Houkago, Famires de Volume 1 Bab 5 Bahasa Indonesia

Bab 5 — Kamu Sudah Berusaha Dengan Baik

 

Waktu berlalu cukup lama sejak Kazemiya dan aku mengadakan acara kelas ala kami sendiri.

Sejak saat itu, hubungan rahasia kami dan keseharian kami sebagai [Aliansi Restoran Keluarga] terus berlanjut.

Jangan saling melangkahi batas satu sama lain. Jangan terlalu ikut campur urusan orang lain. Itulah hubungan kami.

Itulah sebabnya aku belum bisa menanyakan apa yang terjadi pada Kazemiya dan ibunya sejak saat itu.

Yang bisa kulakukan hanyalah berdoa agar waktu yang kami habiskan bersama sebagai sekutu di restoran keluarga itu menjadi pelarian yang nyaman baginya.

“Jadi ketua OSIS yang baru adalah Raimon-san, ya. Entah kenapa rasanya tidak ada sesuatu yang mengejutkan tentang hal itu.

Setelah apel pagi di aula sekolah, aku dalam perjalanan kembali ke kelas dengan sejumlah besar murid lainnya. Natsuki mengungkapkan kesannya dengan nada yang terdengar agak bosan.

“Kamu kelihatannya tidak terlalu puas begitu.”

Aku bukannya tidak puas atau gimana. Aku hanya berpikir kalau rasanya sudah diharapkan.”

“Kupikir cuma kamu satu-satunya orangh yang mengharapkan sesuatu yang tidak terduga dari pemilihan OSIS.”

Itulah yang coba aku katakan. Tapi aku sedikit memahami apa yang ingin dikatakan Natsuki.

Raimon Shiori.

Prestasi akademisnya sejauh ini merupakan yang tertinggi. Dia unggul dalam studi dan olahraga, dan sangat dipercaya oleh para guru. Dia bukannya terlalu sempurnya, atau lebih tepatnya, karena dia sangat berbakat sehingga agak sulit untuk didekati.

Jika Sawada adalah pangeran di antara anak kelas dua, maka Raimon adalah ratunya anak-anak kelas 2.

Dia juga menjadi anggota OSIS tahun lalu, dan semua orang meyakini kalau dia akan menjadi ketua OSIS tahun ini.

Jika kamu diberitahu bahwa ada peluang 100 persen untuk mendapatkan sinar matahari besok dan cuacanya benar-benar cerah, kamu tidak merasa bahwa ramalan itu benar, kecuali jika ada peristiwa khusus. Aku tidak punya perasaan baru tentang hal-hal yang sudah jelas.

“Akhir-akhir ini, orang-orang di sekitarku mulai sedikit berubah. Jadi aku berharap ada sedikit kehebohan dalam pemilihan OSIS.”

Sedikit berubah, misalnya?”

Ada banyak hal yang mulaui dipikirkan Kouta.”

“Menurutku itu tidak cukup untuk membuat kita mengharapkan ada kehebohan dalam pemilihan OSIS.”

Dan sejujurnya, secara pribadi aku merasa sedikit gelisah mengenai masalah OSIS.

Tsujikawa Kotomi. Adik perempuan tiriku, yang telah menjadi anggota baru keluargaku, telah bergabung dengan OSIS.

Aku belum mendengar alasan khusus apa pun. Aku bahkan tidak ada niatan untuk bertanya. Aku bahkan tidak mempunyai untuk menanyakannya.

Ada yang lain juga, tau? Misalnya seperti Kazemiya-san.

Kazemiya?”

Saat aku mendadak mendengar nama itu, detak jantungku berdetak kencang.

Keringat mulai bercucuran di wajahku seolah-olah rahasia yang selama ini kusembunyikan hampir terbongkar.

“Kazemiya-san, akhir-akhir ini dia tampak menjadi sedikit lebih lembut.”

“……Apa iya?”

Ya. Sebelumnya, dia kelihatan sulit didekati...dan agak mengintimidasi orang lain. Dulu dia terlihat gampang bosan di kelas, tapi sekarang dia sesekali tersenyum.”

Saat aku mengikuti garis pandang Natsuki, aku melihat Kazemiya yang juga berjalan kembali ke ruang kelas. Penampilannya yang sejuk dan elegan, bersinar di bawah lembutnya cahaya mentari pagi, yang mana memancarkan suasana lembut.

“Rupanya kamu mengawasinya dengan baik, ya.”

“Mengamati orang adalah hobiku. Jadi ini cukup berguna.”

“Berguna untuk apa?”

“Ya macam-macam.”

...Aku tidak akan menanyakan apapun lagi padamu.

Jika aku bertanya lebig jauh, aku tidak dapat memprediksi apa yang akan keluar.

“───Bukannya dia Kazemiya dari Kelas D, kan?”

Aku mendengar nama Kazemiya dari seorang cowok dari kelas lain yang sedang berjalan di dekatku.

Setengah refleks, aku mendengarkan suara itu.

“Dia masih terlihat sangat cantik seperti biasanya. Aku penasaran apa dia seorang model atau semacamnya.”

Terutama akhir-akhir ini, dia menjadi semakin cantik...mendingan aku nembak dia saja kali ya.”

“Mendingan jangan deh. Dengar-dengar katanya Tanioka dari Kelas A sedang mengincarnya, dan Sawada dari Kelas D juga sepertinya tertarik dengannya.

“Kalau tidak salah Tanioka adalah jagoan tim bisbol, ‘kan? Ditambah lagi, Sawada juga merupakan cowok yang paling populer di antara kelas 2.....kurasa orang-orang semacam kita bisa membalikkan keadaan."

Yah, kurasa memang mendingan nyerah saja. Karena Kazemiya sepertinya memiliki kepribadian yang paling buruk.

Aku mendengar kalau kamu akan dipelototi hanya dengan berbicara dengannya.”

“Ngeri banget ya. Kurasa dia jadi lebih songong karena dia adalah wanita cantik yang tidak punya masalah kalau mau mencari pria.”

“Padahal kakak perempuannya tampak seperti bidadari. Meskipun sama-sama cantik, tapi mereka berdua sangat berbeda.

Aku bisa mendengar suara siswa dari kelas lain, dan sedikit rasa jengkel menggenang di dadaku.

(...berbicara seenaknya saja.)

Meskipun karena tanggapan Kazemiya sendiri yang menyebabkan reaksi ini, tapi bukannya omongan mereka terlalu berlebihan? Apa ini yang disebut sikap perhatian teman atau keluarga?

Sejak mengenal Kazemiya, membentuk Aliansi Restoran Keluarga, dan mulai terlibat dengannya, aku mulai mendengar gosip dan gunjingan dengan cukup jelas, yang sebelumnya tidak menggangguku.

...Mungkin itulah yang jadi penyebabnya? Baru-baru ini, bahkan di dalam kelas pun aku merasa tidak nyaman.

Iri, dengki, gosip, cemoohan. Sepertinya perasaan negatif terhadap Kazemiya masih mengendap, membuatku sesak nafas hanya dengan berada di dalam kelas. Meskipun tidak berniat ikut dalam perasaan buruk yang dimiliki teman sekelas terhadap Kazemiya, aku malah berharap bisa menghancurkan semuanya...

Kouta, wajahmu agak menakutkan.

Eh? Apa aku terlihat seperti itu?

Iya dong. Tatapan matamu saja sudah kelihatan tajam. Kalau ditambah ekspresi wajahmu yang menakutkan, orang-orang jadi enggak mau mendekatimu loh.

“Enggak masalah kok. Toh sekarang pun aku masih jadi penyendiri.

Natsuki adalah satu-satunya orang yang bergaul denganku di sekolah, dan aku tidak punya teman lain. Jika diajak bicara, hanya sebatas obrolan ringan, tapi satu-satunya orang yang bisa kusebut sebagai teman adalah Natsuki.

...Tapi, bukannya sekarang Kazemiya juga ikut dihitung?

..........?

Ketika aku menyadari kalau lingkaran pertemananku perlahan-lahan meluas, aku menerima notifikasi pesan dari Kazemiya di smartphone-ku.

 

●kohaku: Kamu tidak lupa mengenai sepulang sekolah hari ini, kan?

 

Kalimat yang sederhana khas Kazemiya.

“……”

Saat aku melirik sekilas ke arahnya, tatapanku bertemu dengan Kazemiya, yang sedang memegang smartphonenuya karena dia baru saja mengirim pesan. Mulutnya sedikit mengendur.

Aku mengalihkan pandanganku seolah-olah menghindari ekspresinya dan dengan cepat mengetik pesan balasan.

 

●Kouta: Tentu saja.

 

Mengirim. Saat aku mengirimkannya, pesanku langsung ditandai sebagai sudah dibaca.

“Dan dalam kasus Kouta, kamu juga mempunyai pekerjaan paruh waktu... Ah. Kalau dipikir-pikir, kamu sedang tidak ada jam pekerjaan paruh waktu hari ini, ‘kan? Tumben sekali. Karena kamu biasanya selalu sibuk dengan pekerjaanmu.

Karena sekarang sudah hampir akhir semester. Jadi hari ini… aku ada jadwal buat belajar untuk ujian.”

 

☆☆☆☆

 

Sebuah janji yang dibuat sehari sebelum acara kelas. Sebagai persiapan untuk menghadapi ujian akhir semester, Kazemiya-sensei akan mengajariku belajar.

Tempatnya adalah restoran keluarga yang biasa kami kunjungi. Di sini kami bisa memesan sesuatu kalau perut sudah mulai lapar, dan kami juga bisa menyelesaikan makan malam.

“Di sebelah sana kamu salah.”

“Eh, masa?

Kamu salah menghitung rumusnya.”

...Uwah, kamu benar.

“Soal penerapan di bagian itu memang sulit, bukan? Tapi ada trik untuk menyelesaikannya. Misalnya, jika kamu melakukan ini...

...Ah, begitu rupanya. Tampaknya hal itu memang mudah diselesaikan.

Aku mencoba menjawab soal itu lagi sambil menggunakan metode yang diajarkan Kazemiya kepadaku.

Bagaimana dengan begini?”

“Sempurna. Kamu melakukannya dengan baik.”

Yang kulakukan hanyalah belajar. Tapi melakukannya seperti ini ketika diajari oleh Kazemiya entah bagaimana membuatnya lebih menarik daripada pelajaran di kelas. ...Selain itu, entah kenapa dia sangat pandai mengajar orang. Aku jadi penasaran apa dia juga melakukan banyak uji coba. Pengetahuannya berdasarkan pengalaman karena mudah dipahami dan secara alami masuk ke dalam pikiran orang yang diajar.

“Selain nilai dari ujian tengah semestermu, peringkatmu juga lumayan bagus iya ‘kan, Kazemiya? Apa kamu pandai dalam belajar?

Biasa saja sih. Kadang-kadang Shiori mengajariku, jadi menurutku itu mempunyai dampak yang besar.

Shiori? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu...

“Bagaimana enggak pernah dengar, dia adalah ketua OSIS yang baru, tau?

Oh, maksudmu tentang Raimon, ya...Hah? Apa jangan-jangan kamu mengenal Raimon, Kazemiya?

Kami bukan lagi kenalan, dia itu temanku, tau?”

“Hah?

...Aku sudah mendengar selama beberapa waktu yang lalu kalau Kazemiya juga mempunyai teman.

────Kami berada di kelas yang berbeda dan aku berusaha untuk tidak terlalu terlibat dengannya di sekolah.

Itulah yang dikatakan Kazemiya. Tapi aku tidak pernah menyangka kalau teman yang dimaksud adalah ketua OSIS yang baru.

Kami berdua sudah saling mengenal sejak SMP.... Lah, apa-apaan dengan ekspresimu itu?

...Aku merasa terkejut karena kombinasi yang tidak terduga.

Gadis paling semerlang seangkatan dan gadis paling bermasalah seangkatan. Jarang sekali ada orang yang membayangkan kalau mereka ternyata berteman.

“Bener banget. Bahkan aku sendiri merasa kaget.

Tidak, tapi kurasa itu tidak terlalu mengherankan. Karena Kazemiya itu rupanya murid yang serius juga.”

“Apa kamu sedang memujiku?”

“Aku setengah memujimu, dan setengah laginya aku lebih berharap kamu boleh bertingkah sedikit nakal.”

Kupikir itu karena dia begitu serius sehingga dia merasa sedih dan tertekan dengan keluarganya.

...Kamu boleh vertingkah sedikit nakal, ya? Satu-satunya orang yang akan mengatakan hal seperti itu cuma kamu saja loh, Narumi.”

...Yah, karena aku sendiri masih anak nakal yang terus melarikan diri dari keluargaku.

“Kalau begitu aku sedang ditipu oleh anak nakal.”

Ahh, akhirnya kebongkar juga, ya? Jika kamu mau melarikan diri, sekaranglah waktunya, loh?”

Tidak, tolong terus tipu aku lagi.

Kami berdua saling menatap dan kemudian tertawa kecil.

Tadi itu sungguh percakapan yang konyol sekali. Tapi, itu menyenangkan.

“Meski begitu, mendapat les dari peringkat 1 seangkatan, ya?

Mewah sekali, bukan?

Tapi hanya itu saja tidak cukup untuk masuk ke peringkat atas, kan? Bukannya kamu sendiri juga sudah berusaha keras setiap hari?

“Yah... hanya belajar sedikit di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah.

“Dari sudut pandangku, yang itu lebih menakjubkan.

Itu hanya masalah kebiasaan biasa.

Kebiasaan?

Kebiasaan tak berguna yang dulu kumiliki ketika aku berusaha sekuat tenaga agar tidak kalah dari Onee-chan. Hanya saja aku masih terus melanjutkannya... tapi mungkin ada baiknya aku terus melakukannya.

“Untuk jaga-jaga, aku akan bertanya alasanmu.

Karena aku bisa mengajar Narumi belajar.

Kazemiya tertawa seperti anak nakal yang suka usil di hadapanku.

“Lihat saja nanti. Aku akan mengalahkanmu dalam ujian akhir.

“Kalau gitu, selanjutnya giliran Narumi yang mengajariku.

“Ohh~ nantikan saja itu nanti.

Ya, aku juga menantikannya.

Anehnya, dengan sesekali mengobrol ringan dengan Kazemiya seperti ini, rasanya fokusku justru semakin terjaga tanpa terganggu sama sekali. Selain suara-suara lingkungan di dalam restoran yang selalu kudengar di telingaku, suara pena yang meluncur di atas kertas membuat hatiku merasa nyaman.

...Aku mungkin lebih berusaha belajar kali ini dibanding waktu ujian tengah semester.

“Kebetulan banget. Aku juga begitu. Sejak ujian masuk SMP, baru pertama kalinya aku belajar sekeras ini.

...Boleh aku menanyakan sesuatu tentang itu?

Kalau untuk Kazemiya sih boleh. Atau lebih tepatnya, ini semacam keluhan. Jadi kumohon dengarkan ceritaku.

Oke. Aku akan mendengarkannya.

Bapak tolol... Maksudku ayahku yang sebelumnya, ia itu tipe orang yang seperti menganut prinsip supremasi kemampuan. Intinya, 'Anakku harus unggul dan itu hal yang wajar' atau 'Anak yang tidak berbakat bukanlah anakku'.

Hanya dengan mengingatnya saja sudah membuatku merasa jengkel.

Namun sekarang aku bisa bicara dengan tenang. Kira-kira kenapa ya? ...Mungkin karena aku membicarakannya dengan Kazemiya.

“Entah kenapa, ia mirip dengan mamahku.

Iya kan. Aku juga pernah berpikir begitu."

Aku dan Kazemiya tertawa bersama. Dengan lembut. Rasanya seperti obrolan santai.

“Jadi itulah sebabnya. Tentu saja, aku mengikuti ujian masuk SD. Aku gagal pada saat itu, tapi karena ibuku melindungiku, jadi ia memaafkanku. ...Dan ketika aku mengikuti ujian masuk sekolah SMP. Pada waktu itu, aku benar-benar belajar kayak orang kesetanan. Aku belajar sebanyak yang aku bisa. Aku belajar sampai mati sambil mengingat punggung ibuku yang pernah melindungiku dulu. Aku melakukan segala macam hal gila untuk membuat ayahku senang. Aku mati-matian berusaha menjadi anak yang baik. Aku ingin melakukan hal-hal seperti membantu orang lain dan menunjukkan bahwa aku adalah anak yang berharga.

Aku ikut mencampuri urusan orang lain, berlumuran lumpur dan tergores. Sekarang kalau dipikir-pikir lagi, itu adalah sejarah kelam.

...Jadi, yah. Entah bagaimana aku berhasil lulus ujian masuk sekolah SMP, tapi ternyata semua itu sia-sia.

Bukannya kamu berhasil diterima?”

Karena aku pernah gagal dalam ujian masuk sekolah SD, jadi sepertinya jika aku tidak diterima di sekolah SMP yang unggul, maka itu tetap sia-sia. Pada waktu itu aku diberitahu, ‘Mau berapa kali kamu harus mengecewakanku?', sudah, hanya itu saja. Itu cerita lama yang membosankan, bukan?

…………………Jadi begitu ya.”

Kazemiya terdiam beberapa saat, lalu mengeluarkan pulpen merah dari kotak pensilnya.

Narumi. Coba ulurkan tanganmu padaku.

Hah? Aku tidak keberatan... tangan kanan? Atau tangan kiri?

“Yang mana saja tidak masalah, terserah apa pun yang kamu suka.

Kalau begitu... tangan kiriku saja.

Ketika aku mengulurkan tanganku yang tidak memegang pena, tangan Kazemiya dengan lembut membungkus tanganku.

Sentuhan lembut dan kehangatan yang disalurkan membuat jantungku berdebar kencang. Karena aku khawatir tanganku akan menunjukkan betapa panasnya suhu itu, ujung pena yang berwarna merah mulai meluncur di telapak tangan kiriku.

Saat pena merah menggambar pola seperti pusaran dan ditambahkan kelopak bunga di sekelilingnya...

“Kamu sudah melakukannya dengan baik.”

Ada tanda lingkaran bunga mekar di telapak tangan kiriku.

────...Ha. Apa yang sedang kamu lakukan?

“Kupikir aku harus memberi penghargaan pada Narumi karena kamu sudah berusaha dengan keras.”

“Apa-apaan itu? . Aku tidak paham maksudmu.”

…………Seriusan. Kazemiya dan aku benar-benar mirip.

Mungkin itulah sebabnya. Dia sekarang memberikan kata-kata yang paling aku inginkan waktu dulu saat aku masih kecil.

Dengan lingkaran bunga kecil yang diberikan Kazemiya kepadaku, aku merasa seperti aku telah dihargai atas upaya diriku yang dulu.

......

Gawat. Percuma saja. Aku tidak bisa melihat wajah Kazemiya dengan baik sekarang.

Penglihatanku mulai kabur. Air mataku perlahan-lahan mengalir. Ah, sialan. Mengapa? Mengapa aku ingin menangis seperti ini.

Narumi, apa kau menangis?

...Cerewet. Lagian kenapa kamu malah terlihat sedikit senang begitu?

“Tentu saja aku merasa senang. Karena aku selalu saja menerima sesuatu darimu, Narumi.

Aku tidak ingat pernah memberikan sesuatu padamu.

Aku sudah menerimanya, kok. ...Jadi, aku juga ingin memberikan sesuatu padamu, Narumi.

...Kamu memberinya terlalu banyak, dasar bodoh.

Malah seharusnya kamu tidak perlu memberikannya kepada orang lain. Karena situasimu jauh lebih sulit.

Mata dingin yang ditunjukkan oleh ibu Kazemiya dan kata-katanya. Semuanya masih membekas dalam ingatanku.

Kami berdua saling memahami. Kami memiliki luka yang sama.

Itulah sebabnya aku juga ingin memberikan sesuatu padamu. Sebagai teman.

...Tapi pada akhirnya, aku hanyalah seorang anak kecil. Aku hanya bisa melarikan diri dari rumah, hanya seorang anak yang tidak berbakat. Aku tahu itu. Namun, aku tetap berjuang keras, memutar otakku untuk memikirkannya.

(Apa ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk Kazemiya────)

 

☆☆☆☆

 

Hari-hari berlalu dengan begitu cepat dan ujian akhir berhasil diselesaikan. Hasilnya tidak terlalu buruk. Setidaknya aku merasa kalau nilaiku tidak turun. Dan seperti yang sudah dijanjikan, kami memutuskan untuk pergi ke batting center.

Atau lebih tepatnya, itu adalah fasilitas kompleks dengan berbagai fasilitas olah raga dan hiburan yang terletak sekitar tiga stasiun. Ketika kami memeriksanya lebih dekat, kami menemukan bahwa didekatnya ada cabang lain dari restoran keluarga Flowers, yang selalu kami kunjungi, jadi kami segera memutuskan bahwa ini adalah satu-satunya tempat yang harus dikunjungi oleh Aliansi Restoran Keluarga.

Untungnya, kami sepertinya tidak perlu mengantri di batting corner yang berada di pojok area olahraga.

“Aku tidak menyangka kalau mereka memiliki berbagai macam lapangan dan juga memfasilitasi pemain kidal. ...... Heh. Sejujurnya, aku tidak mengira bahwa ada banyak variasi.

Hei, Narumi. Boleh aku memukul duluan? Maksudku, aku benar-benar ingin melakukannya.”

Matanya tampak bersinar...

Aku tidak punya pilihan selain menyerahkan giliranku di hadapan Kazemiya Kohaku, yang sedang memegang tongkat pemukul sewaan dengan tatapan mata yang berbinar-binar.

“Silakan saja~ silakan saja, lakukan sesukamu.”

“Kira-kira berapa kecepatan yang perlu diatur ya...Sejujurnya, aku tidak tahu berapa kecepatannya...Kupikir angkanya cukup bagus, jadi kurasa 100km/jam tidak masalah. Lihat nih, aku akan melakukan banyak home-run.

“Dari mana rasa kepercayaan diri itu berasal?”

“Aku berhasil menyelesaikan semua tingkat kesulitan dan menjadi 'Galaxy Slugger'.

“Lah, itu ‘kan cuma di dalam game. Ditambah lagi itu cuma nama julukan.

Yah, lihat saja nanti.

Kazemiya memasukkan koin seratus yen ke dalam mesin (omong-omong, sepertinya dalam satu kali permainan terdiri dari 10 bola).

Ketika dia berdiri di tempat area pemukul dengan tongkat pemukul sewaan di tangannya, dia menunggu bola diluncurkan dengan ekspresi bersemangat di wajahnya. Dia tampak persis seperti anak kecil yang bersenang-senang di batting center untuk pertama kalinya, dan mau tak mau aku hampir tidak bisa menahan tawaku.

Hmm.”

Lemparan bola pertama. Pemukul Kazemiya bahkan tidak dapat menyentuh bola yang ditembakkan dari mesin dengan kecepatan 100 km/jam.

Strike.”

“Berisik ah.”

“Ayo bersiap, bola yang berikutnya akan ditembakkan, loh.

Ehh?...Hmm. Apa-apaan ini? Bukannya ini terlalu cepat...?

Two strike. Julukan 'Galaxy Slugger' bakal menangis, loh.

Berisik, berisik. Mungkin aku cuma sedang kurang enak badan... saja.

“Jika ini dalam pertandingan, kamu sudah tersingkir jadi pemukul.”

...Ini bukan pertandingan kali.

Kazemiya sedikit menggembungkan pipinya. Rasanya sangat menyenangkan ketika melihat reaksinya yang begitu.

Setelah itu, Kazemiya terus berusaha memukul bola pada lemparan keempat dan kelima, tapi...

Konoyaro!”

Dengan suara hantaman ringan, ayunan Kazemiya akhirnya membuat bola melambung ke depan.

Meskipun ini bukanlah home-run, kupikir itu masih dihitung sebagai pukulan sukses jika dalam pertandingan.

“Kena juga! Narumi, Narumi. Kamu tadi melihatnya, kan?

Iya, aku melihatnya. Tadi itu menakjubkan.”

Aku bukan fans olahraga bisbol, jadi aku tidak tahu seebrapa cepat kecepatan lemparan 100km/jam dalam hal lemparan bola, tapi menurutku itu masih luar biasa karena dia bisa memukul bola ke depan pada lemparan keenam meskipun dia tidak berpengalaman.

Setelah itu, Kazemiya mungkin sudah mulai terbiasa, dan meskipun dia tidak melakukan home-run, dia secara konsisten memukul bola ke depan pada lemparan-lemparan berikutnya.

Haaa...rasanya seru banget. Mungkin ini adalah cara yang bagus untuk menghilangkan stres.

“Apa kamu pandai berolahraga, Kazemiya?”

“Kurasa aku tidak terlalu payah. Tapi aku juga tidak terlalu pandai dalam hal itu.

“Tapi kamu belum pernah bermain bisbol, kan? Kamu mempunyai insting atletis yang bagus.”

“Entahlah, aku tidak tahu...jika itu Onee-chan, dia pasti sudah melakukan home-run sejak lemparan pertama.

Untuk sesaat, raut wajah Kazemiya terlihat murung. Tapi ekspresinya segera berubah dan dia menyerahkan tongkat pemukul sewaan yang dia pegang kepadaku.

“Baiklah. Selanjutnya adalah giliranmu, Narumi.

...Ah. Serahkan saja padaku. Aku punya lebih banyak pengalaman darimu. Biar aku tunjukkan bagaimana contohnya padamu.

Bukannya kamu juga cuma beberapa kali ke tempat ini.”

Yah, lihat saja nanti.

Aku memasukkan koin seratus yen ke dalam mesin dan berdiri area memukul seraya menghadapi kecepatan bola yang sama dengan Kazemiya.

Oryaa!

Ya, strike.

“Tadi itu cuma pemanasan, pemanasan.”

...Kalau dipikir-pikir lagi, aku merasa kalau bapak tololku dulu pernah mengajariku bisbol.

Biar kuingat-ingat lagi. Pergeseran berat dan ayunan horizontal. Yang harus kulakukan adalah melihat bola dengan hati-hati dan memukulnya.

Woahhh keren.Itu terbang sangat cepat.

Aku mengingat triknya. Aku tidak suka kenyataan bahwa bapak tololku yang mengajariku ini...sih...

Aku mulai semakin mahir dalam memukul b olanya, tapi aku masih kesulitan untuk melakukan home-run.

“Menjadi anak-anak itu memang sulit, ya. Tidak peduli seberapapun pahitnya, apa yang kamu terima dari orang tuamu akan tertanam kuat di dalam tubuhmu.”

...Seperti yang kuduga, kamu tuh dewasa sekali ya, Narumi.

Sudah kubilang aku belum dewasa. Yah, aku memang ingin menjadi dewasa secepatnya, sih.”

Karena kamu bisa meninggalkan rumah dan hidup sendiri?”

“Terima kasih atas pengertianmu. Kazemiya juga sama, kan?”

...Yah, benar sih. Aku sadar kalau aku terikat dengan keluargaku, jadi kupikir segalanya akan jauh lebih mudah jika aku bisa meninggalkan rumah. Sejujurnya, aku ingin mendapatkan pekerjaan paruh waktu untuk mencari uang demi bisa hidup sendiri, tapi Mamahku... dia tidak akan mengizinkanku.”

Meskipun aku mampu memukul semua bola di lemparan yang tersisa, tapi aku masih tidak mampu melakukan home-run.

Kerja bagus.”

Saat aku keluar dari area memukul bola, Kazemiya memberiku sebotol plastik soda melon yang sepertinya dia beli dari mesin penjual otomatis.

... Makasih.”

“Sama-sama.

Kami berdua duduk bersebelahan di bangku dekat dinding. Hanya ada sedikit pengunjung di pojok batting, dan hanya sesekali terdengar suara mesin pelempar yang mengeluarkan bola dan suara pukulan.

“Sesekali berolahraga itu ada bagusnya, ya. Karena aku tidak bergabung dengan klub manapun, jadi melakukan hal semacam ini seakan sedang menikmati masa muda dan menyegarkan.”

Kamu tidak bergabung dengan klub mana pun?”

“Hmm… sepertinya kalau berkaitan dengan olahraga sih enggak. Dan dalam kasusku, jika aku bergabung dengan klub atau semacamnya, itu akan merepotkan. Yah, memang benar aku punya banyak waktu luang setelah pulang sekolah...Ah, seandainya saja aku bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu.”

...Keluargamu tidak mengizinkanmu bekerja paruh waktu?

“Iya. Mamah tidak ingin aku bekerja paruh waktu. Dia tidak ingin aku melakukan sesuatu di luar sana yang akan merusak reputasi Onee-chan.

Setelah jeda sejenak, dia melanjutkan berbicara dengan nada mengejek dirinya sendiri.

“Aku bisa bermain dengan Narumi seperti ini dan mengeluh tentang keluargaku. Bahkan uang yang aku habiskan di restoran keluarga, menonton film dan bermain dengan Narumi seperti ini adalah 'uang jajan' yang diberikan oleh Mamah...Bukannya itu agak payah dan tidak keren?

...Kurasa itu tidak masalah. Kita ini masih anak SMA, tau. Wajar-wajar saja kalau kita masih diberi uang jajan, dan tidak semua orang bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu. Selain itu, jika kamu ketahuan menghabiskan semua uang yang diberikan untuk bermain-main, biar aku yang akan membayar semuanya.

Tapi yang begitu jauh lebih menyebalkan.

“Kamu harus belajar bersabar.”

“Bukankah itu sama saja dengan sekarang?”

“Jika kamu harus bersabar dengan jumlah yang sama, bukankah lebih baik jika kamu menerima traktiranku?”

Kazemiya terdiam, seolah-olah dia hendak mengakui bahwa perkataanku ada benarnya.

“……Tapi tetap saja, aku tidak menyukainya.”

Aku akan rela menghabiskannya jika itu demi bisa bermain dengan Kazemiya.”

...Jangan mengatakan hal semacam itu dengan begitu santai, baka.

Kazemiya membuang muka sambil menggembungkan pipinya seolah ingin menutupi rasa malunya. Aku hendak mengatakan bahwa dia kelihatan manis, tapi sepertinya jika aku mengatakan itu, dia tidak akan melakukan kontak mata lagi denganku.

“Tapi rasanya memang bikin muak dan jengkel jika dilarang bekerja paruh waktu karena keputusan sepihak.”

...Mamah sudah menyerah padaku dan lebih memberi perhatiannya pada Onee-chan. Dia tidak ingin ada apapun yang merusak reputasi Onee-chan. Oleh karena itu, dia selalu khawatiran. Kurasa dia mau untuk memegang kendali. Ini bukan masalah percaya padaku atau tidak.

Kazemiya menyesap teh dari botol plastik dan menyegarkan tenggorokannya.

Alasan kenapa aku tersu mengabaikan rumor di sekolah yang mengatakan sesuka mereka tentang diriku adalah untuk mengurangi jumlah orang yang mendekatiku demi Onee-chan...tapi saat aku tenang dan memikirkannya... Mungkin aku sendiri sudah menyerah. Bahkan jika aku mati-matian menyangkalnya, Mamah tidak akan pernah mempercayaiku. Jika memang itu masalahnya, mau aku membiarkan rumor tersebut atau menyangkalnya, itu tetap tidak mengubah apapun.”

“Bukannya tidak ada yang berubah. Bahkan jika rumormu itu hilang, setidaknya aku akan merasa.... bahagia.

...Entah kenapa aku merasa senang. Aku sendiri merasa malu karena sudah mengatakannya.

Itu dia. Kamu pasti merasa tidak nyaman ketika mendengar ada orang lain yang membicarakan hal buruk tentang temanmu.

Walaupun itu perasaanku yang sebenarnya, aku merasa agak terburu-buru dan menambahkan alasan yang terasa seperti pembenaran. Ketika aku merasa gelisah sendirian, Kazemiya tersenyum kecil dan kemudian tertawa.

Hahaha. Apa-apaan itu, merasa senang sendiri.

“Yang namanya senang ya tetap saja senang.

“Hmm~? Jadi kamu merasa senang ya.

Tentu saja.

Percakapan kami berdua pun terputus dan hanya suara bola memantul yang sesekali bergema di ruang yang sunyi. Aku mengalihkan perhatianku ke arah telapak tangan kiriku. Meskipun tanda lingkaran bunga yang aku dapatkan pada hari itu sudah menghilang, lingkaran bunga yang diberikan oleh Kazemiya masih tersisa di hatiku.

Aku telah memikirkannya sejak saat itu. Apa yang bisa dilakukan olehku, yang hanyalah seorang anak kecil, untuk Kazemiya Kohaku?

...Ujian akhir sudah berakhir, jadi sekarang sudah liburan musim panas, iya ‘kan?

Iya.

Ayo kita pergi ke suatu tempat dan bersenang-senang. Mumpung kita sedang liburan musim panas.

Bersama-sama?

Tentu sajalah. Aku mengajakmu untuk pergi bermain.”

Selama liburan musim panas, pergi bermain bersama Narumi...

“Kamu tidak menyukainya?

“Tidak, aku justru senang.

Ketika Kazemiya berkata begitu, ada perasaan lega yang entah muncul dari mana.

Apa ada tempat yang ingin kamu kunjungi?

Kamu beneran mau membawaku ke sana?

Jika itu tempat yang kamu inginkan.

“Naiklah, kalau begitu... Aku ingin pergi ke kolam renang.

“Ada lagi?

“Hmm misalnya saja festival musim panas.

“Hee, ide bagus tuh. Aku akan mencarinya.

Dan juga sekadar jalan-jalan di kota... Oh, dan juga taman bermain. Aku tertarik dengan atraksi baru yang akan dibuka di musim panas.

Aku akan mencatatnya di buku catatan.

Aku menyobek satu halaman dari buku catatan, dan mulai mencatat rencana liburan musim panas kami. Sambil terus mengobrol, daftar itu dengan cepat terisi penuh.

Baiklah, sudah selesai.

Aku semakin menantikan liburan musim panas ini.

Aku malah selalu menantikannya setiap tahun.

Dalam kasusku, tidak banyak yang bisa kulakukan.

Tahun ini akan sibuk, loh.

Mungkin ini adalah liburan musim panas yang paling sibuk bagiku.

Ketika aku melihat wajah tersenyum Kazemiya, aku mulai membulatkan tekad di dalam hatiku. Aku menghabiskan minuman soda melon dari botol plastik, mengambil tongkat pemukul sewaan, dan memasukkan koin seratus yen ke mesin lagi.

Aku mengangkat tongkat pemukul sambil menunggu hingga bola ditembakkan.

“Hey, Kazemiya. Aku sudah mengambil keputusan.

Aku melihat bola yang ditembakkan dan melakukan pukulan. Pukulanku berhasil mengenai bola, tetapi pukulanku tidak cukup tinggi untuk mendapatkan home-run.

“Keputusan apa?”

“Jika suatu saat nanti kamu membutuhkan pertolongan, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membantumu, Kazemiya.”

Lemparan bola kedua juga meleset. Namun, aku mulai merasakan sensasinya. Aku mulai terbiasa dengan kecepatan bola.

“Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan. Namun... jika itu demi bisa menghabiskan waktu dan tertawa bersamamu, aku akan melakukan apapun.”

Aku menggenggam tongkat pemukul dengan tangan kiri yang memiliki tanda lingkaran bunga yang mekar.

“Meskipun kamu menjadi raja iblis yang akan menghancurkan dunia... Aku akan selalu berada di pihak Kazemiya Kohaku.”

Lemparan bola ketiga. Waktu ayunannya begitu sempurna. Aku berhasil memukul bola yang dilempar lurus dari mesin dengan ujung tongkat, dan bola putih tersebut berhasil menembus sasaran home-run.

...Apa maksudmu dengan itu? Memangnya aku ini apaan?

Raja iblis.

“Sembarangan saja kalau ngomong.

Aku tidak tahu raut wajah seperti apa yang ditunjukkan Kazemiya di belakangku.

Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya.

“....Terima kasih, Narumi.

Walaupun hanya sedikit saja──── aku berharap dan berdoa kalau aku bisa membantu temanku yang membawa luka yang sama.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama