[LN] Reset Seishun Jilid 1 Bab 9 Bahasa Indonesia


Chapter 9 — Lingkaran Yang Perlahan Meluas

 

Pelatihan yang intens merupakan makananku sehari-hari. Rasa sakit sudah menjadi bagian dari keseharianku. Aku pernah ditinggalkan sendiran di tengah hutan. Hutan pada malam hari sangat menakutkan, tapi aku bisa merasakan kehidupan selain diriku sendiri. Meskipun sulit, aku tidak merasa kesepian.

Suatu hari, ada seekor anjing besar yang muncul di ruang kelas sekolah SD. Satu orang dewasa yang baik hati mengizinkanku bermain bersama anjing itu. Dengan rasa takut, aku menyentuh anjing itu untuk pertama kalinya. Anjing yang aku sentuh terasa sangat lembut...

 

◇◇◇◇

 

Belakangan ini, aku sering bermimpi tentang peristiwa masa lalu. Mungkin hanya sebagian kecil saja. Kenanganku masih terputus-putus. Ini adalah efek dari reset yang aku lakukan ketika masih kecil. Pasti ada banyak peristiwa yang ingin aku hapus dari ingatanku.

Tidak perlu mengenang kembali masa lalu. Aku sudah menjadi siswa SMA sekarang. Baru-baru ini, aku akhirnya bisa merasakan lingkaran pertemananku yang semakin meluas. Ketika sedang makan siang di halaman tengah bersama Hanazono, aku menerima pesan dari Tanaka.

 

[Kamu lagi ada di mana sekarang?]

 

Begitu rupanya, jadi aplikasi pesan bisa menghilangkan kebiasaan berbicara, ya. Aku segera membalas pesannya dengan cepat. Hanazono menatapku dengan dengan heran.

“Tumben sekali kamu menggunakan pesan. Oh, apa itu dari Tanaka-san? Kamu sudah berteman dengannya kan?”

“Ya, Tanaka orang yang baik. Kuenya juga enak.”

“H-Hee, dia itu gadis yang sangat manis, iya ‘kan?”

“Ya, dia gadis yang sangat menggemaskan. Tapi, menurut pandangan objektif, Hanazono juga sangat cantik, kok.”

“Ka-Kamu ini! Jangan sembarangan mengatakan hal seperti itu kepada seorang gadis! Bu-Bukan berarti aku cantik atau semacamnya...”

“Pandangan estetika orang lain tidak bisa diandalkan. Mari kita akhiri pembicaraan ini.”

“Ah, kamu memang seperti itu.”

“Ngomong-ngomong, Tanaka bilang dia ingin menjadi teman kita, loh?”

“Kita? Padahal dia terlihat punya banyak teman...”

“Dia sendiri yang bilang kalau dia penyendiri.”

“Kurasa itu ada benarnya juga. Aku belum pernah melihatnya bersama teman-temannya.”

Aku merasakan seseorang mendekati kami.

Dari aromanya, aku tahu kalau itu bukan Tanaka.

“Hei, Toudou! Lahh, kamu makan bareng Hanazono lagi!? Kali ini mari kita makan bersama!”

Untuk beberapa alasan, Igarashi-kun dengan jaket olahraga muncul di halaman tengah. Sekarang sedang istirahat siang, dan belum waktunya untuk kegiatan klub.

Di sebelahnya ada Sasaki-san. Sasaki-san berbisik dengan suara kecil pada Igarashi-kun yang berteriak keras, 'Ah, malu nih...' Para siswi di sekitar melihat itu dan tertawa. Tapi itu bukan tawa yang meldek. Itu adalah tawa yang hangat.

Aku juga pernah mengalami pengalaman yang mirip tapi berbeda. Ketika aku berbicara dengan suara keras kepada Hanazono di sekolah SMP, orang-orang di sekitar mulai tertawa. Tawa mereka terasa seperti tawa yang mengejek. Mungkin aku mengatakan sesuatu yang aneh saat itu.

“Ap-Apa? Kenapa kamu melihat ke arahku?”

“Bukan apa-apa, aku hanya mengingat masa lalu sebentar."

“Ka-Kamu tidak perlu mengingatnya juga enggak apa-apa kali!”

Entah kenapa, Igarashi-kun menghela nafas saat melihat percakapan kami.

“Haa, Hanazono, kamu seharusnya menjadi lebih jujur lagi, tau. Seriusan, kamu ini benar-benar gadis tsundere, ya.”

“Kamu itu sangat menjengkelkan! Padahal ini waktu berdua kami yang langka——tapi, bukan itu! Aku hanya menjaga Tsuyoshi... tidak, aku tidak mau membuat kesalahan lagi di sini...”

“Hah?”

“I-iya, benar. Aku ingin bersama Tsuyoshi, jadi kita makan bersama! Me-Memangnya itu salah...”

“Tidak. Enggak salah sama sekali. Malahan aku harusnya minta maaf karena sudah menggodamu...”

“Hmph, asalkan kamu mengerti.”

Percakapan antara Igarashi-kun dan Hanazono terlalu cepat sehingga aku kesulitan memahaminya Satu-satunya yang aku pahami adalah Hanazono yang duduk di sebelahku, duduk semakin dekat. Jarak kami begitu dekat hingga bahu kami bersentuhan.

Tanpa memperdulikan hal itu, aku mencoba mengajukan pertanyaan kepada Igarashi-kun.

“Kenapa kamu memakai jaket olahraga?”

“Hah? Oh, karena aku ada pelajaran olahraga di sore ini. Rasanya terlallu merepotkan  jadi tadi udah ganti baju!”

“Ahh, mengerti, itu masuk akal.”

Sasaki-san sesekali melirik ke arahku.

Kami biasanya tidak pernah saling pandang di dalam kelas. Aku berusaha bertindak dengan hati-hati agar tidak membuatnya takut. Namun, akhir-akhir ini, aku merasakan pandangan dari Sasaki-san. Aku berpura-pura tidak menyadarinya karena tak ingin menimbulkan masalah.

 

“Miki, ada yang ingin kamu katakan, iya ‘kan?”

Igarashi-kun mengisyaratkan Sasaki-san dengan dagunya.

“Uh, ya...”

Sasaki-san menggeser tubuhnya ke depan dengan canggung. Ya, dia mirip sekali dengan hamster yang pernah aku lihat di televisi. Tubuh kecilnya penuh dengan ketegangan. Aku pun jadi ikut tegang.

“Toudo-kun, ak-aku minta maaf jika aku merasa takut padamu. Sebenarnya, ketika aku melihatmu akhir-akhir ini, aku merasa mungkin sebenarnya kamu tidak terlalu menakutkan.”

“Kalau boleh tau, apa yang membuatmu merasa takut padaku? Aku sendiri tidak tahu.”

“Eh, ah, itu karena kamu jarang berbicara. Dan ketika berbicara pun jawabanmu cenderung tidak terduga. Ekspresimu juga tidak berubah sama sekali. Ah, maafkan aku...”

“Tidak apa-apa, aku menghargainya.”

Sasaki-san lalu menyerahkan buku yang dipegangnya kepadaku.

Ini apa?

“To-Toudo-kun, ba-bagaimana kalau kamu mencoba membaca novel? Ak-Aku menyukai novel, manga, dan film. Aku yakin, melalui cerita, kamu mungkin bisa memahami perasaan seseorang….”

Cerita, huh...? Dulu aku pergi ke bioskop bersama Hanazono, aku sama sekali tidak mengerti filmnya. Aku tidak tahu mengapa para penonton lain menangis. Saat itu, Hanazono juga menangis———

Aku mengingat wajah Hanazono yang menangis di bioskop.

Wajah Hanazono yang sedih tetapi juga bahagia, wajahnya yang jelas saat menangis. Aku memiliki “catatan” yang sangat indah di dalam pikiranku.

“Terima kasih, Sasaki-san. Aku akan membacanya.”

“Y-Ya, ini sangat menarik, loh! Perasaan protagonis dan perasaan heroin yang saling bertentangan digambarkan dengan baik ... Ada juga teman laki-laki yang keren, fufufu, dan interaksi antara teman laki-laki dan protagonis ...”

 

Igarashi-kun menarik ujung seragam Sasaki-san.

“Oi~! Miki, kamu terlalu cepat! Ya ampun, tapi yah, gimana bilangnya ya, intinya Miki mengkhawatirmu.”

Aku baik-baik saja. Aku juga bisa mengerti hal itu. Aku mungkin tidak bisa membaca situasi, tetapi saya peka terhadap perasaan manusia.

Aku menepuk bahu Igarashi-kun dengan lembut.

Kalau tidak salah begini ya caranya?

“Aduh!? Dibilangin tepakanmu terlalu kuat oi!”

Igarashi-kun melihat lenganku sambil menggosok bahunya. Ada apa?

“... Oh ya, Todou, ayo adu panko melawanku! Aku tertarik dengan ototmu sejak pertama kita bertemu. Kamu pasti sangat kuat, ‘kan? Aku tidak ingin kalah karena aku adalah yang terbaik di kelas!”

Sasaki-san dan Hanazono saling bertukar pandang.

“Cowok tuh memang mirip seperti bocah, ya.”

“Y-ya, seperti anak SD...”

—Apa? Bukannya sekolah SD adalah medan pertempuran antara hidup dan mati? ... Namun, masih ada keraguan.

 

“——Apa itu adu panco?”

 

Ketika aku mengucapkan kata-kata itu, entah mengapa Igarashi-kun menatapku dengan perasaan — simpati? Persahabatan? Keheranan? Dengan perasaan seperti itu, ia memaksakan senyum di wajahnya dan berkata padaku.

“Jika begitu, ini jadi pertandingan pertamamu melawanku... Mari kita bersenang-senang bersama!”

 

Kami akhirnya sepakat untuk bermain adu panco di meja kecil di samping bangku taman.

Mungkin karena Hanazono tidak menghentikannya, maka ini tidak salah.

“Hanazono, aku mengandalkan aba-abamu!”

“Ah, baiklah, bersiap di posisimu...”

“Bukan yang itu kali!? Yang ready, fight! Gitu, ‘an?”

"Eh, apa-apaan itu? Ra-Rasanya terlalu memalukan, tau!”

“Apa boleh buat deh, biar aku sendiri saja yang memberikan aba-aba. Todou, ayo kita mulai!”

Aku dan Igarashi-kun saling berpegangan tangan. Saat kami saling berpegangan, Igarashi-kun terlihat terkejut.

Begitu rupanya, jadi ini permainan untuk menguji kekuatan.

Hal ini dikarenakan prinsip tuas akan bekerja berdasarkan posisi pegangan, jadi pegangan yang baik sangatlah penting. Kekuatan yang disalurkan kepada lawan akan berubah tergantung pada tempat jari yang digenggam.

... Namun, ini bukan hanya permainan untuk mendorong dengan kekuatan lengan saja. Ada sistem teknis yang dapat diprediksi. Menarik sekali. Otot kaki dan seluruh tubuh juga sama-sama penting.

Ready... Fight!! Ayo mulai!! Ahh?!”

Karena Igarashi-kun adalah anggota klub atletik, jadi ia memiliki banyak massa otot. Dia mengerahkan tenaganya dengan melibatkan otot kaki, tetapi keseimbangan tubuhnya kurang baik. Mungkin ia sering melewatkan latihan. Dengan kekuatan sebatas ini———

“Ngii... Tunggu sebentar... Guh... Aku... padahal…aku sudah serius! Tapi aku tidak bisa menggerakkannya sama sekali!”

Beberapa detik pun berlalu, tapi Igarashi-kun masih tidak bisa menggerakkan lenganku. Jadi, aku bisa dikatakan menang jika menempatkan lengan lawan di atas meja, bukan?

Aku perlahan-lahan mendorong tangan Igarashi-kun. Jangan aku mendorongnya terlalu keras, tangannya bisa saja terluka.

“Tu-Tunggu sebentar! Aduh, sakit... Ah, tanganku-!? Berhenti berhenti! Haa, haa... Toudo, kamu hebat sekali... Aku sebenarnya selalu sombong dengan kekuatanku, haha!! Tapi ini menyenangkan juga!!”

Meski dirinya kalah dalam pertandingan, tapi Igarashi-kun terlihat senang. Sepertinya ia lebih bahagia daripada aku yang menang. Aku belum pernah berinteraksi dengan teman sekelas seperti ini, jadi aku tidak tahu ekspresi apa yang sebaiknya aku tunjukkan.

“Jika kamu bergabung dengan klub atletik, kamu bisa menjadi anggota andalan dalam sekejap. Kamu beneran tidak mau ikut gabung? ...Tapi, kurasa memang sulit merekomendasikan klub atletik saat ini...”

“Mengapa? Klub atletik itu—”

“Ah, karena hubungan interpersonal di klub atletik itu agak rumit, baik aku maupun Miki adalah orang yang tidak populer dan ada beberapa masalah. Yah, lupakan saja. Kapan-kapan ayo main di tempat arkade lain waktu ya!”

“Akan kuusahakan... tidak, kita pasti akan bermain!”

“Oke, janji ya!”

 

——Pada saat itu, aku merasakan kehadiran sesuatu di belakangku. Aku dengan cepat memutar tubuhku agar tidak bertabrakan.

Aku melihat seorang gadis yang hampir jatuh. Aku menahan kerah gadis itu agar tidak jatuh.

 

“Oh, Sasami.”

Sasami, yang sedang berusaha keras menggerakkan tangannya, ada di sana......

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama