Prolog
Walaupun ini kedengarannya
mendadak, tapi aku memiliki harta yang sangat berharga.
Harta tersebut adalah sesuatu
yang tidak ingin aku lepaskan dan aku ingin terus melindunginya sepanjang
hidupku, terlepas dari apa pun yang terjadi.
Tapi, mungkin istilah 'harta' masih tidak tepat.
Sulit untuk mengungkapkannya...
Mengatakan bahwa seseorang yang sangat berharga adalah 'harta' mungkin tidak
salah, tapi ketika itu bukan benda melainkan orang, aku merasa ragu.
“Towa-kun?”
Sambil mendekatiku yang sedang
memikirkan hal-hal itu, dia... Ayana menatapku.
Otonashi Ayana—heroine utama
dunia ini, gadis yang menyimpang dari jalan aslinya, tapi malah memutuskan
untuk berjalan bersamaku.
“...Yah...gimana ya…”
Ketika aku membuka mulutku, dia
menatapku dengan penuh antisipasi.
“...Ayana, kamu begitu cantik—aku
sampai tak bisa berkata-kata saat melihat seberapa cantiknya kamu, itu tak
pernah cukup.”
Kata-kata manis palsu sudah
tidak diperlukan lagi di antara kami.
Itulah sebabnya, aku hanya
menyampaikan kata-kataku dengan tulus. Tapi, wajah Ayana seketika memerah dan
menundukkan kepalanya dengan begitu jelas.
Aku hampir ingin mengatakan
betapa lucunya dirinya, tapi aku berhasil menahannya.
(...Beberapa
hari telah berlalu sejak saat itu. Begitu banyak perasaan yang terlibat.)
Aku akan berjalan bersamamu...
dan menjadi bahagia bersamamu—meskipun baru beberapa hari sejak kami
mengumumkan hal itu, rasanya seperti seakan-akan berbulan-bulan telah berlalu.
Mungkin itu karena...
keberadaan Ayana sudah menjadi semakin dekat dan penting bagiku setelah
kejadian itu.
“Towa-kun.”
Aku bertengkar dengan Shu,
teman masa kecil kami berdua dan protagonis di dunia ini, tetapi sejak saat itu
kami tidak pernah berhubungan lagi, baik di sekolah maupun di tempat lain, dan
Shu tampaknya menjadi seperti cangkang yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa
Ayana telah pergi dari sisinya.
“Towa-kun...?”
Bagiku dan Ayana, Shu adalah
seseorang yang memiliki hubungan tak terelakkan dengan kami.
Oleh karena itu, aku tidak
perlu merasa simpati terhadap seseorang yang sudah kita tinggalkan. Meskipun
begitu, mungkin karena kami sudah berteman begitu lama, kenangan itu masih
melekat, dan aku berharap bahwa masih kemungkinan untuk saling tertawa jika
kami bertemu lagi.
“Towa-kun!!”
“Ya!?”
Dengan suara keras, badanku
didorong dan dibanting ke atas bantal.
Ayana mengangkangiku dan
menatapku dari atas pinggulku dengan pipi yang menggembung. Mungkin aku terlalu
asyik memikirkan sesuatu sehingga tidak menyadari ketika dia memanggilku?
“Duhhhh, Towa-kun! Aku sudah
memanggilmu berkali-kali, jadi dibales dengan benar dong!”
“Ahaha... maaf, maaf.”
Ayana sepertinya tidak menyukai
senyum masamku, dan dia masih tidak berhenti memasang wajah cemberut.
Tapi gadis ini... apa dia
menyadarinya? Mungkin Ayana ingin mengungkapkan protes karena aku
mengabaikannya, tapi semakin dia menunjukkan ekspresi seperti itu, semakin aku
ingin menggodanya.
Mana mungkin aku orang yang
sadis... tapi entahlah, sambil mengelus kepalanya, aku berkata, “Yosh,
yosh~yosh~yosh.”
“Jangan memperlakukan orang seperti
binatang... fumyaah♪”
Meskipun Ayana berpura-pura
menolaknya saat kepalanya dielus, dia mengeluarkan suara manis seperti kucing
dan langsung terjatuh di atas tubuhku.
Rambut hitam indahnya
menari-nari, aroma sampo sehabis mandi menggelitik hidung, dan yang terpenting,
sensasi payudara menggairahkan Ayana yang menempel erat di dadaku sungguh luar
biasa.
(...
Aku benar-benar merasa bahagia)
Aku terus membelai kepala Ayana
dan meletakkan tanganku yang lain di belakang punggungnya.
Aku tidak akan pernah
melepaskanmu, dan aku tidak akan membiarkanmu pergi bahkan jika kamu berkata
ingin meninggalkanku. ...... Sambil memikirkan pemikiran yang sedikit berat
ini, aku terus memeluk Ayana dengan penuh kasih sayang.
“Aku sangat menyukai tanganmu
yang mengelusku, Towa-kun~♪”
“Mungkin aku takkan lagi
meminta agar kaMu melakukan itu hanya di depanku, tapi aku suka melihatmu
bersikap begitu tidak berdaya dan bermanja-manja seperti ini.”
Pada dasarnya, di depan umum...
yah, ada kalanya dia meletakkan jari kakinya di bawah meja atau mendekat ke
arahku, tapi satu-satunya saat dia bersikap begitu manis padaku seperti ini
adalah saat kami hanya berdua.
Yah, mungkin karena sekarang kami
sudah resmi berpacaran, aku pikir kita akan lebih mesra di depan orang lain
juga... Tapi siapa yang tahu bagaimana nantinya.
“Senang rasanya bisa
mengungkapkan jati diriku hanya di depan Towa-kun. Tapi...sejujurnya, aku tidak
bisa melakukan itu lagi.”
“Eh?”
“Habisnya, memang begitu, ‘kan?
Orang yang selama ini aku sukai... dan sekarang aku semakin mencintainya
setelah kita berjanji untuk masa depan bersama, dia ada di depanku sekarang.
Bahkan di depan orang lain, aku tidak bisa menahan diri, tau!”
“…..Ya ampun, kamu terlalu imut,
deh!”
Jika... jika saja aku
diizinkan, aku ingin membuka jendela kamar dan berteriak, 'Ayana, kamu luar biasa!'.
Saat aku sedang memikirkan hal
itu, tiba-tiba wajah Ayana berada tepat di depanku.
Dia memandangku dengan pipi
yang memerah, ……lalu tiba-tiba menciumku dengan suara bibir yang bertemu. Aku
pun membalas ciuman Ayana dengan bibirku.
“*Chu*...”
Ciuman antara aku dan Ayana tak
pernah berhenti.
Meskipun kami sesekali
melepaskan bibir untuk bernapas, kami langsung mendekatkan wajah lagi seperti
ingin melanjutkan ciuman. Ciuman kami tidak berhenti hanya dengan ciuman manis
yang hanya menyentuhkan bibir, tapi berubah menjadi ciuman mendalam dimana
lidah kami saling bertautan.
“Towa-kun~♡”
Dengan mata berkaca-kaca, pipi
yang memerah, dan ekspresi tak bisa menyembunyikan kegembiraannya, Ayana
memanggil namaku. Itu adalah tanda dari Ayana. Aku bangkit dari posisiku dan
memeluk Ayana dari belakang.
Tentu saja, pelukan itu tidak
akan berakhir hanya dengan sekadar memeluk saja.
Sambil mencumbui Ayana, aku pun
membenamkan wajahku di lehernya seperti ingin meminta kenyamanan. Meskipun
Ayana terlihat sedikit geli, aku tetap melanjutkan tanpa memperdulikannya.
“Uh... aah~♪”
Suara desahan keluar dari
Ayana, yang semakin meningkatkan gairahku.
Saat menyentuhnya, aku
merasakan bahwa suhu tubuh Ayana juga naik. Dia menoleh ke belakang dan
menuntut ciuman dengan bibirnya yang menonjol.
(...Ayana
terlalu erotis)
Bukan hal yang baru kalau Ayana
itu erotis, tapi…. mau tak mau aku jadi memikirkannya.
Biasanya dia bertingkah sopan
dan lugu, dan meski hanya menunjukkan sifat aslinya di hadapanku, dia tetap
terlihat sopan... Itulah sebabnya perilaku Ayana menjadi jauh berbeda dari
biasanya saat kami hampir melakukan tindakan itu.
“Towa-kun... Aku sudah tidak
bisa menahannya lagi.”
Tidak hanya dengan tatapan
berkaca-kaca, tetapi Ayana juga memohon kepadaku dengan kata-katanya... Namun,
saat itu aku sangat lengah.
Karena pintu kamar terbuka
dengan keras.
“Towa~! Aku pulang~!”
Ibuku yang sangat bersemangat mendadak
muncul.
Jadi, apa yang terjadi adalah,
kejadian yang disebut sebagai “gangguan orang tua” sedang berlangsung... Namun, izinkan aku memberikan alasan
bahwa saat ini bukanlah waktu ibu pulang dari kerja.
“Ah, eh... itu, umm, ini... “
Tampaknya Ayana juga tidak bisa
berkata-kata dengan baik dalam situasi seperti ini.
Ibuku hanya diam dan menatap
kami dengan tajam.
Aku memeluk Ayana dari belakang,
sedang Ayana yang sedang membuka pakaiannya dengan wajah memerah…... Ibuku
terus menatap kami sambil tersenyum manis dan membuka mulutnya.
“Ara, ara~ maaf ya~♪ Aku akan mandi
dulu jadi silakan nikmati waktu kalian~”
Ibuku melambaikan tangannya dan
pergi begitu saja.
Wajah ibuku memerah bukan karena dia malu melihat kami berdua, melainkan karena dia sudah minum cukup banyak alkohol... Yah, mana mungkin ibuku merasa malu dengan hal seperti ini sekarang.
Untuk sementara waktu, aku dan
Ayana saling menatap pintu dengan terkejut, lalu dengan cepat kita saling
menjauh dan saling menatap.
“Umm... selain dari tidak
mengunci pintu, sepertinya kita benar-benar terlalu asyik hingga tidak
mendengar suara langkah kakinya, ya?”
“Ya, benar... ugh, rasanya sungguh
memalukan.”
Ayana yang sepertinya sedang
dalam suasana hati yang baik sampai beberapa saat yang lalu, memalingkan kepalanya
dengan malu-malu.
“Happs.”
Aku berdiri dan mengunci pintu
dengan mantap.
Aku dengan lembut merangkul
Ayana yang sedang merasa malu, dan berbisik ke telinganya.
“Jadi, gimana? Apa kita harus
menenangkan diri dulu sebentar dan melanjutkannya?"
Ayana mengangguk sebagai
jawaban atas pertanyaanku.
▽▼▽▼
“Fiuh...”
Setelah menyelesaikan aktivitas
kami sebagai sepasang kekasih, aku memandang ke luar jendela ke arah langit
yang penuh bintang.
Ayana yang sedang tidur
telanjang di atas tempat tidur, memeluk selimut dengan erat, dan kekacauan
sebelumnya seolah-olah tidak pernah terjadi.
[Aku...
merasa begitu puas. Aku tidak pernah menyangka kalau perasaanku akan berubah
sejauh ini.]
Itulah yang dikatakan Ayana,
dan jika dia merasa seperti itu terhadap interaksi kami, aku merasa senang.
Tentu saja, dia sudah bahagia
selama bisa bersama Towa... tetapi, aku jauh lebih senang jika dia merasa
bahagia dalam situasi seperti sekarang.
“Tapi... yah, aku juga merasa
malu ketika ibu memergoki kami tadi.”
Yang kuingat adalah saat ibuku
mengintip ke arahku... Aku dan Ayana terlalu asyik dengan hal itu sehingga kami
lupa untuk berhati-hati, dan tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk segala
kemungkinan.
“Tapi... yah, kurasa itu akan
baik-baik saja meskipun ibu tidak melihatnya secara langsung?”
Aku biasanya berhati-hati
dengan kebocoran suara ...... yah, pertama-tama, kami hanya melakukannya saat
ibu tidak ada atau ketika dia tertidur
lelap setelah minum alkohol, jadi tidak ada gunanya mengkhawatirkannya sekarang.
“….Haha, mungkin ini juga menunjukkan
bahwa aku cukup santai karena mempunyai waktu untuk memikirkan hal semacam ini.”
Aku tertawa getir sambil
memalingkan pandangan ke arah Ayana.
Di saat-saat seperti ini, dia
sering kali diam-diam bangun dan memperhatikanku, tapi hari ini dia sepertinya
tidur nyenyak dan memperlihatkan wajah imutnya yang tertidur.
Bahkan, mulutnya menyeringai
seolah-olah dia sedang bermimpi indah.
“Semua ekspresi wajahnya yang
terlihat imut sungguh tidak adil….. Yah, wajahku yang sekarang juga cukup
tampan, sih.”
Itu bukanlah ucapan narsistis,
tetapi karena fakta bahwa aku bereinkarnasi... Lagian, aku takkan pernah mengatakan
kepada orang lain dengan mulutku sendiri kalau aku tampan, kok?
“Baiklah, kurasa sudah waktunya
untuk tidur... tetapi...”
Meskipun aku mengatakan itu,
aku masih tidak ingin tidur, jadi aku terus menatap Ayana dan memikirkan
beberapa hal.
Aku memikirkan tentang situasi
Ayana saat ini.
Sejak hari itu... sejak dia
berpisah dengan Shu, Ayana jarang pulang ke rumahnya, dan lebih sering menghabiskan
malamnya di rumahku.
Baik aku maupun ibuku tidak
mengeluhkan hal itu, dan ibuku sebenarnya senang ada Ayana di rumah..... Namun,
kenyataan bahwa hubungan Ayana dengan ibu kandungnya, Seina-san, tetap tegang masih
tidak berubah.
“Hmm ...”
Aku sudah mengatakannya
berkali-kali sebelumnya, tapi dunia ini adalah dunia permainan erotis netorare, dan masa depan yang seharusnya
terjadi sudah berubah karena tindakanku.
Meskipun kenyataan bahwa Ayana
menjauh dari rumah keluarga Shu tidak berubah, tapi aku berhasil melindungi hati
Ayana, hal yang paling ingin aku lindungi——Aku bisa mengatakan dengan pasti
bahwa ini adalah hasil yang kuinginkan.
“Tapi itulah sebabnya ... Aku
ingin melakukan sesuatu pada bagian lainnya juga.”
Ngomong-ngomong soal itu, aku
ingin menyelesaikan perselisihanku dengan Seina-san.
Aku tahu kalau irang itu
membenciku, tetapi sebagai ibu dari orang yang kucintai, menurutku jauh lebih
baik jika kami bisa memiliki hubungan yang baik ... atau lebih tepatnya, karena
ini tentang Ayana, aku benar-benar ingin menyelesaikannya.
“Untuk mewujudkan itu ...
bagaimana caranya, ya?”
Bagaimana kamu bisa disukai
oleh orang yang membencimu... atau dalam hal ini, bagaimana kamu bisa
diterima...? Meskipun aku berpikir kalau dua-duanya sama, tapi yang pasti aku
ingin menyelesaikan masalah ini.
“... Hoaamm ... sudah larut
malam ya.”
Aku sepertinya sudah berpikir
lama dan mulai merasa mengantuk.
Setelah menggunakan toilet
sebelum tidur, aku menguap lebar lagi dan naik ke atas kasur tempat Ayana tertidur.
“Towaaa... kun...”
Ayana yang menyambutku,
berbicara dengan manis dalam tidurnya.
Ayana yang menunjukkan berbagai
sisi dirinya hari ini sungguh menggemaskan, dan tidak peduli apa pun yang
terjadi, aku ingin bersamanya—kami bersama-sama akan menyongsong masa depan dan
mewujudkan kebahagiaan kami.
(Sebagai
manusia yang hidup di dunia ini, sebagai seorang pria yang bersumpah untuk
melindungi Ayana, aku harus berjuang.)
Saat aku sedang memikirkan hal
itu, Ayana bergumam pelan pada dirinya sendiri.
“Tentu saja...”
“Eh?”
“Syu... syu...”
Apa yang baru saja
dia ucapkan...?
Aku menoleh ke arahnya yang
sedang tidur di sampingku, dan ternyata dia masih tidur. Aku tidak bisa berkata
banyak, tapi ada sedikit air liur keluar dari mulutnya... atau seharusnya aku
katakan bahwa penampilannya yang begitu tak berdaya ini jarang terjadi?
“Besok pagi, bangunlah lebih dulu
dariku dan lap air liurmu, ya.”
Aku berkata begitu sambil
menutup mata, dan segera setelah itu Ayana memelukku dengan erat. Sepertinya
dia tanpa sadar ingin membersihkan air liurnya dengan pakaianku.
Astaga, dia memang gadis yang begitu
manja. Aku mengelus kepalanya untuk terakhir kalinya dan akhirnya aku bisa tertidur.
Meskipun baru beberapa hari
sejak aku dan Ayana menjadi sepasang kekasih yang sesungguhnya, di sekitar kami
masih ada banyak sekali halangan... bahkan bisa dikatakan batu besar yang
bergulir di sekitar kami.
Ayo kita singkirkan semuanya satu
per satu.
Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan.
Mari kita bersihkan semuanya
secara perlahan-lahan.