[LN] Hanayome Shuugyou Volume 1 Bab 1 Bagian 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1 — Seorang Putri Bangsawan Yang Datang Untuk Belajar Di Luar Negeri Memulai Pelatihannya Sebagai Istri

Bagian 1 


Di ruang kelas dua sekolah SMA, pada jam wali kelas setelah upacara pembukaan selesai.

“Namaku Amelia Lily Stafford. Aku datang dari Inggris. Panggil saja aku Amelia.

Gadis berparas cantik layaknya peri itu memperkenalkan dirinya dengan suara lembut bak lonceng malaikat.

Rambut peraknya yang indah berkilauan di bawah sinar matahari pagi.

Si murid pindahan itu menyapu pandangan ke seluruh kelas dengan mata biru berbinar yang berkilauan seperti permata.

Setelah memperkenalkan diri dengan topik umum seperti hobi dan keahlian, dia mulai menerima pertanyaan.

Makanan Jepang apa yang kamu sukai?

Bagaimana kesanmu tentang Jepang di Inggris?

Dengan bahasa Jepang yang lumayan lancar, dia menjawab pertanyaan-pertanyaan umum seperti itu, meskipun dengan sedikit cadel.

Lalu, ada seseorang yang bertanya.

Apa alasanmu memutuskan bersekolah di Jepang? Apa yang membuatmu tertarik dengan Jepang?

Ketika mendengar pertanyaan itu, si murid pindahan yang sebelumnya menjawab dengan lancar, kini sedikit ragu-ragu.

Kemudian dia tersenyum tipis, dan mengalihkan pandangannya ke arahku——Kudou Souta.

...Nih anak.

Orang yang di sana, Souta, ia adalah teman sekelasku di Inggris.

Semua pandangan langsung tertuju padaku.

Fakta bahwa aku pernah pergi studi ke Inggris tahun lalu, memang sudah diketahui oleh semua.

Saat aku berinteraksi dengannya, aku jadi tertarik dengan Jepang. Itulah alasannya.

Setelah itu, si murid pindahan menampilkan senyum jahil.

Sekarang, aku sedang tinggal di rumahnya. Jadi, bisa dibilang... kami tinggal satu atap.

Kami memang hidup serumah.

Entah kenapa, si murid pindahan itu menekankan ucapannya.

Senang berkenalan dengan kalian semua.

Si murid pindahanLily, dengan jelas menatapku dan mengedipkan matanya padaku.

Lalu dia duduk di kursi sebelahku.

Setelah jam wali kelas selesai, kerumunan orang-orang segera mengelilingi kami.

Teman-teman sekelasku langsung bertanya dengan heboh.

Tinggal satu rumah? Apa maksudnya itu?!

Apa jangan-jangan kalian sepasang kekasih?!

“Jadi dia mengejarmu dari Inggris?!

Bagaimana pertemuan pertama kalian?

Jadi kalian pacaran jarak jauh internasional?!

“Eh, ah, tunggu, tenanglah dulu...

Sambil berusaha menenangkan teman-teman sekelasku yang bersemangat, aku melirik Lily.

Kamu harus menjelaskannya sendiri, begitulah maksud tatapanku.

Lily kemudian mengangguk lebar, seolah ingin mengatakan kalau dia mengerti.

“Aku serahkan semuanya... pada imajinasi kalian.

Dia malah menambah minyak ke dalam api.

Apa yang dia rencanakan...?

 

※※※※

 

Satu bulan yang lalu.

Ibuku tiba-tiba berkata padaku.

Souta. Bagaimana pendapatmu jika ada seorang siswa pertukaran pelajar yang akan tinggal di rumah kita?

Huh? Yah, aku tidak masalah sih...

Enam bulan yang lalu, aku sendiri pernah tinggal di Inggris untuk belajar di sana. Meskipun aku tinggal di asrama, aku bisa berbahasa Inggris dengan baik. Jadi tidak aneh jika rumah kami menjadi salah satu pilihan.

Tapi, itu tergantung orangnya juga sih.

Tinggal bersama dalam program homestay artinya tinggal satu rumah. Tentu saja aku tidak ingin tinggal serumah dengan orang yang menyebalkan.

Tenang saja, itu tidak akan jadi masalah.”

Ibuku berkata sambil tersenyum lebar... atau lebih tepatnya menyeringai.

Entah kenapa aku merasakan firasat tidak enak.

Karena dia adalah orang yang kamu kenal dengan baik saat kamu belajar di sana.

Oh, begitu ya.

Dengan kata lain, dia pasti salah satu dari teman-temanku saat aku belajar di sana.

Tiba-tiba sosok seorang gadis berambut pirang dan bermata biru muncul di benakku. Namanya Mary, dia menyukai budaya Jepang.... atau lebih tepatnya anime, dan selalu bertanya banyak hal tentang subkultur Jepang padaku. Dia juga pernah bilang ingin pergi ke Jepang suatu hari nanti.

Jangan-jangan, dia seorang gadis?

Wah, kamu memang cepat tanggap ya.

Senyum ibuku semakin lebar. Jangan-jangan dia salah paham dan mengira kami berpacaran?

Memang benar kalau hubungan kami dekat, tapi kami tidak dalam hubungan seperti itu.

Hubungan kami tidak seperti yang dipikirkan ibu, oke.

“Duh dasar, kamu ini memang anak yang pemalu.

Ibuku terlihat sangat senang. Entah kenapa, dia terlihat sangat yakin.

Pada saat itu aku seharunya bisa menyadari kalau ada sesuatu yang aneh.

Lalu, beberapa hari sebelum tahun ajaran baru dimulai.

Orang yang muncul di bandara adalah seorang gadis cantik berambut perak.

Lama tidak berjumpa... ya. (TN: Tanda kurung menyiratkan kalau dia berbicara dalam bahasa inggris)

Orang yang muncul dengan ekspresi canggung di wajahnya adalah Amelia Lily Stafford. Dia adalah putri seorang bangsawan yang menjadi temanku ketika aku belajar di luar negeri dan kemudian aku berpisah dengannya karena kami berdua bertengkar.

 

※※※※ 


Aku pertama kali bertemu dengan Amelia Lily Stafford di sekolah tempatku belajar di sana.

Rambut peraknya yang berkilau, dan mata birunya yang jernih. Parasnya yang cantik jelita layaknya peri. Kulitnya yang putih dan mulus bak porselen, serta tubuhnya yang proporsional bak patung Yunani.

Memang ada banyak gadis cantik di Inggris, tapi Amelia termasuk yang paling cantik. Tapi ada sesuatu yang berbeda darinya. Dia terlihat dingin dan menjaga jarak dengan orang lain, seperti seorang putri bangsawan yang kesepian.

Dia diberi julukan Tuan Putri Es karena kesan tersebut dan julukan tersebut terasa cocok dengannya, karena dia memang seorang putri bangsawan dari keluarga kelas atas. Sekolah asrama tempat aku belajar memang banyak dihuni anak-anak dari kalangan terpandang, tapi Amelia bahkan mencolok di antara mereka.

Dia juga seorang gadis cantik berspesifikasi tinggi dengan penampilan yang menawan, otak yang jernih, dan kemampuan atletis yang mumpuni.

Tentu saja, aku tidak bisa langsung akrab dengannya.

Gadis pertama yang berteman denganku adalah seorang otaku Jepang yang bernama Mary.

Dan gadis itu dan Lily berteman.

Melalui Mary, aku dan Lily menjadi teman.

Sejak saat itu, aku menghabiskan lebih banyak waktu dengan Lily. Kadang-kadang aku memintanya untuk menemaniku berkeliling kota, dan kadang-kadang dia duluan yang mengajakku.

Suatu hari, dia memintaku untuk memanggilnya 'Lily' daripada 'Amelia'. Memang, pada saat itu hanya Mary yang memanggilnya dengan nama panggilan 'Lily' selain keluarganya.

Dan begitulah caranya aku menjadi sahabat dekat dengan seorang putri bangsawan - Lily.

Lalu kenapa aku bisa bertengkar dan berpisah dengannya??

Rasanya agak sulit untuk menjelaskan bagaimana hal semacam itu terjadi. Itu karena aku masih belum mengerti kenapa Lily marah.

Jika aku mengingatnya dengan benar.... segera setelah aku memberitahunya bahwa aku akan kembali ke Jepang, Lily tiba-tiba menjadi tidak senang.

Aku tidak pernah mendengarnya, katanya.

Saat perkenalan awal di kelas, aku sudah memberitahu kepada teman-teman sekelasku kalau aku hanya belajar di luar negeri selama satu tahun, dan saat itu Lily pasti juga ada. Jadi mana mungkin dia tidak mengetahuinya....

Lily memang orang yang suka berasumsi. Mungkin dia sudah menetapkan dalam pikirannya bahwa aku akan tetap tinggal di Inggris.

Lalu dia mencoba membujukku untuk tetap tinggal di Inggris.

Dia bilang kalau aku sebaiknya kuliah di Inggris, dan dia bersedia membiayai kuliahku, bahkan membantuku mendapatkan pekerjaan melalui koneksi ayahnya...

Itu memang tawaran yang menggiurkan, tapi mana mungkin aku tega merepotkan temanku sampai sejauh itu.

Jadi aku dengan sopan menolaknya.

Tapi kemudian, Lily malah mengamuk.

Pembohong, dasar penipu, anak mama, bodoh, idiot, mati saja!

Dia mengucapkan sumpah serapah kepadaku.

Tidak ada orang yang senang dihina-hina seperti itu.

Akupun lantas membalasnya.

Jangan egois begitu!

Mungkin juga ada sedikit perasaan kesal yang selama ini kutahan.

Dan pertengkaran itu pun semakin memanas...

Aku tidak mau mengenalmu lagi. Kita putus. Aku benci kamu! Terserah kamu mau ke Jepang atau ke mana, tapi jangan pernah tunjukkan wajahmu lagi padaku!

“Ahh gitu ya, baiklah, aku mengerti. Kita tidak akan bertemu lagi.

Begitulah kami berpisah dalam pertengkaran.

Kemudian aku menyesal dan berpikir untuk meminta maaf, tapi aku merasa tidak pantas meminta maaf duluan.

Jadi aku tidak menghubunginya lagi.

Dan Lily juga tidak menghubungiku.

Tapi entah bagaimana, Lily yang seharusnya tidak kutemui lagi, malah datang ke rumahku untuk homestay.

“Di sinilah kamarmu, Amelia-chan. Bagaimana dengan perabotannya? Apa menurutmu bisa muat?

Tidak apa-apa. Aku tidak bawa banyak barang kok.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, dia bisa berbicara bahasa Jepang sekarang.

Memang kedengarannya masih agak cadel, tapi dia sudah bisa mengobrol dengan lancar.

Padahal dulu dia hanya tahu sedikit kata seperti sushi, katsukare, ramen...

Kalau begitu, aku pergi belanja dulu. Selanjutnya, kalian berdua nikmati saja waktunya...canda deh, hehe.”

Ibuku pergi dengan suasana hati yang riang.

Tinggal aku dan Lily berdua.

Mau tak mau aku melihat ke arah Lily... dan tanpa sengaja tatapan mata kami bertemu.

Ad-Ada apa...?

Sepertinya Lily juga merasa canggung sedari tadi, jadi dia hanya memandangiku.

Wajar saja dia bertingkah begitu, toh dia sendiri yang memberitahuku untuk jangan perlihatkan wajahku lagi padanya.

Umm, Lily. Kenapa kamu datang ke Jepang?

Karena suasananya jadi semakin kaku, akhirnya aku memutuskan untuk bertanya.

Lily lalu menunjukkan ekspresi gembira, seakan-akan dia merasa senang aku bertanya begitu.

Dia melirikku malu-malu.

Wajahnya tampak merona merah.

Kemudian ,dengan gerakan bibir yang menggoda, dia menjawab dalam bahasa Jepang.

Untuk... belajar... menjadi istri.

 

※※※※

(Sudut Pandang Lily)

Aku, Amelia Lily Stafford, mempunyai kekasih.

Namanya Kudoo Soota (Kudou Souta), seorang remaja dari Jepang.

Pada awalnya aku tidak tertarik padanya, tapi setelah dia akrab dengan Mary, sahabatku, kami mulai sering berbicara.

Ketika aku berbicara dengannya (walaupun bahasa Inggrisnya sangat payah sampai-sampai aku tidak sanggup mendengarkannya), secara mengejutkan kami bisa bergaul dengan baik.

Ia memberitahuku kalau dirinya bisa main tenis, jadi kami pernah main bersama dan bertanding dengan sengit.

Aku mengajaknya ke British Museum karena dia belum pernah ke sana, dan dia dengan antusias mendengarkan penjelasanku.

Ia memintaku untuk mengajarinya bahasa Inggris, jadi aku memutuskan untuk mengajarinya setiap hari sepulang sekolah.

Kami pergi ke bioskop bersama.

Kami pergi ke taman bermain bersama.

Kami mendaki gunung bersama.

Aku merasa senang saat bersama dengannya.

Aku lalu jatuh cinta padanya.

Oleh karena itu, aku memintanya untuk memanggilku Lily.

Aku juga memberitahunya bahwa hanya keluargaku dan Mary saja yang memanggilku Lily.

Walaupun ia tampak terkejut, tapi ia mengatakan Baik, aku mengerti.” dan mulai memanggilku Lily.

Begitulah kami menjadi sepasang kekasih.

Tentu saja, meski kami berpacaran, bukan berarti segalanya akan berubah secara dramatis.

Aku merasa malu untuk mengatakan kepadanya bahwa aku menyukainya secara langsung......

Berpegangan tangan pun terasa canggung...

Apalagi berciuman... Itu terlalu tidak senonoh untuk sepasang remaja yang belum menikah.

Tapi aku merasa kalau kami saling memahami perasaan masing-masing.

Aku berharap ia akan tetap bersamaku di Inggris.

Aku berharap ia akan menikahiku...

Tapi, waktu itu...

Saat liburan musim panas, aku mengajaknya datang ke pantai bersama keluargaku.

Aku ingin memperkenalkannya pada keluargaku.

Aku ingin memamerkan diriku dalam balutan baju renang.

Aku mempunyai banyak rencana dan ingin melakukan sesuatu yang sedikit berani.

Tapi ia mengatakan kalau dirinya tidak bisa pergi karena sibuk mempersiapkan diri untuk pulang ke negara asalnya.

Padahal aku yang mengajaknya, tapi ia tidak bisa pergi...?

Pulang ke negara asalnya?

 Ke mana? Jangan bilang, ke Jepang...?

Jadi, selama ini dia sudah punya rencana untuk kembali?

Padahal aku adalah kekasihnya!

Aku berusaha mati-matian untuk menghentikannya, tapi ia masih keras kepala, dan bilang kalau dirinya harus pulang karena orang tuanya khawatir.

Jadi orang tuanya lebih penting dariku, kekasihnya?

Selama ini, hubungan kami hanya main-main saja?

Padahal aku sudah membanggakan pada orang tuaku dan saudara-saudaraku bahwa aku sudah mempunyai kekasih.

Aku sudah berencana mengenalkannya pada mereka!

Aku marah dan mengatakan hal-hal yang buruk padanya.

Lalu ia juga marah.

Ini pertama kalinya dia marah padaku, jadi aku terkejut.

Meski sebenarnya aku merasa takut mengatakannya, tapi aku tetap mengatakan kalau hubungan kami sudah putus.

Aku pikir ia akan mengalah seperti biasa.

Tapi ia justru berkata dengan dingin,

“Ahh gitu ya, baiklah, aku mengerti. Kita tidak akan bertemu lagi.

Begitulah kami berpisah dalam pertengkaran.

Awalnya aku tidak terlalu memikirkannya secara serius.

Kupikir Souta akan meminta maaf padaku, jadi aku menunggunya.

Aku menunggunya meminta maaf, tapi dia benar-benar pulang ke Jepang.

Perlahan-lahan, rasa sedihku menjadi lebih kuat daripada amarahku.

Aku ingin bertemu dengannya.

Tapi setelah aku mengatakan kepadanya untuk jangan pernah menunjukkan wajahnya padaku lagi, aku tidak bisa memintanya datang ke Inggris.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, aku mendapat ide cemerlang.

Biar aku saja yang pergi ke Jepang.

Aku mulai belajar bahasa Jepang dan pada saat yang sama mulai mempersiapkan diri untuk pindah ke sekolahnya.

Aku memutuskan untuk tinggal di rumahnya saat melakukan homestay.

... Tinggal di rumah orang asing memang sedikit menakutkan.

Untungnya, setelah aku memberitahu ibunya bahwa aku adalah pacarnya, ibunya dengan mudah menyetujuinya.

Tapi, aku tidak bisa menghubungi Souta.

Setidaknya, aku harus memberitahunya mengenai masalah homestay ini.

Begitulah yang kupikirkan, tapi waktu terus berjalan, dan akhirnya tiba hari kedatanganku.

Lama tidak berjumpa... ya.

Ah, i-iya, lama tidak bertemu.

Aku bertemu dengannya untuk pertama kalinya setelah sekian lama dan dia masih tetap tampan seperti yang kuingat.

Tapi raut wajahnya terlihat kebingungan.

Wajar saja, aku belum memberitahunya kalau aku akan datang.

Umm, Lily. Kenapa kamu datang ke Jepang?

Untungnya ia tidak marah dan tetap berbicara denganku seperti biasa.

Aku bisa saja berbohong dengan mengatakan kalau aku ingin belajar di luar negeri, tapi sebaiknya aku menjawabnya dengan jujur saja.

Tujuanku datang ke Jepang ialah untuk....

Untuk... belajar... menjadi istri.

Demi menjadi istrinya, aku datang ke sini untuk belajar bahasa Jepang, budaya Jepang, dan ketrampilan rumah tangga.

Tujuannya agar aku bisa membuatnya jatuh cinta padaku sampai-sampai dia tidak bisa hidup tanpaku.

Dan kemudian, aku akan membawanya kembali ke Inggris.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama