Chapter 19 —
Kencan
Pada hari kencanku dengan
Tanaka. Berkat saran dari Hanazono, aku tiba sedikit lebih awal dari waktu
pertemuan. Persiapanku sudah sempurna. Rambutku sudah ditata dengan wax.
Pakaian yang aku kenakan juga dipilih oleh Hanazono. Selama aku tidak
bertingkah aneh, semuanya akan baik-baik saja.
Aku sedikit khawatir tentang
keadaan Hanazono kemarin, tetapi aku tidak bisa membiarkan hal itu mengganggu
kencanku hari ini. Aku bisa berbicara dengan Hanazono setelah kencan. Itulah
yang kupikirkan.
Lima belas menit sebelum waktu
yang dijanjikan. Aku menunggu Tanaka di tempat pertemuan yang kugunakan saat
kencanku dengan Hanazono. Kali ini tidak ada orang asing yang aneh.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu
yang tidak menyenangkan. Aku menunggu kedatangan Michiba selama dua jam di
depan toko karaoke. Saat itu, aku merasa kesepian dan sedih. Kupikir aku telah
melakukan kesalahan. Tapi itu ternyata kejahilan jahat Michiba dengan alasan
sebagai candaan.
Aku tidak tahu apakah hal
semacam itu dianggap normal bagi Michiba. Aku sendiri juga jauh dari kata normal.
Hati manusia memang sulit untuk dipahami.
Aku ingin tahu apa Tanaka akan
beneran datang meskipun aku orang yang seperti ini?
“Loh, loh? Rupanya kamu datangnya
cepat ya, Toudo!? Fufufu, pagi!”
Tanaka muncul di tempat
pertemuan lebih awal dari yang diperkirakan.
Padahal seharusnya aku sudah
terbiasa melihat Tanaka dengan pakaian kasual di pekerjaan paruh waktunya.
Namun, dia terlihat jauh lebih modis hari ini.
“Selamat pagi Tanaka. Menurutku
pakaianmu hari ini lebih manis dari biasanya. ...Oh, enggak, aku akan menarik
kembali perkataanku tadi. Kamu terlihat lebih manis dari biasanya, Tanaka.”
Malahan, Tanaka kelihatan
sangat imut. Rambut pirangnya terlihat menonjol saat dia mengenakan seragam
sekolah, tetapi itu terlihat bagus saat mengenakan pakaian biasa. Dia sangat
cantik. Aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya..
“Hehehe, aku senang banget!
Toudo, ayo ikut denganku!”
“Apa? Tapi dalam jadwal nanti,
tu-tunggu dulu, Tanaka -------”
Tanaka meraih lenganku. Aku
bisa merasakan aroma dan suhu tubuh Tanaka.
Aku terlalu terkejut untuk
berbicara. Detak jantungku melonjak. Tidak, itu tidak masalah. Jika begini
terus, kami akan melakukan sesuatu yang berbeda dari yang aku rencanakan. Aku
sedikit bermaslaah kalau itu yang terjadi.
“Hmm~, kita masih akan pergi ke
jus kafe kok. Tapi sampai saat itu tiba,
kamu harus ikut bersamaku!”
“Ta-Tanaka.”
Punggungku didorong oleh Tanaka
dan mulai berjalan menuju kota.
Mengapa dia terlihat begitu
bahagia hanya dengan berjalan-jalan di sekitar kota? Padahal hanya perlu waktu
kurang dari lima menit untuk berjalan kaki ke tempat tujuan jus kafe.
Semua pemandangannya terasa segar.
Berbeda dengan kencanku bersama Hanazono, Tanaka adalah orang yang berjiwa
bebas.
“Kalau begitu ayo pergi
mengunjungi toko hewan peliharaan di pusat perbelanjaan dulu!”
“Toko hewan peliharaan?
Memangnya itu tempat yang biasa dikunjungi saat berkencan?”
“Sudahlah, sudahlah, ayo
cepat!”
Tanaka terus berpegangan tangan
denganku. Aku tidak tahu banyak tentang hubungan antara pria dan wanita. Apa
aku diperbolehkan memegang tangannya? Tanaka sepertinya tidak keberatan dengan
itu, jadi mari kesampingkan hal itu dulu.
Tapi dalam rencana kencanku ...
tidak, rencanaku sudah menjadi tidak berguna. Itu sama seperti ujian. Bilah
yang terpasang akan hancur jika jatuh ke dalam situasi yang tidak terduga.
Aku berada dalam keadaan itu.
Meskipun begitu, aku sudah banyak berbicara dengan Hanazono dan belajar. Aku
bahkan menyusun laporan. Aku pasti sudah mendapatkan pengalaman.
——Aku
hanya perlu bersenang-senang dengan Tanaka. Berpikir dan bertindaklah hanya
berdasarkan hal itu. Ayo buang semua rencana yang sudah aku susun. Ini mirip
seperti bertahan hidup di hutan ketika aku masih di sekolah SD dulu.
◇◇◇◇
Aku pergi menuju ke pusat
perbelanjaan sambil ditarik oleh Tanaka.
Ada banyak anjing dan kucing di
toko hewan peliharaan.
Jantungku tidak berhenti
berdebar sejak tadi. Detak jantung seperti ini tidak baik untuk kesehatanku.
“Ah, bukannya itu anjing
Pomeranian! Imutnya~”
“Umu, banyak dari mereka yang
berkepribadian kuat, tetapi mereka sangat imut dan imut."
“Apa kamu menyukai binatang,
Toudo?”
“Ya, aku menyukainya.”
Aku suka binatang. Berbeda
dengan manusia, aku tidak perlu memiliki emosi yang menyusahkan ketika
berurusan dengan mereka.
Aku ingin tinggal dengan seekor
anjing suatu hari nanti.
“Aku sih pecinta anjing. Toudo,
kamu lebih suka kucing atau anjing?”
“Aku... suka keduanya.”
Anjing adalah teman. Kucing
juga pernah menjadi temanku. Tapi mereka sudah pergi. Meskipun itu adalah
peristiwa yang sangat menyedihkan, aku tidak merasakan apa pun saat ini. Bahkan
jika aku mencari ingatanku, yang bisa kutemukan hanyalah fakta bahwa kami
pernah bersama. Tidak ada emosi yang terlibat.
Tiba-tiba, aku merasakan
kehadiran di kakiku.
Seekor anjing kecil dengan
kalung yang diikatkan di lehernya, sedang menggeliat di kakiku.
‘Guk,
gukk... Guk, guk-guk! Guk, guk!!’
“Hei, pugsuke!? Kamu enggak
boleh gitu!!”
“...Hime? Dan anjing ini...”
Hime yang pernah aku temui di
jalan pada malam hari sedang berdiri di sana…..Meskipun dia begitu dekat, tapi
aku tidak bisa merasakan kehadirannya. Mengapa? Apa karena aku merasa santai
saat bersama Tanaka?
“Ah-Ahahaha ya, aku melihatmu
dari jauh dan mendekat, tapi kelihatannya kamu sedang bersama seorang gadis
ya.”
“Ah, dia temanku yang berharga,
Tanaka. Tanaka, wanita ini .....hmmm, namanya ...”
Aku tidak ingat namanya. ...Aku
hanya mengenalnya sebagai ‘Hime’. Aku
jadi kesulitan.
“Ah, ahaha, sudah kuduga,
sepertinya kamu tidak bisa mengingat namaku... Yah, mau bagaimana lagi. Namaku
Hiratsuka Sumire.”
Begitu ya, baiklah, aku sudah
mengingatnya. Aku tidak akan melupakannya kecuali sesuatu yang buruk terjadi.
“Umm, namaku Tanaka Haru.
Se-Senang berkenalan denganmu.”
“Entah kenapa rasanya jadi
canggung ya. Ah iya, kelihatannya aku sudah mengganggu kalian, jadi aku akan
pergi ke sana dulu! Selamat bersenang-senang!”
Hime menggendong anjing kecil
itu dan berjalan menuju bagian belakang toko hewan peliharaan, tapi entah
kenapa dia mendadak berhenti. Dia berbalik dan dengan lembut memberikan anjing
yang sedang digendongnya kepadaku.
“Ke-Kenapa kamu memberikan
anjing ini padaku? Ap-Apa yang harus kulakukan? Dia sangat lucu, tapi apa aku
memegangnya dengan benar? Kurasa aku pernah melihat caranya di buku...”
“Oke~oke~, Haru-san,
mendekatlah ke Toudo sedikit. Aku akan memanfaatkan kesempatan ini untuk
berfoto!”
“Ehehe, anjingnya lucu ya. Dia
menjilati Toudo.”
Tanaka mendekat kepadaku.
Jaraknya sangat dekat. Rasanya sungguh memalukan.
“Guk...
gukguk, gukgukguk, gukguk, gukgukgukguk!”
Anjing ini sudah berbicara
padaku sejak tadi. Sepertinya dia mencoba menyampaikan sesuatu.
“Tanaka, to-tololong bantu
aku.”
“Tidak apa-apa. Dia tidak
terganggu denganmu kok.”
Tapi jarakku dengan Tanaka juga
menjadi masalah.
"Toudou, jangan bergerak!
Pinjamkan aku ponselmu.”
Sambil menggendong anjing
dengan satu tangan, aku memberikan ponselku kepada Hime. Hime kemudian
mengambil foto kami berulang kali.
“Walah, walah Pugsuke, dia
malah tertidur di pelukan Toudo. Ya, aku akan segera pergi. Kalian berdua,
silahkan lanjutkan kencan kalian! Sampai jumpa lagi!”
Kali ini, Hime menuju ruang
pemangkasan yang ada di belakang toko hewan peliharaan.
Saat aku memperhatikan punggung
Hime, aku merasakan perasaan damai yang berbeda di sisiku.
Tanaka mencolek sisi tubuhku
dengan wajah yang agak sembab dan bibir cemberut.
“Kamu sepertinya sangat populer
ya, Toudo. Gadis itu sangat imut, bukan? ...... Kalau dipikir-pikir, Michiba-san
dan Hana-chan juga sama-sama imut.”
“T-Tidak, aku tidak pernah
mempedulikannya. Lagi pula, menurutku Tanaka adalah yang paling lucu.”
“Tungg—, Toudo, kamu lagi-lagi
mengatakan hal yang memalukan!”
Tanaka masih terlihat cemberut
tetapi dia memiliki ekspresi yang bahagia. Sepertinya jawabanku itu sama sekali
tidak salah.
“Ah, aku ingin melihat foto
yang barusan diambil tadi.”
“Um-Umu.”
Aku menunjukkan foto tadi
kepada Tanaka.
“Yup, yup, fotonya diambil
dengan bagus. Ayo kita ambil banyak foto hari ini, Toudo!”
“Ah, i-iya….”
Demikianlah, kencan kami dimulai
di toko hewan peliharaan——
Di toko umum…..
“Toudo, boneka ini lucu banget!”
“Um-Umm, apa ini lucu? Tapi
bentuknya mirip seperti alien ...”
“Imut, kok! Ehehe, mungkin aku
akan membelinya sebagai oleh-oleh untuk Hana-chan.”
“Lalu bagaimana dengan ini?
Hanazono menyukai hamster.”
“Ah, yang itu lucu juga.”
Bahkan jika kami berkunjung ke
toko manisan…..
“Toudo, kamu menyukai yang
manis-manis, ‘kan? Apa kamu sudah menyukainya sejak kecil?”
“Ketika aku masih kecil, aku
tidak punya kesempatan untuk mencicipi makanan yang manis. Satu-satunya yang
pernah aku makan hanyalah permen saja.”
“Begitu, itu sebabnya kamu suka
yang manis-manis sekarang."
“Kue yang kumakan bersama
Tanaka rasanya sungguh lezat.”
“Toudo, itu malu-maluin banget!”
Waktu berlalu begitu cepat. Aku
bahkan lupa untuk pergi ke kafe jus yang menjadi tujuan awalku.
“Jadi ini namanya pusat
permainan yang sedang populer itu, ya. Katanya kita bisa mengambil foto khusus
dengan mesin aneh itu?”
“Ya, ayo kita coba!”
“I-Iya, ayo….”
“Baiklah, ayo kita lakukan
seperti ini... oke. Toudo, ayo lakukan pose peace!”
“Hmm, seperti ini?”
“Haha, wajahmu kelihatan tegang,
tau.”
“Tanaka, bu-bukannya kamu
terlalu dekat?”
“Kalau sama Toudo, aku tidak
keberatan, kok?”
Bahkan di taman yang memiliki
pemandangan teluk yang indah.....
“Syukurlah cuacanya sedang bagus!
Toudo, ayo kita berfoto di sana!”
“Tanaka, kalau kamu
terburu-buru, kamu akan jatuh.”
“Aku baik-baik saja, aku
baik-baik saja... Kyaaah!!”
“Hmmm, seperti yang sudah
kubilang, kamu terjatuh…..Maaf, aku harus menahanmu agar tidak jatuh.”
“I-Iya, makasih banget. Aku
tidak keberatan kok.”
“Ap-Apa kamu masih butuh
topangan?”
“Ayo kita tetap seperti ini
sebentar lagi. Oh iya, ayo kita sekalian ambil foto juga!”
“Ta-Tanaka...”
Kami mengambil banyak foto.
Foto-foto tersebut disebut selfie. Aku tersenyum di dalam foto-foto itu. Tanaka
juga tersenyum. Kami terlihat sangat bahagia.
Saat berkencan dengan Hanazono
beberapa waktu lalu juga terasa menyenangkan. Tapi, berkencan dengan Tanaka
memiliki nuansa yang sedikit berbeda. Saat bersama Tanaka, hatiku merasa hangat
dan luluh. Sebenarnya, apa perasaan ini?”
Aku tidak bisa mengendalikan
emosiku. Tapi yang aku tahu adalah aku sedang bersenang-senang saat ini..
Aku merasa kalau waktu berlalu
begitu cepat. Aku pernah mendengar tentang hal ini, tapi tidak pernah kusangka
kalaau aku akan mengalaminya sendiri. Aku tidak ingin waktu ini berakhir. Aku
bisa menghabiskan waktu bersama Tanaka dengan perasaan seperti itu.
Saat kami tiba di toko jus yang
menjadi tujuanku, kami akhirnya berada di karaoke di lantai tiga pusat
perbelanjaan.
Tapi mengapa karaoke?
“Hmm? Ayo cepetan masuk. Kamu
ingin mencoba karaoke kan, Toudo?”
“Ah, iya, tapi itu... “
“Kamu tidak bisa pergi meskipun
kamu ingin pergi dengan semua orang, kan? Kamu mungkin memiliki kenangan buruk,
tapi ayo pergi bersamaku!”
“Tanaka, aku mengerti. Aku akan
pergi, jadi jangan tarik lengan bajuku.”
Dengan begitu, aku mencoba
karaoke untuk pertama kalinya.
Kamar karaoke adalah ruangan
pribadi yang sempit.
Tanaka dengan terampil
mengoperasikan mesin karaoke. Aku mengamati ruangan. Sepertinya tidak ada yang
mencurigakan.
Aku bingung dan tidak tahu
harus berbuat apa, jadi aku langsung meminum habis jus yang kubawa dari bar
minuman.
“Tunggu!? Masih terlalu cepat
untuk minum! Ah, biar aku yang mulai bernyanyi dulu ya, kamu nanti bisa pilih
lagu yang ingin kamu nyanyikan!”
Dia meletakkan tablet dan
rebana di pangkuanku. Rebana. Bagaimana aku harus menggunakannya? Sementara aku
bingung, Tanaka mulai menyanyi sambil memegang mikrofon.
Ketika aku mendengar musik
pembuka, sebuah lagu yang terkenal di kalangan masyarakat mulai diputar. Aku
yakin kalau lagu itu dinyanyikan oleh seorang idola bernama Hamster Girl. Tubuh Tanaka bergerak
mengikuti alunan irama musik pembuka. Aku dengan mekanis menabuh rebana dengan
irama yang tetap.
Setelah musik pembuka berakhir,
Tanaka mulai menyanyi.
Atmosfer di dalam ruangan langsung
berubah seketika—
Bulu kudukku dibuat merinding.
Sekarang, Tanaka benar-benar menguasai ruangan ini. Semuanya terjadi dalam
sekejap. Aku lupa untuk memainkan rebana. Suara nyanyan Tanaka seolah-olah
bergema langsung di kepalaku.
Aku pernah mendengar lagu
tersebut di televisi. Aku mengerti teorinya. Aku juga pernah mengikuti kontes
paduan suara.
Rasa merindingku tak kunjung
hilang. Aku hanya merasakan hal ini saat merasakan ancaman terhadap nyawa—
Suara Tanaka menusuk tubuhku.
Kata-kata “terharu” terasa kurang tepat untuk menggambarkannya.
Aku tidak tertarik pada musik.
Aku tidak mengerti mengapa lagu tersebut begitu populer di seluruh dunia.
Jawabannya ada di sini.
Setelah Tanaka selesai menyanyikan
lagu tersebut, aku secara alami memberikan tepuk tangan.
Ini adalah pengalaman pertama
bagiku. Saat Tanaka menyanyi, dia terlihat seperti orang yang berbeda dari
biasanya.
“Fyuhh~, rasanya sudah lama sekali
sejak aku pergi bersama adikku... Lah, Toudo, apa yang terjadi, kamu baik-baik
saja!?”
Aku tidak bisa berhenti
bertepuk tangan. Anehnya, keringat mengalir dari wajahku. Mengapa? Aku hanya
mendengar nyanyian Tanaka. Satu-satunya hal yang bisa kukatakan adalah,
“...Aku senang bisa datang ke
karaoke bersama Tanaka.”
“Hehe, pujianmu bikin aku malu. Tapi, tabuhan rebanamu juga luar biasa,
tau? Biasanya orang tidak bisa memainkan dengan irama yang sama seperti itu.
Ayo, Toudo, kamu harus bernyanyi juga!”
Tanaka memberikan mikrofon
kepadaku. Tapi aku belum memilih lagu yang ingin kunyanyikan.....
Seperti yang diharapkan, mana
mungkin aku menyanyikan lagu kontes paduan suara di sini. Jika aku
melakukannya, Hanazono pasti akan marah padaku nanti. Aku harus menyanyikan
lagu yang lebih populer.
“—Tanaka, maaf... bolehkah aku
menyanyikan lagu yang kamu nyanyikan tadi?”
“Hmm? Tentu saja boleh dong!
Kalau gitu, kamu tinggal tekan tombolnya saja!”
———Aku masih ingat lirik dan
nadanya. Ditambah lagi, aku memiliki contoh yang sangat baik.
Saat lagu dimulai, aku memegang
erat mikrofon dan mulai menyanyi—
“Wah, menakjubkan!! Keren
banget!!”
Aku berusaha keras saat
menyanyi.
Karena itu lagu yang dibawakan
oleh wanita, ada bagian yang nadanya agak melenceng, tapi aku hampir bisa
menyanyikannya dengan sempurna.
Tapi, aku merasa aneh. Kualitas
nyanyian Tanaka benar-benar terasa sangat berbeda.
Mungkin juga karena ada masalah
teknis. Aku tidak tahu apa itu.
Aku bertanya pada Tanaka
tentang hal itu.
“Ah, itu sih…bukankah alasannya
karena itu? Meski kedengarannya sedikit memalukan, tapi bukannya itu cuma soal
suka bernyanyi atau tidak? Misalnya menyanyikannya dengan sepenuh hati… Ah, sudahlah,
sulit menjelaskannya!”
“Ah, aku mengerti. Aku berusaha
keras saat menyanyi. Tapi itu bukan bernyanyi, aku hanya meniru Tanaka. Mungkin
itu sebabnya... Begitu rupanya, dunia bernyanyi memang sangat dalam. Sangat
menarik. Dan ternyata, menyanyi bersama teman terasa sangat menyenangkan.”
Setelah selesai menyanyi, aku merasa
sangat puas. Sungguh perasaan yang aneh.
Tanaka tersenyum melihatku
dengan wajah bahagia.
“Hehehe, syukurlah, aku senang
bisa membawamu kemari! Aku akan selalu menemanimu, kok! Oh ya, Toudo, ayo kita
nyanyikan lagu ini bersama!”
Aku menyanyikan lagu bersama
Tanaka. Apa ini yang dinamakan kehidupan sehari-hari anak SMA?
Apa semua orang bisa menyanyi
seperti ini? Tidak, mungkin hanya Tanaka. Aku baru pertama kali merasakan
keindahan seni yang begitu mengharukan.