Bab 3.5 — Situasi Kazemiya Kohaku
Aku———Kazemiya Kohaku memiliki seorang kakak
perempuan yang jenius.
Kuon.
Nama aslinya adalah Kazemiya Kuon*.
Dia adalah seorang penyanyi-penulis lagu yang sangat populer di kalangan
generasi muda, dan dia juga adalah Onee-chan ku. (TN: Kalau
nama panggungnya pakai huruf alfabet, tapi nama aslinya memang Kuon tapi memakai
kanji)
Suara
nyanyiannya telah memikat banyak orang, dan lagu-lagu yang dia tulis dan ciptakan sendiri
telah menjadi hits besar di seluruh penjuru
negri.
Ketika dia terpilih untuk menyanyikan lagu
tema film terkenal, lagu tersebut menjadi viral
dan menjadi fenomena sosial.
Onee-chan ku
selalu menjadi gadis yang berbakat
sejak dia masih muda.
Jenius.
Anak ajaib. Bahkan kata-kata itu pun terasa murahan.
Dia
pandai dalam segala hal, termasuk belajar dan berolahraga, dan penampilannya
luar biasa.
Dia
memiliki selera gaya yang unik, suara nyanyian yang memikat semua orang, dan popular di kalangan banyak orang.
Karena
aku mempunyai Onee-chan yang seperti
itu, aku sebagai adik perempuannya,
mempunyai harapan tinggi yang dibebankan padaku.
“Kohaku.
Kamu juga bisa melakukannya, ‘kan?
Lagipula, kamu adalah adik perempuan Kuon.”
“Ya.
Aku juga ingin menjadi seperti Onee-chan.”
“Bagus.
Kamu memang gadis yang baik.”
Jadi aku mencoba untuk memenuhi harapan Mamahku.
“Saat
Kuon seusiamu, dia bisa
menyelesaikan masalah seperti ini dalam waktu
singkat.”
Dia
kecewa.
“Tempat
ketiga...Kalau itu Kuon, dia sudah
memenangkan turnamen ini, tau.”
Dia
kecewa.
“...Itu
tidak bagus. Aku mencoba membuatmu
bernyanyi, tapi kamu bahkan tidak bisa
menandingi Kuon.”
Dia lagi-lagi
merasa kecewa.
“Kohaku. Kamu bahkan tidak bisa
melakukan hal seperti ini?”
Maafkan aku.
“Kamu itu adik perempuannya siapa?”
Aku adalah
adik perempuan Kazemiya Kuon.
“Lalu
kenapa kamu tidak bisa melakukannya?”
........................
Kira-kira
kenapa? Aku tidak tahu. Aku
seharusnya bisa
melakukan hal yang sama seperti Onee-chan.
Aku tidak
bisa melakukannya. Aku
tidak bisa mendapatkan prestasi yang sama.
Mengapa. Mengapa. Aku sendiri tidak tahu hal
seperti itu.
Tapi aku
harus melakukannya. Karena aku adalah
adik perempuannya Onee-chan.
Jika dia
bisa melakukannya, aku juga seharusnya bisa melakukannya.
────Karena
aku adalah adik perempuannya Kazemiya Kuon.
Sudah sewajarnya
aku mampu melakukannya sebanyak ini.
Aku akan melakukan
yang terbaik. Aku harus
berusaha keras. Aku harus
berusaha keras.
“Wajar saja jika kamu lulus ujian.… Bahkan Kuon bisa
melakukannya dengan lebih
baik.”
Padahal Onee-chan
berhasil lulus dengan menempati peringkat pertama.
“Pada
akhirnya, kamu cuma mentok di peringkat
kedua... Ini sangat berbeda
dengan Kuon.”
Padahal
Onee-chan bisa menang.
“Menyerah saja. Kamu tidak memiliki bakat
menyanyi seperti Kuon.”
Padahal
Onee-chan sukses menjadi penyanyi.
Aku
tidak bisa melakukannya. Aku
tidak bisa melakukan semua hal
yang bisa dilakukan oleh Onee-chan.
Padahal aku harus
bisa melakukannya. Akan tetapi aku tetap
tidak bisa melakukannya. Aku
tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa melakukannya.
Tidak
peduli seberapa keras aku mencoba, tidak peduli berapa kali aku mencobanya, aku tidak dapat berlari di
jalur yang sama dengan Onee-chan.
Aku
merasa menyedihkan, sengsara, dan terasa menyakitkan untuk melihat punggung yang tidak
pernah bisa aku jangkau.
Aku mulai
menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat ke bawah. Aku mulai lebih sering menurunkan
bahu. Aku juga sudah terbiasa melihat tanah
yang gelap.
“……Maafkan aku.”
Aku
tidak tahu sudah berapa
kali aku mengucapkan kata-kata tersebut.
Aku selalu
mengatakan hal-hal yang belum pernah aku
dengar dari Onee-chan sebelumnya.
“Maafkan
aku karena tidak bisa melakukannya seperti Onee-chan.”
Maafkan
aku.
“Tidak
apa-apa, Kohaku.”
Maafkan
aku. Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku.
“Karena aku
sudah tidak mengharapkan apa pun lagi
darimu.”
─────────────────────.
Aku
masih ingat apa yang Mamah katakan
kepadaku ketika dia menghadapiku dengan jelas.
Dengan
satu kata itu, hatiku
benar-benar hancur.
Mungkin aku sudah lelah mencoba.
Untuk
terus mengejar punggung yang tidak bisa aku jangkau,
untuk mencoba berlari di jalan yang tidak bisa kujalani.
Pada akhirnya,
Mamah menjadi sangat sibuk sebagai
manajer yang mendukung karier menyanyi Onee-chan.
“Kamu
bebas melakukan apa saja sesukamu, tapi aku mohon, tolong jangan mengganggu atau merusak reputasi Kuon.”
Hanya itu
yang Mamah inginkan dariku.
Dia
berhenti menatapku. ……Tidak, bukan begitu.
Sejak awal,
Mamah bahkan tidak pernah
melihatku.
Di matanya, yang dia lihat hanyalah Onee-chan saja.
Kazemiya
Kohaku adalah orang yang tidak dibutuhkan oleh siapa pun dan tidak dipandang oleh siapa pun.
“Saat
ini, sepertinya Kuon sedang berkonsentrasi, jadi
kenapa kamu tidak keluar dan bermain? Aku akan memberimu uang.”
Dia
menyerahkan selembar uang kertas 10.000 yen kepadaku. Sambil menggenggamnya, yang
bisa disebut sebagai jumlah uang saku yang luar biasa untuk anak SMP, adalah hal yang normal bagiku untuk berkeliaran di luar, pergi
ke beberapa toko dan menghabiskan waktu sendirian.
Terlebih
lagi, seiring dengan semakin terkenalnya Onee-chan,
semakin banyak orang yang berusaha mendekatiku hanya karena dirinya. Ke mana pun aku pergi atau di manapun aku berasa, bayangan Onee-chan selalu mengikutiku. Aku merasa muak dengan hal itu. Jadi aku
lari dari keluargaku. Aku mulai
menghindari tempat yang disebut
rumah. Aku lari dari siapapun yang berusaha
mendekatiku. Karena mereka
mendekatiku dengan ekspektasi mereka sendiri,
lalu mengecewakan dan menyakitiku.
……Tidak, itu tidak benar. Itu cuma alasan saja.
Karena
itu menyakitiku. Setiap kali ada seseorang
yang mengungkit Onee-chan, aku teringat betapa
menyedihkannya diriku karena tidak bisa menjadi seperti dirinya. Karena itu mengingatkanku.
“Apa
yang kamu lakukan sampai larut malam begini? Kamu tidak melakukan sesuatu yang
aneh, ‘kan?”
Dan
ironisnya, begitu aku melarikan diri
dari keluarga dan rumahku, aku
mulai lebih banyak berbicara dengan Mamah.
Aku tidak tahu apakah aku bisa menyebutnya sebagai
percakapan, tetapi kupikir setidaknya aku memiliki lebih banyak kesempatan
baginya untuk mengatakan sesuatu kepadaku.
“Tidak ada salahnya, ‘kan? Toh
aku bebas melakukan apa saja yang aku mau.”
Padahal dia
sendiri sangat sibuk sampai-sampai
jarang pulang ke rumah. Dia
hanya meninggalkan uang di sana dan menyuruhku pergi makan sesuatu.
Padahal dia
sama sekali tidak peduli padaku karena tidak bisa melakukan
sebaik Onee-chan.
“Sudah
kubilang ‘kan? Tolong jangan melakukan sesuatu yang menghambat
Kuon.”
Kekhawatiran
dalam diri Mamah selalu mengkhawatirkan tentang Onee-chan.
Sesekali,
dia pulang ke rumah dan mengeluh kepadaku, menyuruhku untuk tidak menimbulkan masalah
pada Onee-chan atau melakukan apa pun yang
dapat menghambatnya. Pada saat aku
menjalani kehidupan sulit seperti
itu...
“Halo, Bu?”
Secara
kebetulan aku
mendengar panggilan telepon Narumi.
Narumi Kouta. Ia adalah teman sekelas dan pelanggan tetap di restoran keluarga yang sama.
Meskipun
kami tidak pernah benar-benar bertukar kata, tapi
aku mengenalnya sebagai pelanggan tetap.
Dan
meskipun aku tidak
bermaksud menguping percakapan teleponnya, tapi aku
mengetahui bahwa dirinya, sama seperti aku,
tidak mempunyai hubungan yang baik dengan keluarganya.
“Kamu tidak akur
dengan keluargamu?”
Tanpa
kusadari, aku mendapati diriku berbicara
dengannya. Meski aku berbicara
dengannya, tapi batinku merasa panik.
“...Kamu bertanya padaku?”
“Memangnya siapa
lagi yang ada di sana?”
Apa sih yang sedang aku lakukan?
Tadinya aku mencoba melindungi diriku sendiri dengan menjauhkan orang-orang di
sekitarku, tapi sekarang aku sendiri yang berbicara dengan mereka. Aku sendiri bingung dengan perilaku
kontradiktif ini.
Saat kami
mulai berbicara, aku menyadari bahwa ia sangat mirip denganku.
Aku lalu mengetahui
bahwa ia juga melarikan diri dari rumah dan
keluarganya.
Aku
merasa sangat senang dan bahagia karena ada orang lain sepertiku. Baru saat itulah aku menyadari untuk pertama kalinya
bahwa aku selalu merasa kesepian karena menghabiskan
waktu sendirian di restoran keluarga.
────Aku memang temanmu, Kohaku, tapi kurasa aku tidak
bisa menyembuhkan kesepianmu.
Pada
waktu itu. Aku kembali mengingat kata-kata
yang pernah diucapkan seorang teman kepadaku.
“Kalau
begitu aku punya usulan.”
Sebelum aku menyadarinya, aku sudah mengajukan usulan kepada
Narumi.
Demi bisa
menghabiskan waktu Bersama di restoran keluarga itu. Bukan
sendirian, tapi bersama-sama.
Aku
merasa gugup karena takut ditolak.
Jantungku mengeluarkan suara yang sangat keras di dalam dadaku.
“Selain itu...
jika itu dengan Narumi, sepertinya aku bisa membicarakannya. Misalnya saja mengeluh atau
curhat.”
“Bisa
berbagai macam. Tentang sekolah, kehidupan pribadi...
keluarga, dan sebagainya."
“Bagaimana
kalau hanya kita mengeluh
dan mendengarkan, dan tidak melangkah lebih jauh dari itu...?”
Kata-kata
itu keluar satu demi satu, seolah-olah berusaha mencari alasan, seolah-olah aku berusaha mati-matian untuk
meyakinkannya.
“Yeah.
Bagus juga. Itu cocok
dengan posisi kita."
“Begitu ya.
Jadi, sudah disepakati ya.”
“Yeah.
Pakta aliansi.”
“Aliansi
ya. Kurasa itu nama yang bagus. Bagaimana kalau kita memberi nama aliansi kita?”
Kupikir aku
sedang tersenyum. Itu pasti karena aku senang. Aku merasa lega dan tenteram dari lubuk hatiku yang paling dalam.
Dengan
demikian, hubungan aneh antara aku dan Narumi yang disebut Aliansi Restoran Keluarga pun
dimulai.
Aku merasa
nyaman saat menghabiskan waktu bersama
Narumi. Rasa
kesepian dan kekosongan yang kurasakan sebelumnya pun hilang.
Mengobrol
hal-hal sepele dan omong kosong. Berbicara tentang keluarga.
Mendengarkan curhatan. Tidak
ada rasa bersalah di sana, tidak ada rasa tidak nyaman.
Aku bisa
bercerita tentang Onee-chan
dan Mamahku. Aku bisa mengeluarkan
curhatanku. Aku
merasa punya tempat selain di rumah. Tempat tinggalku sendiri untuk pertama kalinya.
Hanya itu
saja sudah cukup bagiku. Hanya dengan adanya tempat
tinggal ini, aku merasa puas.
Akan tetapi.
“Aku tidak
menyukainya dan menjadi marah karena.... ada yang
menanggapi rumor konyol itu dengan
serius dan orang-orang mengatakan hal-hal jelek
tentang temanku.”
Narumi
marah.
Gosip
burukku yang selama ini aku abaikan begitu saja. Meskipun bukan
benar-benar palsu, maupun bukan
benar juga. Dalam gosip yang dicampur dengan sedikit niat jahat, Narumi marah
untukku.
Belum
pernah ada orang yang marah demi diriku.
Jika ada yang marah, itu demi Onee-chan. Demi tidak merepotkan dan menimbulkan masalah pada Onee-chan.
Mereka
tidak melihatku, mereka bahkan
tidak memperhatikan keberadaanku.
Tapi
Narumi, ia melihatku dengan seksama.
Bukan aku
yang tidak bisa seperti Onee-chan. Bahkan
bukan juga karena Onee-chan.
Ia
memandangku sebagai gadis yang
bernama Kazemiya Kohaku dan marah demi Kazemiya Kohaku.
“..... Mengenai rumor yang kamu
bicarakan tadi. Seenggaknya, aku biasanya tidak melakukan apa-apa selain pulang ke
rumah dari restoran keluarga di malam hari.
Kadang-kadang aku singgah
ke minimarket, tapi aku tidak
pernah keluyuran maupun bergaul
sembarangan. Dan rumor tentang keterlibatan dengan orang-orang jahat... mungkin hanya karena aku terlihat sedang presiden agensi hiburan. Karena orang itu mempunyai penampilan yang mencolok.”
Aku
menjelaskan kebenaran gosip yang sebenarnya tidak ada niatan untuk mengungkapkannya.
Meskipun
seharusnya aku tidak
ingin menyentuhnya karena tidak ingin merusak waktu yang menyenangkan ini.
Meskipun
sebenarnya aku tidak
berniat untuk memberikan alasan semacam itu.
“Begitu ya. Yah... mungkin begitulah
kebenaran dari rumor. Alasan kenapa kamu membiarkan rumor tersebut beredar begitu saja karena demi mengurangi jumlah orang yang
datang mencari kakak perempuanmu,
kan?”
“...Jadi kamu bisa melihat sampai sejauh itu. Hebat juga.”
Dia benar-benar melihat ke arahku.
Rasanya
lebih bahagia, lebih menyenangkan, lebih cerah, dan ──── lebih hangat daripada
yang kuduga.
“Jika
aku mempertimbangkan masalah
keluargamu, aku
bisa memperkirakannya. Bahkan ketika menyangkut gosip yang berkeluyuran di malam
hari, sebenarnya sudah bisa ditebak sedikit... Yah, meskipun diluar dugaan karena tentang perekrutan, tetapi
jika dipikir-pikir, itu bukan sesuatu yang sangat mengejutkan.”
“Harusnya
kamu terkejut tentang itu, tahu.”
“Jika
itu tentang Kazemiya, rasanya tidak mengherankan jika ada
satu atau dua perekrutan di industri hiburan.”
“...
Apa maksudnya dengan itu?”
“Maksudnya,
bergitulah artinya memiliki teman yang mempesona.”
“...
Kalau itu sih, makasih banyak.”
Narumi adalah orang yang bisa dengan santai mengatakan hal-hal
yang luar biasa.
“Menurutku,
melarikan
diri juga sah-sah saja, ‘kan?”
Ia
mampu mengatakan hal-hal yang tidak
akan diucapkan oleh siapa pun.
“Aku
melarikan diri dari keluargaku. Tapi, setelah melarikan diri, aku bisa berteman
dengan Kazemiya. Sama seperti ini, menonton film setelah
sekolah, bersenang-senang, mengeluh di restoran sambil makan... Bisa
menghabiskan waktu dengan nyaman seperti ini.”
“Memangnya
itu bisa dianggap sebagai hal baik?”
“Bagiku itu adalah hal baik. Meskipun
baru beberapa hari sejak kita berteman... Aku cukup menyukai waktu yang kuhabiskan bersamamu di restoran keluarga, Kazemiya.”
Pada saat
itu, aku tidak bisa mengatakannya. Perasaan yang begitu besar sampai-sampai tidak bisa diungkapkan dalam
kata-kata, hampir tumpah.
Tapi,
Narumi. Sejujurnya, aku ingin mengatakan ini.
──── Aku
juga sama. Aku suka menghabiskan
waktu bersama denganmu,
Narumi.
“Aku
merasa senang karena berhasil melarikan diri.
Bagaimana denganmu, Kazemiya?”
“............Aku juga merasakan hal yang sama.”
Baru setelah
aku ditanyai pertanyaan itu lagi, aku akhirnya bisa mengucapkan kata-kata tersebut.
“Dulu
aku merasa bersalah. Ada rasa menyesal juga.
Tapi sekarang, aku merasa lega karena berhasil melarikan diri. Waktu yang aku
habiskan bersamamu di sini... ya, rasanya
menyenangkan.”
Tanpa kusadari, aku mulai menantikan pergi ke
restoran tempat aku melarikan diri dengan rasa bersalah. Sampai aku
menyatakannya dengan kata-kata, aku bahkan tidak menyadarinya.
“Hehe... rasanya aneh mengatakan bahwa
melarikan diri adalah pilihan yang tepat. Biasanya, melarikan diri dianggap
tidak baik, ‘kan?”
“...
Iya.”
Rasanya benar-benar
aneh. Tidak ada yang pernah
mengatakan bahwa aku boleh melarikan
diri.
Ketika
aku mulai mengejar punggung Onee-chan,
ekspresi yang tertuju padaku adalah kekecewaan atau kepasrahan. Tertawa atau simpati terhadap
upaya mengejar punggung yang tidak akan pernah tercapai. Tapi, Narumi berbeda.
Ia
tidak mengecamku sambil memandang rendah, tidak juga kecewa padaku.
Ia tidak
memandangku dari luar dan mengejek atau mengasihani.
Tapi ia akan melarikan diri bersamaku. Ia bersedia melarikan diri bersamaku.
Itu
membuatku lebih bahagia dari segalanya...
(...Bagiku, bertemu dengan Narumi merupakan sebuah
keajaiban, tahu.)
Meskipun
ini sangat memalukan dan aku tidak
bisa mengatakannya langsung.
...Sejujurnya, aku
bahkan tidak pernah memikirkannya. Kupikir tidak mungkin ada orang yang akan
melarikan diri bersamaku. Kupikir hanya aku saja
satu-satunya orang yang melarikan diri dari Onee-chan
dan keluarga, yang
berada di restoran itu. Aku tidak
pernah membayangkan bahwa di restoran tersebut ada
orang lain yang melarikan diri seperti diriku.
Bahwa ada
orang lain yang melarikan diri seperti diriku.
Bahwa aku bisa bertemu dengan Narumi di restoran itu.
Hari-hari
melarikan diri bersama Narumi.
Bagiku, semua
itu adalah keajaiban yang sangat berharga dan indah.
Aku berharap
bahwa hari-hari seperti ini akan terus
berlanjut. Mulai sekarang sampai selamanya.
Aku berharap
kalau waktu ini akan terus berlanjut tanpa ada yang menemukan atau menyentuhku.
Mau tak mau
aku jadi berharap demikian.
...Tapi, hal tersebut mustahil terjadi.
Karena
begitu kami keluar dari restoran keluarga, kami
akan melangkah ke dalam kenyataan.
Kenyataan
yang menyakitkan sudah menanti.