Houkago, Famires de Volume 1 Bab 4 Bahasa Indonesia

Bab 4 — Pilihan Narumi Kouta

 

Di sana ada seorang wanita ramping yang mengenakan setelan rapi.

Dia membawa tas kerja wanita di bahunya dan tampak seperti wanita karier yang sangat sukses. Sorot mata tajamnya yang mengarah kepada Kazemiya melalui lensa kacamatanya diwarnai dengan semburat celaan.

(Kohaku…)

Dia adalah seseorang yang bisa memanggil nama depan Kazemiya, dan dia berada di depan apartemen menara ini.

Selain itu, jika aku melihat lebih dekat wajahnya, aku bisa melihat bahwa dia sedkit mirip dengan Kazemiya. Jika Kazemiya tumbuh besar dan bertambah tua, dia mungkin akan menjadi seperti wanita cantik ini.

…Mamah.”

Sudah kuduga begitu. Jadi dia adalah ibunya Kazemiya, ya?

Mengingat kalau kakak perempuannya Kazemiya adalah seorang mahasiswi, dia terlihat lebih muda dari usianya.

“Hanya karena aku tidak bisa melihatmu, kamu keluyuran lagi sampai jam segini. Ya ampun… kamu ini memang tidak pernah tumbuh dewasa.”

.......

Ibu Kazemiya menghela nafas seolah-olah dia sangat kecewa.

Pandangannya akhirnya beralih ke arahku yang berada di samping Kazemiya.

...Dan kamu siapa?

Maafkan saya terlambat memperkenalkan diri. Nama saya Narumi Kouta. Saya adalah temannya Kazemiya-san.

Oh begitu ya. Aku minta maaf kalau Kohaku kami selalu merepotkan.

Salam itu sendiri biasa saja, tapi entah mengapa kata-katanya terasa memiliki arti tersirat. Apa itu karena aku saja terlalu memperhatikannya, atau karena aku terlalu kepikiran. Atau mungkin...

Hari ini saya yang mengajak Kazemiya-san, dan memaksanya berkeliling untuk menemani saya. Kami begitu menikmatinya hingga lupa waktu... Maafkan saya.

“Kamu tidak perlu segan begitu. Gadis ini mungkin memaksamu dengan sesuatu yang tidak penting, ‘kan? ...Hah... Jangan merepotkan orang lain. Kami sibuk di sini.

........

Kasegami mengepalkan tangannya dan menggigit bibirnya setelah mendengarkan perkataan ibunya.

Kamu ingin mengatakan sesuatu, Kohaku?

Tidak, tidak ada.

...Ekspresi wajahmu justru begitu jelas. Boleh saja memikirkan sesuatu dalam hatimu, tapi perbaiki kebiasaanmu menampakkannya di wajahmu. Itu tidak sopan.

Dengan menghela nafas seperti biasa, ibu Kazemiya masuk ke dalam apartemen.

Kazemiya pun berjalan dengan langkah lemah mengikuti ibunya tapi sebelum itu, pandangan matanya bertemu dengan mataku sejenak.

........

Kazemiya memalingkan wajahnya seolah tidak sanggup lagi menahan rasa sakitnya, dan lenyap ke dalam gedung apartemen yang menjulang tinggi seolah menusuk langit.

Kazemiya...

Bagaimana perasaan Kazemiya ketika tatapan mata kami bertemu untuk terakhir kalinya?

Aku merasa kalau bisa memahaminya. Aku dan Kazemiya sangat mirip. Karena kami berdua begitu mirip, jadi aku bisa mengerti.

——Aku hanya tidak ingin Narumi melihat sisiku yang seperti ini.

Dari sorot mata yang ditinggalkan terakhir oleh Kazemiya, seakan-akan perasaan dan kata-katanya merembes keluar demikian. Aku merasakan hal seperti itu.

 

☆☆☆☆

 

Aku pulang.”

Aku langsung pulang dari rumah Kazemiya dan menunjukkan wajahku ke ruang tamu untuk mengumumkan bahwa aku sudah pulang.

Selamat datang di rumah.”

Selamat datang kembali, Kouta-kun.

Kamu pasti Lelah, ‘kan? Aku sedang mengisi ulang bak mandi dengan air panas. Mandilah dan hilangkan kepenatanmu.

Aku sampai di rumah sebelum jam 10 malam. Aku disambut hangat oleh ibuku yang sedang menulis di ruang tamu, dan Akihiro-san yang sedang menuangkan secangkir cokelat.

Biasanya, hatiku akan dipenuhi dengan perasaan tidak nyaman, bersalah, dan berdosa, tapi hari ini aku bisa ​​menerima kehangatan itu dengan tangan terbuka.

("Selamat datang kembali”, ya…)

Mereka berdua mengucapkan Selamat datang kembali kepadaku sebagai hal yang biasa.

Namun...

(...Ibu Kazemiya tidak pernah mengucapkannya.)

Ibu Kazemiya tidak mengucapkan sepatah kata pun salam kepada putrinya ketika dia kembali ke rumah.

Bahkan tidak ada satu kata pun yang menunjukkan kepeduliannya. Dia hanya mencela, tercengang, dan merasa direpotkan.

Kamu kenapa? Malah linglung begitu.”

...Aku hanya berpikir seberapa beruntungnya diriku.

“Apa, memangnya kamu lagi demam atau semacamnya?”

“Ya enggak lah.”

Sebaliknya, seberapa jauh lebih baik jadinya jika kehadiran Ibu Kazemiya hanyalah mimpi saat aku sedang demam?

Baiklah, aku akan meletakkan barang-barangku di atas dulu dan kemudian mandi.

Ah, Kouta-kun. Jika kamu mau ke atas, bisakah kamu membawakan coklat untuk Kotomi? Aku yakin kalau dia sedang belajar sekarang.

……Oke, baiklah.”

“Terima kasih. Itu sangat membantu.

Sejujurnya, aku masih belum terlalu akur dengan Tsujikawa.

Kemungkinan besar Akihiro-san juga memahami hal ini. Dengan memintaku untuk membawakan minuman kepadanya, aku bisa meningkatkan kesempatan untuk komunikasi antara kakak dan adik.

Seandainya itu hanya orang asing, aku pasti akan menolaknya.

Mungkin ada banyak orang di dunia ini yang tidak akur, dan tidak perlu memaksakan diri menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak cocok denganmu.

Tapi masalahnya, kami adalah keluarga.

Berbeda dengan sekolah, ikatan keluarga ini akan terus berlanjut.

Bahkan jika aku mencoba melarikan diri atau menghindarinya, kenyataan bahwa kami adalah 'keluarga' tidak akan pernah hilang.

Selain itu, ibu sudah menemukan kebahagiaannya dengan susah payah. Aku bukanlah orang yang tak berperasaan sampai-sampai merusak semuanya di sini.

... Nah, begitulah. Sambil menyusun alasan dan argumen di dalam hati, aku berdiri di depan kamar adik tiri dengan tetap menjaga hatiku tetap kuat.

Pertama-tama, ayo tarik napas dalam-dalam. Kemudian mengetuk ringan pintu kamarnya.

Ah, Tsujikawa. Ini aku.

“Nii-san?

Aku membawakan ini atas permintaan Akihiro-san.

Oke. Mohon tunggu sebentar.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka.

Tsujikawa yang mengenakan pakaian santai, memandangku sejenak....

Selamat datang kembali. Jadi kamu sudah pulang, ya.”

... dan memberikan sapaan pertama.

Ah, ya... iya. Aku baru saja pulang.

? Apa ada yang salah?

... Tidak, aku tak menyangka kalau kamu akan memberi salam.

Tentu saja. Ada etika di antara orang yang akrab. Apalagi jika itu keluarga. Lebih dari itu, jika itu 'keluarga biasa', alasan untuk memberi salam kepada kakak yang pulang adalah hal yang wajar.

Ada etika di antara orang yang akrab, ya...

Tsujikawa juga memberi sapaan 'selamat datang kembali' seperti ini. Seberapa tidak tertariknya Ibu Kazemiya terhadap putrinya? Rasanya semakin jelas, dan aku merasa semakin sedih.

Ini dari Akihiro-san.

Terima kasih.

Tsujikawa menerima minuman coklat tersebut.

Oh ya, Nii-san, besok adalah Jumat, jadi kamu libur dari kerja paruh waktumu, kan?

... Ya. Benar.

“Sepertinya hari ini kamu ada rencana, tetapi jika seperti biasa, kamu akan ada di rumah besok, ‘kan?

... Rencananya begitu.

Hehe. Aku senang sekali. Besok sepertinya ibu juga akan istirahat, dan sepertinya ayah akan pulang lebih awal. Kita semua bisa menghabiskan waktu bersama seperti keluarga biasa.”

... Keluarga biasa, ya.

Kurasa memperbaiki itu adalah hal yang harus kulakukan. Meskipun suasana hatiku merasa tidak nyaman, tapi menghargai keluarga adalah hal yang wajar.

Namun, dalam benakku... bayangan punggung Kazemiya yang pergi bersama ibunya dan sorot mata yang diperlihatkannya, terus-menerus berputar tanpa henti di kepalaku.

 

☆☆☆☆

 

Hari Kamis yang penuh gejolak telah berakhir, dan hari Jumat, yang akan menjadi hari di mana kinerja para siswa dan pekerja masyarakat mencapai puncaknya, segera dimulai.

Film. Restoran keluarga. Dan yang terakhir, aku bertemu dengan ibu Kazemiya yang bersikap dingin terhadap putrinya.

Kupikir haru Kamis memiliki kejadian yang layak disebut sebagai penuh gejolak. Atau, jika harus dikatakan, seluruh hari seminggu ini sendiri dipenuhi dengan gejolak.

Aliansi dengan Kazemiya Kohaku dimulai pada hari Senin. Termasuk hari ini, baru lima hari. Baru lima hari, tapi kupikir ini adalah perubahan yang besar.

.........

Yang memenuhi pikiranku saat ini hanyalah raut wajah Kazemiya kemarin. Itulah yang selalu kupikirkan.

Oi, Kouta. Kouta?

....Oh, Natsuki. Ada apa?

“Bukan apa-apa. Aku hanya menyapamu 'Selamat pagi' sejak tadi, tapi kamu malah tidak menanggapiku sama sekali.

Maaf. Aku sedang memikirkan sesuatu.

Belakangan ini kamu sering melakukan itu ya.

.... Ya. Karena ada banyak hal yang perlu dipikirkan.

Terutama dalam lima hari terakhir ini.

Hmm............

Jangan menatap wajah orang.

Kouta, kamu tahu, akhir-akhir ini kamu agak berubah ya. Mungkin karena teman baru yang kamu punya?

“Apa iya? Aku tidak merasa berubah sama sekali—

Aku tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada perubahan.

Dalam lima hari yang dipenuhi dengan gejolak ini, aku menyadari bahwa diriku sebagai Narumi Kouta, telah mengalami sedikit perubahan. Lima hari bersama Kazemiya Kohaku adalah hari-hari bagaikan mimpi bagiku.

.....Mungkin saja iya.

“Nah, kan?”

Natsuki cengengesan dengan bahagianya.

Kenapa kamu malah terlihat senang?

Hmm? Entahlah. Aku juga tidak tahu.

Itu pasti tentang diriku sendiri.

“Memangnya kamu bisa tahu begitu? Semua tentang diri sendiri, sepenuhnya."

Disadari atau tidak, perkataan Natsuki menembus jauh ke dalam diri Narumi Kouta.

Seakan-akan aku dipukus sesuatu di tempat yang menyakitkan. Seolah-olah ada sesuatu yang bisa dilihat oleh Natsuki yang tanpa ampun ditunjukkan kepadaku.

Ah, itu Kazemiya-san.

Kazemiya berangkat ke sekolah di pagi hari.  Sorot matanya terlihat kosong, samar dan redup, seakan-akan bisa menghilang kapan saja.

“Kazemiya-san juga belakangan ini agak berubah ya.

“Apa iya?

Yeah, menurut pendapat pribadiku sih. ...Tapi mungkin hari ini dia terlihat sama seperti biasanya.

Seperti biasanya...

Beberapa waktu yang lalu... atau mungkin sekitar minggu lalu, dia selalu memiliki ekspresi seperti itu setiap hari.

Kazemiya yang biasa merupakan gadis dengan ekspresi kosong seperti itu.

...... Kazemiya Kohaku yang kukenal berbeda. Dia tidak memiliki sorot mata yang seperti itu. Kazemiya yang ada dalam ingatanku menunjukkan lebih banyak ekspresi yang berbeda.

Bisa menjadi ekspresi dingin yang penuh penolakan yang dia tunjukkan di kelas.

Atau raut wajah mengantuk setelah begadang bermain game.

Atau ketika dia bersemangat bercerita tentang film.

Atau ketika dia benar-benar panik setelah hamburgernya diambil.

Itulah Kazemiya Kohaku yang aku kenal sekarang.

Matanya yang seindah permata bersinar begitu cerah sehingga dapat merampas kesadaran seseorang jika tidak waspada.

Aku tidak bisa mengingat bagaimana ekspresi Kazemiya yang sebelumnya. Aku bahkan tidak bisa mengingat lagi bagaimana kesannya.

Sejauh itu, dalam lima hari terakhir ini, kesanku terhadap 'Kazemiya Kohaku' dalam diriku telah berubah.

(...Kesan?)

Kesan.

Apa aku baru saja menggunakan kata itu?

(Bukan)

... 'Kesan' atau semacamnya, itu tidak sesuatu yang samar.

Keraguan terhadap diri sendiri. Ketidaknyamanan. Mengikuti, memikirkan, dan membentuknya.

(...Keberadaan?)

Ya. Itu dia, 'keberadaan'. Bukan 'kesan'. Mungkin itu cara yang lebih tepat untuk mengungkapkannya.

Manusia bernama Kazemiya Kohaku sudah menjadi 'keberadaan' besar di dalam diriku.

Kamu lagi-lagi mikirin sesuatu ya.

Wah!?

Ketika aku tersadar, wajah Natsuki tepat berada di hadapanku.

Kamu tidak sadar kalau bel sudah berbunyi, ‘kan?”

...Aku benar-benar tidak menyadarinya.

Pelajaran selanjutnya adalah Hosomine-sensei, loh. Pastikan buku dan catatan sudah siap di atas meja ya? Kalau tidak, mungkin kamu bakal kena semprot.

Benar. Terima kasih.

Sama-sama. Pastikan kamu tidak terlalu mencolok selama pelajaran ya? Karena aku tidak akan bisa menutupi semuanya.

Sebenarnya aku malah berterima kasih karena kamu bersedia mau menutupinya.

Tentu saja lah.

Natsuki tersenyum dan berkata,

“Aku sudah lama tidak melihat Kouta yang serius memikirkan sesuatu seperti ini.

Bukannya aku tidak pernah serius memikirkan sesuatu sebelumnya, ‘kan?

Sebelumnya? Pernah sih, tapi aku meyakini kalau apa yang kamu pikirkan saat ini pasti tentang hal baik.

Sambil bersyukur atas perhatian teman masa kecilku, aku mengambil buku pelajaran dari meja.

 

☆☆☆☆

 

Baiklah, kalau begitu, ayo kita pergi ke tempat acara kelas.

Setelah sekolah.

Para peserta acara kelas yang segera menyelesaikan persiapan pulang bangkit dengan semangat atas perintah Sawada. Sambil melihat semangat tersebut, aku juga mulai bersiap-siap untuk pulang dengan santai.

Kazemiya-san.

Ketika aku sedang menyusun buku pelajaran, Sawada menghampiri Kazemiya yang juga bersiap pulang dengan gerakan lambat.

Apa?

Bagaimana dengan acara kelas? Mau ikut sekarang?

Aku sudah menjawabnya, kan?

“Kupikir mungkin kamu akan berubah pikiran.

Aku belum berubah pikiran sama sekali, tapi aku harus pulang ke rumah hari ini.

Oh begitu ya, jadi hari ini adalah hari untuk bersama keluargamu ya.

Itu bukan urusanmu.

Setelah mengemasi buku-buku pelajarannya, Kazemiya meninggalkan ruang kelas dengan cepat.

...Kalau begitu ayo pulang.

Oke. Ya ampun, suasana sepulang sekolah di haru Jumat tuh selalu membuat kita bersemangat ya.

Yeah... memang begitu.

Sebelumnya, aku pasti akan langsung mengangguk dan menyetujui kata-kata Natsuki seperti biasa. Tapi sekarang, mengapa ya, meskipun itu Jumat dan membuatku senang, aku sama sekali tidak merasa begitu bersemangat seperti sebelumnya.

Ya sudah, kalau begitu sampai jumpa hari Senin ya, Kouta.

Yeah, sampai ketemu lagi.

Rasanya sedih ya. Ucapan yang terasa seperti kita tidak akan bertemu lagi pada liburan itu. Aku harap kamu mau mengajakku main keluar sesekali.

Sayangnya aku punya jadwal kerja di hari libur juga.

Setelah berpisah dengan Natsuki di tengah jalan, aku langsung pulang ke rumah. Mencoba untuk berada untuk tetap di rumah sebanyak mungkin pada hari Jumat menjadi aturan yang aku tetapkan agar tidak merusak kebahagiaan baru ibuku.

 

“Aku pulang.

Selamat datang kembali.

Ketika aku tiba di rumah, ibuku menyambutku. Akihiro-san tidak ada di rumah. Kurasa itu wajar. Meskipun ia mengatakan kalau ia akan pulang lebih awal hari ini, jam kerja seorang pekerja dan jam belajar seorang siswa berbeda.

“Fyuuh...

Aku melempar barang-barangku, menggantungkan seragam sekolah di gantungan, dan rebahan di atas tempat tidur.

Sejak hari pertama aku pindah ke rumah ini karena pernikahan ibu hingga sekarang... pemandangan langit-langit yang terlihat dari tempat tidur ini masih terasa asing. Mungkin karena aku terus-menerus mencoba melarikan diri dari rumah ini.

Hari Jumat adalah hari di mana aku harus memprioritaskan keluarga...

Aku menyatakan aturan yang sudah aku tetapkan sendiri.

Bahkan setelah ibu menikah lagi dan keseharian di mana aku terus melarikan diri dari rumah dan keluarga dimulai, aku selalu berusaha untuk tidak melanggar aturan ini.

Hanya pada hari Jumat di mana aku tidak boleh melarikan diri.

“..........”

Aku bangun dari tempat tidur, mengambil seragam sekolah dari gantungan, dan menyelipkan ponselku ke dalam saku.

Aku berjalan turun dari lantai dua ke lantai satu. Aling-aling langsung menuju pintu depan, aku mampir ke ruang tamu tempat di mana ibuku berada.

“Ara, ada apa?

Aku mau pergi keluar sebentar.

Eh? Tapi, hari ini kamu biblang akan berada di rumah...

Maaf.

Hari Jumat adalah hari untuk mengutamakan keluarga.

Jumat adalah satu-satunya hari di mana aku tidak boleh melarikan diri.

Itulah aturannya. Aturan untuk menghindari menghancurkan keluarga.

Tapi aku memutuskan untuk melanggarnya hari ini, hanya untuk sekali ini saja.

..........

Aku mengirim pesan singkat kepada Kazemiya di aplikasi pesan.

Teksnya sederhana dan langsung ke topik.

 

● Kouta: Aku akan datang sekarang

 

Hanya itu. Hanya itu saja yang perlu disapaikan.

────Aku belum berubah pikiran sama sekali, tapi aku harus pulang ke rumah hari ini.

──── Oh begitu ya, jadi hari ini adalah hari untuk bersama keluargamu ya.

.....Mana mungkin hal itu terjadi.”

Aku mencoret kata-kata Sawada dengan warna merah saat mengingatnya kembali.

Sawada. Ia tidak memahami siapa Kazemiya Kohaku itu.

Kazemiya bilang dia akan tinggal di rumah? Aku yakin itu hanya kebohongan yang dimaksudkan untuk menolak acara kelas.

Alasan kenapa dia tidak menolaknya dengan dingin dan mengabaikannya seperti dulu adalah untuk mencegah rumor buruk menyebar.

......

Aku tentu menuju ke restoran yang biasa aku kunjungi. Restoran keluarga yang biasa. Di tempat duduk yang biasa.

...Dia benar-benar datang.

Orang yang duduk si sana adalah Kazemiya Kohaku.

“Kupikir hari ini adalah hari di mana kamu harus tinggal di rumah....”

Aku memang berencana begitu.”

Aku duduk di seberang meja di kursi yang telah menjaditempat dudukku yang biasa selama lima hari terakhir.

“Hari ini, aku memutuskan untuk mendengarkan keluhanmu, Kazemiya.”

Kamu memutuskan untuk mendengarkan keluh kesahku...hah? Kenapa?

“Kenapa, ya...

Aku sendiri tidak begitu mengerti mengapa aku terburu-buru ke sini pada hari Jumat ini, bahkan sampai melanggar aturan yang telah aku tetapkan untuk diriku sendiri dan mengabaikan waktu yang kumiliki bersama keluarga.

Aku bertanya pada diriku sendiri pertanyaan ini berkali-kali dalam perjalanan ke sini, tetapi jawabannya tidak pernah kutemukan.

Tentang sekolah, tentang kehidupan pribadi, atau bahkan———tentang keluarga. Kita akan saling mengeluh dan mendengarkan. Begitulah cara kita membentuk aliansi, bukan?

Pada awalnya, ini adalah ide Kazemiya. Aku tidak akan membiarkannya mengatakan bahwa dia sudah melupakannya.

────...

Meski begitu, Kazemiiya tetap membeku dengan mulut terbuka dan ekspresi kosong di wajahnya.

……Bilang sesuatu napa.

Maaf. Bagaimana ya, rasanya jadi..... Aku tidak tahu.

“Kamu tidak tahu?

Entahlah...Aku tidak menyangka kalau kamu beneran akan datang. Kupikir aku tidak akan bisa bertemu denganmu hari ini, jadi aku bertanya-tanya kenapa. Aku sangat bingung sampai-sampai aku jadi tidak tahu.”

Jarang sekali melihat Kazemiya selinglung seperti itu. Rasanya dia tidak pernah memperlihatkan wajahnya seperti ini, apalagi di siang hari saat cuaca sedang sejuk, atau bahkan sepulang sekolah di malam hari.

...Seperti yang sudah kubilang sebelumnya. Memang benar aku tidak berencana datang hari ini.

...Lalu kenapa kamu malah datang?

……Aku tidak mengerti.”

Kamu juga sama-sama tidak mengerti, toh.

Saat aku menjawab dengan jujur, Kazemiya hampir saja tertawa terbahak-bahak.

“Cerewet. Aku juga memikirkannya, tapi aku tetap tidak mengerti. Pokoknya, ini tentang mengeluh, mengeluh. Aku memutuskan untuk mendengarkan keluhanmu hari ini. ...Ah, tapi pertama-tama aku mau memesan minuman dulu.”

Kamu tidak perlu memesan.

Memangnya kamu tidak punya hati ya? Aku berlari ke sini dan sekarang aku merasa haus.”

“,,..Hmm~? Jadi kamu berlari jauh-jauh untuk datang ke sini, ya.”

...Memangnya salah?

Enggak sih. …Malahan, aku merasa senang.”

Kenapa ya. Aku tidak bisa melihat wajah Kazemiya dengan baik saat ini.

Pokoknya, aku mau pesan dulu, oke.

“Sudah kubilang tidak usah. Lihat.

Kazemiya mengeluarkan sebuah kertas dan membentangkannya di hadapanku. Di atas kertas kosong itu, dengan huruf hitam, tertulis 'Jumlah minuman: 2'.

“....Aku tidak menyangka kalau Narumi akan datang...tapi karena kebiasaan, aku jadi memesan dua.

Aku biasanya pergi ke restoran keluarga setelah pekerjaan paruh waktuku, dan aku meminta Kazemiya untuk memesankan minuman untukku terlebih dahulu.

“Untung saja aku datang.

Bahkan jika kamu tidak datang, aku akan tetap meminum dua-duanya.”

“Karena itu dari minuman sepuasnya, jadi tidak peduli seberapa banyak kamu meminum, itu cuma satu orang.

“Kalau aku minum dua kali lebih banyak dari biasanya, itu cukup untuk dua orang.”

Kazemiya menggunakan logika yang tidak masuk akal. Di sinilah tatapan mata kami akhirnya bertemu.

Aku merasa bahuku menjadi rileks, semua hal yang tidak diperlukan telah hilang dari pikiranku, dan aku kembali ke rutinitas sepulang sekolah seperti biasa.

...Fufu. Sudah kuduga, itu lumayan tidak masuk akal, bukan?”

Haha. Ampun deh, bener banget.

Kami berdua tertawa. Kami saling menertawakan satu sama lain.

Terima kasih, Narumi. Aku merasa sedikit lebih baik.

“Tidak perlu berterima kasih padaku segala. Aku datang ke sini bukan untuk menghiburmu.”

Begitu ya. Benar juga. Narumi datang ke sini hanya untuk mendengarkan keluh kesahku, ‘kan?”

“Karena hal tersebut lebih mudah bagimu, ‘kan?”

Ya. Lebih mudah begini.

Aku menggunakan bar minuman yang dipesan Kazemiya untukku, menaruh sedikit es di gelas, dan menuangkan soda melon sampai penuh. Di dekatku, Kazemiya, yang juga meninggalkan tempat duduknya untuk mengambil minuman baru, sedang mengantri.

“Kamu benar-benar menyukainya, soda melon.

Karena aku tidak bisa meminumnya di rumah.

Ah, tapi benar juga. Yang namanya soda melon tuh kamu sering melihatnya di restoran keluarga, tapi jarang melihatnya dijual dalam botol plastik. Kira-kira kenapa ya?”

Mungkin saja itu merupakan strategi untuk meningkatkan kelangkaan?”

“Apa gunanya membuatnya semakin langka?”

...Entahlah, sisanya cuma Tuhan yang tahu. Mungkin.

“Jawabanmu asal-asalan banget.”

Kazemiya tersenyum kecil, mengambil gelas, dan mengisinya dengan es.

Setelah memasukkan gelas transparan berisi es ke dalam mesin, dia menekan jari telunjuknya ke tombol yang baru saja aku tekan.

Aku mau soda melon juga, ahh~.

“Tidak mau minum teh?

“Karena hari ini spesial.”

Kami berdua kembali ke tempat duduk kami sambil membawa minuman soda melon.

Hari sudah menunjukkan hampir malam. Kursi-kursi di sekitar kami perlahan-lahan mulai terisi.

Ada orang yang membawa anak-anak mereka, pelajar, dan beberapa di antaranya dengan panik mengetuk-ngetuk keyboard yang terpasang di sampul tablet mereka untuk membuat dokumen atau semacamnya, sementara yang lain sedang mengadakan pertemuan dengan dokumen-dokumen tersebar di atas meja.

Suara yang mengganggu. Kebisingan. Suara kehidupan. Aku tidak peduli dengan orang-orang di sekitar kami, aku hanya berkonsentrasi pada diriku sendiri. Aku menyukai keheningan yang menjengkelkan ini. Meski ada begitu banyak suara yang sampai ke telingaku, hal tersebut membuatku merasa seolah-olah hanya aku sendiri yang ada di dunia ini.

.....Tentang kemarin, aku minta maaf.”

Suara Kazemiya yang tepat berada di depanku, terdengar tanpa terganggu oleh suara-suara di sekitarku.

“Mamahku membuat kamu merasa eneg, iya ‘kan?

“Dia tidak melakukan apa-apa padaku, jadi kamu tidak perlu meminta maaf segala.

Tapi dia adalah mamahku. Jika Narumi merasa tidak enak, maka kupikir akulah yang harus meminta maaf.

“....Keluarga itu lumayan mereportkan ya.

“Aku setuju dengan itu.

Kita meminta maaf atas nama mereka karena mereka adalah keluarga. Karena mereka addalah orang tua. Karena dia putrinya. Karena kita saling terhubung.

Padahal Kazemiya sendiri tidak melakukan kesalahan apapun. Keluarga adalah hubungan yang sangat merepotkan.

“'Jika ada sesuatu tentang kemarin yang membuatku merasa tidak enak, itu adalah ────

Sejujurnya. Aku memang merasa tidak enak dengan kejadian kemarin, malam itu, di tempat itu.

Lebih khususnya lagi, aku merasa tidak nyaman. Itu adalah perasaan tidak nyaman yang sulit untuk dihilangkan, dan masih tersangkut di dadaku.

Sorot mata ibumu, wajahnya, kata-kata dan tindakannya yang membuatku berasumsi sejak awal bahwa semuanya adalah salah Kazemiya. Jika dia memang seorang manajer, dia sebaiknya memperbaiki kebiasaannya untuk menunjukkan apa yang ada di dalam hatinya. Itu menjijikkan.

Setelah melampiaskan kekesalanku, aku memuaskan dahagaku dengan soda melon. Pembersihan langit-langit mulut selesai.

F-Fufu...

Setelah cairan hijau terang di dalam gelas berkurang setengah, Kazemiya mulai tertawa kecil.

Ahaha. Apa-apaan itu? Apa biasanya kamu berkata seperti itu pada ibu orang lain?

“Jika dia harus meminta maaf, setidaknya dia harus menyampaikan permintaan maaf dengan tulus kek.”

Bagus. ...rasanya jadi sedikit menyegarkan.

“Kamu merasa lega?”

Ya. Aku tidak bisa bilang sampai segitunya.

Sudah kuduga begitu. Aku sendiri terkejut. Aku tidak menyangka kalau aku akan berkata sebanyak ini pada ibu orang lain.

Aku memiliki kebijakan untuk tidak mencampuri urusan rumah tangga orang lain.

Saat aku bersama Kazemiya, aku semakin merasa menjadi seperti bukan diriku lagi.

...Ini semua karena salahmu, Kazemiya.

Mendadak ada apaan sih? Aku tidak mengerti.”

Aku juga tidak mengerti.”

“Jangan meniruku.”

Sambil tertawa, Kazemiya memutar-mutar sedotan di gelasnya dengan jari-jarinya yang halus.

Balok es yang penyok menghantam kaca, menghasilkan suara yang ringan dan sejuk.

...Kemarin. Setelah itu, ibuku mengomeliku.

Aku berharap kalau sekutu aliansiku akan berbagi informasi denganku.”

Aku mengemukakan alasan yang sama seperti Kazemiya suatu hari nanti.

“Isinya tidak terlalu bagus, tapi kamu yakin mau mendengarnya?”

“Lalu kenapa kamu mengungkitnya?”

...Yah, karena ada sesuatu yang bisa aku setujui. Menurutku rasanya tidak adil bagi Narumi jika aku tidak mengatakan apa pun.

“Setidaknya aku akan mendengarkannya kok.

Kazemiya meletakkan mulutnya yang kecil dan lembut di atas sedotan dan menyesap soda melonnya. Aku memandangnya sebagai cara mengisi kembali energi yang dibutuhkan untuk kata-kata yang akan dia ucapkan.

......'Jika kamu terus-menerus bersamanya, peringkat cowok yang bernama Narumi itu akan semakin terpuruk. Berhentilah mengganggu orang lain....Itulah dia katakan.

“Ohh, semakin terpuruk ya... jadi? Lalu bagian mana dari yang kamu setujui?"

Hmm. Yah...mungkin semuanya? Bahkan saat ini, kamu seharusnya menghabiskan waktu bersama keluargamu. Tapi aku malah mengambil waktu itu.

“Akulah yang memilihnya. Lagi pula, meskipun kata-kata ibumu benar, itu tidak mempengaruhiku.”

“Kenapa?”

“Karena aku....”

Aku akan mengatakan ini dengan percaya diri kepada Kazemiya yang sedang memiringkan kepalanya.

“Sejak sebelum aku berteman denganmu, aku sudah cukup terpuruk.”

....Hah?”

“Aku melarikan diri dari rumah dan keluargaku. Melarikan diri, melarikan diri, melarikan diri, dan menghabiskan waktu di restoran ini. Lihatlah? Bukannya itu sudah cukup terpuruk, kan?”

Aku mengatakannya dengan bangga. Aku mengatakannya dengan penuh keyakinan.

“Seriusan deh, Narumi itu benar-benar menarik, ya.”

“Apa boleh kalau aku menganggap itu sebagai pujian?”

“Mungkin. Meskipun aku pikir kamu juga bodoh.”

“Aku mungkin bodoh dan itulah sebabnya dia berada di sini.”

“Mungkin. Tapi....”

Cahaya telah kembali ke mata Kazemiya.

Tidak lagi hampa seperti pagi tadi, tapi Kazemiya yang kukenal... tidak, Kazemiya Kohaku yang kukenal selama lima hari terakhir telah kembali.

“Aku tidak membenci orang bodoh seperti itu.”

....Aku akan menerimanya sebagai pujian.”

Yang bisa kulakukan hanyalah mengatakan sesuatu seperti itu dan mengalihkan pandanganku.

Aku sendiri pun tidak tahu. Tapi saat ini, aku tidak bisa melihat langsung ke wajah Kazemiya.

Hari ini seharusnya ada acara kelas ya?

Kamu ingin pergi?

“Mana mungkinlah. ...Bukan begitu maksudku. Mari kita lakukan acara kelas khas kita sendiri dari sekarang.”

Walaupun hanya berdua?

Walaupun hanya berdua, itu tetap acara kelas, kan? Selain itu...

““Karena itu bisa jadi alasan untuk keluarga kita.””

Tanpa disengaja, kata-kata kami selaras tanpa perlu disinkronkan.

Terutama kamu mungkin akan membutuhkannya, Narumi.”

Aku bersyukur atas perhatianmu.”

...Aku juga berterima kasih.”

Dengan mengatakan itu, Kazemiya mengangkat sedikit gelas yang tersisa dari soda melon.

“Untuk jaga-jaga, apa kamu mau melakukan sesuatu yang terlihat seperti itu?

“Ayo kita melakukannya.”

Aku juga mengangkat gelasku sedikit dan menyentuh ringan gelas Kazemiya.

““Bersulang.””

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama