Kimizero Jilid 7 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog

 

Ketika kami kembali ke kamar hotel, Luna melepas pakaiannya di atas tempat tidur.

Dia mengangkat gaun yang memiliki pola bunga seperti resor dari bawah, lalu menyelipkannya ke atas kepalanya, dan melepaskannya dari tangannya.

“...Lu-Luna?”

“Habisnya, kalau aku memakai pakaian, kamu takkan merasa terangsang, ‘kan?”

Sambil mengatakan itu, Luna melepas gaunnya di atas tempat tidur.

Setelah melakukan tindakan yang begitu berani, dia pasti merasa malu karena hanya mengenakan celana dalamnya, jadi dia melingkarkan lengannya seolah-olah sedang memeluk dirinya sendiri dan menatapku dengan ekspresi tersipu di wajahnya.

“...Akhirnya aku bisa menunjukkannya padamu.”

Luna bergumam dengan malu-malu tapi tampak puas.

Luna mengenakan pakaian dalam berwarna biru muda. Desainnya serasi dari atas hingga bawah, dengan pola renda yang rumit dan mempesona. Meskipun area yang terbuka hampir sama dengan baju renang, tetapi mengapa terasa begitu melanggar aturan. Bentuk payudara yang menggembung dengan bulat, lekuk tubuh yang mengalir dari pinggang ke pinggul, kaki yang terhampar di atas tempat tidur sambil ditekuk, serta pandangan malu-malu, semuanya terlihat menggoda.

“...Setiap kali aku bertemu denganmu, aku selalu memakai pakaian dalam yang lucu dan manis, tau?. ... Kamu tidak mengetahuinya, ‘kan?”

“Eh? U-uhm...”

Jantungku berdebar tak terkendali, dan bahkan aku merasa terguncang hanya untuk memberikannya jawaban.

“Sejak aku mulai ingin bersamamu, setiap kali aku membeli bra dan celana dalam baru, aku selalu berpikir 'Apa Ryuuto suka yang seperti ini?' saat membelinya.”

Dengan malu-malu namun tampak senang, Luna berbicara sambil sering kali mengalihkan pandangannya.

“Pertama kali yang dibeli, yang itu sudah lusuh dan sudah lama digunakan untuk sehari-hari.”

Ucap Luna dengan senyum pahit, dan kemudian dia menatapku.

“Hal itu menunjukkan sudah berapa lama kita berpacaran…”

“…Memang……”

Sudah tiga setengah tahun sejak kami berjalan menyusuri deretan pohon sakura itu.

“...Mau coba menyentuhnya?”

“Eh?”

“Kamu boleh menyentuhnya, kok.”

Jantungku berdetak lebih cepat lagi ketika dia tersenyum ke arahku dengan tatapan menggoda.

“...Um, Luna, apa kamu sendiri baik-baik saja dengan itu?”

Meski sadar kalau rasanya sudah terlalu terlambat, tapi aku mulai merasa aku meminta sesuatu yang sangat kurang ajar.

“Padadal kamu sudah berusaha melakukan sesuatu untukku… tapi aku sendiri, umm, tidak bisa melakukan sesuatu yang bisa membuat Luna merasa nikmat…”

“Enggak apa-apa, kok.”

Luna tersenyum lembut padaku.

“Bagi para gadis, hanya dengan melihat wajah keenakan dari orang yang mereka sukai saja sudah membuat mereka merasa ikutan keenakan juga.”

Setelah mengatakan itu, dia meraih tanganku dan meletakkannya di dadanya, dan dengan lembut menutup matanya.

“...Setidaknya, itulah yang kurasakan.”

Aku bisa merasakan kehangatan dan kelembutan payudaranya yang bulat di telapak tanganku. Dan juga kehangatan tangan Luna yang melindungi tanganku.

“Aku sudah membayangkan berulang kali di dalam pikiranku. Wajah kenikmatan dari Ryuuto. Aku berlatih keras karena ingin melihatnya.”

Luna tersenyum kecil sembari diam-diam melepaskan tanganku. Aku juga melepaskan tanganku dari dada Luna.

Luna turun dari tempat tidur dan berlutut di depanku yang duduk di tempat tidur.

“Jadi...”

Luna menatapku dengan tatapan menengadah dan berbisik dengan senyum menggoda.

“Malam ini, biarkan aku membuatmu merasa puas, ya?”

“….Luna...”

Bagian tengah selangkanganku menjadi panas. Jika kekuatan mentalku sedikit lebih lemah, aku mungkin sudah mencapai klimaks hanya dengan ini.

“Ryuuto...”

Pipi Luna terlihat memerahkan karena terangsang dan dia meraih ke arah ritsleting celanaku.

... tepat pada saat itu.

 

Brr Brr Brr Brr Brr!

 

Tiba-tiba, ponsel di sebelah bantal mulai bergetar.

Terlebih lagi, dua ponsel— milikku dan Luna—bergetar secara bersamaan. Setelah kembali ke kamar, aku menghubungkan kabel pengisi daya ke masing-masing ponsel dan meletakkannya di sebelah bantal.

“Eh, apa? apa!?”

“Kelihatannya ini bukan peringatan gempa darurat...?"

Ponsel kami hanya bergetar, tidak mengeluarkan suara yang mirip seperti sirene.

“........”

Aku dan Luna saling bertukar pandang. Ponsel kami terus-menerus bergetar.

“... Untuk saat ini, mari kita periksa dulu.”

Padahal aku benar-benar dalam mode siap tempur, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan karena terganggu.

Ponselku menunjukkan panggilan masuk dari Icchi.

“... Icchi?”

Kira-kira ada apaan? Tumben-tumbennya ia meneleponku secara tiba-tiba setelah tidak saling memberi kabar dalam waktu yang lama.

“Kalau aku dari Akari.”

Luna mengambil ponselnya dan melapor kepadaku.

“... Apa yang harus kita lakukan, mau diangkat?”

Ditanya oleh Luna, aku mengangguk dengan kebingungan.

“Hmm... mendingan diangkat saja deh, ada sesuatu yang membuatku penasaran juga.”

Aku merasa tidak akan bisa berkonsentrasi jika aku terus mengabaikannya dan bermesra-mesraan dengan Luna.

“Ya, halo...”

“Kasshiiiiiiii!”

Ketika aku menekan tombol panggilan, suara Icchi langsung terdengar sebelum aku bisa menjawab.

“Lunacchiiiiiii!”

Suara Tanikita-san juga terdengar bisa terdengar dari ponsel Luna.

“Ad-Ada apa, Icchi?”

“Apa yang terjadi, Akari?”

Ketika kami bertanya dengan panik, kedua orang di telepon menjawab dengan suara serempak.

 

“Apa yang harus kulakukan, Kasshi! Pacarku hamil!”

“Apa yang harus aku lakukan, Lunacchi! Aku hamil!”

““Eh?””

Kami berdua sempat terkejut dan saling bertukar pandang.

 

““Eeeeeeehhhhhhhhhhh~~~~!?””

 

Di tengah-tengah Okinawa, kami berteriak “Eh!?” dengan begitu keras.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama