Hanayome wo Ryakudatsu Jilid 1 Bab 3 Bahasa Indonesia

Bab 3

 

Hari di mana Nene-chan mengajariku memasak, kami berdua pergi berbelanja ke supermarket terdekat bersama-sama.

Aku berjalan mengikuti di belakag Nene-chan sambil membawa keranjang belanjaan dengan satu tangan, dan pandangan mataku selalu menatap ke atas dari biasanya.

Di bawah pandanganku, rambut hitam seperti kayu ebony dan rambut merah seperti apel berayun di dalamnya.

Rasanya begitu aneh berada di tempat yang biasanya aku kunjungi sendirian bersama Nene-chan.

Nene-chan berhenti  ketika kami sampai di depan bagian yang menjual bawang. Kemudian, di ujung pandanganku, aku melihat dia membandingkan dua buah bawang yang dipegang di kedua tangannya.

“Yang ini lebih berat, jadi kita ambil yang ini.”

Setelah membandingkan beberapa kali, dia meletakkan salah satunya ke dalam keranjang belanjaan yang aku pegang.

“Kalau mau memilih wortel di antara yang ini, yang batangnya ramping dan berkilauan lah yang harus dipilih.”

Selanjutnya, Nene-chan terus memilih-milih sayuran dengan cermat. Aku merasa terkesan dengan hal tersebut dan tanpa sadar berkata,

“Hee, jadi begitu cara memilih sayuran dengan cermat, ya?”

“Ya. Ada cara untuk membedakan rasa yang enak, dan setiap jenis memiliki caranya sendiri.”

Bahkan hanya untuk memilih sayuran saja, proses memasak ternyata sudah dimulai dari situ.

“Kemarin aku hanya asal mengambil yang dekat-dekat saja, jadi ini benar-benar menjadi pembelajaran. Apa Nene-chan juga pandai memasak?”

“Eh, tidak... tidak terlalu, kok. Kenapa kamu bertanya begitu?”

“Entah kenapa aku merasa kalau rasanya kamu terlihat terampil.”

“Aku hanya mengingat apa yang dikatakan ibu kemarin, kok.”

Meskipun begitu, dia kelihatannya langsung memilih tanpa ragu-ragu, atau mungkin itu hanya imajinasiku saja?

“Yang kebih penting lagi, Kakak ipar, bukannya hari ini kamu terlalu sering melihat sedikit ke atas? Di sana tidak ada bahan makanan, loh.”

“Ap-Apa iya? Karena aku tinggi, jadi pandanganku cenderung lebih tinggi dari orang lain.”

“Enggak, tolong lihatlah ke bawah dengan seksama. Perhatikan baik-baik bagaimana Nene memilih.”

Meski dia bilang begitu...

Ada alasan kenapa aku melihat ke arah Nene-chan dari ujung pandanganku tanpa menurunkan pandanganku hari ini.

Alasannya adalah pakaian Nene-chan.

Dia tetap menggunakan aksesorisnya yang biasa seperti kalung ketat dan anting-anting, tapi hari ini dia mengenakan gaun hitam bukan seragam.

Bukannya aku merasa malu karena melihatnya memakai sesuatu yang berbeda dari biasanya. Yah, tidak bisa dipungkiri kalau penampilannya terasa segar.

Masalahnya adalah desain gaunnya. Bagian lehernya agak terbuka sehingga tulang selangka bisa terlihat dengan jelas. Sampai di sini masih baik.

Namun, bagian belakangnya tidak begitu. Karena bagian belakangnya terbuka lebar dan dengan berani menunjukkan punggungnya.

Saat aku menjemput di rumahnya, aku tidak menyadarinya sama sekali karena aku hanya melihat dari depan, tetapi saat mulai berjalan, aku menyadarinya dan segera menaikkan pandangan lalu bertanya, “Bukannya bagian punggungmu terbuka terlalu?”

“Yang begini tuh normal, kok?”

Nene-chan menjawab begitu tanpa berbalik.

Dia pasti merasa jengkel karena ada om-om yang terlalu rewel mengenai gaya pakaiannya. Aku tidak mengerti mode pakaian wanita, tapi di kalangan remaja SMA sekarang mungkin ini sudah biasa.

Punggung Nene-chan tidak memiliki lemak berlebih, postur tubuhnya yang lurus membentuk lekukan keindahan yang memukau, dan kulit putihnya yang seperti salju tanpa satu tahi lalat pun terilhat sangat cantik.

Meskipun hanya terlihat sesaat, namun kesan itu begitu kuat.

Sejak itu, aku berusaha menyembunyikan punggung Nene-chan dengan tubuhku sendiri agar tidak dilihat orang lain, dan aku pun berusaha sebisa mungkin untuk tidak melihatnya.

Jadi, ketika aku disuruh untuk melihat ke bawah dengan tegas, aku sedikit bimbang. Karena jika melakukannya, aku akan melihat dengan jelas punggung Nene-chan yang berjalan di depanku.

Ketika aku dilanda dilema, aku tiba-tiba merasa ada sentuhan dingin di kedua pipi dan wajahku dipaksa menunduk.

Di depan mataku, ada Nene-chan yang cemberut dengan pipinya yang menggembung.

“Duhhh, Kakak ipar. Tolong lihat Nene dengan baik ya?”

Kurasa dia marah karena aku yang seharusnya dalam posisi belajar darinya, mungkin terlihat tidak memperhatikannya.

“Maaf. Aku memperhatikannya kok.”

“Oke, tolong ya?”

Nene-chan melepaskan tangannya dari pipiku dan tersenyum dengan tangan menutupi mulutnya.

Apa itu hanya perasaanku saja kalau bibirnya tampak berkilauan dan Nene-chan terlihat sangat dewasa hari ini?

“Kakak ipar, kamulebih suka daging sapi daripada daging babi, kan?"

“Yeah. Aku lebih suka daging sapi.”

“Yeah, aku juga suka.”

Nene-chan mengambil sebungkus daging sapi dan meletakkannya di keranjang belanja.

Sejak tadi aku merasa tidak ada topik pembicaraan untuk sementara waktu. Yah, mungkin tidak masalah karena bisa terlihat dari konteks percakapan.

“Nene-chan selalu bisa belanja dengan lancar ya. Meskipun baru pertama kalinya kamu mengunjungi supermarket ini, tapi sepertinya kamu tahu persis di mana barang-barangnya.”

Nene-chan kemudian memberikan penjelasan.

“Setiap supermarket merancang tata letak dan penempatan barang berdasarkan pola gerak pembeli. Mulai dari pintu masuk berlawanan arah jarum jam, mulai dari sayuran dan buah-buahan, daging dan ikan, hidangan siap saji, lalu roti dan susu. Di bagian dalam biasanya ada makanan beku, minuman, makanan ringan, dan bahan makanan lainnya.”

Mungkin karena mengetahui hal tersebut, jadi dia bisa berbelanja tanpa ragu-ragu, ya.

“Oh, begitu rupanya. Dengan tata letak seperti itu, mereka bisa merangsang keinginan belanja pengunjung selama kita berputar di dalam.”

“Seperti yang diharapkan dari Kakak ipar. Begitulah adanya.”

Selain kemampuannya belanja dengan lancar, kemampuannya untuk tidak membeli barang yang tidak perlu juga luar biasa.

Biasanya gadis remaja akan tergoda untuk membeli makanan ringan atau minuman manis jika berada di situasi yang sama.

“Bagus juga cara mereka merancangnya untuk mempengaruhi pembelian. Namun, dengan pengetahuan itu, kamu bisa memahami tentang pemasaran sehingga tidak tergoda untuk membeli hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan.”

Aku dengan santai mengatakan itu, tapi suasana hati Nene-chan sedikit berubah seketika.

“Itu tidak benar. Aku tidak akan tergoda sama sekali sejak awal, aku hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan."

Sepertinya ada tekad yang kokoh yang tersembunyi di matanya.

Meskipun sedikit bingung dengan perubahan suasana, aku menjawab, “Be-Begitu ya. Kupikir itu hal yang bagus.”

Jadi begitu. Kurasa Nene-chan adalah seorang yang rasional, pintar dalam menabung, dan tidak boros.

 

Setelah selesai membeli bahan-bahan yang diperlukan, kami pun kembali ke rumah.

“Ayo, masuklah.”

“Aku pulang.”

“Selamat datang kembali di rumah, lah tapi ini rumahku, jadi bukan 'aku pulang' kali.”

“Aku salah. Permisi, maaf mengganggu.”

Aku menyusun bahan makanan yang sudah dibeli di atas meja dapur dan mulai mempersiapkan diri untuk memasak dengan menggulung lengan kaos.

“Baiklah, ayo kita mulai segera.”

“Kakak ipar, tunggu sebentar.”

Nene-chan berjalan cepat menuju pintu masuk, mengambil kertas pembungkus dari sana, lalu memberikannya kepadaku.

“Ini, silakan.”

“Ini...”

Setelah membuka kertas pembungkus, ternyata isinya adalah celemek.

Celemek berwarna hitam polos dengan bordir kecil [I.A] di dada kiri, dengan desain yang sederhana.

“Rasanya pasti lebih nyaman jika menggunakan celemek, ‘kan? Itulah yang dikatakan ibu.”

“Mungkin rasanya lebih nyaman. Tapi, bolehkah aku menerimanya?”

Tidak hanya menjaga pakaian agar tidak kotor dan memiliki kantong yang berguna, celemek juga membuat suasana memasak menjadi lebih menyenangkan. Namun, apa aku boleh menerimanya setelah semua ini?

“Kamu bisa menerimanya tanpa berpikir terlalu banyak. Selain itu, ada bagusnya dimulai dari hal kecil? Pasti akan membuatmu semangat saat memakainya,”

Nene-chan tersenyum manis kepadaku.

Sepertinya dia tahu persis apa yang aku pikirkan, membuat detak jantungku berdetak semakin cepat.

“Benar juga. Aku senang. Tolong sampaikan terima kasihku pada ibu mertua.”

“Baik. Aku akan menyampaikannya.”

Saat aku membuka lipatan celemekku untuk memakainya,

“Aku akan mengikatkan tali celemek untukmu, ya?”

Nene-chan berjalan mengelilingiku dan mengikatkan tali celemek di belakangku. Dengan sedikit rasa malu, aku mengucapkan terima kasih.

“Ah, terima kasih.”

“Sama-sama. Aku juga akan sedikit mempersiapkan masakan, jadi tunggulah sebentar ya.”

Nene-chan mengambil gelang rambut dari dalam tasnya dan menggigitnya.

Dia merapikan rambutnya dengan tangan ke atas kepala, menggulungnya menjadi gaya ekor kuda, lalu mengikatnya dengan gelang rambut.

Rambutnya dengan gaya ekor kuda terikat rapi dalam sekejap.

Kontras antara rambut hitam dan rambut merah muda di bagian dalam, leher yang ramping, dan keseimbangan antara anting-anting di telinganya terlihat sangat cantik.

Ada keindahan yang berbeda dari gaya rambutnya pada saat acara formal.

“Ehehe, Nene juga punya loh.”

Selanjutnya, Nene-chan mengeluarkan celemek dari dalam tasnya.

Desainnya serupa dengan milikku, namun warnanya bukan hitam melainkan biru lembut. Tidak ada bordir inisial.

Aku sedikit terkejut karena mengira gadis-gadis suka menggunakan desain dan warna yang lucu, namun celemek dengan warna yang tenang ini memberikan kesan rumah tangga yang hangat dan anehnya terlihat pas dengan Nene-chan.

“Eh, Kakak ipar. Bisakah kamu mengikatkan tali celemekku?”

“Oh, tentu saja.”

“Terima kasih.”

Karena dia baru saja melakukan hal yang sama padaku, jadi wajar saja. Tapi setelah memberikan jawaban, aku kembali menyadari pakaian Nene-chan hari ini.

Nene-chan mengenakan gaun dengan punggung terbuka. Saat mengikat tali celemeknya, maka secara tidak langsung aku harus melihatnya dari jarak dekat. Karena aku sudah terlanjur menerima permintaan ini, jadi mau tak mau aku harus melakukannya.

Aku berjalan ke belakang Nene-chan dan bersiap untuk mengikatkan tali celemeknya.

Punggungnya yang sehalus dan seputih hamparan salju yang belum pernah terjamah siapa pun, terlihat jelas karena rambutnya diikat menjadi ekor kuda. Meskipun hanya sekadar mengikat tali, aku merasa sangat gugup.

Saat aku mulai mengikatkan talinya erat-erat, punggung Nene-chan sedikit bergerak.

Jangan terlalu banyak berpikir. Aku hanya perlu berkonsentrasi pada mengikat talinya saja.

Setelah melewatkan tali melalui lingkaran, aku tinggal membentuk simpul kupu-kupu,

“Ahm~, Kakak ipar...”

Tiba-tiba, suara manis dan mempesona dari Nene-chan membuat detak jantungku semakin cepat.

“Ad-Ada apa?”

“Kurasa kamu mengikatnya terlalu eras...”

“Wah, maaf!”

Tanpa kusadari, tali yang diikat terlalu kencang menusuk sedikit ke dalam kulitnya.

“Tolong lakukan dengan lebih lembut ya?”

Aku tidak bisa menjawab kata-kata yang menunjukkan permintaan untuk melonggarkan tali, tapi aku akhirnya dengan canggung berhasil menyelesaikan pengikatan tersebut.

Meskipun aku merasa sedikit lelah sebelum memasak, tapi acara yang sebenarnya baru dimulai.

 

Kami akan membuat nikujaga hari ini. Ini adalah kesempatan untuk membalas kegagalan sebelumnya.

“Hari ini, aku telah mengubah resepnya sehingga kakak ipar, yang masih pemula dalam memasak, bisa membuatnya sendiri.”

“Oh, itu sangat membantu.”

“Dari situ, kamu bisa mencoba resep yang sedikit lebih sulit dan berbagai hidangan lainnya.”

Penting untuk memberikan pengalaman sukses sebelum mencoba hal-hal yang lebih sulit. Sepertinya ibu mertua memahami hal tersebut.

Nene-chan membacakan resep sementara aku mengikuti petunjuknya.

“Meski begitu, ini sangat lucu, ya?”

“Eh! ... Apanya?”

“Aku hanya merasa bahwa tulisan resep dan karakter yang digambarkan di sana terlihat sangat lucu.”

“Oh, begitu ya.”

Fyuh, Nene-chan mengipasi wajahnya dengan resep yang dia pegang di tangannya.

Sebelum memasak, aku sempat melihat resep yang memiliki tulisan bulat-bulat dan catatan yang disajikan dalam bentuk percakapan karakter yang membuatnya mudah dipahami.

Resep ini akan diberikan kepadaku setelah selesai memasak. Aku sangat menghargainya.

 

Mulai dari pemilihan bekal makan siang, sepertinya ibu mertua menyukai karakter-karakter lucu.

“Maaf, itu hanya pembicaraan yang tidak penting. Mari kita lanjutkan.”

“Umm pertama-tama, kita bisa mulai dari memotong sayuran dulu. Kupas kulit wortel dan kentang, lalu potong keduanya menjadi beberapa bagian, ya.”

“Iya.”

“Kamu merespons dengan baik, Kakak ipar.”

Fufu, ucap Nene-chan tersenyum.

Aku sedang diajari, jadi aku harus bersikap hormat, tetapi rasanya agak lucu juga ketika aku bersikap hormat kepada Nene-chan.

“Meski hanya sayuran, pastikan untuk memotongnya ke dalam ukuran sekali suapan. Dengan begitu, pemasakan akan merata dan lebih mudah disantap tanpa stres saat dimasukkan ke dalam mulut.”

“Oh, begitu rupanya.”

Dia bahkan sampai memikirkan bagaimana orang akan memakannya.

Meskipun dia menyebut ukuran sekali suapan, satu suapan bagiku masih terlalu besar, jadi aku akan menyesuaikannya dengan Nene-chan. Dengan berpikir demikian, aku melihat bibir Nene-chan.

Bibirnya yang merah muda dan wajahnya yang mungil membuat mulutnya juga tidak terlalu besar.

“Apa yang sedang kamu lihat, Kakak ipar?”

“Aku hanya sedang melihat bibirmu, Nene-chan.”

“Eh!”

Nene-chan merasa malu dan segera menutupi mulutnya.

“Aku ingin memotong sesuai dengan ukuran satu suapan Nene-chan. Tapi kalau begitu aku tidak bisa melihatnya.”

“Uhhhm... kalau begitu."

Nene-chan mengalihkan pandangannya sambil menggeser tangannya.

“Ya, kurasa ukuran segini sudah pas. Terima kasih.”

Aku ingin orang yang memakannya menganggapnya enak karena aku sudah bersusah payah memasaknya.

“Selanjutnya adalah bawang bombay, Kakak ipar harus mengupas kulitnya, potong setengah, dan iris tipis.”

“Yang ini juga ukuran satu suapan, ‘kan?”

Aku kembali melihat bibir Nene-chan untuk memastikan ukurannya saat memotong.

Dengan begini aku sudah selesai memotong semua sayurannya.

“Ka-Kakak ipar hanya perlu memotong dagingnya selebar lima sentimeter saja. Jadi, kamu tidak perlu melihat mulutku, oke?”

“Baiklah.”

“Selanjutnya, masukkan air, kecap, mirin, gula, dan bumbu dashi instan ke dalam wajan.”

“Memangnya kita tidak memasak sayuran dan dagingnya dulu? Dan kenapa pakai wajan ketimbang panci?”

Aku bertanya karena cara membuatnya berbeda dengan cara masakku yang sebelumnya gagal.

“Kali ini resepnya bisa dibuat enak tanpa harus memanggang di satu wajan saja.”

Oh, jadi ada juga yang seperti itu ya.

Alangkah baiknya jika bisa memasak dengan sedikit usaha namun rasanya tetap enak.

“Jika menggunakan bumbu dashi instan, itu akan menjadi lebih mudah."

“Karena merebus dashi itu cukup merepotkan. Bumbu dashi instan sudah cukup enak, dan yang penting adalah bisa melanjutkan memasak setiap hari.”

Aku juga sependapat dengan itu. Pertama-tama, mari kita membiasakan diri untuk memasak.

Sangat disayangkan jika aku harus menyulitkan diriku sendiri dengan standar yang tinggi sehingga tidak mau memasak lagi.

“Selanjutnya, masukkan bahan-bahan ke dalamnya dan panaskan dengan api sedang supaya dashinya bisa meresap dengan merata.”

“Ohh, kalau dengan cara begini, daging tidak akan menggumpal dan lebih mudah merata, ya. Sebelumnya saat aku memanggang, daging langsung menggumpal dan terasa seperti potongan kecil.”

Nene-chan mengangguk setuju seolah-olah dia bersimpati padaku.

“Setelah itu kita tinggal menutup pancinya. Hal ini akan mencegah sayuran hancur dan mencegah cairan kaldu menguap.”

“Sebelumnya, cairan kaldu berkurang dan terbakar. Jadi begitu ya, aku seharusnya melakukan begini. Tapi...”

Meskipun hanya ada penutup panci biasa, tapi aku tidak memiliki penutup yang sedikit lebih kecil dari wajan.

“Jangan khawatir, kita bisa menggunakan tisu dapur, jadi tidak masalah. Selain itu, itu akan menyerap uap airnya.”

“Rasanya sangat berguna sekali karena bisa menjadi penutup sementara dan penyerap uap air.”

“Iya, sungguh luar biasa. Kemudian didihkan selama dua puluh lima hingga tiga puluh menit. Setelah itu, sudah hampir selesai.”

Setelah proses pemasakan selesai, aku membuka tisu dapur dan di sana terdapat nikujaga yang bentuk sayurannya tetap terjaga tanpa terbakar, daging yang tidak menggumpal, dan semuanya tampak sempurna.

“Selanjutnya kita tinggal mematikan api kompor dan biarkan sebentar agar kaldu meresap ke dalam. Setelah itu, semuanya selesai.”

“Wah, ini luar biasa!”

“Fufu, Kakak ipar terlalu berlebihan.”

“Aku sama sekali tidak berlebihan. Kegagalan sebelumnya cukup mengecewakan bagiku. Aku merasa senang bisa memperbaikinya kembali.”

“Syukurlah kalau begitu. Aku juga ikutan senang.”

Nene-chan tersenyum penuh kebahagiaan.

 

“Selamat makan.”

Tepat di hadapanku terdapat nasi putih, nikujaga, telur dadar, dan sup miso yang tersusun rapi.

“Kakak ipar pandai memasak telur dadar, ya.”

“Iya, ‘kan?”

Sambil menunggu bumbunya meresap, aku mulai membuat hidangan lain. Hanya ini satu-satunya masakan yang bisa aku buat dengan baik.

Aku merasa lauk pauknya terasa kurang hanya dengan nikujaga saja, jadi aku membuat telur dadar untuk menunjukkan sedikit keahliannya.

Meskipun ini hanya sup miso instan, tapi rasanya masih enak dan pas.

“Yeah, telur dadarnya enak sekali!”

“Syukurlah, aku merasa sedikit gugup karena ini pertama kalinya aku memberikannya kepada seseorang."

“Eh, aku adalah orang pertama yang mencicipi masakan Kakak ipar?”

“Mungkin bisa dibilang begitu.”

Aku mempunyai kepercaraan diri cukup besar dengan masakan telur dadarku, aku tapi belum pernah memberikannya kepada orang lain sebelumnya.

“Masakan pertama Kakak ipar... boleh aku menghabiskan semuanya?”

“Silakan.”

Tatapan matanya seakan-akan berubah ketika Nene-chan mulai menyantap telur dadar dengan lahap.

Entah dia sangat menyukainya atau dia memang hanya sangat menyukai telur dadar.

Sedangkan aku sendiri, hanya dengan nikujaga saja sudah cukup.

Kira-kira bagaimana rasanya dengan hidangan utama nikujaga hari ini?

“Woaahh, rasanya enak sekali. Aku tidak menyangka kalau aku sendiri yang membuat ini!”

Rasanya sangat berbeda dengan masakan yang aku buat sebelumnya.

Yang sebelumnya benar-benar gosong seperti tanah atau lumpur.

“Yang ini juga enak. Kamu melakukannya dengan bagus sekali, kakak ipar.”

Puk, puk, puk, aku merasa ada elusan lembut di kepalaku. Entah mengapa aku merasa seperti pernah merasakan sensasi serupa sebelumnya...

“Ehm, Nene-chan?”

“Oh, maaf. Aku keceplosan... kamu pasti tidak suka diperlakukan seperti ini oleh wanita yang lebih muda, ‘kan?”

Nene-chan mendekatkan dirinya dan bertanya kepadaku dengan mata yang berkaca-kaca.

“Ehm, aku tidak keberatan. Hanya saja aku merasa malu.”

“Benarkah?”

“Iya. Jadi tenang saja.”

Seiring kita tumbuh dewasa, kesempatan untuk dipuji semakin berkurang. Jika kamu melakukan sesuatu dengan baik, maka itu dianggap wajar; namun jika gagal, kamu akan dimarahi. Itu adalah hal yang biasa terjadi.

Jadi, daripada merasa kesal, aku justru merasa senang. Aku tidak ingin mengatakan apa pun tentang hal itu karena harga diriku sebagai orang yang lebih tua.

“Terima kasih atas makanannya.”

“Tak disangka memasak tuh menyenangkan, ya.”

Aku mengungkapkan pendapatku dengan jujur. Menyajikan sesuatu bersama orang lain itu menyenangkan.

“Yeah. Mari kita memasak lagi seperti ini, ya?”

“Eh?”

“Karena Kakak ipar baru mempelajari satu masakan saja, ‘kan?”

“Aku juga bisa membuat telur dadar, lho.”

“Dua menu itu saja agak sulit. Selain itu, aku khawatir tentang keseimbangan gizi... atau itulah yang mungkin akan dikatakan ibu.”

Aku pikir dengan memamerkan kemampuan memasak lainnya tidak masalah, tapi ternyata tidak begitu. Meskipun aku bisa membuat nikujaga dan tamagoyaki, itu masih belum cukup.

“Lain kali, ayo kita memasak makarel yang direbus dengan sup miso! Kakak ipar sangat menyukainya, ‘kan?”

“Yeah, aku sangat menyukainya.”

Miso makarel adalah hidangan favorit keduaku setelah nikujaga.

Aku merasa sedikit bersemangat saat memikirkannya.

“...”

“Nene-chan? Apa ada yang salah?”

Aku memanggil Nene-chan yang tiba-tiba membeku karena suatu alasan.

“Bu-Bukan apa-apa! Ehm. Waktu senggangku..... bagaimana kalau di hari ini?”

“Oke, tidak masalah. Karena aku punya banyak waktu luang, jadi aku akan menyesuaikannya dengan jadwal Nene-chan.”

Dengan demikian, pelajaran memasak berakhir dengan lancar dan rencana selanjutnya pun sudah diputuskan.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama