Kimizero JIlid 7 Bab 5 Bahasa Indonesia

Chapter 5

 

Kami tiba di Okinawa sebelum jam sepuluh pagi. Karena aku mendaftar paket tur yang murah, keberangkatan pesawatnya dijadwalkan akan lepas landas pukul tujuh pagi, jadi hal itu membuatku dan Luna harus bangun pagi untuk pergi ke bandara.

Setelah tidur sebentar di pesawat, kami tiba di Bandara Naha dan menyewa mobil yang sudah kami pesan sebelumnya. Aku lalu mengemudikan mobil menuju destinasi wisata yang ada di Okinawa.

 

“Wah, keren banget! Lautnya sangat indah sekali!”

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Teras Umikaji. Tempat ini adalah sebuah resort mall yang terletak di sebuah pulau kecil bernama Senagajima, dekat dengan Bandara Naha.

Ketika kami sedang menaiki tangga menuju mall, Luna melihat ke arah laut dan berseru kegirangan.

“Menakjubkan, rasanya seperti berada di luar negeri!”

Teras Umikaji adalah sebuah mall terbuka yang terletak di sepanjang jalan yang melengkung ke arah laut, dengan deretan toko berwarna putih yang mengikuti kemiringan jalan. Di buku panduan tertulis “Amalfi Jepang”, dan bangunan-bangunan putih yang berjejer di depan laut biru benar-benar terasa seperti resor Mediterania.

“Aku sangat menantikan tempat ini! Tempanya ternyata lebih bagus dari yang kuduga!”

Luna terlihat semakin bersemangat sampai-sampai tidak bisa berhenti mengambil foto selfie.

“Wah, ini tanpa editan! Keren banget!”

Karena cuaca cerah di akhir Agustus, laut Okinawa benar-benar berwarna biru kobalt seperti yang terlihat di foto buku panduan.

Meskipun terik mataharinya cukup panas, angin laut yang terus berhembus membuat keringat di kulit kami cepat kering dan rasanya cukup menyegarkan.

“Ayo kita foto bareng, Ryuuto

Luna memberi isyarat kepadaku, dan kami berdua berfoto selfie dengan latar belakang laut.

Laut dangkal berangsur-angsur menciptakan gradasi pasir putih, dan warna nila pekat menyatu dengan biru muda langit.

Bersamaan dengan semilir angin laut, aroma Luna menggelitik hidung hidungku. Aroma rambutnya dan parfumnya.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku merasa bersemangat seperti saat aku masih SMA.

Karena malam ini, aku yakin kami akan.....

“Ah, ada kucing!”

Seseorang dari para wisatawan yang berada di dekat kami berteriak, dan kami melihat ke arah suara tersebut.

Seekor kucing belang berbaring di teras depan toko.

Teras Umikaji memiliki toko-toko yang dibangun di lereng seperti ladang, sehingga terkena sinar matahari. Berjemur di bawah sinar matahari pagi yang menyegarkan di daerah tropis, kucing belang itu meregangkan tubuhnya dengan senang hati dan menutup matanya.

“Wah, lucunya!”

Luna yang suka kucing berjalan mendekat dan membungkuk di sebelah kucing itu.

Sepertinya kucing itu sudah terbiasa dengan manusia, si kucing membuka satu mata dan melihat Luna sebelum menutup matanya lagi dengan jengkel.

“Kucing yang baik ~”

Luna mengelus punggungnya sepanjang bulu kucing itu. Tangan putihnya bergerak dengan lembut mengelus tubuh makhluk kecil itu.

Ketika melihat itu, aku merasa sedikit... terangsang.

Aku juga ingin dibelai seperti itu ... Aku penasaran apa dia akan membelaiku dengan seperti itu juga….

“Nee~, nee~, Ryuuto, ayo coba mengelusnya juga! Dia kucing yang sangat jinak sekali!”

Aku sedikit kaget ketika Luna memanggilku.

“Eh!?”

Kemudian, dengan suara keras yang tiba-tiba, kucing belang itu terbangun dengan kaget.

“Aaah~...”

Melihat kucing belang itu berlari menjauh dari teras, Luna mengeluarkan suara kecewa.

“Dia sudah pergi...”

“Eh!?”

Dia sudah crot!? Tidak, mana mungkin di tempat seperti ini... Aku menyadari bahwa otakku terlalu dipenuhi oleh pemikiran cabul dan erotis. (TN: Luna bilang ‘行っちゃった/Ichatta’  yang artinya sudah pergi, tapi Ryuuto menganggap kalau perkataan Luna mirip kayak cewek yang habis klimaks setelah berhubungan s*ks)

Sungguh memalukan sekali.

Memangnya aku ini bocah SMP...?

“...Ryuuto?”

Saat aku menoleh, Luna yang berdiri menatap wajahku dengan ekspresi keheranan di wajahnya.

“Uwaaaaa!”

Aku terkejut dengan kedekatan yang tak terduga.

“Ada apa?”

“Bu-Bukan apa-apa, kok!”

Aku menjawab dengan gugup seraya mencoba berjalan seolah-olah tidak ada yang terjadi.

“Aku lapar, nih! Ayo kita makan sesuatu!”

“Benar! Wah, enaknya kita makan apa ya!”

Seketika itu juga mata Luna tampak berbinar-binar dan dia berjalan lebih dulu dariku.

Dengan latar belakang jalan putih, tanaman tropis, dan langit biru yang terlihat jelas, aku melihat kaki mulus Luna yang terbentang dari celana pendek denimnya, dan aku dengan lembut meletakkan tanganku di atas dadaku yang berdebar kencang.

Tenanglah, tenanglah.......

 

Aku dan Luna berkeliling toko-toko di Teras Umikaji dan mencicipi makanan dari berbagai tempat.

“Wah, kejunya terlalu cepat meleleh~!”

“Tentu saja, karena itu 'Noberu Cheesu Sataandagi' yang terkenal.”

“Terlalu meleleh~! Ambil gambarnya, cepat!”

 

 “Dan ini, jus stroberi!Kelihatannya sangat enak sekali!”

“Kita tidak punya pilihan lain selain meminumnya.”

“Bener banget Aku akan memilih yang disajikan dengan es krim!"

 

“Es krim ini sangat lezat! Bagaimana dengan es krim ubi ungu dan susunya?”

“Ya, rasanya lumayan enak, kok.”

“Dan es krim mangga susuku juga enak Apa kamu ingin mencobanya?”

“Mangga susu Luna…..”

“Ah, kamu tadi sedang memikirkan sesuatu yang mesum, ya?”

“Eng-Enggak, aku tidak memikirkannya, kok!”

“Hehe, benarkah?”

Meskipun pikiran mesum dalam kepalaku terungkap sedikit oleh Luna.

Sambil menikmati angin laut, laut biru, dan pusat perbelanjaan resor, kami kembali ke mobil.

 

Selanjutnya kami menuju Jalan Internasional.

Ini adalah tempat wisata yang harus dikunjungi ketika berada di Okinawa.

“Wah, ada banyak sekali orang di sini!”

“Yah, karena sedang liburan musim panas, sih.”

“Lalu, apa yang akan kita lakukan di sini?"

"Eh? Makan-makan dan melihat oleh-oleh...?”

“Tapi perutku sudah kenyang~.”

“Kita juga baru saja sampai di sini, jadi tidak perlu membeli oleh-oleh dulu...”

Meski rasanya tetap menyenangkan untuk berjalan-jalan di jalan besar yang dikelilingi oleh pohon palem dan toko-toko yang berdiri berdampingan, karena suasananya terlalu ramai dan tidak menemukan tujuan yang jelas, kami berjalan-jalan tanpa arah dan kembali ke tempat parkir.

 

Tempat selanjutnya yang kami kunjungi adalah Mihama Town Resort American Village. Karena kami menginap di hotel di bagian tengah pulau utama, kami singgah di tempat wisata ini saat kami menuju ke utara dari bandara yang terletak di bagian selatan. Meskipun ada sedikit kemacetan dari Jalan Internasional, perjalanan yang dibutuhkan hanya memakan waktu kurang dari satu jam.

Mihama Town Resort American Village merupakan area perbelanjaan yang didesain menyerupai kota pesisir barat Amerika. Tempat ini terletak di daerah Chatan-cho, di sisi barat laut pulau Okinawa yang menghadap ke laut. Ketika kami tiba sekitar pukul 16.00, matahari terbenam terlihat melayang di atas laut.

“Wah, indah sekali!”

Sambil berjalan di jalan sepanjang pantai yang dipenuhi pohon kelapa, Luna berseru sambil melihat sekelilingnya.

Laut dengan matahari terbenam di balik awan yang naik dari garis horizon memiliki warna air yang lebih cerah daripada yang kami lihat di Teras Umikaji. Bersamaan dengan awan yang memantulkan cahaya matahari dan berwarna merah muda, suasana warna pastel terlihat fantastis.

Jika kami melihat ke arah kota, bangunan bergaya Amerika dengan warna-warni cerah seperti merah, kuning, dan hijau muncul di antara pohon kelapa.

Sambil berjalan-jalan dalam pemandangan eksotis tersebut, kami berdua bergandengan tangan dan setelah beberapa saat, kami masuk ke sebuah toko yang mirip dengan kafe makanan laut di tepi laut.

Setelah mengantri beberapa saat, kami duduk di meja teras dengan dek kayu yang menghadap ke laut.

“Wah, pemandangannya kece banget

Luna yang melihat laut setelah duduk di meja, menggabungkan kedua tangannya dan berseru dengan suara kekaguman. Matahari semakin lama semakin terbenam dan laut yang dekat dengan garis horizon bersinar terang seperti sisik ikan yang berkilauan ketika disinari oleh terbenamnya matahari.

Saat duduk di atas dek kayu putih dan di antara meja plastik putih, saya merasa seperti sedang berada di rumah pantai [LUNA MARINE] milik Mao-san. Karena Mao-san sering bepergian ke luar negeri, mungkin dirinya memperoleh ide dari tempat seperti ini dan memesan interior yang sama.

“Kalau bisa minum koktail di tempat seperti ini pasti rasanya sangat menyenangkan ya~”

“Kamu boleh meminumnya, kok.”

Saat aku mengatakan hal itu pada Luna, yang bergumam sambil melihat-lihat daftar menu, dia mendongak ke arahku dan berkata “Oh, iya”.

“Begitu ya, Ryuuto tidak bisa minum alkohol, ya. Kalau gitu aku memilih minuman non-alkohol saja, deh.”

“Aku beneran enggak apa-apa kok. Kamu boleh memesan minuman alcohol.”

“Benarkah? Kalau gitu aku memilih koktail yang lucu ini saja deh~”

Kemudian kami menikmati koktail dan teh buah-buahan sambil bersulang. Kedua minuman kami disajikan dalam botol minuman kaca, dan di atas minuman Luna, terdapat krim yang ditumpuk tinggi dengan topping stroberi dan blueberry.

“Ihh, lucunya~!”

Luna yang terlalu gembira sibuk memotret minumannya. Dia mengambil foto dari minumannya dengan latar belakang laut atau dengan wajahnya sendiri.

“Wahhh!”

Luna tiba-tiba berseru sambil mengoperasikan ponselnya.

“Aku terlalu sering memperbarui Instagramku hari ini, jadi Nikoru mengeluh! Dia bilang 'Aku ingin pergi ke Okinawa juga!’”

"....Kenapa tidak pergi saja dengan Nisshi?”

“Hahaha, ya benar juga.”

Luna tertawa tanpa kekhawatiran ketika mendengar kata-kataku.

"Mungkin sulit bagi Nikoru untuk mengambil cuti? Berbeda denganku, dia masih pada tahun pertamanya.”

Luna memutuskan untuk mengambil jatah cuti tahunannya pada saat ini karena kontrak kerjanya akan berubah pada bulan September. Sebenarnya dia bisa saja mengambil cuti lebih banyak, tetapi dia memutuskan untuk berhenti setelah tiga malam empat hari karena merasa tidak enakan dengan jadwal orang lain yang menjadi lebih sibuk.

“Jika seorang manikuris baru bergabung mulai musim gugur, dia mungkin bisa mendapatkan liburan panjang.”

“Benar juga...”

Karena reaksi Luna tampak biasa-biasa saja, aku jadi ingin menyelidikinya sedikit.

“... Katanya hubungan Yamana-san dan Nisshi lancar-lancar saja?”

“Ehh? Ya. Kelihatannya begitu?”

Luna terlihat sedikit kaget.

“Aku belum pernah mendengar kekhawatiran apa pun dari Nikoru. Tampaknya mereka tetap rukun, bukan?”

“Be-Begitu ya ... memang, itu benar.”

Sepertinya hanya Nisshi saja yang merasa tidak puas dengan hubungan mereka saat ini.

Kemudian kami menyantap makan malam di bawah matahari terbenam sambil bercakap-cakap santai. Kami hanya makan makanan yang ringan dan jalan-jalan sepanjang hari, jadi ini adalah makanan pertama yang terasa seperti makanan.

Kami memesan salad yang diminta Luna dan steak sirloin Amerika.

Ketika kami selesai makan, matahari musim panas akhirnya terbenam.

"Wah, indahnya ...”

Bola panas membara yang berwarna merah menyala seperti kembang api perlahan-lahan terkikis oleh cakrawala yang kusam ...... dan akhirnya menghilang.

Langit yang telah menyerap radiasi merah kekuningan tiba-tiba kehilangan warnanya saat itu juga.

“... Mataharinya sudah tenggelam.”

Luna menatapku dan tersenyum sedikit kesepian.

“Pada bagian akhir, itu terlihat indah, ya.”

“Ya...aku senang bisa melihatnya bersamamu, Ryuuto.”

Luna mengucapkan kata-kata itu sambil menghela napas lega.

Tiba-tiba, aku teringat tentang perjalanan wisata sekolah kami ketika kami masih duduk di bangku kelas 2 SMA.

─── Tidak peduli kita menjadi orang dewasa seperti apa ... Sama seperti ini...Kuharap kita bisa selalu bersama ketika kita melihat sesuatu yang indah.

Hatiku terasa hangat ketika mengetahui kalau Luna masih memiliki perasaan yang sama seperti dulu.

“Aku ingin selalu bersamamu ...”

Luna berbisik dengan penuh perasaan. Dia menatap laut saat matahari terbenam, dan matanya yang besar menyipit.

“Saat membayangkan apa suatu hari nanti aku akan melihat matahari terbenam ini sendirian ... Itu membuatku hampir menangis.”

Matanya bergetar seperti permukaan air saat dia mengatakan itu.

“Aku tidak ingin kehilangan Ryuuto ... selamanya ...”

Aku teringat perkataan Luna saat kami sedang memetik stroberi.

───Kalau Ryuuto meninggal lebih dulu, aku akan kesepian seumur hidupku.

───Ayo kita hidup bersama sampai usia seratus tahun?

───Dan kemudian, kita akan bersama di kehidupan berikutnya.

“Luna…...”

Luna kemudian menoleh ke arahku dan tersenyum seolah berusaha menutupi perasaannya.

“Haha, maaf. Aku mengatakan hal-hal yang berat lagi, iya ‘kan ...?”

Dia dengan lembut membuka bibirnya dan menunjukkan senyuman cerah.

“Tapi, kita berhasil melakukannya lagi. Pengalaman pertama kita ... Pertama kali ke Okinawa bersama.”

“Ya ...”

“Aku belum pernah pergi berlibur sampai menginap dengan pacarku sebelumnya. ... Oh, jika menghitung Enoshima, mungkin ini yang kedua kalinya?”

“Yah, yang itu sih karena keadaan cuaca”

Luna masih memikirkan “pengalaman pertama kali” bersamaku.

Itu pasti karena ...

── Aku menyerahkan segalanya pada orang yang masih belum aku kenal sepenuhnya, hanya karena aku percaya pada perasaan 'cinta'-ku... Aku menyesalinya. Bahkan sampai sekarang. Mungkin selamanya.

──Penyesalan ini mungkin tidak akan pernah hilang... selamanya.

Ini karena Luna memiliki perasaan yang sama seperti yang dia katakan pada Kurose-san tempo hari.

Aku senang Luna merasa peduli padaku.

Tapi……....

Aku mulai merasa ingin membebaskan Luna dari perasaan itu.

“...Tidak apa-apa meskipun ini bukan pertama kalinya bagimu.”

Ketika mendengar kata-kataku, Luna menatapku dengan wajah terkejut.

“Bagiku, bisa datang ke tempat ini bersamamu... dan bisa bersama seperti ini... Aku merasa sangat bahagia.”

Warna laut menjadi semakin pekat seiring berjalannya waktu. Jejak biru kobalt di pagi hari sudah tidak ada lagi.

Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tidak berubah selamanya.

Meskipun aku mungkin menjadi pria pertama bagi Luna, sepuluh atau dua puluh tahun dari sekarang, aku pasti tidak akan merasa senang tentang hal itu lagi.

“Aku ingin kamu tidak perlu menghkawatirkan apapun lagi. Entah itu tentang masa lalu maupun masa depan yang terlalu jauh...”

Aku tahu kalau Luna sedang memandangiku, tapi aku berkata sambil terus melihat piring steak yang hanya tersisa beberapa kentang goreng,

“Hari ini... bahkan jika aku mati di sini hari ini... Aku merasa sangat bahagia karena bisa bersama denganmu, Luna.”

Meski jika aku mati sekarang, rasanya aku akan menjadi “yokai perjaka” yang mengembara di laut Okinawa dengan penyesalan tidak bisa mengalami pengalaman pertama.

Memikirkan hal itu membuatku tertawa kecil, dan aku menatap Luna sambil tersenyum kecil.

Luna juga menatapku dengan wajah yang hampir menangis.

Ini adalah kebetulan apa ya?

──Shirakawa-san, setelah lulus, apa yang akan kamu lakukan?

──Hmm... aku sekarang sedang dalam keadaan hampa. Tujuan masa SMA-ku sudah tercapai.

──Tujuan seperti apa?

──Jatuh cinta dengan seseorang yang menurutku bisa bersama dengannya selamanya.

Empat tahun lalu, di pantai yang sama saat matahari terbenam, aku berbicara dengan Luna tentang masa depan.

Aku tidak menyangka kalau aku akan mengatakan hal seperti ini di restoran dengan suasana yang mirip dengan LUNA MARINE saat itu.

“Mulai sekarang... mari kita hargai 'sekarang' dimana kita bisa bersama.”

Mencintai seseorang itu rumit.

Ketika aku merasa bahwa hanya ada dia di dunia ini, dan kedua hati kami saling terhubung... itu adalah hal yang luar biasa.

Karena keberadaannya sangatlah berharga.

Apa yang akan terjadi jika dia pergi? Jika tiba-tiba meninggalkan dunia ini... Kali ini, kekhawatiran semacam itu muncul di pikiranku.

Mungkin tidak ada akhir bagi kekhawatiran selama kita hidup.

Namun, rasanya sangat disayangkan jika membiarkan kecemasan seperti itu menghancurkan kita dan menumpulkan kecemerlangan hidup kita saat ini.

“Ryuuto...”

Luna tersenyum lembut, berusaha agar matanya yang sudah berlinang air mata tidak tumpah.

“Benar juga.”

Dengan suara yang penuh keceriaan, dia berkata.

“Karena aku adalah mobil sport, iya ‘kan?”

Hanya kami berdua yang bisa memahami arti kata-kata tersebut.

──Hiduplah di saat ini. Aku hidup demi kehidupan. Seperti yang selalu aku lakukan selama ini.

Suara Luna ketika dia berusia 17 tahun bergema di benakku.

“Ya, kamu benar.”

Karena waktu yang telah kami habiskan bersama, kami berdua bisa mengerti satu sama lain.

 

Semua yang telah kami lakukan sejauh ini ada di dalam diri kami sekarang.

Dan menghargai kami berdua saat ini juga berarti menghargai kami berdua di masa depan.

 

Jadi, walaupun kami tidak bisa hidup sampai usia 100 tahun.

Bahkan jika tidak ada kehidupan setelah kematian.

Pasti, akan tiba saatnya kami akan berpisah.

 

Kebahagiaan abadi pasti ada di dalam diri kami “saat ini”.

 

◇◇◇◇

 

Setelah selesai makan, kami meninggalkan American Village yang mulai gelap gulita dan diterangi cahaya neon.

“…gawat, aku mulai ngantuk...”

Setelah mengatur hotel tujuan di GPS dan mulai mengemudi, Luna yang duduk di kursi penumpang mengeluh setelah kurang dari lima menit.

“Aku juga...”

Sepertinya kami akan sampai di hotel dalam waktu 30 menit jika tidak macet. Namun, saat aku mencengkeram roda kemudi dan mulai pasrah pada getaran kendaraan hibrida yang berjalan mulus, aku berpikir “Ini gawat”.

“…Rasanya sedikit bahaya. Jika Luna tertidur, aku mungkin akan ikut tertidur juga...”

“Ehh, jangan serius ngomong begitu dong!”

Ketika aku membuat pernyataan yang mengganggu, ekspresi Luna langsung berubah.

“Apa yang kamu katakan tadi akan menjadi pertanda buruk! 'Aku akan mati di sini hari ini. yang itu ‘kan!”

“Aku juga tidak ingin memicu pertanda seperti itu!”

“Tunggu sebentar ya, Ryuuto, aku akan mencoba untuk bangun ...”

“Lah kamu malah beneran tidur!”

“Wah! Aku tidak diizinkan melakukannya!”

Luna bisa berbicara dengan baik, tapi matanya hampir tidak terbuka sama sekali.

Kupikir aku bisa ketiduran kapan saja jika aku menutup mata, tetapi kami berdua justru menjadi sangat bersemangat melebihi batas kantuk.

“Hmmm, rasanya ngantuk banget! Habisnya, aku bangun jam tiga pagi tadi!”

“Aku juga sama ... Karena akhir-akhir ini aku selalu tidur sekitar jam dua dini hari, jadi aku tidak bisa tidur dengan nyenyak.”

“Sudah berapa lama kita bangun? Bukannya itu gila banget~?”

“Padahal kita sudah tidur sebentar di pesawat ...”

“Apa yang harus kita lakukan? Apa enaknya kita harus tidur sebentar di parkiran minimarket dulu?”

“Hmm, itu juga bisa menjadi pilihan sih...”

Jika kami dapat bangun dalam tiga puluh menit, itu akan baik-baik saja, tapi dengan keadaan yang penuh kelelahan ini, aku merasa kami akan tertidur lebih lama. Aku juga memiliki keinginan untuk tinggal di hotel bersama Luna, jadi aku memegang kemudi dengan erat dan mencoba untuk tetap terjaga.

“Kita sudah melewatkan waktu check-in, jadi mari kita teruskan saja, Luna.”

“Ehh~ tapi aku ngantuk banget, loh~ aku seharusnya jangan minum koktail tadi~”

“Untuk saat ini, ayo pergi membeli minuman energi atau kopi di minimarket ...”

“Dan juga permen karet ~!”

 

Dengan keadaan begitu, meskipun kami tidak dapat menghindari mengantuk saat mengemudi, kami akhirnya tiba di hotel yang kami pesan.

“Kita sudah sampai ...”

Karena terlalu mengantuk, aku hampir tidak memperhatikan sebagian besar penjelasan staf hotel saat melakukan check-in di hotel.

Ketika kami membuka pintu kamar kami, kami langsung melemparkan barang-barang kami dan terjatuh ke tempat tidur yang disusun berdampingan.

 

Dan kemudian, kami akhirnya tertidur sampai pagi hari.

 

◇◇◇◇

 

“Ryuuto!”

Saat aku merasakan sentuhan di pipiku dengan tangan yang basah, aku membuka mataku.

Warna kulit payudara Luna yang indah terlihat jelas di depan mataku, dan aku langsung terjaga.

“Uwaa!?”

Aku berada di kamar yang terang dengan sinar matahari pagi yang memenuhi ruangan. Aku berbaring di salah satu tempat tidur twin yang tersusun rapat.

Luna berada di depanku sedang mengenakan pakaian renangnya. Dia membungkus handuk di pinggangnya, mungkin karena dia basah setelah berenang.

“Kupikir ada putri duyung ...”

“Ehh, apaan itu maksudnya? Apa kamu sedang memujiku?”

Luna tersenyum malu-malu dan melepas handuknya. Kuku jarinya yang menempel di pipinya memiliki pola tanaman tropis yang sama seperti celana renangnya. Sepertinya itu adalah karya Yamana-san.

“Cuacanya cerah dan kolam renangnya terasa sangat nyaman!”

Setelah mengatakan itu, Luna meninggalkan ruangan melalui jendela. Ada halaman di luar kamar, dan sepertinya bisa langsung menuju kolam renang. Kamar tamu terletak di bangunan dua lantai yang mengelilingi kolam renang, yang merupakan struktur unik dari hotel kecil ini.

“Ayo, Ryuuto, cepatlah datang ke sini!”

Luna melambaikan tangannya padaku dengan kolam renang biru kobalt di belakangnya. Daun tanaman subtropis yang ditanam di sekitar kolam renang bergerak mengikuti gerakan tangannya.

“Tu-Tunggu sebentar ...”

Aku baru bangun tidur dan kemarin aku tidak mandi, jadi aku panik karena aku belum menyiapkan apa-apa.

“........”

Mungkin karena obrolan kami semalam, aku merasa sedikit khawatir dan bermimpi buruk. Aku bermimpi Luna pergi meninggalkanku ...

Tapi pada kenyataannya, dia tersenyum padaku seperti ini.

Baik Luna di masa lalu maupun di masa depan,  semuanya ada di dalam dirinya sat ini.

Dan.

 

“Sial ...”

 

Malam ini, aku pasti akan bersatu dengannya.

 

◇◇◇◇

 

Setelah bermain di kolam renang selama sekitar satu jam sejak pukul enam pagi, kami makan sarapan prasmanan di restoran hotel dan kemudian bersiap-siap sebelum meninggalkan hotel.

Hari ini, kami berencana untuk pergi ke akuarium Churaumi yang berjarak sekitar satu jam perjalanan dari hotel.

Jalanan di pusat pulau ini berbeda dengan bagian barat daya, aliran lalu lintasnya lancar, jadi perjalanan pagi sangat menyenangkan... namun...

Ketika kami hampir sampai di akuarium, tiba-tiba jumlah mobil meningkat dan kemacetan terjadi.

“Benar-benar kemacetan 'Churaumi'...”

Karena Akuarium ini buka mulai pukul setengah 9, jadi mungkin saat ini merupakan puncak kunjungan.

“Apa kita datang terlambat... Walaupun aku sudah bangun sejak pukul lima, tapi sepertinya aku lengah.”

Luna mengambil segelas kopi latte yang dia letakkan di penyangga minuman dengan wajah kesal.

Di tengah suasana yang agak tegang seperti itu...

“...Kemarin...”

Luna membuka mulutnya dengan sedikit canggung.

“Ryuuto... Apa kamu juga langsung tertidur?”

“Eh? Ya...”

Aku benar-benar tidak ingat setelah aku jatuh ke tempat tidur. Mungkin karena kelelahan setelah kurang tidur dan melakukan perjalanan dengan pesawat serta mengendari mobil, tapi ketika aku memikirkan malam di Enoshima dimana aku tidak bisa tidur sama sekali, aku merasa seperti menjadi lebih tua.

“Be-Begitu ya... Kalau begitu, syukurlah... ? Tapi...”

Pipi Luna terlihat sedikit memerah ketika menjawab begitu.

“Malam ini, ayo kita kembali ke hotel lebih awal, ya…..?”

Luna berkata demikian dengan tatapan mata yang memohon.

“....!”

Karena mobil tidak bergerak sama sekali, jadi aku menoleh ke arah Luna dan membiarkan pandanganku gelisah berkelana dalam kegelisahan batin.

“Y-Ya...”

Suara aneh keluar dari mulutku yang kering.

“Y-Ya, benar juga...”

Aku berusaha untuk tetap terlihat tenang agar tidak terlihat terlalu terburu-buru, tapi hatiku masih terus berdebar kencang.

Berada sedekat ini dengannya di dalam mobil yang tertutup AC, aku merasa kegelisahanku akan langsung terasa, jadi aku merasa sedikit panik.

“...Ah ada pergerakan.”

Mobil di depan tiba-tiba maju dengan cepat, dan aku segera melepaskan pedal rem dengan tergesa-gesa.

Lalu, aku diam-diam melirik ke arah kursi penumpang.

“.........”

Wajah Luna yang tampak dari samping, pipinya terlihat sedikit merah merona, entah apa yang dipikirkannya.

 

Akuarium Churaumi adalah akuarium yang terletak di dataran tinggi dengan pemandangan laut. Strukturnya dirancang sedemikian rupa sehingga jika kamu masuk melalui pintu masuk di lantai tiga dan turun sambil melihat berbagai akuarium, pemandangan laut akan terbentang di depan mata ketika keluar dari lantai dasar

Ketika berjalan sesuai rute setelah masuk, pada awalnya kami melihat deretan akuarium dengan ikan tropis dan terumbu karang yang khas Okinawa.

Di antara itu, terdapat akuarium bulat rendah yang dikelilingi oleh anak-anak kecil.

“Ah, ada belut Cina!”

Luna mendekat dengan mata berbinar-binar seperti anak kecil dan mengamati akuarium dari belakang anak-anak.

“Jarang sekali ada akuarium yang hanya berisi belut Cina.”

“Uwahh~~imutnya~”

Belut di dalamnya memiliki garis-garis oranye dan putih, memberikan gambaran yang disebut ‘belut cina’, sementara yang lainnya memiliki tubuh berwarna keputihan dengan bintik-bintik hitam.

Perilaku masing-masing belut cina memang berbeda-beda, ada yang merentangkan tubuhnya lurus dan bergoyang-goyang perlahan, ada yang dengan cepat menggerakkan kepala untuk waspada terhadap sekitarnya, dan ada yang masuk dan keluar dari pasir putih, perilaku mereka sangat menarik untuk dilihat. Tidak heran anak-anak pun menyukainya.

“Wah~...”

Ketika Luna sedang memandangi belut cina dengan tatapan menyipit, dia berkata dengan suara lembut.

“Mereka yang keluar dan masuk... kelihatannya begitu nyaman.”

“Eh...?”

Aku merasa ada yang aneh dengan komentarnya, jadi tanpa sengaja aku berseru kaget.

“Ah...!”

Wajah Luna langsung memerah saat dia menyadari sesuatu.

“Bu-Bukan begitu! Maksudku... mereka terlihat bebas di dalam laut dan terlihat santai...”

“I-Iya, aku mengerti kok...”

Ada banyak anak-anak di sekitar kita, jadi aku tidak ingin terlalu mempermasalahkannya. Tapi, sebenarnya aku ingin mengomentarinya... tapi itu juga akan menjadi lelucon yang jorok. Tidak, aku harus mengendalikan pikiran kotor ini.

“Duhh, dasar Ryuuto bodoh!”

“Tidak, itu sih kamu sendiri yang mengatakannya ...”

“Habisnya, memang itu yang kupikirkan...!”

Wajah Luna menjadi merah padam saat dia meraih tanganku dan mulai berjalan.

Tangannya terasa hangat.

Sehari sebelum perjalanan ini, aku pergi ke toko Yamana-san lagi untuk merawat kuku. Persiapannya sudah sempurna.

Meskipun isi kepalaku sudah penuh dengan pemikiran malam ini, tapi aku berpura-pura tidak sadar dan melanjutkan perjalanan bersama Luna.

Kemudian kami sampai di area hiu. Di dekat akuarium, terdapat panel yang menjelaskan tentang perkembangbiakan hiu melalui rahim buatan, serta jendela yang memperlihatkan bayi-bayi tersebut sedang dibesarkan.

Ketika kami sedang membaca penjelasan, tiba-tiba ada bocah SD yang berdiri di sebelah kami. Bocah laki-laki itu berhenti dan menatap panel tentang rahim buatan.

“Hey, Papa! Apa itu 'komiya'?”

“......!”

Aku dan Luna hanya bisa saling berpandangan dengan terkejut.

“Eh? Ehm, jadi begini..."”

Ayahnya yang mendekati dari belakang, dengan wajah tenang, membaca tulisan di panel dan mulai menjelaskan pada anaknya.

“Itu dibacanya 'shikyuu'. Maksudnya itu adalah ruangan di dalam rahim ibu tempat bayi dibesarkan. Jadi rahim buatan diciptakan dengan meniru reproduksi manusia.”

“Ooh, begitu ya.”

Bocah laki-laki itu menjawab dengan tidak tertarik, lalu berlari ke akuarium lain sambil berkata, “Ah, ada ikan!”

“.......”

“.......”

Hanya tersisa aku dan Luna saja yang berdiri di depan panel dengan canggung.

 

Di akuarium, semuanya berjalan dengan keadaan seperti itu.

Setelah kami selesai melihat-lihat di dalam, kami mengunjungi paviliun penyu di luar.

“Ah, lihat deh. Kepala penyu itu sangat panjang. Ternyata kepalanya bisa tumbuh begitu panjang.”

“Eh!?”

Luna bereaksi terlalu berlebihan terhadap kata-kataku.

“Ke-Kepala penyu... bisa... tumbuh….panjang!?”

“Bukan itu maksudku! Bukan dalam artian yang aneh!”

Aku terpaksa membela diri dengan panik.

 

Begitu pula ketika kami melihat-lihat pojok oleh-oleh.

“Oh, imutnya! Ini paus, ya?”

Luna mengambil boneka mamalia biru dan menunjukkannya padaku.

“Bukannya itu hiu paus? Jika itu paus, pasti ada lubang semburannya.”

Kemudian, muka Luna menjadi merah padam.

“Lubang... semburan...!?”

“Bukan itu maksudku!”

Mau dilihat bagaimanapun juga, bukannya itu salah Luna!

Hari ini, kami seperti sepasang anak SMP. Tapi entahlah, anak SMP sekarang sepertinya lebih dewasa, jadi mungkin lebih mirip seperti anak SD?

 

◇◇◇◇

 

Dan begitulah, setelah selesai mengunjungi akuarium dan makan siang ringan di restoran, kami berdua akhirnya kembali ke mobil.

Waktu menunjukkan sekitar pukul dua siang.

“Kita akan pergi ke Pulau Kouri... ‘kan?”

“Yeah...”

Kami berencana untuk pergi ke Pulau Kouri yang berjarak sekitar empat puluh menit dengan berkendara dari akuarium. Untuk mencapai Pulau Kouri, kami harus melewati jembatan Kouri yang memiliki panjang sekitar dua kilometer. Jembatan ini dikenal sebagai “Jalan Pemandangan Indah” karena membentang di atas lautan, dan tempat itu juga menjadi sorotan dalam buku panduan wisata.

“Oh, sepertinya sudah waktunya.”

Keadaan jalanan terlihat cukup lengang, dan seperti yang diprediksi oleh navigasi mobil, Jembatan Kouri terlihat di depan.

“Cantiknya.”

Sensasi menyegarkan saat melaju sambil memandangi laut di kedua sisi mengingatkanku pada Aqua Line yang pernah aku lewati saat jalan-jalan bersama Nisshi, tetapi warna laut biru kobalt ini memang khas laut Okinawa.

“Menakjubkan sekali!”

Namun, meski dia mengatakan itu, ekspresi wajah Luna saat dia melihat keluar jendela mobil terasa seakan-akan kalau pikirannya tidak ada di sini.

Perjalanan di Jalan Pemandangan Indah berakhir dalam beberapa menit, dan kami memasuki Pulau Kouri.

“...Jadi bagaimana, Luna?”

“Eh?”

“Mau keluar dari mobil dulu?”

Pulau Kouri sepertinya memiliki kafe yang sepertinya disukai Luna, dan juga ada pantai dengan batu berbentuk hati yang disebut sebagai “Tempat Suci Pasangan”.

“Hmm...”

Setelah berpikir beberapa saat, Luna hanya menggelengkan kepalanya.

“Tidak usah deh.”

“Be-Begitu ya..."

Aku terus menggenggam kemudi yang terasa licin karena keringat tanganku.

“Kalau begitu, ayo kita jalan-jalan dulu sebentar... lalu pulang ke hotel?”

Pipi Luna sedikit memerah ketika menanggapi pertanyaanku.

“Ya...”

Dia menganggukkan kepalanya dengan lembut.

 

◇◇◇◇

 

Akhirnya saat yang dinanti-nantikan tiba juga.

Meskipun kami makan malam lebih awal di hotel, tapi aku hanya bisa menghabiskan makanan setengah dari porsi biasa. Mungkin sebagian karena waktunya masih dekat dengan waktu makan siang, atau mungkin karena terlalu gugup dan bersemangat, jadi aku bahkan tidak ingat rasa makanan atau apa yang kami bicarakan.

Setelah kembali ke kamar, kami menonton televisi selama sekitar tiga puluh menit. Namun, gambar yang muncul hanya mengalir melalui retinaku tanpa benar-benar masuk ke dalam pikiranku.

“...mungkin sudah waktunya untuk mandi?”

Ketika Luna bertanya, jantungku langsung berdetak kencang seketika.

“Be-Benar juga. Apa kamu mau mandi duluan?”

“Y-Ya. Baiklah...”

Luna mengangguk dengan canggung dan pergi ke kamar mandi.

Tiga puluh menit yang tak menentu.

Waktu masih pukul tujuh malam dan suasana di luar masih cukup terang.

“Terima kasih sudah menunggu...”

Aku pun mandi menggantikan Luna yang keluar dari kamar mandi dengan ragu-ragu.

 

Dan, akhirnya.

 

Ketika aku keluar dari kamar mandi, tirai kamar yang sebelumnya terbuka sekarang tertutup rapat. Televisi juga sudah dimatikan.

Luna sedang duduk di atas tempat tidur, memainkan rambut lurusnya sambil melihat ponselnya.

“...Ah, Ryuuto, selamat datang kembali...”

Luna menatapku dan segera memalingkan pandangannya. Mungkin dia merasa malu karena tidak memakai riasan wajah, tapi sepertinya ada alasan lain yang lebih besar.

“Ya...”

Aku tidak tahu harus berkata apa. Rasanya suasana sekarang tidak tepat untuk melakukan obrolan biasa.

Kami mengenakan piyama hotel yang tersedia di kamar. Piyama itu seperti gaun panjang dengan kerah berbentuk polo yang bisa digunakan oleh pria atau wanita.

Aku duduk di samping Luna. Di antara kami, ada jarak yang halus sekitar satu orang.

Kamar hotel ini tidak terlalu besar atau terlalu kecil, ada tempat tidur, meja kecil, dan dua kursi. Furnitur dengan dominasi warna cokelat ditempatkan, menciptakan suasana resor dengan sentuhan gaya Asia Tenggara yang sama dengan keseluruhan hotel.

Karena saking sunyinya, aku hanya bisa mendengar samar-samar suara kipas angin yang menyala di langit-langit.

“.........”

Aku bingung. Apa yang harus kukatakan?

Aku tidak tahu bagaimana memulainya….

Pada saat aku dengan hati-hati melirik ke arah Luna untuk melihat bagaimana keadaannya…..

“....Hiks...hiks...”

Aku menyadari bahwa Luna sedang menangis sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

“Eh...?”

Suara terkejut keluar dari mulutku.

“Tidak... jangan salah paham dulu, maaf...”

Luna menatapku dan menyeka air matanya seperti mencoba memberikan penjelasan.

“...Tapi, aku sedikit takut...”

“Eh?”

Takut akan apa? Tentang hubungan s*ksual?

Tapi ini seharusnya bukan pertama kalinya bagi Luna... Saat aku sedang kebingungan, Luna angkat bicara lagi.

“...Aku benar-benar tidak ingin kehilanganmu, Ryuuto.”

Luna bergumam pelan dengan wajah yang penuh kesedihan.

“Aku baru pertama kali berpacaran dengan pria sepertimu... Selama empat tahun terakhir, aku sangat mencintaimu, Ryuuto...”

Saat dia berbicara, air mata mulai mengalir dari sudut matanya, dan aku buru-buru mengambil selembar tisu dari meja dan memberikannya padanya.

“Terima kasih... Aku merasa Ryuuto mencintaiku lebih dari apapun, tapi…. jika itu hanya karena kita belum melakukan hubungan seksual, aku tidak tahu harus bagaimana...”

“Ehh, sesuatu seperti itu…..”

“Yeah.”

Luna mengangguk saat aku mencoba untuk menyela, dan dia melanjutkan.

“Mana mungkin begitu, Ryuuto bukanlah orang seperti itu... meskipun aku memahaminya di dalam pikiranku, tapi...”

“Luna...”

Mungkin perasaannya berasal dari kenangan hubungan masa lalunya.

“Perasaan semacam itu selalu bersemayam di dalam hatiku... Setelah ujian Ryuuto selesai, kita tidak bisa mengatakan 'Ayo kita berhubungan s*ks' dengan perasaan entang meskipun kita sibuk masing-masing...”

“Luna...”

Jadi dia selalu memiliki perasaan seperti itu.

Aku merasakan bagaimana perasaan yang rumit dari hari-hari yang sulit di perguruan tinggi terkubur.

“Tapi... Kali ini aku berhasil membuat keputusan yang tepat.”

Luna tiba-tiba melepaskan tisu dari wajahnya dan melihatku. Matanya sudah tidak basah lagi. Sebaliknya, ada cahaya tekad di dalamnya.

“Aku akan menjadi satu dengan Ryuuto. Aku percaya bahwa Lute bukanlah orang yang akan menjadi dingin setelah berhubungan s*ks.”

Sebelum Luna selesai berbicara, aku mengangguk dalam-dalam.

“Ya…. Baik sudah melakukan atau tidak, aku tetap menyukaimu, Luna.”

“Ya...”

Ketika aku melihat wajah Luna yang tersenyum, tiba-tiba aku teringat pemandangan yang pernah terlihat di dalam kenanganku.

Aku pernah melihat ekspresi Luna yang begini baru-baru ini.

Itu adalah... Ya, kalau tidak salah ketika kami berusaha membujuk Kurose-san.

──Menurutku “Mempercayai seseorang” itu berarti... Mempersiapkan diri untuk “bisa dikhianati oleh orang ini”.

──Aku... Jika itu Ryuuto, aku pikir aku bisa menerimanya bahkan jika dia mengkhianatiku. Jika Ryuuto mengkhianatiku, itu akan menjadi hal yang tak terhindarkan.

“........”

Rupanya, tekad seperti itu yang dia maksud. Luna yang memutuskan untuk menjadi satu denganku di Okinawa, mungkin secara diam-diam telah berjuang dengan kegelisahan sendirian... dan mungkin dia telah menemukan kesimpulan seperti itu.

Saat aku berpikir demikian, Luna tiba-tiba tersenyum kepadaku.

“Oleh karena itu... malam ini, tolong jagalah aku dengan baik, ya?”

Itu adalah senyuman Luna yang aku sukai, yang seolah-olah melindungi diriku dengan lembut.

“Luna...”

Perasaan penuh kasih sayang menyelimuti seluruh tubuhku, dan aku memeluk Luna dengan lembut.

Pertama kali aku memeluk Luna ialah saat kami menginap di penginapan Enoshima.

Kehangatan dan kegembiraan yang menjalari tubuhku saat itu masih ada di dalam diriku hingga sekarang.

Namun, sudah empat tahun berlalu sejak saat itu.

Saat melakukan ini, aku  merasa ada perasaan lain yang menghampiri dadaku.

Itu karena Luna selalu menerimaku apa pun yang terjadi, kapan pun, dan bagaimana pun.

Karena dia telah menunjukkan berbagai wajah padaku.

Cara dia mencintai keluarga baru yang dia miliki. Cara dia maju dengan teguh menuju impian yang akhirnya ditemukan. Wajah polosnya dan wajah sedihnya. Dia telah mengungkapkan semua perasaannya kepada diriku.

Aku juga mempercayai Luna.

Aku menghormatinya dengan sepenuh hati.

Baik Luna di masa lalu maupun Luna di masa depan, keduanya sama-sama berharga bagiku.

Waktu yang kami habiskan bersama, maupun waktu yang tidak kami habiskan bersama.

Waktu yang panjang di masa depan yang mungkin kami habiskan bersama, atau mungkin waktu yang membuatnya merasa sendirian...

Di setiap saat, hatiku akan selalu bersama Luna.

Aku sudah tahu kata-kata yang pantas untuk perasaan ini sejak lama.

Aku merasa sudah waktunya untuk mengungkapkan kalimat itu yang selama ini aku simpan hangat di dalam hatiku tanpa pernah mengatakannya dengan keras.

“Luna.”

Aku memanggil namanya sebentar dan mendorong tubuh Luna hingga terjatuh.

 

“……Aku mencintaimu.

 

Aku merasa sedikit canggung, tapi aku terus menatap mata Luna dan memberitahunya.

“Ryuuto...”

Mata Luna yang penuh cinta terbuka lebar, dan air mata berkilauan mulai mengalir.

“Aku juga…...”

Luna merangkul leherku dengan kedua tangannya, menarik kepalaku mendekat.

“Aku mencintaimu, Ryuuto...”

Kata-kata yang dibisikan di telingaku membuat otakku terasa mati rasa.

“Terima kasih. Sekarang aku... tidak merasa khawatir lagi.”

Setelah sedikit menjauh dan saling berpandangan, Luna sedikit menyipitkan matanya dan tersenyum bahagia.

“Luna...”

Tubuh dan hatiku tiba-tiba menjadi hangat.

Pada saat itulah aku memutuskan untuk melakukan apa yang naluriku suruh dan hendak menciumnya.

“.........”

Aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan Luna, jadi aku menghentikan gerakanku.

Luna memasang ekspresi aneh di wajahnya. Jika aku harus membandingkannya, itu seperti ekspresi ketika ada sesuatu yang tersangkut di gigi.

“Hmm?”

Luna kemudian mengerutkan kening.

“Ada apa?”

Ketika aku bertanya,  Luna tiba-tiba menatapku.

“… Maaf, boleh aku pergi ke toilet sebentar?"

“Eh? Ya...”

Sekarang? Aku bingung, tapi berpikir…. ya sudahlah... itu hanya proses fisiologis... sambil gelisah di atas tempat tidur, aku terus menunggu Luna.

Luna masuk ke kamar mandi sejenak, kemudian keluar lagi, mengambil sesuatu dari tasnya yang diletakkan di sudut ruangan, dan masuk kembali.

“....?”

Dan beberapa menit kemudian menunggu.

Luna keluar dari kamar mandi dengan wajah sedih.

“... Bocor.”

“Eh?”

“Aku sedang menstruasi...”

Setelah mendengarnya, aku kehilangan kata-kata sejenak.

“…Eh!?”

Tidak mungkin! Dari semua waktu yang ada, mengapa harus sekarang!?

“It-Itu… Apa maksudnya...?”

“Hmm?”

“Ke-Ketika sedang menstruasi... apa itu berarti kita tidak bisa berhubungan badan...?”

Karena aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang tubuh perempuan, aku tanpa sadar bertanya hal seperti itu.

“Hmm...”

Luna menunjukkan raut wajah yang bermasalah.

“Menurutku sih tidak juga... tapi mungkin akan menjadi kotor, dan perutku juga sakit, secara emosional... aku mungkin tidak menyukainya...”

Padahal ini merupakan kesempatan pertama bagiku untuk melakukannya dengan Ryuuto dan akan menjadi kenangan seumur hidup….dia mengeluh dengan pelan.

“Be-Begitu...”

Aku butuh waktu yang cukup lama untuk menjawab seperti itu.

Aku merasakan sesuatu yang lebih dari kecewa.

Seluruh tubuhku terasa sangat lemah sehingga aku merasa seperti akan melebur ke tempat tidur seperti siput yang ditaburi garam.

Melihat keadaanku yang seperti itu, Luna terburu-buru membuka mulutnya dengan panik.

“Su-Sudah kuduga, apa kamu mau tetap melakukannya?”

“Eh?”

“Jika kita terus seperti ini, kita akan menjadi pasangan aneh... meskipun kita sudah berpacaran selama empat tahun... oh, tapi mungkin pengalaman pertama yang berakhir dengan darah juga di luar batas normal... dan mungkin juga membuat staf di hotel khawatir...”

Luna memegangi kepalanya seolah-olah berjuang dengan penderitaan. Lalu tiba-tiba dia menyatukan kedua tangannya di atas lututnya dan menunduk dengan sedih.

“….Aku tidak bisa mengatakan ini kepada siapa pun selain Nikoru tentang Ryuuto... Aku merasa seperti tidak ada yang akan memahaminya...”

“.........”

Mungkin itu ada benarnya. Aku bahkan tidak bisa mengatakannya pada Icchi maupun Nisshi.

──Kalian berdua sangat istimewa. Dalam banyak artian.

Dan bahkan Sekiya-san sampai mengatakan itu.

“Jika Luna baik-baik saja dengan itu, maka kita bisa melakukannya hari ini ...”

Karena bagiku, aku selalu siap kapan saja. ... Tapi….

“Jika Luna merasa sedikit pun tidak nyaman, kita bisa melakukannya nanti di lain kesempatan...”

“Benarkah? Apa Ryuuto baik-baik saja dengan itu?”

Aku mengangguk meskipun bingung ketika melihat wajah Luna yang terlihat cemas.

“Ya ... Memang benar kalau hubungan kita sedikit menyimpang dari 'normal' yang diucapkan oleh orang lain di masyarakat, di mana sepasang kekasih harus melakukan itu atau melakukan ini.”

Fakta bahwa kami tidak berhubungan s*ks selama perjalanan ke Okinawa mungkin membuat kami semakin menjadi pasangan yang aneh.

“Tapi aku ... aku hanya ingin menemukan satu-satunya 'cinta sejati' kita dalam dunia kita sendiri, yang hanya dimiliki oleh Luna dan aku sendiri ...”

“Ryuuto ...”

“... Aku pernah mendengarnya dari Kujibayashi-kun.”

Kalau dipikir-pikir, kuara aku belum memberi tahu Luna tentang hal ini.

“Kata 'Tsuki' dan 'Ryu' dalam nama kita memiliki arti 'sesuatu yang samar' masing-masing. Jadi, itulah sebabnya kanji yang menggabungkan kedua kata tersebut diucapkan 'oboro'.”

“Eh...Apa iya?”

Luna membuka matanya dengan penuh antusiasme dan mengambil ponselnya yang terhubung ke pengisi daya di tempat tidur.

“Oh, benar! Kanjinya muncul ketika aku mencarinya dengan 'oboro'! Luar biasa!"

Dia kemudian menatapku setelah melihat ponselnya.

“... Tapi sepertinya itu bukan makna yang bagus, ya? Bukannya nama kita berdua sama-sama terdengar samar dan kabur?”

“Aku juga berpikir begitu.”

Aku tertawa kecil karena reaksi Luna sama sepertiku.

“Kujibayashi-kun yang memberitahuku bahwa kita mungkin sedang saling mencari 'sesuatu yang samar', sama seperti namanya.”

“Maksudnya 'Sesuatu yang samar'?”

Luna memiringkan kepalanya dengan keheranan. Itu adalah reaksi yang sudah diharapkan.

“Kujibayashi-kun bilang 'Kurasa itulah yang disebut cinta di dunia ini'.”

“Cinta...”

Luna bergumam dengan linglung. Kemudian, air mata kembali menggenang di matanya.

“Begitu ya...”

Air mata mengalir dari kelopak mata bawahnya.

Luna memelukku dengan senyum seraya dipenuhi air mata di wajahnya.

“Ya, benar juga. Hubungan seperti ini tidak lain adalah cinta.”

Aku merasakan kehangatan Luna di dadaku.

Bersama dengan perasaan nafsu, dia membuatku merasakan perasaan paling lembut di dunia.

“Rupanya, tanpa disadari kita sudah menjadi 'saling mencintai' satu sama lain...!”

 

Aku teringat hari dimana aku menyatakan perasaanku pada Luna.

── Jadi, jika aku ingin berhubungan s*ks dengan Ryuuto... saat itu, aku hanya perlu mengatakannya pada Ryuuto, kan?

── Mungkin pada saat itu, hubungan kita sudah berubah dari “cinta yang dangkal” menjadi “cinta yang sejati”.

 

Empat tahun telah berlalu sejak hari itu.

Di tempat yang jauh dari Tokyo, di Okinawa.

Kami telah menemukan apa yang kami cari sebelumnya... sesuatu yang tidak berbentuk dan samar-samar... tetapi hangat dan lembut.

Tanpa disadari, kami menyadari bahwa kami sudah benar-benar mendapatkannya.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, kami mengganti pakaian kami dan pergi ke bar hotel bersama-sama.

Ketika duduk di meja teras yang diterangi lampu oranye, sambil menikmati minuman koktail berwarna cerah, kami merasakan angin malam yang hangat dengan aroma pepohonan, membuat kami merasa seolah-olah berada di resor di Asia Tenggara yang sebenarnya. Karena kebanyakan tamu hotel adalah keluarga, jadi tidak ada tamu lain di meja teras.

“...Kurasa seharusnya aku pergi ke rumah sakit dan mendapatkan pil.”

 Luna menghela nafas dan bahunya terkulai lesu.

“Aku sendiri juga bingung. Siklus menstruasiku tidak stabil. Kadang datang dalam 25 hari, kadang lebih dari 30 hari, jadi rasanya sulit untuk diprediksi.”

“He-Hee…pasti rasanya sulit ya...” ucapku terdengar terbata-bata.

“Baru-baru ini sering terlambat, jadi aku pikir perjalanan kali ini akan baik-baik saja... tapi mengapa kali ini datang dalam 25 hari?"”

Tanpa tahu harus berkomentar apa, aku hanya bisa mendengarkan dengan diam. Koktail awamori yang sedang aku minum memiliki kandungan alkohol yang kuat sehingga membuat kepalaku sedikit pusing.

“Ketika aku masih di SMA, ada satu kali kami pergi ke kolam renang bersama lima sahabatku. Jadwal kami tidak cocok sama sekali dan itu sangat merepotkan. Memang wajar jika ada yang bertepatan dengan periode menstruasi seseorang, tapi ketika itu terjadi pada hari kedua atau seterusnya, semangat kita pasti menurun, iya ‘kan?”

Meski dia meminta persetujuan, aku hanya menanggapinya dengan tersenyum getir dan mengalihkan pandanganku.

“Menjadi seorang perempuan itu memang sulit. Karena secara kebetulan lahir sebagai perempuan, jadi semua orang terlihat seperti menerimanya begitu saja.”

Dari segi fenomena fisiologis, ada banyak hal sulit juga yang bisa dialami pria. Walaupun jenis kesulitannya berbeda, tapi kupikir rasanya tidak benar untuk menyela perkataannya sekarang, jadi aku hanya mendengarkan dengan diam.

“Tapi...”

Saat dia terus melanjutkan seperti itu, Luna tersenyum dan menundukkan kepalanya. Layaknya wanita hamil, dia dengan lembut membelai perutnya sendiri.

“Karena ini adalah tempat di mana aku bisa memupuk kehidupan berharga yang kelak akan aku miliki bersama orang yang kucintai... Jika aku memikirkannya sebagai sesuatu yang diperlukan untuk itu, aku berpikir bahwa aku harus menjaga tubuhku dan menghadapi kesulitan yang mungkin terjadi.”

“Luna...”

“Karena aku dan Ryuuto saling mencintai ... Karena Ryuuto dengan serius memikirkan masa depan kita bersama, jadi sekarang aku pun bisa memikirkan hal yang sama."

Luna menatapku dan tersenyum. Matanya berkilau seperti pemandangan malam.

Dari lantai dua hotel yang terletak di atas bukit ini, kami bisa melihat cahaya kota yang indah. Jika pemandangan malam Shinjuku memancarkan keindahan seperti lampu gantung, maka pemandangan malam di sini memberikan perasaan kelembutan seperti cahaya bintang di langit malam.

“Baik hati maupun tubuhku adalah milikku sendiri, jadi aku bisa menolak hal-hal yang tidak ingin aku lakukan ... Aku tidak begitu memahaminya sebelum aku berpacaran denganmu, Ryuuto ...”

Luna menatap pemandangan malam dan wajahnya menjadi muram, sedikit kerutan muncul di antara alisnya.

“Atau sebenarnya, memangnya tidak ada kesadaran tentang hak perempuan…atau mungkin keinginan? dalam melakukan hal begituan.”

Dengan mengangguk kecil seolah-olah dia telah meyakinkan dirinya sendiri, Luna dengan malu-malu tersenyum kepadaku.

“Terima kasih, Ryuuto. Karena sudah mengajariku cara menjaga diriku sendiri.”

Luna tersenyum dengan bahagia dari lubuk hatinya.

“Sejak aku mulai berpacaran denganmu, aku merasa lebih menyukai diriku sendiri daripada sebelumnya."

Luna meletakkan tangannya di dadanya sambil tersenyum.

“Saat ini, Aku merasa betapa menakjubkannya diriku karena bisa dicintai oleh orang yang begitu indah seperti ini, aku benar-benar merasakannya sekarang.”

“...Jadi begitu ya.”

Hanya dengan mendengar itu saja sudah membuatku merasa cukup.

“....Kalau begitu, ayo kembali ke kamar dan tidur sekarang.”

Waktu terus berlalu dan tanpa disadari sekarang sudah pukul 9 malam. Aku merasa masih terlalu cepat untuk tidur, tapi aku berpikir untuk bangun pagi besok dan menikmati jalan-jalan di Okinawa, atau setidaknya aku mencoba mengubah pikiranku menjadi positif.

“...Tidak. Kita memang akan kembali ke kamar, tapi aku belum mau tidur.”

Setelah mendengar itu, aku melihat ke arah Luna. Bibir Luna melengkung dengan cemberut.

“Kalau begitu sih, nantinya akan sama seperti waktu di Enoshima lagi.”

“Eh?”

“Nee, Ryuuto.”

Luna menempatkan tangannya di atas tanganku yang berada di atas meja, dan dia berbisik dengan suara pelan.

“Aku juga sudah tumbuh berkembang, tau?”

“Eh...?”

Aku menyadari bahwa kata-kata itu adalah parodi dari ucapanku saat di restoran malam dengan pemandangan indah.

Ketika aku masih dalam keadaan bingung, Luna menundukkan kepalanya dan menatap minuman koktailnya yang berwarna biru.

“...Aku belum pernah mengatakannya pada Ryuuto, tapi aku... sudah berlatih selama ini.”

“Eh, apa... yang kamu latih?”

“Dengan botol Oronamin C...”

“...?”

Aku masih belum memahami apa yang dia maksud. Kalau dipikir-pikir, aku teringat kalau Luna dulu mengumpulkan botol-botol kosong Oronamin C.

“Pada awalnya, gigiku sering mengenainya dan mengeluarkan bunyi benturan, tapi sekarang aku sudah sepenuhnya menguasai tekniknya karena sering melakukannya setiap malam.”

Sambil mengatakan itu, Luna tersenyum dengan sedikit kepercayaan diri yang tampaknya agak memikat.

“Aku merasa sedikit percaya diri sekarang.”

“...........”

Kemudian, ketika aku benar-benar memahami apa yang dia bicarakan dan merasakan kalau seluruh tubuhku menjadi panas, dia membuka mulutnya dengan cara yang menggoda dan mengundang.

“Dengan ini, aku bisa memuaskanmu, Ryuuto.”

Dari bibir yang ditunjuknya, ujung lidah merahnya yang basah terlihat berkilauan.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama