Gimai Seikatsu jilid 10 Kisah Pendek


Kisah Pendek —  Suatu Sore Di Musim Panas

 

 

Aku merasa bingung. Mau tak mau aku berkata dengan lantang,

“Kira-kira kenapa aku berada di sini ya.”

Tenang saja, Ayase Saki. Akulah yang mentraktirmu di sini.”

Tidak, bukan itu yang aku kahwatirkan... Terima kasih.”

Sewaktu aku mengatakan demikikan, aku melihat ke arah dudukan di hadapanku, dengan tiga tingkatan piring yang diletakkan di depan.

Ketiga piring itu berisi segala sesuatu mulai dari salad hingga kue.

Pemandangan yang luar biasa, bukan? Menu ini semuanya menjadi satu.

“Kurasa itu bukan kata yang tepat untuk digunakan sebuah rangkaian teh sore, tapi aku setuju dengan sentimen itu.

Piring paling atas dari stand tiga tingkat berisi salad, sandwich salmon, dan sandwich telur, yang merupakan hidangan pembuka. Piring tengah berisi tiga scone yang baru dipanggang. Satu polos, satu dengan kepingan cokelat dan satu lagi. Mungkin ini adalah hidangan utama. Piring paling bawah berisi puding, tart, mousse, mont blanc..., dengan berbagai jenis kue sehingga disebut sebagai hidangan penutup.

Ketimbang cemilan, bagian ini lebih seperti makanan itu sendiri.

Dan tidak diragukan lagi, bahwa harganya sepadan dengan pemandangannya. Ini bukanlah sesuatu yang bisa dibeli oleh gadis SMA dengan uang saku mereka.

Tentu saja tempat di mana kami berada juga cocok untuk sebuah tempat minum teh sore yang mewah seperti ini. Tempat ini merupakan lobi hotel mewah yang bisa dijangkau dalam waktu kurang dari lima menit dari Stasiun Shibuya. Ada jendela kaca besar yang dipisahkan oleh kisi ke taman luar ruangan, membiarkan sinar matahari cerah memenuhi ruangan. Cahaya tersebut memantulkan stan tiga tingkat dengan elegan berkilauan dalam warna perak.

Ayo, jangan ragu untuk menikmati makanannya. Oh, kamu bisa memilih dari 30 jenis teh yang tersedia, pasti ada rasa yang sesuai dengan seleramu.”

Meskipun dia mengatakan itu, tapi dia tidak menunjukkan menunya padaku. Wanita yang berada di depanku - tidak, aku tahu namanya - Profesor Kudou-sensei, menyebutkan nama-nama teh sambil mencampurkan pengetahuan tentang teh. Mungkin dia tidak memberikan buku menu agar aku tidak merasa ragu melihat harganya.

Aku memesan Assam dengan susu, sementara Kudou-sensei memesan teh Cina yang namanya bahkan belum pernah kudengar. Kalau tidak salah namanya Houou Tansou [Phoenix Single]... ya, mungkin itu.

Teh pesanan kami pun datang. Teh merah dalam cangkir Wedgwood. Meskipun tidak ada uap karena musim panas, tapi aku bisa mencium aroma harum yang menyebar. Setiap teko teh dilengkapi dengan penutup pemanas berwarna yang berbeda, masing-masing cukup untuk dua cangkir. Susunya juga disajikan hangat.

Jadi, mengapa aku berada di sini?

Karena aku mengajakmu minum teh.

Kenapa kamu mengajakku?

Aku terkejut ketika dia memanggilku. Dia tidak mengenakan jas putih yang biasa kulihat, jadi kupikir aku mungkin salah mengira dia sebagai orang lain. Kudou-sensei mengenakan setelan biru ketat yang cocok dengan tubuh rampingnya, dan meskipun seorang wanita, dia terlihat tampan.

“Mengapa aku mengajakmu? Itu sih tentu saja karena itu terlihat menarik.

“Ah, ya. Akulah yang salah karena sudah bertanya.

Benar sekali, Meskipun dia seorang dosen etika di universitas, tapi dia adalah orang yang seperti ini.

Jadi, Saki-kun, bagaimana dengan perkembanganmu?

Perkembangan apa?

Perkembangan cinta yang menyimpang dengan kakak laki-lakimu.

Aku hampir saja tersedak teh. Aku diam-diam melirik ke sekeliling meja. Suara Kudou-sensei, meskipun tidak terlalu tinggi, mudah didengar dengan suara alto-nya, namun hal ini membuatnya rentan didengar oleh orang di sekitarnya. Tanpa sadar, suaraku menjadi lebih pelan.

Tolong tambahkan... kata 'tiri' di belakangnya.

Oh! Kenapa kamu malah mengkhawatirkan tentang hal itu sekarang? Yah, rasanya jauh lebih menar—maksudnya jauh lebih eksentrik jika kalian memiliki hubungan darah, tetapi tentu saja aku adalah orang yang rasional. Aku tidak mempunyai harapan aneh seperti itu.

Bukankah kamu hampir saja mengatakan bahwa itu menarik??

Tidak ada apa-apa... Semuanya biasa-biasa saja. Kami bergaul dengan baik. Lagipula kami adalah kakak....beradik, itu saja.”

Itu sih bagus. Yah, selama kamu menggunakan alat kontrasepsi, kurasa tidak ada masalah. Kamu masih siswa SMA, jadi kamu harus menjaga tubuhmu dengan baik.

Uhuk! Uhuk!

Sambil terbatuk-batuk dan mata berkaca-kaca, aku memandang tajam ke arah Kudou-sensei. Apa sih yang dikatakan orang ini? Norma etikanya entah hilang kemana.

Hmm. Masih belum melakukannya ya? Membosankan. Apa tidak ada yang lebih menarik? Kalian berdua tinggal bersama, jadi setidaknya kalian biasa melakukan ciuman selamat pagi dan selamat malam setiap hari, iya ‘kan?”

Kami tidak melakukannya...!

Kalau soal pelukan, kalian pasti melakukannya sekitar 20 kali, ‘kan? Aku yakin itu. Tidak, karena setiap hari, mungkin 100 kali!

Kami tidak melakukannya.

Apa katamu? Benarkah? Begitu ya, jadi ia adalah pacar yang tidak pernah memelukmu sama sekali, ya.”

“Bukan seperti itu...!

Dia tersenyum cengengesan, dan aku menyadari bahwa aku telah membuat kesalahan. Setelah itu, dia terus mengajakku berbicara tentang berbagai hal, memberikan beberapa saran yang bagus tentang masalah belajar sebagai permintaan maaf. Itu membuatku merasa jengkel.

Oleh karena itu, aku merampas buku menu darinya dan memesan teh paling mahal sebagai gantinya.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama