[LN] Reset Seishun Jilid 1 Bab 15 Bahasa Indonesia

Chapter 15 — Serius Bertujuan Untuk Menjadi Normal

 

Aku pernah mendapat teman di kelas sekolah SD. Ia adalah seekor makhluk yang disebut anjing. Ketikaakua membelai kepala anjing itu, ia mengibas-ngibaskan ekornya dengan gembira. Kami berlari dan bermain bersama. Kami pun sampai makan bersama.

Orang-orang dewasa memandang kami dengan gembira.

Untuk pertama kalinya aku merasa kalau aku punya teman. Tapi kemudian, anjing itu mendadak menghilang, meninggalkanku sendiri. Aku mencarinya ke seluruh penjuru sekolah. Aku tidak bisa menemukannya di mana pun. Hatiku merasa sakit. Kupikir kita bisa bersama selamanya... aku tak bisa menahan kesedihanku...

 

--——Lalu, aku mereset kembali emosiku.

 

◇◇◇◇

 

Rasanya sungguh aneh sekali. Aku berangkat ke sekolah di pagi hari. Hanazono dan Tanaka berada di kedua sisiku. Akhir-akhir ini kami bertiga sering berangkat dan pulang sekolah bersama. Sungguh situasi yang meriah dan menyenangkan untuk pergi ke sekolah.

“Sampai jumpa lagi, Hanazono-san! Mohon jaga baik-baik Toudo saat kamu melakukan study tour, ya!”

“Ah, begitu ya, Tanaka-san tidak perlu pergi karena kamu berada di kelas khusus. Baiklah, sampai jumpa lagi saat makan siang!”

Aku dan Hanazono memperhatikan punggung Tanaka saat ia pergi ke gedung sekolah yang berbeda.

Kalau dipikir-pikir, Hanazono dan Tanaka terlihat seperti seolah-olah mereka berdua sudah berteman lama.

“Ayo kita ke kelas, Tsuyoshi.”

“Umu...”

“Ada apa? Balasanmu kedengarannya agak tumpul begitu.”

Aku melihat sekeliling sambil menyentuh rambutku yang sudah dipangkas Hanazono. Menyentuh rambutku yang dipotong pendek membuatku merasa nyaman.

Untuk beberapa alasan, gadis-gadis di sekolah membuat kehebohannya sendiri. Jumlah tatapan mata telah meningkat pesat sejak beberapa hari yang lalu. Hingga di tingkat yang menakutkan.

 

“Uwaahh, apa cowok itu yang dikabarkan banyak orang?”

“Ya, ya, ia sangat keren sekali, ‘kan!”

“Kelihatannya ia berteman baik dengan Tanaka-san dari kelas khusus. Mereka berdua juga terlihat sangat cocok satu sama lain.”

“Apa ia seorang idola atau semacamnya?”

“Tapi, kok aku belum pernah melihatnya sama sekali, ya.”

“Ya, ya, ia mempunyai badan tinggi dan memiliki gaya yang bagus, mungkin jangan-jangan ia seorang model?”

“Ayo, siapa saja, coba mengobrol dengannya, sih~”

“Ehh~, ia memang ganteng sih, tapi ia terlihat apatis dan dingin, jadi itu membuatku takut.”

Aku memahami kalau ada desas-desus yang beredar di sekeliling tentang diriku sendiri. ......Aku tidak pernah diberitahu kalau aku berwajah tampan sebelumnya. Gadis-gadis itu mungkin salah memahami sesuatu. Kerasa lebih baik mengabaikan saja apa yang dikatakan orang asing.

Pada saat-saat seperti ini, Hanazono selalu menunjukkan ekspresi wajah yang aneh. Gimana ya untuk menggambarkannya, aku tidak tahu apa dia sedang merasa sedang atau marah, seakan-akan dia baru saja menyesali sesuatu.

“Hanazono, apa yang sebenarnya terjadi di sekitar sini?”

“Kamu pasti tidak akan mengerti,…… aku akan menjelaskannya kepadamu lain kali. Ketimbang itu, ayo kita cepetan pergi ke kelas sebelum terlambat!”

Hanazono mulai beranjak pergi, jadi aku memutuskan untuk pergi ke kelas juga.

 

◇◇◇◇

 

Aku berpisah dengan Hanazono dan masuk ke dalam kelasku. Aku masih merasakan tatapan aneh di sini juga.

Akhir-akhir ini, aku merasakalau  kehidupan sekolahku berjalan dengan baik. Tentu saja, ada lebih banyak waktu ketika aku sendirian, tetapi aku mulai bisa berbicara dengan siswa selain Hanazono.

Dulu, dunia serasa hanya ada aku dan Hanazono. Tapi sekarang berbeda. Seperti yang aku lakukan pagi ini, aku memperdalam persahabatanku dengan Tanaka.

Meski begitu, kenapa jantungku berdeta sedikit lebih cepat ketika berada di dekat Tanaka? ...... Aku akan bertanya pada Hanazono lain kali.

Aku menutup telingaku dari suara-suara teman sekelas. Agar tidak menimbulkan masalah dengan bereaksi aneh, aku berpura-pura kalau aku bisa mendengar meskipun aslinya aku mengabaikannya.

Kata-kata yang berlebihan bisa menimbulkan kesalahpahaman. Itulah pelajaran yang kudapat berdasarkan pengalaman.

Aku merasa gugup saat orang-orang melihatku seperti ini. Sudah kuduga, aku harus mendengar alasannya dari Hanazono.

 

Ketika aku sampai di kursiku, Sasaki-san menyapaku dengan berbisik pelan.

“Pa-Pagi, Toudo-kun. Ap-Apa kamu sudah membaca novel yang aku rekomendasikan?”

Melakukan percakapan normal dengam teman sekelasku. Bagiku, hal ini adalah kemajuan besar.

Jadi begitu ya, kami bisa memperluas topik pembicaraan dengan membahas hobi yang sama.

Aku mulai membaca novel yang direkomendasikan Sasaki-san. Aku biasanya menghindari novel, film, dan manga karena ceritanya sering kali sulit untuk diikuti. Aku merasa kalau membaca makalah teoritis jauh lebih mudah dipahami.

Sama seperti film sebelumnya, rasanya menarik untuk membaca ceritanya. Emosi para karakternya memang sulit untuk dipahami, tetapi aku bisa melihat polanya.

“Ah, aku sudah membacanya dengan benar. Hari ini aku berencana membaca buku ini.”

Aku mengeluarkan buku dari dalam tasku dan menunjukkannya kepada Sasaki-san. Jika aku hanya membaca tulisannya saja, aku tidak perlu repot-repot membawa buku itu karena aku memiliki ingatan yang cepat. Meski demikian, menelusuri teks secara perlahan-lahan dalam buku fisik, memberikan perasaan yang berbeda. Itulah mengapa aku membawa buku aslinya.

“Ah, itu karya baru Kitakata Ken-sensei, ‘kan? Fufu, Ken-sensei terkenal akan penggambarannya yang emosional.”

“Umu, karena novel ini ditulis dari sudut pandang orang pertama, jadi lebih mudah untuk memahami emosi paman tokoh utama.”

“Meski tulisannya cukup sulit, tetapi mudah dibaca.”

“Kalau Sasaki-san sendiri, buku macam apa yang sedang kamu baca sekarang?”

“Kalau aku sih—”

Saat kami sedang mengobrol, teman Sasaki-san berjalan mendekati kami.

“Miki~, selamat pagi! Hah? Tumben banget. Aku enggak nyangka kalau kamu lagi mengobrol dengan Toudo-kun——”

“Aku membawa buku kopling favorit Miki! Ah, aku akan memberikannya nanti, ya.”

“Te-Terima kasih ..., itu bisa nanti saja ...”

Aku bisa berbicara empat mata dengan Sasaki-san, tapi...Aku belum pernah berbicara dengan teman Sasaki-san.

Aku merasa tidak nyaman. Sasaki-san melanjutkan pembicaraannya dengan temannya.

Aku mulai membaca buku yang ada di tanganku. Dengan begitu aku tidak perlu berbicara

 

“To-Toudo -kun, umm ...”

“Miki~, kamu engga ada kegiatan klub hari ini, kan? Ayo nongkrong di suatu tempat sepulang sekolah!”

“Kalau aku sih lebih milih karaoke! Mikity, kamu suka vokaloid, ‘kan!”

Karaoke? Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah ke sana. Aku bisa menyanyikan lagu-lagu yang dinyanyikan di kompetisi paduan suara sekolah. Aku juga bisa menyanyikan lagu sekolah. Lalu apa artinya menyanyikan sebuah lagu??

Aku sedang membaca buku tetapi isinya sama sekali tidak bisa aku pahami. Mengapa tokoh utama ini suka mencela dirinya sendiri? Dia minum alkohol, tapi apa itu rasanya enak? Mengapa dia merebus rebusannya tanpa henti?

 

“Oh, aku juga membaca buku itu, loh~! Tak disangka aku lumayan kutu buku, tau~”

“..........”

Apa dia sedang berbicara padaku? Atau dia berbicara dengan Sasaki-san? Aku tidak tahu. Dalam situasi seperti ini——jika aku mengurung diri dari cangkangku, maka tidak ada masalah.

“Lah? Ap-Apa mengatakan sesuatu yang salah? Mi-Miki~”

Sasaki-san mengetuk-ngetuk mejaku. Aku menatap Sasaki-san dengan wajah kebingungan. Apa maksudnya ini?

“Toudo -kun, Fujie-chan sedang berbicara denganmu loh, Toudo -kun?”

Aku mendongak dan melihat teman sekelasku, Fujie-san, yang terlihat canggung. Wajahnya terlihat tidak asing di mataku.

“Ma-Maaf, aku tidak menyangka kalau kamu sedang berbicara denganku.”

“Oh, ya, enggak apa-apa kok! Maksudku, aku tidak mengira kalau kamu dan Sasaki-san bisa berbicara dengan normal, Toudo-kun!!! Karena kamu jarang sekali berbicara dan ditambah lagi ada rumor aneh~ tapi rupanya kamu memang bisa berbicara dengan normal, ya.”

“Ak-Aku juga berteman dengannya melalui Igarashi-kun. Da-Dan Todo-kun sama sekali tidak aneh. Ia sangat baik pada Hanazono-san, dan aku sendiri merasa malu ketika melihat mereka berdua.”

“Hmmm, sudah kuduga, semua itu cuma omong kosongnya Rokka saja. Ini sih pasti yang itu, dia adalah tipe orang yang menjahili cowok yang disukainya~. Oh iya, Miki tuh selalu bersama Igarashi-kun terus, bukan? Entah kenapa rasanya ada yang mencurigakan banget deh~?”

“Fuee!? Ak-Aku dan Igarashi-kun ... hanya sesama anggota klub atletik aja, kok...”

Aku berusaha mencoba masuk ke dalam percakapan mereka. Meski aku takut berbicara dengan orang yang tidak kukenal. Tapi aku berjanji pada Hanazono kalau aku akan melangkah maju.

Lagipula, mereka adalah teman Sasaki-san. Aku yakin kalau dia bukan orang jahat.

 

“Igarashi-kun adalah orang yang baik. Ia memperlakukan Sasaki-san dengan sangat hati-hati dan penuh perhatian. Suhu tubuh dan kondisi emosional Igarashi-kun ketika berbicara dengan Sasaki-san bisa terlihat jelas.”

“Tu-Tunggu, Toudo-kun!? Ra-Rasanya sangat memalukan, tau ...”

“Kyahahaha !! Seriusan! Tapi tak disangka…..Toudo tuh orang yang menarik, ya?”

“Aku? Aku hanyalah cowok normal.”

Normal, ya... sebenarnya aku sudah paham. Bahwa aku hanyalah benda asing yang mencoba untuk menjadi normal.

Wali kelasku memiliki usulan tertentu untuk diriku yang seperti itu. Sepertinya aku harus segera mengambil keputusan.

 

Ketika aku sedang memikirkan hal itu, ada guru yang datang ke dalam ruang kelas.

Fujie-san dan yang lainnya menyapa Sasaki-san dan pergi.

Wajah Sasaki-san terlihat sedikit memerah, tetapi dia tidak terlihat marah dan justru sebaliknya, dia tampak sedikit senang.

Entah kenapa hatiku terasa hangat. Rasanya seperti novel remaja yang aku baca beberapa hari yang lalu.

 

◇◇◇◇

 

Selama jam wali kelas pagi, guru mulai berbicara tentang acara terbaru, pelajaran ekstra kurikuler tentang pengalaman kerja.

Ini adalah jam pelajaran ekstrakurikuler yang diadakan di seluruh kelas.

Para siswa harus mengunjungi perusahaan-perusahaan, melihat dan mengalami sendiri jenis pekerjaan yang dilakukan, dan kemudian menyusun dan menyerahkan laporan.  Isi kegiatannya sendiri lumayan menarik.

Aku tidak bisa membayangkan diriku sebagai karyawan perusahaan. Aku memiliki ketakutan yang samar-samar mengenai masa depan.

Ada beberapa perusahaan yang mau menerima pelajar dan setiap kelompok harus memutuskan perusahaan mana yang ingin mereka kunjungi.

Penentuan kelompok, ya ... Itu adalah peristiwa yang menyimpan banyak kenangan pahit bagiku.

Hanazono sering membantuku dalam berbagai acara di sekolah SMP. Dia menjagaku ketika aku tidak bisa bergaul dengan teman-teman sekelasku. Namun demikian, Hanazono juga memiliki teman-teman perempuan untuk bersosialisasi, jadi terkadang anak laki-laki tidak termasuk di antara mereka. Saat tidak berada di kelas yang sama dengan Hanazono, aku benar-benar sendirian.

 

Membentuk kelompok untuk suatu kegiatan di kelas. Atau berpasangan ketika jam pelajaran pendidikan jasmani. Atau juga menentukan pembagian tugas yang akan dilakukan di festival budaya. Sebagai seorang penyendiri, aku selalu tersisih. Guru biasanya menyuruhku untuk bergabung dengan kelompok yang mempunyai jumlah anggota yang sedikit. Hal tersebut membuatku merasa yakin kalau aku adalah zat asing. Aku tidak pernah bisa melupakan wajah jijik teman-teman sekelasku dulu.

Pengganggu. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkannya.

 

——Kalau dipikir-pikir, sepertinya Hanazono senang dengan gantungan boneka itu.

...... Aku mencoba melarikan diri dari kenyataan dengan memikirkan tentang Hanazono.

Tidak ada Hanazono maupun Tanaka di kelas ini.

……Seharusnya baik-baik saja. Meski rasanya sedikit kesepian, tapi jika aku ditempatkan sebagai anggota tambahan dan beraktivitas sendirian pada hari itu, maka tidak ada masalah. Aku sudah terbiasa sendirian dan bersabar.

“Kalau begitu, silahkan tentukan kelompok kalian sesuai pilihan masing-masing. Siswa yang sudah dipilih namanya harus ditulis di papan tulis. Ketua kelas, aku serahkan sisanya padamu.”

Michiba, ketua kelas, berdiri di podium kelas menggantikan guru wali kelas. Guru wali kelas kami lalu meninggalkan ruang kelas. Ini adalah awal dari sesi jam wali kelas yang panjang.

“Kalau gitu, semuanya bebas membentuk kelompok kalian masing-masing! Lalu kita akan menyesuaikan dari sana!”

Setiap orang pasti sudah memutuskan kelompoknya terlebih dahulu, karena perwakilan dari kelompok-kelompok tersebut pergi ke papan tulis dan menuliskan nama mereka segera setelah Michiba memberikan aba-aba.

“Lah, aku tidak tahu kanji namanya. Oi, mendingan kalian maju dan tulis sendiri!”

“Aku, Miyo-chan dan Kasuga-kun dan...”

“Gaswat nih, bukannya jumlah orang di kelompok kita terlalu banyak? Kamu berteman baik dengan kolompok itu, ‘kan?”

“Hmm, karena kelompok yang di sana punya anggota perempuan lebih banyak, jadi aku tidak keberatan untuk gabung dengan mereka.”

“Oh, silahkan saja!”

Rasanya seolah-olah udara di sekelilingku terhenti.

Aku merasa terjebak di atas kursiku sendiri. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku merasakan keterasingan yang luar biasa ...

Aku menyukai suasana kelas yang bersahabat, tetapi aku tidak ingin masuk ke dalamnya.

 

——Ini adalah hal yang biasa. Jika aku bisa menahannya, masa-masa yang sulit ini akan berakhir.

 

Huruf-huruf di papan tulis mulai terisi. Nama semua orang sudah tercantum kecuali namaku.

“Oh, Ketua, kurasa sebagian besar kelompok sudah diputuskan?”

“Kelihatannya sudah dibagi dengan begitu rapi, ya~.”

“Ya, kalau begitu yang tersisa cuma Toudo saja, ya. Um, enaknya gimana nih? Apa kita perlu melakukan undian sama seperti sebelumnya?”

Hatiku melonjak ketika mendengar perkataan Michiba-san.

Mana mungkin aku bisa memasuki kelompok yang sudah terbagi dengan rapi.

Teman sekelas tidak ingin membiarkan benda asing masuk ke dalam kelompok mereka. Aku bisa merasakan aura penolakan yang sangat kuat.

 

———Undian. Itu adalah cara untuk menempatkanku secara adil ke dalam suatu kelompok.

 

Terakhir kali hal ini terjadi juga melalui undian. Kelompok yang aku masuki merasa frustrasi. Bagi teman-teman sekelasku, aku hanyalah orang asing yang bukan bagian dari mereka. Hal itu terjadi sampai-sampai membuat hatiku merasa kedinginan, dan membuatku merasa tidak peduli sama sekali.

Tapi sekarang berbeda. Aku sudah berteman dengan Hanazono———menjadi teman dengan Tanaka———

Hatiku sudah sedikit berubah.

Tentu saja aku masih sendirian. Aku tidak ingin mengganggu siswa lain. Lebih dari itu, ada seseorang yang memanggilku teman.

Aku mengangkat tanganku.

Suasana kelas yang masih begitu ramai, jadi tidak ada yang memperhatikannya.

 

“To-Toudo -kun. Gimana kalau kamu ikut bergabung dengan kelompok kami? Aku akan memberitahu teman-temanku. Hei, Igarashi-kun juga akan bergabung dengan kami nanti.”

Aku tahu kalau Sasaki-san terus melihatku beberapa waktu lalu dan merasa khawatir.

Jika dia memutuskan untuk memasukkanku ke dalam kelompoknya tanpa seizin temannya yang lain, mungkin itu akan menimbulkan masalah dalam hubungannya. Perkataan itu saja sudah lebih dari cukup.

Ini karena——kelalaianku yang tidak membangun hubungan yang baik dengan orang lain.

“Terima kasih banyak, Sasaki-san ... tapi tolong tunggu sebentar…..”

——Sasaki-san adalah orang yang baik. Dia terlihat serasi dengan Igarashi-kun. Aku berharap kalau kami bisa terus menjadi teman.

Aku akan bergerak maju. Dengan kehendak saya sendiri, dengan tindakan saya sendiri——

 

Aku tidak suka menjadi pusat perhatian. Tapi…. aku lebih tidak suka lagi menjadi beban dalam kelompok lain karena mendapatkanku melalui undian.

“Kamu tidak suka diundi? Haa, kalau gitu, aku tidak punya pilihan lain selain memasukkan Toudo ke dalam kelompokku——”

Aku menyela perkataan Michiba.

“Michiba, bisakah kita berhenti mengundi? Aku akan membuat keputusanku sendiri.”

Michiba terlihat bingung sejenak, dan kemudian, setelah beberapa saat, dia menghela napas panjang. Kelas menjadi hening, dan suasana menjadi semakin memanas.

“Toudo, kamu ini, ya ... Jangan egois begitu, oke? Itu karena semua orang tidak menginginkanmu di dalam kelompok mereka. Jangan membuatku mengatakan itu, oke? Ampun deh….. itulah sebabnya kamu tidak punya teman.”

“Begitu rupanya, itu memang adil. Tapi—”

Sasaki-san hendak mengatakan, “Ka-Kalau begitu ia bisa masuk ke dalam kelompok kami—”, tetapi aku menahannya dengan tanganku. Kalau dia mengatakan itu, dia akan menjadi pusat perhatian dari tatapan penasaran di dalam kelas. Jangan menyerahkan apa yang tidak aku sukai kepada orang lain.

 

“Aku baik-baik saja sendirian.”

 

“Hah? Kamu ini bicara apaan sih. Ini acara kelas, tau? Kamu tidak bisa bertingkah egois sendiri begitu, tau? Kalau gitu, gimana kalau kita tanyakan saja pada semua orang di kelas. Hei, teman-teman, apa kalian ingin memasukkan Toudo ke dalam kelompok kalian?”

Para siswa yang pergi berkaraoke bersama Michiba adalah golongan pertama yang angkat bicara.

“Ei, Rokka -chan~, itu sih agak sulit ... haha.”

“Enggak, enggak, jangan bercanda kayak gitu deh, enggak lucu tau~”

“Lagian, mana sudi aku mengurus orang suram macam dia.”

“Memangnya tuh anak enggak paham kalau dia itu dibenci. Bene-bener nyemeblin banget.”

Di balik lantangnya suara para siswa, aku bisa mendengar beberapa kata yang menguatkan diriku.

“Aku tidak keberatan menerimanya di dalam kelompokku, kok.”

“Meski ia sedikit menakutkan, tapi kalau di kelompokku….”

“Ak-Aku ...”

Aku melanjutkan sambil menahan Sasaki-san yang mencoba berbicara dengan tanganku.

“Hmm, sepertinya aku tidak terlalu disukai. Tentu saja, aku mengerti bahwa ada beberapa siswa yang menyetujuiku masuk ke dalam kelompok mereka... Memaksa siswa yang bukan teman untuk masuk ke dalam kelompok mereka masih menjadi masalah. Jika memang begitu masalahnya, aku tidak keberatan sendirian.”

“Hadeuuhhh...... kamu dengerin enggak sih? Kita harus bergerak dalam kelompok dalam kunjungan perusahaan.”

Michiba-san menghela nafas, dan entah mengapa dia menatapku dengan tatapan genit.

“——Jika kamu sangat membenci undian, ka-ka-ka-kamu boleh bergabung dengan kelompokku!”

 

Bukannya aku tidak suka undian. Bukannya aku membenci sendirian. Aku benci diriku sendiri karena tidak bisa memutuskan sesuatu untuk diriku sendiri.

 

Aku mulai berjalan menuju podium.

Aku bisa mendengar suara Michiba-san yang terkesiap.

“...Ah, kamu akhirnya mengerti? Hehe, Sensei, kamu beneran jahil banget...”

Aku lalu mengambil kapur yang tergeletak.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama