Selingan 5 —
Bagian Mantan Tunangan 3
Di dalam ruang tamu keluarga
Fujisaki.
Kepala keluarga Fujisaki,
Fujisaki Seiji, sedang duduk di kursinya.
“Kami telah menemukan cinta
sejati. Jadi, tolong izinkan aku menikahi Himeno!”
“Aku akan menjalani sisa
hidupku bersama Minato-kun! Jadi aku mohon, Ayah!”
Minato dan Himeno berusaha
keras untuk meyakinkan ayah Himeno, Seiji, yang berada di depan mereka.
Namun, mereka hanya dengan
lantang menyampaikan seberapa pentingnya cinta mereka, betapa dalamnya perasaan
mereka, atau seberapa banyak mereka memedulikan satu sama alin.
Permintaan maaf mereka hanya
sebatas “Tolong maafkan kami!” dan cuma
itu saja.
Setelah mendengarkan dengan
cermat, Seiji perlahan-lahan angkat bicara.
“Sudah cukup, aku mengerti.”
“Benarkah! Syukurlah...”
“Terima kasih, Ayah...”
Minato merasa lega, sementara
Himeno hampir menangis karena terharu.
“Aku sudah cukup mendengarnya,
jadi cepat tutup mulut kalian berdua.”
Suara berat Seiji bergema
memenuhi seisi ruangan tamu, memberi kesan mengintimidasi siapa pun yang
mendengarnya. Kata-kata dari presiden perusahaan besar itu begitu kuat dan
mempunyai karisma yang tak terlukiskan.
Mereka berdua pun terkesiap.
Mereka tiba-tiba terjatuh dari suasana kebahagiaan menjadi jurang keputusasaan
dalam sekejap mata.
“Sepertinya kalian berdua keliru.
Aku sama tidak peduli dengan pernikahan kalian.”
“Hah! Kenapa!”
“Apa maksudmu, Ayah!”
“Diamlah.”
Bahu mereka tersentak ketakutan
dan akhirnya mereka berdua pun terdiam.
“Pertama-tama, aku harus memberitahumu
dulu, Himeno. Kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi. Aku tidak bisa menerima
seseorang yang mengkhianati orang lain sebagai bagian dari keluarga Fujisaki.”
Tatapan tajam Seiji melesat ke
arah Himeno. Bahu Himeno bergetar ketika melihat penampilan yang berbeda dari
ayahnya yang biasanya.
Ini pertama kalinya Himeno
mendengar kata-kata seperti itu. Tentu saja, wajah yang Seiji tunjukkan di
depan keluarganya berbeda dengan wajahnya sebagai seorang pengusaha. Sikap ini
sudah menegaskan bahwa dia bukan lagi bagian dari keluarga Fujisaki.
“Dengan mempertimbangkan hal
itu, aku sama sekali tidak peduli dengan pernikahan antara Himeno dan kamu,
yang merupakan orang asing,”
Seiji melanjutkan dengan tenang,
mencoba menekan emosinya.
“Aku akan mengakui sikapmu yang
datang kepadaku untuk meminta maaf. Namun, bukannya kedatangan kalian terlalu
terlambat? Biasanya, dalam situasi seperti ini, seharusnya kalian mengunjungi
secepat mungkin pada hari yang sama, atau paling lambatnya keesokan paginya.”
“Itu...!”
“Kamu tidak perlu menjawabnya.”
Minato hendak mengatakan
sesuatu, tapi Seiji menghentikannya.
“Terlepas dari alasan kalian,
kenyataannya masih tetap sama. Hal itu saja sudah menunjukkan banyak hal dari
Himeno dan kamu. Kalian datang kemari tanpa membawa buah tangan, dan kamu bahkan
datang dengan berpakaian santai. Kaos bertuliskan huruf yang tidak jelas itu seolah-olah
sedang menghinaku. Dan apa yang sudah kalian lakukan telah menyusahkan banyak
orang. Sejak awal, hanya meminta maaf padaku saja sudah tidak ada gunanya.”
Seiji mengakhiri pembicaraannya
di sana. Namun, Minato dan Himeno terlihat bingung dan tidak tahu akibat dari
perbuatan mereka.
“Sepertinya kalian tidak
menyadari kesalahan yang sudah kalian lakukan. Baiklah, aku akan mulai
menjelaskannya sekarang.”
Seiji melanjutkan tanpa emosi,
ia hanya mengatakannya dengan nada dingin.
“Pertama-tama, Himeno, kamu
telah membatalkan pertunanganmu. Membatalkan pertunangan tanpa persetujuan dari
pihak lain atau alasan yang sah dianggap sebagai pembatalan pertunangan sepihak.
Dalam kasus ini, kamu harus membayar kompensasi kepada pihak lain untuk biaya
yang telah dikeluarkan sebelumnya. Hal itu juga termasuk biaya pertunangan dan
pernikahan.”
“Apa! Bahkan pihak wanita juga
harus membayar kompensasi?!”
Ketika mendengar tentang kompensasi, Himeno tidak bisa menahan diri dan berteriak. Seiji menghela nafas dengan ekspresi kecewa yang mendalam.
“Jenis kelamin tidak ada
hubungannya dalam membayar kompensasi. Kupikir aku sudah mendidikmu dengan
baik, tapi sepertinya aku salah dalam pendidikan. Sekarang, aku merasa lega
bahwa aku tidak harus menikahkanmu dengan Arata-kun. Himeno, apa yang kamu
lakukan masih belum selesai. Kamu sudah menghina Arata-kun di depan banyak
orang. Pembatalan pertunangan bukanlah kejahatan, tapi mempermalukan seseorang
adalah penghinaan yang merupakan kejahatan yang serius. Dengan kata lain, kamu
adalah seorang penjahat.”
“Itu...bohong...”
“Penghinaan adalah tindakan
yang memerlukan tuntutan dari korban, jadi Arata-kun sendiri yang harus
melaporkan hal ini. Tapi karena ini mengenai anak itu, sepertinya ia takkan
mengajukan tuntutan pidana. Oleh karena itu, aku tidak bisa memaafkanmu. Aku
tidak bisa mengakui kamu sebagai bagian dari keluarga.”
Himeno tercengang setelah
diberitahu bahwa dia dianggap sebagai penjahat.
“Selanjutnya, kamu.”
“Bukan 'kamu', namaku adalah
Minato.”
“Aku tidak perlu mengingat nama
seseorang yang takkan aku temui lagi. Kamu juga sudah menghina Arata-kun. Aku
benar-benar tidak bisa memaafkanmu.”
Meskipun Seiji terlihat tenang,
tapi nada suaranya dipenuhi dengan amarah yang begitu jelas.
“Selain itu, dari sudut pandang
pihak pengelola tempat pernikahan, kamu melakukan tindakan perusakan properti
dengan masuk tanpa izin, atau yang biasa dikenal sebagai pelanggaran masuk
secara ilegal. Dan juga mengganggu proses bisnis, yang merupakan tindakan
kriminal. Saat keluar, kamu merusak pintu yang merupakan tindakan kerusakan
properti. Masih ada lagi. Kamu mendorong petugas keamanan yang mencoba
menahanmu, apa kamu tahu apa yang terjadi padanya? Dia jatuh dan patah tulang
karena doronganmu. Artinya, ini adalah tindakan kejahatan yang mengakibatkan
cedera fisik.”
Minato yang terpojok langsung
berubah pucat.
Semangat awalnya sudah tidak
ada.
“Seharusnya surat tuntutan
telah diajukan dari pihak pengelola tempat pernikahan dan petugas keamanan.
Polisi akan segera datang ke tempatmu.”
“Po-Polisi...!?”
“Apa yang membuatmu terkejut?
Kamu sudah melakukan tindakan kriminal, bukannya itu wajar?”
Seiji telah membuat rencana
untuk memojokkan Minato dengan cara memediasi pengacara tempat pernikahan dan
petugas keamanan.
“Tapi, aku…. hanya ingin
menikahi Himeno...”
“Jadi itulah sebabnya kamu
datang ke upacara pernikahan pada hari itu. Sungguh konyol sekali. Mengapa kamu
tidak datang lebih awal untuk menyampaikan perasaanmu kepada Himeno? Seharusnya
ada banyak kesempatan untuk melakukanya. Mengapa kamu sengaja memilih hari
upacara pernikahan? Rasanya begitu konyol jika kamu baru menyadari perasaanmu pada
hari pernikahan. Mungkin kamu membayangkan bahwa merampas pengantin wanita pada
hari itu akan menjadi dramatis, dan terbuai oleh pemikiran itu. Tindakan egois
seperti itu benar-benar sangat menyakiti Arata-kun.”
Seiji berbicara dengan tegas.
“Cukup sampai di sini saja,
cepat angkat kaki kalian dari sini. Dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku.”
Mereka berdua tidak bisa
berkata-kata setelah dikalahkan dengan telak.
Beberapa saat kemudian, mereka
bangkit dengan lemah, dan meninggalkan ruangan dengan kepala tertunduk.
Seiji berdiri dan berjalan
menuju jendela.
Meskipun
aku mendengarkan percakapan mereka sepanjang waktu, mereka lebih memperhatikan
betapa besar cinta mereka. Permintaan maaf bukanlah prioritas utama mereka.
Aku
terkejut dengan sikap mereka yang seolah-olah sudah sewajarnya semua orang akan
memberkati cinta mereka.
Meskipun
meminta maaf padaku, semuanya itu sama sekali tidak ada artinya jika mereka
tidak menyadari dampak serius akibat tindakan mereka.
Dan
aku benar-benar tidak bisa memaafkan mereka bahwa mereka berdua sama sekali
tidak pernah meminta maaf kepada Arata-kun.
Jadi
aku agak emosional.
Seiji yang selalu tenang dalam
rapat manajemen, jarang sekali menjadi begitu emosian kepada seseorang.
Setelah
upacara pernikahan, aku pun sibuk menangani segala sesuatunya, tetapi itu tidak
sebanding dengan apa yang sudah dilakukan Arata-kun saat itu.
Seiji merenungkan sosok Arata
yang menangani segalanya sendirian.
Aku
sangat ingin menjadi Arata-kun sebagai penerusku. Kadang-kadang aku merasa
terganggu dengan ikatan keluarga Fujiwara ini.
Benar
juga, jika Nene bersamanya... tidak, mari hentikan pemikiran ini.
Ia
juga memiliki kebahagiaannya sendiri.
Dan
semakin aku melihat pria yang datang hari ini, semakin aku menyadari bahwa ia
bukanlah pria yang baik-baik.
Ada
rencana untuk menekan majikannya agar pria itu kehilangan pekerjaannya, tetapi ia
tidak pernah memiliki pekerjaan sama sekali dan tidak melakukan apa pun sejak ia
lulus dari universitas dan merupakan seorang pecundang.
Ia
menyebut dirinya sebagai seseorang yang tidak ingin melakukan hal-hal biasa
setelah lulus. Ia dulu aktif dalam festival olahraga dan budaya di masa sekolahnya,
tapi itu hanyalah kilauan masa muda yang tak berarti. Kemungkinan besar, ia
hanya menjalani kehidupan dengan lancar tanpa menaruh banyak usaha.
Kehidupan
sebagai orang dewasa jauh lebih panjang. Kesuksesan tidak akan datang bagi
orang yang menganggap dirinya istimewa dan tidak berusaha. Orang tua pria itu
juga telah diinformasikan tentang insiden ini. Sudah hampir waktunya bagi
mereka untuk kembali dari luar negeri. Mari kita serahkan masalah ini kepada
pengacara dan orang tuanya di sana.
Seiji tersenyum tipis.
Meskipun
pria itu terus berbicara tentang cinta sejati, menurut pendapatku, hanya
masalah waktu saja sebelum ilusi itu hancur. Janji-janji yang dibuat di masa
kecil mungkin terdengar berharga, tapi pada kenyataannya seringkali itu tidak
berarti apa-apa. Janji harus dipertahankan dengan usaha yang berkelanjutan agar
bisa terwujud.
“Ketika cinta palsu itu hilang,
apa masih ada sesuatu yang tersisa di antara mereka berdua?”
Seiji bergumam sambil
memandangi punggung dua orang yang meninggalkan kediaman rumahnya.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya