih dekat dengan pantai dan rumah-rumah tepi pantai ramai dikunjungi, tetapi tidak ada orang lain di sini. Dan seperti yang diucapkan Luna, kami merasa seolah-olah hanya ada kami berdua saja di sini.

“Ryuuto, kamu akan pulang besok, ‘kan….?”

Luna berkata dengan suara sedih.

“Ya ... karena aku masih ada jadwal bimbel.”

“Sudah kuduga…”

Luna menundukkan kepalanya dan memeluk lenganku, mendekatkan tubuhnya kepadaku.

“Tu-Tunggu sebentar, Luna….”

Dalam posisi seolah-olah aku memeluknya dari belakang, aku merasa gelisah.

Penampilan Luna yang mengenakan pakaian renang yang mempesona sudah cukup merangsang secara visual, dan jika aku merasakan kehalusan kulitnya, kekuatan pinggang dan dada yang melengkung, siluet pakaian renangku pasti akan berubah.

“Cuma sebentar saja~ ….”

Luna berkata manja sambil mendorong punggungnya ke tubuhku dengan kuat.

“Eh, tunggu…”

Meskipun Luna memiliki tubuh yang ramping, pantatnya yang menggairahkan menggeliat menggoda di sekitar pinggangku. Jika aku merasakan itu melalui kain tipis pakaian renangnya, aku sudah tidak bisa menahannya.

“.. Ahh

Perubahan aliran darahku segera diperhatikan oleh Luna.

Luna lalu membalikkan tubuhnya, kali ini dia menghadapku dan menempelkan pinggulnya ke tubuhku.

“........”

Aku sudah menyerah. Aku tidak bisa melakukan apa-apa saat Luna menggoda diriku dengan tubuhnya.

“Ryuuto, apa kamu merasa ingin berbuat mesum denganku?”

“….Tentu sajalah….”

Aku berkata dengan suara rendah. Wajahku pasti terlihat memerah.

“Fufu, Ryuuto, kamu kelihatan lucu banget.”

Luna terlihat senang. Dia tersenyum bahagia sambil memeluk pinggangku dengan erat.

“Lihatlah, ada kepiting yang menonton kita, tau?”

Ketika Luna menunjukkan ke area berbatu di dekatnya, aku melihat seekor kepiting kecil dengan warna yang sama seperti batu, muncul dari celah batu.

Serangan menggoda Luna terus-menerus menempel pada tubuhku.

“….Lu-Luna….”

Aku menarik pinggangku dengan panik.

“Tunggu, kalau lebih dari ini, aku bakalan takkan sanggup lagi….”

“Eh~~~~~~”

Meskipun dia mengeluh, Luna melepaskan pelukannya dan menjauh dari pinggangku dengan ekspresi nakal.

“Mungkin aku suka membuat Ryuuto kerepotan

“... Astaga~~~~”

Aku bertanya-tanya kapan aku bisa mengalahkan Luna. Mungkin aku tidak akan pernah bisa melakukannya seumur hidup. Namun, aku menyadari bahwa itu tidak begitu buruk.

“….Nee, Ryuuto.”

Luna memanggilku dengan suara manja, dan aku menatap ke arahnya.

Luna menutup matanya dan mendongakkan kepalanya sedikit ke arahku.

“........”

Aku segera memahami maksudnya dan mencium bibirnya yang berwarna ceri yang indah sejenak.

Rasanya sungguh menyebalkan bahwa aku hanya bisa melakukan ini sekarang.

Tampaknya Luna juga merasakan hal yang sama, dan setelah kami melepaskan ciuman, dia menatapku dengan ekspresi sedih.

“... Ahh.”

Luna menghela nafas seolah-olah itu adalah suara gemetar dari dalam hatinya, dan menatap langit dengan penuh harap.

“Aku harap musim semi segera tiba ….”

Suara gumaman itu membaur ke dalam langit biru pertengahan musim panas yang menyilaukan.

 

♣♣♣♣

 

Sudah tiga tahun sejak itu terjadi, tapi aku masih membuat Luna terlihat seperti itu.

Sedikit rasa bersalah yang muncul saat memikirkan hal itu dengan cepat terhapus oleh semburan panas baik secara fisik maupun mental.

Tinggal sebentar lagi.

Dengan mengingat hal itu, langkah kakiku terasa ringan ketika menuju Stasiun A.

Ketika bulan Agustus tiba.

Perjalanan ke Okinawa yang aku rencanakan pada musim panas ini adalah hal yang paling aku nantikan saat ini.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama