Selingan 2 —
Bagian Mantan Tunangan 1
“Eh, gaun pengantin? Apa mereka
sedang melakukan sesi pemotretan atau semacamnya?”
“Tapi engga ada kameranya sama
sekali, jadi apa yang terjadi?”
“Pria itu mengenakan pakaian
biasa, jadi ini...”
“Mana mungkin penculikan
pengantin wanita, kan?”
“Ini bukan sinetron kali. Jika
ada yang melakukannya sungguhan, itu akan sangat merepotkan.”
Orang-orang yang berjalan di
sepanjang jalan berbisik-bisik saat melihat sepasang pria dan wanita.
Wanita itu mengenakan gaun
pengantin, sementara si pria hanya mengenakan kaos dengan tulisan besar di
tengah dan celana jeans.
Kombinasi pakaian yang aneh ini
menarik perhatian banyak orang, dan tampak jelas bagi siapa pun yang melihat
bahwa mereka baru saja melarikan diri dari tempat pernikahan.
“Jika dia dibawa pergi, itu
berarti pembatalan pertunangan dari pihak wanitanya, ya.”
“Mengapa begitu?”
“Karena dia bisa saja
menolaknya, tapi nyatanya dia setuju untuk melarikan diri.”
“Benar juga. Wah, dua-duanya
sama-sama terlalu egois, sungguh menjijikkan.”
Meskipun mereka menjadi pusat
perhatian orang-orang yang penasaran, kedua orang itu sama sekali tidak
memperdulikannya. Sepertinya mereka berdua hidup di dunia mereka sendiri dan
tidak peduli dengan sekitarnya saat mereka berlari.
Karena kedua orang tersebut,
orang-orang yang penasaran pun meyakini kalau mereka bertindak tanpa memikirkan
bahwa tindakan mereka bisa menyusahkan orang lain.
“Tu-Tunggu sebentar, Minato-kun...
Aku tidak bisa berlari lagi.”
“Huff, jika kita sudah sampai di
sini, seharusnya sudah aman.”
Mereka berhenti sejenak dan
melihat sekeliling apakah ada petugas keamanan yang mengejar mereka.
Setelah memastikan bahwa tidak
ada yang mengejar mereka, Himeno dengan malu-malu menoleh ke arah Minato.
“Kita berhasil melarikan diri,
ya?”
“Yeah, aku membawamu pergi.”
Minato menjawab demikian sambil
menggaruk kepalanya.
“Fufu.”
“Haha”
““Ahahahaha””
Meskipun tidak jelas apa yang
lucu bagi mereka, kedua orang itu tertawa terbahak-bahak di tengah jalan.
Semakin keras tawa mereka,
semakin tajam pandangan orang-orang di sekitar mereka.
“Minato-kun, tolong bahagiakan
aku ya?”
“Tentu, serahkan padaku.”
Saat ini, mereka berdua hanya
melihat masa depan di mana mereka akan bahagia.
Yang tidak mereka berdua
ketahui, ada seorang pria yang dengan tulus meminta maaf kepada orang-orang yang
telah terlihat meskipun dirinya harus menahan kesedihan dan keputusasaan.
Meski
begitu, Himeno memulai percakapan.
“Apa kamu melihat wajah
Arata-san yang terlihat kaget tadi?”
“Ah, aku melihatnya. Robot itu
benar-benar terkejut dengan perkataanmu, Himeno.”
“Pada awalnya kupikir ia
terlihat keren karena ia adalah putra dari keluarga kongloomerat dan bisa
melakukan segalanya. Tapi lama kelamaan aku merasa bosan. Jadi itulah sebabnya
aku mengatakannya di akhir.”
“Orang seperti itu mungkin
meremehkan orang lain selain dirinya sendiri dan bahkan mungkin
mengolok-ngoloknya. Rasanya menyegarkan mendengar apa yang dikatakanmu tadi,
Himeno.”
“Di sisi lain, Minato-kun
selalu mengajarkan padaku tentang dunia yang tidak aku ketahui dan itu terasa
menyenangkan.”
“Oh, benarkah? Aku tidak
bermaksud melakukan hal-hal tidak biasa sih. Mungkin itu terlihat menarik bagi
Ojou-sama seperti Himeno.”
Setelah itu, mereka berdua
terus berbincang tanpa memedulikan pandangan orang di sekitar.
Setelah suasananya menjadi
tenang, Himeno menyatakan kekhawatirannya sedikit.
“Minato-kun, apa rencanamu
selanjutnya?"
“Oh ya, sebenarnya aku belum
memikirkannya. Aku hanya memikirkan bagaimana caranya untuk membawamu keluar.”
“Eh, apa kamu hanya memikirkan
tentangku? Duhh dasar Minato-kun!”
Minato hanya bertindak egois
dan tanpa berpikir mengenai konsekuensinya, tetapi Himeno sama sekali tidak
menyadarinya. Dia merasa senang karena Minato hanya memikirkan tentang
bagaimana caranya untuk membawanya keluar.
“Oh ya! Kalau begitu, bagaimana
kalau kita ke rumahku?”
Minato berkata seolah-olah ia
memiliki ide brilian.
“Eh, apa itu baik-baik saja?”
“Tentu saja. Orangtuaku selalu
bepergian ke luar negeri jadi tidak ada siapa-siapa di rumah.”
“Hore! Ayo pergi! Ini baru pertama
kalinya aku ke rumah Minato-kun!”
“Hahaha, kamu imut banget sih
karena enggak sabaran sekali. Ayo pergi.”
“Im-Imut...? Aku senang
sekali...”
Setelah bermain-main sepanjang
perjalanan, akhirnya kedua orang itu sampai di rumah Minato.
“Permisi.”
“Silakan masuk... Himeno! Kamu
harus lepas sepatumu dulu!”
Minato dengan tergesa-gesa
menghentikan Himeno yang mencoba masuk ke dalam rumah dengan sepatu
pengantinnya yang masih terpakai.
“Eh?”
“Jangan ‘Eh?’ begitu kali! Saat masuk ke dalam rumah, sepatumu harus
dilepas, ‘kan? Ini bukan gaya Barat."
“Memang benar sih, tapi kalau di
depan pintu tidak perlu melepas sepatu, ‘kan? Karena ini masih bagian depan
rumah, bukan?”
“Enggak, enggak, ini sudah
bagian lorong, tau! Astaga, Himeno benar-benar polos ya, tapi itu juga yang membuatmu
terlihat menggemaskan.”
“Ma-Maafkan aku.”
Hahaha, Minato
tertawa sambil menuju ruang tamu.
(Eh?
Bukannya rumah Minato-kun terlalu sempit, ya? Tapi di tempat yang sempit
seperti ini, saling mendekatkan diri itu terasa sangat nyaman.)
Meskipun memiliki pemikiran yang
kurang sopan, Himeno mengikuti Minato dengan perasaan tersebut.
Apartemen tempat tinggal Minato
sebenarnya tidak terlalu sempit. Namun, menurut pandangan Himeno yang sudah
terbiasa tinggal di sebuah rumah mewah
yang besar, sulit untuk membayangkan bahwa orang tinggal di sini.
“Kamu pasti kesulitan bergerak
dengan gaun pengantin, ‘kan? Nah, kenakan ini.”
Setelah mengatakan itu, Minato
memberikan pakaian wanita kepadanya.Melihat Himeno yang tampak terkejut dan kaku, Minato
melanjutkan.
“Oh, ini? Karena Mizuki sering menginap
di sini, jadi dia menyimpan pakaian cadangannya di sini. Tapi jangan salah
paham ya? Ini hanya karena kami sudah akrab sejak masih kecil dan sering
menginap bersama. Itu adalah hal yang biasa bagi keluarga kami.”
“Oh, begitu... Aku tidak
mengerti karena aku tidak punya teman masa kecil. Tapi begitulah ya, teman masa
kecil memang seperti itu.”
Meskipun Himeno dipenuhi dengan
perasaan yang campur aduk, tapi dia tetap menerima pakaian tersebut..
Setelah mengganti pakaiannya,
dia mengambil nafas dan memberikan suatu usulan.
“Minato-kun! Hari ini adalah
hari yang bersejarah bagi kita berdua, jadi aku akan memasak untukmu, ya?”
“Wah! Itu sungguh membuatku
senang. Karena Mizuki selalu memasak untukku, kulkas selalu penuh dengan bahan
makanan, jadi gunakan saja apa pun yang kamu butuhkan."
“Baiklah! Kalau begitu aku akan
menggunakannya.”
(Eh,
kok nama Mizuki-chan muncul lagi. Meskipun seharusnya Minato akan menikah
denganku... Tidak, tidak apa-apa. Minato bilang dia telah menemukan cinta sejatinya.)
Beberapa saat kemudian,
“Maaf sudah membuatmu menunggu,
masakannya sudah siap.”
“Wah! Eh, ini...”
Minato terdiam ketika melihat
pemandangan di depannya.
Di atas meja terdapat sesuatu
yang berwarna hitam pekat.
“Maaf ya, aku sedikit
terburu-buru dan tidak mengerti dapur, jadi masakannya sedikit gosong.”
“Sedikit gosong? Ini jauh dari
sedikit... Tidak, tidak masalah. Selamat makan!”
(Oh
ya, dulu dia pernah memasak saat kami berkemah bersama, dan saat itu pun Himeno
membuat sesuatu yang hitam pekat atau cairan misterius yang kental…)
Sambil mengingat pengalaman
buruk tersebut, Minato dengan hati-hati membawa makanan di depannya yang tidak
bisa disebut sebagai masakan ke mulutnya.
(Ah
gawat, ini sih tidak bisa dimakan!)
Sambil bersusah payah menahan
keinginan untuk muntah, Minato menuangkan air ke dalam mulutnya.
Tanpa menyadari situasi yang
sebenarnya, Himehime dengan senyum penuh keyakinan bertanya.
“Bagaimana rasanya? Enak, ‘kan?”
"Eh, enak sekali... Terima
kasih.”
“Syukurlah! Aku mungkin membuat
terlalu banyak, tapi tentu saja kamu akan memakannya karena ini masakan istri
yang kamu cintai, bukan?”
“Eh!!”
Ketika Minato melihat ke arah
dapur, dirinya melihat berbagai ‘makanan’
yang jelas-jelas tidak dapat dimakan.
“...Kamu akan memakannya, ‘kan?”
“Oh, ya... Ak-Aku akan
mencobanya...”
(Tunggu,
tunggu, tunggu sebentar, dulu kukira itu hanya bercanda, tapi sepertinya dia
serius. Apa ini yang akan terjadi setiap hari setelah kami menikah!?)
Perasaan cinta dan kegembiraan
saja tidak cukup untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan baik.
Kedua orang itu perlahan-lahan mulai menyadari
hal tersebut, tetapi semuanya sudah terlambat.
Langit dipenuhi awan hitam
tebal, dan hujan tampaknya akan segera turun.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya