Chapter 1
“Maaf,
Ryuuto!”
Pada hari Minggu pagi, aku mendengar
permintaan maaf tulus Luna melalui telepon.
Beberapa saat setelah
dimulainya semester baru, di akhir pekan menjelang Golden Week, kami memiliki rencana untuk berkencan sepanjang hari
setelah lama tidak bertemu. Karena aku khawatir aktivitas yang terlalu aktif
akan membuat Luna kelelahan, jadi kami memutuskan untuk menonton film bersama.
Karena Luna bekerja di toko
pakaian, dia memiliki jadwal kerja yang sangat padat selama Golden Week. Namun, dia berhasil
mendapatkan libur pada hari Minggu sebelum libur panjang itu dimulai.
“Aku
pernah bilang kalau Haruna dan Haruka sakit minggu lalu, ‘kan? Mereka cepat
sembuh tapi kemudian menularkan penyakit itu pada nenek, dan ayah serta
Misuzu-san juga sampai ikutan demam sejak kemarin.”
“Jadi begitu ya...”
Meski sangat disayangkan, tapi
tidak ada yang bisa dilakukan. Aku berpikir untuk bermain game multi-player di
komputer ketika...
“Jadi,
apa boleh aku membawa Haruna dan Haruka pada kencan kita hari ini?”
“....Eh?”
Aku melebarkan mataku di
kamarku ketika aku diberitahu sesuatu yang tidak pernah kubayangkan.
◇◇◇◇
Jadi begitulah, aku tiba-tiba memutuskan
untuk berkencan bersama Luna, yang membawa adik perempuan kembarnya.
“Selamat pagi, Ryuuto!”
Aku bertemu dengan Luna di
kereta dari stasiun K.
Luna berdiri di area kereta
bayi di ujung gerbong, memegang pegangan kereta bayi. Bagian lantainya diberi
tanda warna pink dengan gambar piktogram kereta bayi.
Kereta yang berangkat pada hari
Minggu pagi tidak terlalu penuh, tetapi cukup ramai dengan orang-orang yang hendak
pergi berlibur.
“Lihat, ada Ryuuto-kun!”
Luna berbicara dengan kereta
bayinya. Di dalam kereta bayi itu memiliki dua kursi sejajar untuk adik
kembarnya, dan kedua adik kembarnya sedang bersenang-senang dengan riang.
“Halo~…”
Ini bukan pertama kalinya aku
bertemu dengan mereka, karena aku sudah beberapa kali menyapa mereka saat
mengunjungi rumah Luna. Namun, karena aku tidak mempunyai anak kecil di
sekitarku, jadi aku sedikit gugup.
“A~nchacha!”
“Renren!”
Salah satu dari mereka tertawa
ketika melihat wajahku, sementara yang lain melihat kereta api di luar jendela.
Meskipun mereka berdua anak kembar, tapi sepertinya mereka tidak selalu
sinkron.
Kedua anak perempuan ini lahir
pada bulan Juni ketika aku masih mahasiswa tahun pertama, sekarang sudah
berusia satu tahun sepuluh bulan. Tampaknya mereka masih kesulitan untuk berkomunikasi
dalam bahasa.
“Benar, kamu hebat ya bisa
mengucapkan halo dengan benar, Haruna. Dan, di luar emang banyak kereta ya,
Haruka.”
Tapi Luna tampaknya bisa
memahami apa yang diucapkan oleh adik-adiknya. Bahkan aku sendiri tidak bisa
membedakan mana yang Haruna dan Haruka, jadi kemampuan Luna sudah cukup
mengagumkan.
Kedua bayi dalam kereta dorong
mengenakan pakaian dan sepatu yang serasi, tetapi masih memberikan kesan bayi.
Rambut mereka tumbuh hingga sebahu dan masih sedikit tipis, tetapi mereka
memiliki wajah yang imut dengan mata besar sehingga bisa langsung diketahui
bahwa mereka adalah anak perempuan. Jika dipaksa harus memilih siapa yang lebih
mirip, aku merasa salah satu dari mereka lebih mirip dengan Kurose-san.
“Untuk membedakan mereka
sekarang jauh lebih mudah kok! Yang memiliki goresan di bawah mata adalah Haruna.
Dia tampaknya menggaruk wajahnya sebelum memotong kukunya kemarin.”
“Jadi begitu ya...”
Saat diberitahu, aku melihat
goresan merah yang tipis di bawah mata anak yang menyapaku.
“Kalau dilihat baik-baik, wajah
mereka juga sedikit berbeda loh~. Mereka benar-benar anak kembar seperti aku
dan Maria, dan kami sangat mirip. Kami juga sakit bersama dan sembuh bersama.”
“Oh iya, ngomong-ngomong,
bagaimana keadaanmu, Luna? Apa kamu merasa baik-baik saja?”
“Iya. Aku baik-baik saja,
seperti yang kamu lihat!”
Luna dengan riang mengangguk
untuk menanggapi pertanyaanku. Lalu dia menatapku seolah-olah dia baru saja
menyadari sesuatu.
“Apa kamu berpikir kalau, ‘Orang idiot tidak bisa masuk angin'’?”
“Eh, eng-enggak sama sekali
kok!”
Karena diberitahu sesuatu yang
tidak terduga, aku jadi sedikit panik. Melihat reaksiku yang seperti itu, Luna
menggembungkan pipinya dengan cemberut.
“Enggak apa-apa kok, aku
sendiri juga menyadarinya! Ah, aku sangat khawatir untuk belajar untuk
jurusanku... Kira-kira apa aku bisa mengikutinya dengan baik enggak, ya.”
Luna memutuskan untuk
bersekolah di sekolah kejuruan untuk mewujudkan mimpinya menjadi guru TK. Dia
tidak dapat menyelesaikan prosedur tepat waktu untuk pendaftaran bulan April,
jadi dia sedang mempersiapkan diri untuk sekolah yang menawarkan pendaftaran
bulan Oktober. Sejalan dengan hal tersebut, pihak toko pakaian secara pribadi
berdiskusi dengannya untuk mencabut jabatannya sebagai asisten manajer mulai
bulan September dan mengalihkan status pekerjaannya menjadi karyawan kontrak.
Namun, Luna nampaknya khawatir
dengan perubahan lingkungannya, dimana dia harus bersekolah dan belajar sambil
bekerja.
“Jangan khawatir.... kamu sama
sekali tidak bodoh, Luna.”
Saat aku mengatakan itu,
pandangan mata Luna tampak berbinar.
“Eh, benarkah? Apa kamu beneran
berpikiran begitu?”
“Ya”
“Aku merasa sangat senang
ketika Ryuuto mengatakan itu! Karena kamu benar-benar pintar, Ryuuto.”
“Itu sama sekali tidak benar,
kok.”
Ketika Luna menanggapi dengan
tersenyum polos, aku membalasnya dengan senyum malu-malu.
“Ketika aku masuk universitas,
aku berpikir... ada begitu banyak orang yang lebih pintar dariku.”
Universitas Houou merupakan
salah satu universitas swasta dengan nilai tertinggi, oleh karena itu banyak
mahasiswa yang memilih universitas nasional seperti Universitas Tokyo sebagai
pilihan pertamanya. Ketika aku melihat betapa cerdasnya orang-orang itu, aku
menyadari kalau aku sebenarnya tidak begitu pintar.
“Selain itu, menurutku
kemampuan belajar juga dipengaruhi oleh kepribadian seseorang.”
“….Apa maksudmu?”
“Di kampus, aku punya teman
yang bernama Kujibayashi-kun.”
“Oh, aku tahu! Teman yang
sering kamu sebutkan. Cowok yang berkata 'Waku
ini...' kan?”
“Ya, benar. Ia sering
menggunakan 'Daku ini’”
Aku mengoreksi Luna, yang
menjawab dengan nada bangga sambil tertawa.
“Kujibayashi-kun memang cerdas
dan sangat rajin belajar. Jika ada sesuatu yang menarik perhatiannya, ia akan
mengingatnya dan mencari tahu hingga memahaminya. Mungkin karena ada
pengaruhnya juga dari ayahnya yang seorang profesor universitas, tapi sifatnya
memang seperti itu.”
“Eh, aku pasti tidak bisa melakukannya!
Aku akan langsung lupa dan memikirkan hal lain!”
“Aku juga begitu.”
Reaksi Luna yang begitu jujur
membuatku jadi tersenyum lebar.
“Menurutku, orang yang tahu
banyak tentang sesuatu, memiliki keunggulan dalam pengetahuan dibandingkan
dengan orang lain. Tentu saja, memiliki kemampuan daya ingat yang baik juga
sangat penting.”
“Hebat banget ya~”
Luna bergumam dengan kekaguman
yang tulus. Meski begitu, dia masih memperhatikan kedua anak kembar dengan
teliti. Dia memang pantas menjadi pengganti orang tua mereka.
“Tapi Luna juga bisa mengingat
hal-hal yang menarik minatmu, ‘kan? Seperti nama kosmetik... atau tinton? Yang
dipakai di bibirmu.”
“Oh, maksudnya tinto?”
“Ya, yang itu.”
Aku terus-menerus melupakannya
meskipun aku sudah sering mendengarnya, mungkin karena aku sama sekali tidak
tertarik pada kosmetik.
“Orang-orang seperti
Kujibayashi-kun seharusnya mengejar jalur akademis karena minat mereka tertuju
pada bidang ilmu pengetahuan, tetapi kupikir setiap orang bisa meneliti atau
mengingat hal-hal yang menarik minatnya.”
Aku sendiri bisa dengan mudah
mengingat nama-nama anak yang ikut dalam acara KEN hanya dengan melihat kostum
mereka di YOURCRAFT.
"Misalnya, Luna sekarang
tertarik pada dunia fashion dan bisa dengan mudah mengingat banyak istilah fashion
dan mencapai hasil di dunia fashion, bukan?"
“...Apa iya?”
Luna tersenyum rendah hati,
tetapi pada usia dua puluh dia sudah dipromosikan menjadi Wakil Manajer toko
dan bahkan direkomendasikan untuk menjadi Manajer toko di Fukuoka, jadi hal itu
menunjukkan seberapa bagus kemampuannya dalam bidang pekerjaannya.
“Jadi ketika Luna menemukan
mimpinya untuk menjadi pengasuh anak-anak, aku yakin kamu akan berhasil dalam
studi tersebut karena itu adalah minatmu.”
“Ryuuto...”
Luna menundukkan pandangannya
ke bayi kembar di kereta bayinya, matanya berkaca-kaca. Lalu dia mengangkat
wajahnya dan menatapku.
“....Ryuuto, kamu memang
pintar. Kamu juga punya kepribadian yang aku suka.”
Aku terkejut saat dia
memberitahuku begitu sambil tersenyum malu-malu.
“Kamu selalu berbicara dengan
jelas kepadaku sehingga aku bisa memahaminya.”
Lalu, dia tiba-tiba menatapku
dengan ekspresi seolah-olah ada sesuatu yang terlintas di benaknya.
“Kamu sepertinya cocok menjadi
guru tau”
Dan, dia melihatku dengan wajah
yang tiba-tiba terpikir.
Setelah mendengarnya, aku
teringat tentang yang dikatakan oleh Kurose-san dan Umino-sensei.
──Kalau
itu Kashima-kun, sepertinya kamu cocok menjadi guru.
──Kashima-sensei,
sepertinya kamu cocok menjadi seorang guru, ya.
“Ah... mungkin memang begitu
kali ya.”
“Eh, kamu juga merasa begitu?”
“Bukannya begitu... tapi karena
aku sering kali dikatakan begitu."
Ketika aku menjawab demikian,
ekspresi Luna tampak terkejut.
“Jadi, memang cocok jadi guru,
‘kan? Apa kamu tidak mau menjadi guru?”
“Hmm... bukan begitu sih.”
Sambil memeriksa perasaanku
sendiri, aku menjawab dengan hati-hati.
“Aku bisa berkomunikasi satu
lawan satu dengan orang-orang yang aku kenal seperti Luna... Tapi sebagai
seorang guru di sekolah, harus berhadapan dengan banyak orang seorang diri, ‘kan?
Dengan mempertimbangkan kepribadianku, aku khawatir apakah aku akan kelelahan
secara emosional.”
“Ah... karena Ryuuto memang
baik, sih. Sekarang aku ingat, di sekolah banyak guru yang terkesan acak-acakan
atau tidak serius.”
“Iya benar. Kurasa itu mungkin
karena mereka harus melakukannya agar bisa bertahan. Karena tugas yang terlalu
banyak, mereka harus mengalah dan tidak terlalu memperdulikan. Orang-orang yang
tidak sanggup melakukannya mungkin akan berhenti."
“Ah... jadi pekerjaan yang
cocok untuk Ryuuto itu apa ya? Karena kamu peduli padaku, apakah menjadi
psikiater?”
“Aku bukan dari fakultas kedokteran,
jadi itu sih mustahil...”
“Hmm, rasanya sulit ya...”
Luna melipat tangannya dan
memiringkan kepalanya.
Pada saat itu, suara
pembicaraan orang lain terdengar.
“Eh, eh, lihat tuh, bukannya si
Mamah kelihatan manis banget? Dia kelihatan gyaru banget.”
Ketika aku mendengar suara
seperti itu, aku menengok dan melihat sepasang gadis SMA yang duduk di dekat
sana sedang menatap ke arah Luna.
“Wah bener banget~. Aku jadi
ingin tahu nama Instagram-nya~!”
“Aku selalu mengagumi keluarga
semacam itu. Si Papah juga kelihatan muda dan baik hati.”
“Bener banget~. Aku juga ingin
menikah pada usia dua puluh tahun.”
“Dengan Yuu-kun?”
“Eh, enggak, enggak, itu sih
mustahil. Habisnya baru-baru ini ...”
Kemudian mereka beralih ke
topik lain, dan aku berhenti mendengarkannya.
“........”
Pipi Luna tampak merah merona
dan menggerakkan bibirnya dengan gugup. Aku berpikir bahwa percakapan kedua
gadis SMA tadi juga sampai ke telinganya.
“Entah kenapa rasanya sedikit
malu ... Ketika kita seperti ini, kita terlihat seperti pasangan suami istri.”
Dengan pipi yang memerah, Luna
berbisik dengan malu-malu.
“Be-Benar juga ya ...”
Aku menjadi gugup dan mencari
kata-kata dengan canggung.
“Karena kita membawa anak
kecil, jadi, apa kita jadi terlihat begitu?”
“Ufufu ...”
Mendengar tanggapanku yang
seperti itu, Luna tersenyum dengan wajah malu-malu.
Sejujurnya, kami bahkan belum
menjadi pasangan menikah. Aku merasa sangat malu ketika berpikir tentang itu.
Tapi begitu ya.
Aku tadi tidak terlalu
memikirkannya karena ini adalah kencan dadakan sambil membawa anak kecil. Orang
tua Luna menikah setelah mereka lulus SMA dan memiliki anak pada usia sekitar
dua puluh tahun, jadi sepertinya pasangan yang memiliki anak pada usia ini
cukup umum di masyarakat.
Apa itu berarti hari ini aku
akan terlihat sebagai “ayah dengan istri
dan putri kembarnya”?
“……”
Oke, baiklah. Hari ini aku akan
melakukan yang terbaik sebagai seorang ayah ...!
Dengan tekad seperti itu, kami
pun tiba di pusat perbelanjaan.
Kami datang ke Koshigaya atau
sering disebut Kota Danau di Prefektur Saitama. Karena aku tidak punya mobil,
jadi angkutan umum adalah satu-satunya alat transportasiku. Karena ini adalah
pusat perbelanjaan dekat stasiun dan cukup besar untuk anak-anak bermain tanpa
rasa khawatir, jadi kami memutuskan ini sebagai tempat kencan hari ini.
Ketika kami menaiki lift di
samping eskalator panjang yang membawa orang-orang menuju pintu masuk lantai
dua, kami mendapati diri kami berada di dalam sebuah pusat perbelanjaan yang
besar, dengan koridor-koridor lebar yang terbagi menjadi jalur keluar dan masuk.
Karena hari ini merupakan hari
libur, jadi tempat sebesar itu pun ramai dikunjungi keluarga dan pasangan
muda-mudi.
Pad saat aku memasuki pintu
masuk dan berjalan-jalan sebentar, aku mengamati para ayah keluarga dengan maksud
untuk meniru tindakan mereka. Lalu…
“Ananan-ah!”
Haruna-chan menunjuk ke arah
kereta dorong yang lewat dan berseru.
Ini adalah kereta anak-anak
yang sering kamu lihat di mall, dengan gambar karakter Anpanman di depannya.
Ada anak-anak lain yang mengendarai kereta dengan berbagai karakter di
dalamnya, jadi sepertinya ada tempat untuk menyewakannya di suatu tempat.
“Ya, ada Anpanman, ya.”
“Nannannan! Nannanmo!”
"Eh, Nan-chan satu kereta
dorong sama Kan-chan, jadi nggak apa-apa. ‘kan?”
Rupanya Haruna-chan ingin menaiki
kereta tadi.
“An-An-An! An-An-Aan!”
Haruna-chan akhirnya mulai
menangis dengan suara keras. Melihat adik perempuannya seperti itu, Haruka-chan
pun terlihat khawatir.
Orang-orang yang lewat
memandang Haruna-chan seolah-olah bertanya-tanya mengenai apa yang sedang
terjadi.
“Cup, cup iya deh~... jadi kamu
mau naik kereta Anpanman, ya? Maaf, Ryuuto, bisakah kamu mendorong kereta bayi
ini sementara aku mengambilnya?”
“Y-Ya, baiklah ...”
Saat aku berjalan beberapa saat
sambil mendorong kereta dorong yang dititipkan Luna kepadaku, Luna berlari ke
depan dan menghilang, dan setelah beberapa saat, dia kembali mendorong kereta
dorong tersebut. Ngomong-ngomong, Haruna-chan terus menerus menangis sepanjang
waktu.
“Li-Lihat, Onee-chan sudah
membawakan Anpanman untukmu loh.”
Karena aku tidak mempunyai ide
untuk menenangkannya, jadi aku hanya mendorong kereta bayi dan akhirnya bisa
berbicara dengan Haruna-chan yang menangis.
“An-An-An!”
Haruna-chan akhirnya berhenti
menangis.
Kemudian Haruna-chan
dipindahkan dari kereta bayi ke gerobak karakter. Aku mendorong mendorong
kereta bayi, sedangkan Luna mendorong gerobak dan masalah selesai. ......
Atau begitulah yang kupikirkan,
tapi kemudian.
“Kan-tan juga! Kan-tan juga!”
Melihat kereta adiknya yang
berjalan beriringan, kali ini giliran Haruka-chan yang mulai merengek.
“Kan-chan juga mau? Tidak
mungkin, karena tidak ada orang yang bisa mendorong keretanya.”
Makanya aku tidak ingin
meladeninya karena jadinya bakal begini….. Luna melihatku dengan senyum masam.
“Kan-tan juga! Kan-tan juga,
Doramon!”
“Kan-chan mau yang Doraemon?
Tapi itu mustahil.”
Kereta ini hanya untuk
penumpang tunggal dan jika ada dua orang yang naik kereta terpisah, tidak akan
ada yang membawa kereta bayinya.
“Kan-tan juga! Kan-tan juga!
Ueeeeeeehhhhhhh!”
Sementara itu, Haruka-chan mulai
menangis. Sama seperti Haruna-chan sebelumnya, dia menarik perhatian
orang-orang di sekitarnya.
Haruna-chan sendiri sedang
dalam suasana hati yang baik dan sedang memutar gagang gerobak Anpanman sambil
bersenandung.
“Kalau sudah begini, biar aku
saja yang mendorong kereta bayi dengan satu tangan dan mendorong kereta dengan
tangan lainnya.”
“Ehh, benarkah? Kamu yakin?!”
Tatapan Luna bersinar-sinar.
Baiklah,
akhirnya aku bisa menunjukkan kemampuanku sebagai ayah hari ini!
Atau begitulah yang kupikirkan.
“... Maaf, kurasa ini memang
mustahil...”
Aku merasa sudah kehabisan
tenaga meskipun aku baru berjalan sepuluh meter.
“Sudah kuduga. Kereta bayi ini
beratnya sampai sepuluh kilogram.”
Luna mengatakan itu sambil
tertawa getir.
“Kalau begitu, kereta bayinya
akan kutitipkan dulu di tempat penitipan barang. Aku akan membawa kereta
Doraemon terlebih dahulu, jadi bisakah kamu menunggu di sini?”
“Ba-Baiklah, aku mengerti...”
Beberapa saat kemudian, Luna
membawa kereta dorong doraemon dan mengambil Haruka-chan yang sudah berhenti
menangis dan memindahkannya ke dalam kereta itu. Luna lalu pergi sambil membawa
kereta bayi yang sudah kosong.
“……”
Aku berdiri di ujung lorong dan
memarkirkan kereta mereka secara berturut-turut sambil terus mengawasi kedua
anak kembar tersebut.
“An-an-an-an!”
“Toramon!”
Mereka berdua tampak sangat
bergembira untuk sementara waktu. Ya, untuk sementara saja…. hanya selama dua atau tiga menit.
“Boommmm! Booommm!”
Haruna-chan menatap ke arahku
dan mulai marah. Dia menunjuk ke depan dengan satu tangan.
“'Boommm'...? Apa itu berarti 'maju'...?”
Meskipun mereka berdua sudah
naik kereta, mereka merasa bosan karena berhenti.
“Lihat nih, 'boommm'~...”
Dengan suara lembut yang tidak
biasa, aku mendorong kereta Haruna-chan sedikit ke depan.
"Kyakyakya!”
Haruna-chan tertawa dengan puas.
“Ohh...!”
Untuk pertama kalinya hari ini,
akhirnya aku bisa melakukan sesuatu seperti ayah sejati.
Aku merasa sangat terharu
sehingga aku terus mendorong kereta Haruna-chan lebih jauh.
Kemudian…
“Kan-tan mo!! Booommm!
Booooommm!”
Namun, tiba-tiba Haruka-chan
yang tertinggal di belakang mulai berteriak dengan keras.
“I-Iya, iya, aku mengerti...”
Aku memarkirkan kereta
Haruna-chan dan buru-buru berlari menuju kereta dorong Haruka-chan. Namun,
sekarang giliran Haruna-chan yang mulai ribut lagi.
“Boooomm! Nan-nan? Boooommmmm!”
Jika salah satu dari mereka
dipindahkan, yang lain akan merengek dengan keras.
“Kan-tan mo!”
“Nan-nan mo!”
“Ya ya! Iya, iya, iya, yang
sabar ya!”
Aku jadi ingin mempunyai jurus
seribu bayangan!
Sambil kuat-kuat berharap dalam
hati pada keinginan yang bahkan tidak pernah kuminta saat masa-masa puncak
sindrom chuunibyou, aku dengan semangat menggerakkan kereta dorong secara bergantian.
“Ah, rupanya kalian ada di sini,
ya. Maaf sudah membuatmu menunggu!”
Akhirnya, Luna kembali.
“Luna~!”
Aku tidak sengaja mengeluarkan
suara seperti orang yang merengek. Kehadiran Luna terlihat seperti seorang dewi
lebih dari sebelumnya.
“Maaf, maaf, aku sudah
kepikiran kalau akhirnya bakalan jadi begini. Terima kasih ya.”
Luna tampak segera memahami
situasiku dalam sekejap. Sambil tersenyum kecut, dia mulai mendorong kereta
Doraemon yang sedang menunggu dan berjalan kembali.
Hal itu membuat suasana hati
Haruka-chan dan Haruna-chan menjadi lebih baik dan kami dapat melanjutkan perjalanan
dengan tenang di dalam pusat perbelanjaan.
Sambil mendorong kereta
anak-anak bersama Luna, aku merasa gugup karena kami terlihat seperti pasangan
muda yang baru saja menikah.
Jika kami menikah dan memiliki
anak, apakah kami akan berbelanja seperti ini di hari libur? Aku membayangkan
hal semacam itu dan hatiku menjadi berdebar-debar.
“...Ryuuto, sepatumu terlihat
sudah mulai usang ya?”
Pada saat itu, Luna yang sedang
melihat ke arah kakiku, berbicara demikian.
“Ah, benar juga ya. Aku sudah
berpikir untuk membeli sepatu yang baru.”
Karena aku tipe orang yang
membeli sepatu baru ketika yang lama sudah rusak, jadi sepatu sneakers yang aku
beli setengah tahun yang lalu sudah cukup lusuh.
“Kalau begitu, biarkan aku yang
memilihkan untukmu, ya~ ♡ Di
dalam toko ABC Mart ini, kita akan melihat-lihat nanti.”
“Ah, ya... terima kasih.”
“Apa kamu mau melihat-lihat
bersamaku juga? Aku ingin membeli sandal baru.”
“Ya, jika kamu tidak keberatan
denganku.”
“Horee! ... Kalau begitu, ayo
kita lakukan itu ketika anak-anak ini tertidur, oke~♡.”
Luna mengatakan itu sambil
mengedipkan matanya, hal itu membuat hatiku berdebar kencang.
Percakapan yang mirip seperti
pasangan yang sudah memiliki anak... Sambil menggigit bibir, aku memutuskan
untuk memberikan layanan keluarga sementara selama satu hari ini.
◇◇◇◇
Tempat yang kami tuju adalah
taman bermain berbayar di lantai tiga. Di sana terdapat perosotan lembut dan
kolam bola di dalamnya, dan merupakan tempat di mana anak-anak dapat bermain
sambil diawasi oleh orang tuanya.
Selama berada di taman bermain,
rasanya seperti benar-benar sedang berperang. Taman bermain pada hari libur
dipenuhi dengan anak-anak dan orang tua yang berdesakan, jika lengah sedikit
saja, anak sendiri bisa hilang seketika. Anak-anak yang sudah cukup besar untuk
bergerak bebas kebanyakan berlarian sambil melihat-lihat berbagai mainan dan
perlengkapan bermain. Sementara itu, aku dan Luna membagi tugas untuk mengejar
si kembar. Kami tidak bisa merasa tenang sejenak pun, karena waktu yang
ditentukan Luna selama 60 menit sudah berakhir.
“Rasanya capek banget...”
Setelah keluar dari taman
bermain, aku tidak sengaja mengeluarkan keluhan yang jujur.
“Benar banget ...Tapi aku
senang Ryuuto ada di sini! Jika aku sendirian, aku takkan sanggup melakukannya
tanpa adanya klon.”
Luna mengatakan hal yang sama
seperi yang aku pikirkan sambil tertawa.
“Yuk, makan siang! Kan-chan,
Nan-chan, kalian mau makan apa~?”
“Mie!”
“Miee~!”
“Baiklah, ayo kita makan udon!”
Kami yang berada di lantai tiga
membawa kereta bayi dan berjalan menuju area food court di lantai yang sama.
“Jadi mereka sudah tidak
memakan makanan bayi lagi, ya.”
“Sedikit-sedikit. Meski yang
bisa mereka makan masih sedikit sih.”
Tempat makanan yang lebih luas
daripada ruang prasmanan kecil sedang ramai dengan pelanggan pada saat makan
siang, dan terjadi persaingan sengit untuk mendapatkan meja kosong.
“Apa tempat ini kosong? Oh,
terima kasih! Tidak apa-apa! Silakan santai saja! Oh, biarkan aku
membersihkannya! Tidak, terima kasih kembali!”
Karena aku pemalu, jadi Luna
meminta keluarga yang telah selesai makan untuk menyediakan meja bagi kami.
Kami kemudian berhasil mendapatkannya.
Mungkin kami akan tetap seperti
ini bahkan setelah menikah... Aku mempunyai firasat semacam itu.
“Ryuuto, kamu boleh beli
makananmu saja dulu.”
“Kalau kamu?”
“Aku akan makan udon yang sama
dengan anak-anak ini. Kemungkinan besar mereka akan meninggalkan banyak sisa.”
Luna menjawab dengan senyum
masam sambil menempatkan kedua anak kembar itu di kursi bayi.
Makan siang yang dimulai dengan
cara itu juga cukup sulit. Karena keduanya masih belum bisa makan sendiri, jadi Luna
harus menyuapi Haruna-chan dan aku menyuapi Haruka-chan dengan udon yang telah
kami bagikan.
“Teh.”
“Mau air ya? Lihat, aku
membawanya dalam mug agar tidak tumpah. Jadi diminum ya.”
“Gak! Teh!”
“Yang ini teh punya kakak. Kamu
nanti akan menumpahkannya jika di dalam cangkir kertas, jadi bisakah kamu minum
dari cangkir, Nan-chan?”
“Teh!”
“Oops!”
“Duhhh! Mengapa Haruka yang
menumpahkannya!?
“Aku akan membawakan sesuatu
untuk membersihkannya...”
“Terima kasih, ada lap di sana,
‘kan?”
Setelah mereka berhasil
menyelesaikan makan siang, waktu tangisan yang hebat pun dimulai.
“Cokelat!”
“Kakak tidak punya cokelat.
Nan-chan, Mama bilang kamu masih tidak boleh makan cokelat, ‘kan?”
“Cokelat~!”
“Mengapa Haruka juga ikutan
segala? Bukannya kamu baru saja memakan makanan lezat, ‘kan?”
“.....Ap-Apa aku harus
membelinya untukmu?”
“Bukan itu masalahnya, mereka
hanya mengantuk dan rewel. Biasanya mereka akan tertidur setelah makan siang.”
“Ja-Jadi begitu ya...”
“Maaf, tapi bisakah kamu
menjaga mereka sebentar, Ryuuto? Aku akan mengambil kereta bayi yang kutitipkan
tadi.”
Setelah mengatakan itu, Luna
dengan cepat pergi meninggalkan meja.
Dan sepuluh menit kemudian,
Luna yang telah berhasil menghibur anak kembar yang rewel kembali kepadaku,
menempatkan mereka dengan hati-hati di kereta bayi, dan berjalan dengan lincah
ke arah lorong.
Namun, dia tidak kunjung
kembali.
“Aku pulang...”
Empat puluh menit kemudian,
Luna berjalan kembali ke area makan dengan wajah lelah seolah-olah dia
tiba-tiba bertambah lima tahun lebih tua.
Si anak kembar itu sudah tertidur
lelap dalam kereta bayi. Saat aku mengangkat sedikit penutupnya, terlihat bahwa
Haruna-chan mengulurkan tangannya seakan-akan berniat memanjat ke atas pagar dan
aku bisa melihat tanda-tanda penderitaan yang ditimbulkannya.
“Terima kasih atas kerja
kerasmu...”
Aku memberikan segelas minuman
kepada Luna.
“Wah, ini bubble tea!”
Seketika itu juga ekspresi Luna
langsung berbinar-binar. Sambil menunggu Luna, aku menemukan toko minuman
bubble tea di dalam area makan dan membeli dua gelas.
“Terima kasih! ...Wah, enak
sekali! Rasanya semua lelahku langsung hilang!”
Wajahnya tiba-tiba terlihat menjadi
lebih muda, dan senyuman Luna yang biasanya sudah kembali.
Wajahnya langsung terlihat muda, dan
senyum biasa Luna pun kembali.
“Kamu pasti sangat lelah
sekali, ya...”
“Meski begitu, hari ini bisa
dibilang semuanya berjalan dengan baik. Kadang-kadang salah satu dari mereka
tidak bisa tertidur dengan baik dan terus menangis, dan yang lainnya ikut bangun
juga. Ada banyak waktu ketika mereka berdua menangis bersama sampai kami tiba
di rumah."
“Uwaah...”
Karena aku sudah pernah
merasakan bagaimana mengasuh mereka sejak pagi, aku bisa membayangkan betapa
mengerikannya situasinya.
Walaupun masih ada beberapa
kursi kosong setelah puncak waktu makan siang berlalu, terlihat bahwa sekarang
sudah mulai ramai di dalam area makan.
Di sepanjang jendela adalah
kaca yang memungkinkan untuk melihat ke luar, dan tampaknya ada kursi teras di
luar. Sinar matahari yang masuk melalui kaca sangat terang, dan cuaca yang
tenang nan damai ini sangat cocok untuk kencan di musim semi yang indah.
Di meja empat orang dengan
kereta bayi yang diletakkan di sampingnya, aku dan Luna duduk berhadapan. Ini
adalah pertama kalinya kami bisa duduk bersama dan berbicara dengan tenang.
“Benar-benar sulit ya, memiliki
anak kembar...”
“Ya, bahkan satu anak saja
sudah sulit, apalagi dua!”
Luna menjawab dengan senyum
masam.
“Tapi aku ingin Haruka dan
Haruna tumbuh seperti anak-anak lainnya yang merasakan dunia luar. Karena
Misuzu-san belum bisa pergi ke suatu tempat menggunakan kereta api, jadi ketika
aku bisa, aku akan membawa mereka keluar sendirian seperti ini.”
“Benar-benar hebat ya…. kamu.”
Aku sungguh merasa kagum dengan
Luna yang telah menjalani kehidupan seperti itu selama hampir dua tahun. Aku
bisa memahami kenapa kami jadi sulit untuk memiliki waktu bersama.
“Ya, ketika aku sendirian, rasanya
sulit untuk selalu menjaga mereka. Terkadang anak-anak tiba-tiba berbuat
kesalahan dan aku bahkan pernah diomeli oleh orang asing. Itu bisa membuatku
merasa murung.” ujar Luna sambil mengaduk-aduk bubble tea dengan sedotan.
“Itu sih... Kita memang ingin
orang lain lebih memahami dan memaklumi tingkah laku anak-anak, karena itu
adalah hal yang wajar bagi mereka.”
“Tapi, bukannya itu kalimat
yang tidak boleh kita katakan kepada mereka?”
Luna menatap bubble tea dengan
senyum lembut di wajahnya.
“Anak-anak memang suka berisik
dan sulit untuk diam kecuali saat tidur. Aku rasa mereka bisa mengganggu di
tempat-tempat yang didominasi oleh orang dewasa yang ingin hidup tenang. Jadi,
aku bisa memahami mengapa tidak ada banyak tempat untuk anak kecil di Jepang
yang dipenuhi orang dewasa saat ini.”
Sambil masih menatap tapioca,
Luna berbicara begitu dengan senyuman lembut.
“Oleh karena itu, ketika keluar
rumah, kita harus mengajarkan mereka untuk bersikap sopan, menjaga agar tidak
tersesat, dan melindungi mereka dari orang-orang yang mencurigakan... Menurutku
para orang tua di dunia ini selalu waspada. Bahkan di dalam rumah, kita harus
selalu berhati-hati agar anak-anak tidak mengalami bahaya. Aku ingin memberikan
sedikit waktu bagi para orang tua untuk melupakan segalanya dan menikmati
ketenangan. Aku ingin mereka bisa sejenak mengembalikan kehidupan mereka
sebelum memiliki anak, di mana mereka bisa hidup sesuai dengan keinginan
mereka.”
Luna mengangkat kepalanya dan
menatapku setelah berkata begitu. Mata indahnya memancarkan tekad yang kuat.
“Aku ingin orang tua merasakan
‘Aku bisa mempercayakan segalanya pada
Luna-sensei di taman kanak-kanak’. Aku ingin menjadi guru yang bisa
memberikan rasa aman pada orang tua, sehingga mereka bisa fokus pada pekerjaan
dan tugas rumah mereka selama anak-anak berada di TK….. Aku benar-benar ingin
menjadi guru seperti itu.”
“Luna.....”
Meskipun dia mengalami masa-masa
sulit setiap hari, Luna masih memikirkan hal ini dan membuat keputusan tentang
masa depannya. Setelah berpikir demikian, mau tidak mau aku sangat menghormatinya
atas cita-citanya yang tinggi, meskipun dia adalah pacarku sendiri.
“…Jika itu kamu, kamu pasti
bisa melakukannya, Luna.”
Dengan segenap hati, aku
menatap Luna dan menjawab demikian
Luna tersenyum malu-malu dan
dengan lembut memalingkan wajahnya dariku.
“Tapi demi mewujudkan itu, aku
harus belajar banyak tentang anak-anak dan pendidikan pengasuhan anak. Aku hanya
tahu sedikit tentang Haruna dan Haruka, tapi ada banyak anak-anak di dunia ini
dengan berbagai karakteristik,” ucapnya setelah mengalihkan pandangannya
kembali kepadaku.
“Ryuuto, terima kasih banyak
untuk hari ini.”
Dia mengatakan itu sambil
tersenyum dan tersipu.
“Aku sekali merasa yakin kalau
Ryuuto akan menjadi Papa yang baik dan hebat.”
“... Ak-Aku harap begitu.”
Ketika Luna mengatakan hal itu
kepadaku, hatiku dipenuhi dengan kebahagiaan.
“Ya... aku ingin tahu apa aku
bisa menjadi Mama yang baik juga?”
Luna yang sedak menepuk-nepuk
meja dengan kedua tangannya, menatapku dengan pipi yang memerah.
“….. kamu sudah menjadi ibu
yang baik, Luna.”
Saat aku menjawab begitu, dia
menggembungkan pipinya sedikit.
“Ehh, apa itu berarti aku
terlihat tua?”
“Ma-Maksudku bukan begitu...aku
hanya...sangat menghormatimu.”
Dengan memilih kata dengan
hati-hati, aku menyampaikan perasaan jujurku.
“Aku merasa kamu mengerti
tentang mereka dan bisa merawat mereka dengan baik... Aku merasa kamu terlihat
seperti 'ibu' daripada 'kakak perempuan'. Kamu sangat jebat
sekali, padahal kita seumuran.”
Setelah mendengar itu, Luna berhenti
menggembungkan pipinya dan tersenyum.
“Haha. Sepertinya memang begitu
kalau usia kami terpaut jauh.”
Dia melihat dua bayi yang tidur
nyenyak di kereta bayi dan ekspresi wajahnya menjadi lembut.
“Kamu tahu sendiri kalau aku
juga punya Onee-chan. Aku dan Maria terpaut usia tujuh tahun dengan kakak
perempuan kami, jadi ketika kami mulai mengerti dunia ini, dia sudah cukup
dewasa dan bertanggung jawab. Dia melakukan segala pekerjaan rumah tangga dan
membantu banyak hal. Aku sangat bergantung padanya.”
“Begitu ya.”
Satu-satunya orang yang belum
aku temui di keluarga Luna ialah kakak perempuannya. Katanya dia tinggal
bersama pacarnya di luar kota dan jarang pulang ke rumah, jadi Luna juga jarang
bertemu dengannya.
“Bagiku, Onee-chan sudah
seperti separuh ibuku. Menurutku, saudara kembar lebih merepotkan daripada
saudara yang lahir terpisah. Onee-chan telah menutupi kekurangan ibu dan aku
sangat berterima kasih padanya sampai sekarang.”
Melihat wajah Luna yang
mengucapkan itu, aku bisa merasakan betapa dalam kasih sayang yang dia rasakan
untuk kakak perempuannya.
“Suatu saat aku ingin
memperkenalkanmu padanya, Ryuuto. Dia adalah Onee-chan yang sangat kusayangi.”
“Ya, aku juga ingin bertemu
dengannya.”
“Tapi jangan jatuh cinta
padanya ya! Onee-chan punya payudara lebih besar dariku lho!”
“Eh, eng-enggaklah!”
Aku merasa bingung mengapa aku
diperlakukan seperti pecinta payudara. Luna hanya tertawa dan berkata, “Aku hanya bercanda, kok~!”
“Setelah Haruna dan Haruna lahir,
aku sering teringat pada Onee-chan. Aku berpikir, apa kakak perempuanku juga merawat
kami dengan perasaan yang sama?”
Luna melihat bayi kembar di
kereta bayi dan wajahnya menjadi lembut.
“Aku ingin memberi Haruna dan
Haruka cinta yang sama seperti yang pernah diberikan Onee-chan kepada kami
dulu.”
Setelah berkata itu, Luna
tersenyum malu-malu sambil menatap padaku.
“Walaupun ibu kami berbeda…..
bagiku, mereka berdua tetaplah 'adik
perempuan'-ku .”
Aku benar-benar merasa kalau
Luna sudah menjadi dewasa.
Aku ingin menunjukkan padanya
bagaimana Luna yang sekarang setelah dulu dia menangis melihat ayahnya yang
datang bersama Misuzu-san di malam Natal ketika dia masih duduk di kelas 2 SMA.
Ayahmu memberimu keluarga baru
dan kebahagiaan, jadi kamu akan baik-baik saja. Aku ingin mengatakan hal itu
pada Luna di waktu itu.
“Selain itu, mereka benar-benar
lucu ketika tidur seperti ini.”
Ucapnya sambil memandang bayi
kembar yang sedang tertidur. Wajah samping Luna penuh dengan kasih sayang
seperti gambar Bunda Maria dalam lukisan Barat dan terlihat sangat indah, hal
itu membuatku merasa semakin mencintainya.
◇◇◇◇
Saat si kembar sedang tidur,
Luna dan aku berbelanja dengan cepat dan tenang di mal. Kemudian, kami mulai
berjalan kembali ke stasiun saat bayi kembar bangun. Mungkin karena mereka
sudah tidur nyenyak dan merasa nyaman, mereka bangun dan duduk dengan patuh di
kereta dorong.
“Oh, kelihatannya ada 'Pameran
Stroberi'.”
Seru Luna sambil melihat poster
yang dipasang di dinding lorong yang kami lewati.
“Sepertinya pameran itu
diadakan di lapangan air mancur di sini. Aku jadi ingin melihatnya, karena aku
suka stroberi ♡.”
“..Mau coba lihat-lihat
sekarang?”
“Enggak dulu deh, aku sudah
lelah."
Luna tersenyum pahit dan menggelengkan
kepalanya. Aku juga sependapat dengannya, jadi aku senang dia menolak.
“Kapan-kapan aku ingin mencoba
pergi ke tempat memetik stroberi. Aku belum pernah mencobanya sebelumnya.”
“Begitu ya. Aku juga belum
pernah mencobanya.”
“Yeyyy hore! Kita bisa mencoba
sesuatu yang baru lagi!”
Luna tersenyum bahagia dan
menantikan hari itu, meskipun dia belum merencanakannya.
“Di mana kita bisa memetik stroberi
ya? Apa tempatnya jauh?”
“Ngomong-ngomong, aku melihat
tanda untuk memetik stroberi di stasiun Lake Town tadi. Aku pernah melihatnya
di televisi, tapi sepertinya banyak petani stroberi di daerah Koshigaya.”
“Oh, begitu ya! Mungkin itulah
sebabnya mereka mengadakan Pameran Stroberi tadi.”
“Mungkin iya.”
Kami melanjutkan percakapan
ringan semacam itu sambil berjalan perlahan-lahan menuju stasiun seperti
pasangan suami istri yang sedang membawa bayi mereka.
Sambil mendorong kereta bayi,
aku melirik Luna yang berada di sebelahku. Pada awalnya, aku bingung dengan
cara mengoperasikan kereta bayi kembar dan agak lambat, tetapi setelah setengah
hari, aku sudah terbiasa dengan cara mengoperasikannya dan bahkan aku bisa
mendorongnya di mal tanpa masalah.
“.. Ryuuto, ketika aku melihatmu seperti ini,
kamu benar-benar terlihat sebagai Papa yang hebat.”
Luna mengatakan itu padaku
dengan nada yang jahil.
“Serius? Apa aku mulai terlihat
lebih keren?”
“Ya ♡ Terima kasih atas kerja
kerasmu hari ini, Papa Ryuuto.”
Luna mengatakan itu dengan
bercanda, tapi tiba-tiba dia menjadi serius.
“... Sungguh, terima kasih
banyak, Ryuuto.”
Saat dia tersenyum dengan
tulus, tiba-tiba terdengar suara dari kereta bayi.
“Ryuuto!”
Haruka-chan menoleh ke arahku
dari kereta bayi dan menunjuk padaku.
“Ryuuto, Ryuuto!”
Melihat hal itu, Haruna-chan
pun ikut menunjuk ke arahku.
“Ryuuto!”
“Wahh, hebat!”
Luna menyatukan kedua tangannya
dan menatap mereka karena terkejut.
“Padahal mereka berdua masih
belum bisa mengucapkan nama orang dan beberapa hal lainnya dengan baik.”
“Eh, benarkah? Bukannya ini
bagus?!”
Hal ini sepadan dengan setengah
hari yang melelahkan.
“Ryuuto!”
“Ryuuto!”
Haruka-chan dan Haruna-chan
bersaing untuk memanggilku sambil tertawa. Wajah mereka seperti malaikat dan
aku merasa hatiku disembuhkan ketika melihat mereka.
Aku menyadari bahwa meskipun
banyak kesulitan yang dilalui, orang bisa membesarkan anak-anak karena momen
seperti ini.
“Hahaha, kalian berdua sangat
dekat dengan Ryuuto ya,” kata Luna dengan senyum bahagia.
Kami mendekati pintu masuk Lake Town dan berjalan melalui jembatan
kaca yang terbuka di kedua sisinya bersama orang banyak.
Sambil melihat wajah samping
Luna yang berwarna oranye karena cahaya senja, aku membayangkan keluarga yang
bisa aku bangun bersama dengannya dan hatiku terasa panas seperti matahari
terbenam.
◇◇◇◇
“Terima kasih banyak untuk hari
ini.”
Di depan rumahnya, Luna
mengucapkan terima kasih padaku lagi setelah sekian kalinya.
“Aku minta maaf karena harus
melakukan kencan seperti ini padahal kita sudah lama tidak berkencan.”
“Tidak apa-apa. Aku juga senang
bisa mengenal lebih dekat dengan Haruna-chan dan Haruka-chan.”
Suasana hati mereka yang baik
masih berlangsung, dan sekarang mereka sedang memainkan kontes saling menatap
sambil makan biskuit.
“Baiklah, kalau begitu, aku
pulang sekarang...”
Pada saat aku melepaskan tangan
dari kereta dorong untuk kembali ke stasiun…
“Ah, tunggu.”
Luna menghentikanku dan
mengambil beberapa langkah untuk menutup jarak di antara kami.
Setelah melihat ke kiri dan
kanan jalan dengan cepat, dia menurunkan penutup bagian atas kereta bayinya dan
mendekatkan wajahnya kepadaku.
Sadar akan situasi tersebut,
aku men mata sejenak dan mencium Luna.
“.......”
Ciuman itu hanya berlangsung
singkat selama sekitar 0,5 detik.
“…. sampai jumpa lagi.”
Luna mengatakan itu setelah
melepaskan ciumannya, dan dia sedikit mengerutkan keningnya.
Saat aku melihat wajahnya yang
memerah dengan gelisah dan matanya yang berkaca-kaca, aku teringat pada musim
panas tiga tahun yang lalu.
♣♣♣♣
Musim panas kelas 3 SMA adalah
hari-hari yang dihabiskan untuk belajar. Ada kalanya ketika aku merasa tidak
bisa fokus dan hanya menghabiskan waktu dengan tidak berguna, tapi kenyataannya
aku pergi ke kursus tambahan dari pagi hingga malam, dan ketika tidak ada
pelajaran, aku tinggal di ruang belajar mandiri.
Di antara hari-hari itu, ada
dua hari di mana aku bisa membuat kenangan musim panas yang sebenarnya.
Luna mengambil cuti dari
pekerjaan paruh waktunya dan tinggal bersama nenek buyutnya di Chiba selama sekitar
dua minggu selama musim panas kelas 3 SMA. Kurose-san juga ikut bersamanya. Dan
pada akhir pekan terakhir... aku mengunjungi Luna dan Kurose-san bersama anggota
tim Savage lainnya pada hari festival musim panas.
“Ryuuto!”
Setelah makan siang di rumah
pantai Mao-san “LUNA MARINE”, kami
bertiga sedang bermalas-malasan ketika Luna, yang seharusnya pergi ke pantai
bersama Yamana-san dan yang lainnya, datang menghampiriku.
“Di daerah berbatu sana ada
kepiting loh. Ayo kita pergi dan melihatnya bersama-sama.”
“Ehh? Ya...”
Mengapa
kepiting? Memangnya aku pernah menyebutkan kalau aku suka kepiting? Aku memang
suka memakannya sih, tapi...aku berpikir dalam hati sambil
bangkit dari tempat dudukku yang bergaya lesehan.
“Seriusan? Kepiting?”
Entah kenapa, Icchi tampak
tertarik dan melihat ke arah Nisshi yang ada di sebelahnya.
“Ayo kita berangkat, Nisshi?”
“Enggak usah. Kamu juga
berhenti.”
Kata-kata dingin itu keluar
dari mulut Nisshi ketika dia menahan lengan Icchi yang hendak bangkit. Aku
benar-benar minta maaf karena membuat mereka berdua menjadi tidak nyaman.
“.... Akhirnya kita bisa
berduaan.”
Sesampainya kami tiba di area bebatuan,
Luna mengatakan hal itu, matanya bersinar tenang.
Area bebatuan yang kami pijaki
terletak di kedalaman air setinggi lutut. Batu-batu yang lebih tinggi dari
manusia berdiri tegak di sana-sini, menciptakan bayangan dan pembatas
pandangan. Bagian air yang lebih dekat dengan pantai dan rumah-rumah tepi
pantai ramai dikunjungi, tetapi tidak ada orang lain di sini. Dan seperti yang
diucapkan Luna, kami merasa seolah-olah hanya ada kami berdua saja di sini.
“Ryuuto, kamu akan pulang
besok, ‘kan….?”
Luna berkata dengan suara
sedih.
“Ya ... karena aku masih ada
jadwal bimbel.”
“Sudah kuduga…”
Luna menundukkan kepalanya dan
memeluk lenganku, mendekatkan tubuhnya kepadaku.
“Tu-Tunggu sebentar, Luna….”
Dalam posisi seolah-olah aku
memeluknya dari belakang, aku merasa gelisah.
Penampilan Luna yang mengenakan
pakaian renang yang mempesona sudah cukup merangsang secara visual, dan jika
aku merasakan kehalusan kulitnya, kekuatan pinggang dan dada yang melengkung,
siluet pakaian renangku pasti akan berubah.
“Cuma sebentar saja~ ….”
Luna berkata manja sambil
mendorong punggungnya ke tubuhku dengan kuat.
“Eh, tunggu…”
Meskipun Luna memiliki tubuh yang
ramping, pantatnya yang menggairahkan menggeliat menggoda di sekitar
pinggangku. Jika aku merasakan itu melalui kain tipis pakaian renangnya, aku
sudah tidak bisa menahannya.
“.. Ahh ♡”
Perubahan aliran darahku segera
diperhatikan oleh Luna.
Luna lalu membalikkan tubuhnya,
kali ini dia menghadapku dan menempelkan pinggulnya ke tubuhku.
“........”
Aku sudah menyerah. Aku tidak
bisa melakukan apa-apa saat Luna menggoda diriku dengan tubuhnya.
“Ryuuto, apa kamu merasa ingin
berbuat mesum denganku?”
“….Tentu sajalah….”
Aku berkata dengan suara
rendah. Wajahku pasti terlihat memerah.
“Fufu, Ryuuto, kamu kelihatan
lucu banget.”
Luna terlihat senang. Dia
tersenyum bahagia sambil memeluk pinggangku dengan erat.
“Lihatlah, ada kepiting yang menonton
kita, tau?”
Ketika Luna menunjukkan ke area
berbatu di dekatnya, aku melihat seekor kepiting kecil dengan warna yang sama
seperti batu, muncul dari celah batu.
Serangan menggoda Luna
terus-menerus menempel pada tubuhku.
“….Lu-Luna….”
Aku menarik pinggangku dengan
panik.
“Tunggu, kalau lebih dari ini,
aku bakalan takkan sanggup lagi….”
“Eh~~~~~~”
Meskipun dia mengeluh, Luna
melepaskan pelukannya dan menjauh dari pinggangku dengan ekspresi nakal.
“Mungkin aku suka membuat
Ryuuto kerepotan ♡”
“... Astaga~~~~”
Aku bertanya-tanya kapan aku
bisa mengalahkan Luna. Mungkin aku tidak akan pernah bisa melakukannya seumur
hidup. Namun, aku menyadari bahwa itu tidak begitu buruk.
“….Nee, Ryuuto.”
Luna memanggilku dengan suara
manja, dan aku menatap ke arahnya.
Luna menutup matanya dan
mendongakkan kepalanya sedikit ke arahku.
“........”
Aku segera memahami maksudnya
dan mencium bibirnya yang berwarna ceri yang indah sejenak.
Rasanya sungguh menyebalkan
bahwa aku hanya bisa melakukan ini sekarang.
Tampaknya Luna juga merasakan
hal yang sama, dan setelah kami melepaskan ciuman, dia menatapku dengan
ekspresi sedih.
“... Ahh.”
Luna menghela nafas seolah-olah
itu adalah suara gemetar dari dalam hatinya, dan menatap langit dengan penuh
harap.
“Aku harap musim semi segera
tiba ….”
Suara gumaman itu membaur ke
dalam langit biru pertengahan musim panas yang menyilaukan.
♣♣♣♣
Sudah tiga tahun sejak itu
terjadi, tapi aku masih membuat Luna terlihat seperti itu.
Sedikit rasa bersalah yang
muncul saat memikirkan hal itu dengan cepat terhapus oleh semburan panas baik
secara fisik maupun mental.
Tinggal
sebentar lagi.
Dengan mengingat hal itu,
langkah kakiku terasa ringan ketika menuju Stasiun A.
Ketika bulan Agustus tiba.
Perjalanan ke Okinawa yang aku
rencanakan pada musim panas ini adalah hal yang paling aku nantikan saat ini.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya