Chapter 1 — Seorang Putri Bangsawan Yang Datang Untuk Belajar Di Luar Negeri Memulai Pelatihannya Sebagai Istri
(Sudut
Pandang Souta)
Belajar
pengantin....Maksudnya belajar untuk menjadi istri?
Yang aku ketahui soal 'belajar untuk menjadi istri' di
Jepang adalah ketika seorang
wanita yang akan menikah mempelajari
hal-hal seperti pekerjaan
rumah tangga, sopan santun, dan sebagainya sebelum menikah.
Tapi Lily
masih seorang gadis SMA. Rasanya masih terlalu dini untuk
belajar menjadi istri, dan dan itu bukanlah sesuatu yang harus dia lakukan jika datang ke Jepang. Lagipula, memangnya budaya pelatihan istri juga ada di
Inggris....?
Tidak,
tunggu dulu.
Lily
mungkin terlihat seperti ini, tapi dia adalah seorang putri bangsawan. Apa jangan-jangan dia mungkin sudah punya tunangan? Dan orang itu
mungkin orang Jepang dari keluarga terpandang?
Tapi
kemungkinannya kecil.
Sepertinya
Lily hanya salah paham atau diberi informasi yang salah.
Aku mengenal
satu orang yang mungkin secara sembarangan berbicara
bahassa Jepang hanya untuk bersenang-senang.
Mary. Dia
pasti mengucapkan sesuatu dengan
bercanda.
Karena Lily
adalah gadis yang polos,
jadi dia percaya saja.
Mungkin
yang dia maksud adalah belajar budaya Jepang, bukan 'belajar menjadi istri' secara
harafiah.
Aku
meyakinkan diriku sendiri mengenai itu.
『Jadi begitu ya,
aku akan
mendukungmu』
"Ya,
aku akan berusaha yang terbaik.
Tolong, nantikan saja.”
Lily
menjawab begitu dengan ekspresi puas dalam bahasa Jepang.
Tidak,
tapi...
『Bahasa Jepangmu bagus juga ya』
Kemampuan
bahasanya begitu sempurna sampai-sampai dia takkan mengalami kesulitan dalam
percakapan sehari-hari.
Pengucapannya
masih sedikit terbata-bata, dan ada
kesan kurang lancar, tapi... perkataannya cukup
bisa dimengerti.
“Benarkah?
Apa aku sudah berbicara dengan baik?”
Aku
memberikan anggukan besar kepada Lily yang
tersenyum senang.
『Ya, orang-orang masih akan mempercayainya ketika kamu mengatakan kalau kamu dibesarkan di Jepang. 』
“Karena aku
sudah berusaha keras.”
Ketika aku memujinya, Lily membusungkan dada dengan ekspresi bangga.
Sebenarnya,
rasanya pasti tidak mudah untuk menjadi
mahir dalam 6 bulan kecuali dia sudah berusaha
sangat kerass, tapi... apa yang membuatnya sampai melakukan itu?
“Tolong
bicaralah dalam bahasa Jepang, bukan bahasa Inggris. Aku juga akan berusaha berbicara
dalam bahasa Jepang.”
“Baiklah, aku
akan mencoba berbicara dalam bahasa Jepang.
Beritahu aku jika cara bicaraku sulit dimengerti.”
“Iya.”
Sekarang,
kami tidak bisa berdiri terlalu lama.
Kami harus menyelesaikan pemindahan
ini secepatnya.
“Untuk saat
ini, ayo kita
pindahkan barang-barangmu dulu.”
“Baik.
Terima kasih banyak.”
Pertama-tama,
kami memindahkan barang-barang besar... dan merakit furnitur yang dibeli secara
online.
Kami
merakit tempat tidur, rak buku, dan meja belajar bersama-sama.
Setelah
itu, aku membawa kardus berisi
barang-barang pribadi Lily, tapi ternyata jumlahnya tidak terlalu banyak.
Aku selalu
berpikiran kalau perempuan pasti
akan membawa banyak pakaian dan lain-lain...
“Hanya
segini?”
“Hanya
barang-barang yang benar-benar diperlukan... 『Kupikir
lebih baik membeli pakaian di Jepang nanti, jadi aku hanya membawa barang-barang seminimal mungkin』”
Lily
menjelaskan sambil mencampur bahasa Jepang dan Inggris.
“Begitu
ya. Lalu... mana yang mau dibuka duluan? Atau sebaiknya
aku tidak membantu?”
Meskipun hubungan kami sudah cukup dekat, tidak
enak rasanya mengintip barang-barang pribadinya sembarangan.
Jumlahnya
juga sedikit, jadi mungkin lebih baik Lily saja yang mengurusnya.
"Kalau
begitu, tolong buka yang itu. Biar aku yang membuka
kardus ini.”
“Baiklah.”
Aku membuka
kotak kardus yang ditunjuk sesuai permintaan Lily.
Di
dalamnya terdapat beberapa lembar kain tipis yang dilipat rapi.
Mungkin itu sapu tangan?
Sambil
berpikir begitu, aku pun
merentangkannya dengan kedua tanganku.
Ternyata
itu adalah baju tidur wanita seksi.
Pakaian
dalam ini memiliki desain yang sedikit transparan dan cukup dewasa.
Inilah yang
disebut sebagai ‘kancut kemenangan’.
Aku
buru-buru menutup kardus itu lagi.
“Ada
apa?”
Lily
tersenyum kecil saat bertanya.
Raut
wajahnya seakan-akan menunjukkan kalau kejahilannya berhasil dijalankan.
“Tidak, bukan
apa-apa.”
Dasar
Lily...
Apa dia
memang biasa memakai pakaian dalam seksi seperti itu?
Atau
memang orang-orang Barat semuanya begitu?
Lagipula,
kenapa dia membawa pakaian dalam seksi seperti itu ke tempat tinggal barunya? Dia tidak memerlukannya, ‘kan?
Apa yang
dia rencanakan dengan pakaian dalam
itu? Dia ingin menunjukkan kepada siapa
dengan pakaian dalam itu?
Sambil
memikirkan hal itu, aku berusaha menyembunyikan ekspresi wajahku.
※※※※
『Souta, bagaimana menurutmu? Apa ini kelihatan cocok
untukku? 』
『Li-Lily!? 』
Lily yang
muncul di depanku mengenakan baju tidur seksi.
Kain
tipis yang dihiasi pita dan renda terlihat anggun, namun juga sangat menggoda.
Kulit
putihnya samar-samar terlihat di balik kain biru.
『He-Hei, Lily... Ap-Apa yang kamu rencanakan!? 』
Aku tanpa
sadar mundur selangkah.
Lily berjalan mendekatoku dan meletakkan tangannya di
bahuku.
Lalu, dia
berbisik di dekat telingaku.
“Pelatihan
untuk menjadi istri.”
※※※※
“...Hanya
mimpi, ya.”
Dan akhirnya
aku terbangun.
Dilihat dari
sinar matahari pagi dan diriku yang berada di tempat tidur, aku menyadari bahwa
kejadian tadi hanyalah mimpi.
Aku secara refleks memegang keningku.
“Astaga,
mimpi apaan itu...”
Biasanya
aku tidak pernah memimpikan hal-hal semacam itu.
Sepertinya
kedatangan Lily ke rumah ini membuatku menjadi
aneh.
Kelihatannya
aku membutuhkan waktu untuk membiasakan diri.
Aku
meregangkan tubuh sebentar, lalu bangun dari tempat tidur.
Setelah
menyikat gigi dan mencuci muka, aku menuju ke ruang makan.
“Sudah
saatnya membaliknya.
Hati-hati ya.”
“Ba-Baik. Uu, in-ini...”
“Tidak
apa-apa, tidak apa-apa. Masih bisa diperbaiki kok. Asal terlihat bagus di akhir, semuanya akan baik-baik saja.”
“Be-Begitu ya.”
“Kemungkinan
paling buruk, hasilnya sama saja jika
dimasukkan ke dalam perut.”
“Benar juga!”
Di dapur,
ibuku dan Lily sedang memasak bersama.
Sepertinya
Lily sedang belajar cara memasak dari ibuku.
Di rumah
kami, kami berbagi tugas dalam melakukan pekerjaan
rumah.
Lily juga
akan mulai membantu sedikit demi sedikit setelah terbiasa dengan kehidupannya di sini.
Sepertinya
hari ini dia sedang berlatih.
『Uu... Jadi berantakan. Ini
salahku... 』
“Tidak
apa-apa. Souta pasti akan memakannya tanpa protes."
“Ta-Tapi...”
“Selamat
pagi.”
Ketika
aku menyapa, tubuh Lily sedikit tersentak.
Sementara
itu, ibuku membelalakkan matanya.
“Wah...
Rupanya kamu sudah ganti baju, ya?”
“Uhm,
yah... Apa sarapannya sudah siap?"
“Iya,
baru saja selesai. Benar, ‘kan?”
“E-Eh... I-iya...”
Lily
terlihat sedikit menyesal saat menyodorkan sesuatu yang
terlihat seperti dashi tamago padaku.
Hasilnya tampak seperti persilangan antara telur
orak-arik dan dashi tamago.
Meskipun
bentuknya tidak terlalu bagus...
Yang
penting rasanya.
Karena dia membuatnya bersama ibuku, jadi mana mungkin rasanya bakalan aneh.
“Terima
kasih.”
Aku
mengambil telur gulung itu dan membawanya ke tempat dudukku.
Selain
telur gulung, semua hidangan sudah dihidangkan.
“““Selamat
makan”””
Kami
bertiga mulai menyantap
sarapan bersama.
Biasanya
aku memulai dengan meminum sup miso terlebih
dahulu, tapi kali ini pandangan Lily terus tertuju
padaku.
Setelah
mimpi tadi pagi, aku jadi merasa aneh kalau Lily menatapku begini...
Lebih
baik aku mulai makan telur gulungnya.
Aku
mengambil sepotong dengan sumpitku dan memasukkannya ke mulut.
Rasa asin
dan manisnya terasa pas,
serta wangi kaldu tercium di hidung.
“...Bagaimana
rasanya?”
“Enak.
Bukannya kamu sudah melakukannya dengan baik meskipun
baru pertama kali memasaknya?”
Untuk
bumbunya pun tidak jauh berbeda dengan buatan ibuku.
...Tentu
saja, karena dia mengukur
jumlahnya bersama ibuku.
『Be-Begitu ya.
Hehe, tentu saja. 』
Sepertinya
Lily merasa lega setelah mendengar
perkataanku, karena dia kembali menunjukkan ekspresi bangganya.
Lalu,
akhirnya dia mulai menyantap makanannya sendiri.
Dengan
terampil, dia memisahkan daging ikan gorengnya
dengan hati-hati.
Seperti
saat makan malam kemarin, dia
menggunakan sumpitnya dengan sangat
mahir.
Apa dia
juga berlatih menggunakan sumpit seperti dia berlatih bahasa Jepang?
“Tapi,
Lily-chan. Kamu melakukannya dengan sangat baik
mengingat ini pertama kalinya kamu memasak. Kamu
juga menggunakan sendok takar dengan
benar.”
“Karena sebelumnya,
aku pernah membuat kue ringan.”
Ah iya, benar juga. Dulu saat Lily
masih di Inggris, dia pernah membuatkan kue untukku.
Saat kami pergi bersama pada hari
libur, dia juga membuat sandwich yang
terlihat seperti buatan sendiri.
Sepertinya
dia bisa membuat camilan sederhana atau kue-kue.
“Wah,
benarkah? Kalau begitu, bolehkah aku memintamu mencoba membuatnya lain kali?”
“Iya, serahkan
saja padaku, Ibunda.”
Ibunda.
Sejak tadi malam, Lily memanggil ibuku
dengan sebutan “Ibunda”.
Ketika Ibuku
dengan bercanda mengatakan “Sebagai ibu angkatmu, kamu boleh memanggilku dengan panggilan Ibunda.”
Dan
tampaknya Lily menerima usulan
itu dengan serius.
Sementara
itu, Lily meminta agar ibuku
memanggilnya sebagai Lily,
bukan Amelia.
Padahal
aku sendiri membutuhkan waktu setengah tahun untuk bisa memanggilnya Lily.
Entah
kenapa, aku merasa sedikit kompleks.
“““Terima
kasih atas makanannya”””
Setelah
selesai makan, selanjutnya adalah
mencuci piring.
Memang
ada jadwal untuk siapa yang mencuci piring, tapi rumahku
mempunyai kebiasaan untuk melakukannya bersama-sama.
Ibu dan
aku biasanya berbagi tugas, ada yang mencuci dan yang mengelap.
“Aku
juga, mau membantu.”
“Ara,
benarkah? Lily-chan, kamu pasti sibuk menyesuaikan diri
di Jepang, jadi kamu tidak
perlu membantu mencuci kalau tidak mau...”
Pasti ada banyak hal yang harus dia pelajari, jadi pekerjaan rumah
tangga bisa ditunda dulu.
Tapi,
Lily menggelengkan kepalanya kuat-kuat setelah mendengar
ucapan ibuku.
“Ini
latihan untuk menjadi istri.”
Mata ibuku membelalak saat mendengar
ucapan Lily.
Lalu, dia
mengangguk-angguk paham, dan tersenyum senang.
“Ah
begitu, baiklah, aku mengerti! Kalau begitu,
Lily-chan, ayo kita cuci piring bersama!”
Sepertinya
ibuku mengerti maksud perkataan Lily.
Memangnya
dia itu cenayang atau semacamnya?
“Baiklah,
Lily-chan, pakai celemek ini dan berdiri
di sana.”
“Baik.”
Lily
segera memakai celemek, menggulung lengan bajunya,
dan mengambil spons untuk mulai mencuci piring.
Namun,
dia malah memiringkan
kepalanya.
Sepertinya
dia mengalami kesulitan untul mulai mencuci piring.
“Ibunda, ada yang ingin aku tanyakan.”
“Ada
apa?”
“Bagaimana
caranya mencuci piring?”
Meskipun
dia bisa memasak, sepertinya Lily belum pernah mencuci piring sebelumnya...
Ah,
mungkin dulu di rumahnya dia selalu menyuruh pembantunya
untuk beres-beres.
“Hmm,
begini ya. Pertama, bilas dengan air...”
Meskipun ibuku terlihat sedikit bingung, tapi dia mulai mengajarkan cara mencuci
piring kepada Lily.
Meskipun
gerakan Lily masih agak kaku, dia berhasil mencuci piring dengan bersih.
Dia
memang cekatan, jadi kurasa dia akan cepat bisa mencuci piring.
“Souta.”
Setelah
aku selesai mengeringkan piring terakhir, Lily memanggilku.
“Ya?”
“Aku
akan berusaha keras dalam 'pelatihan
menjadi istri'. Harap
nantikan itu.”
“Eh, ya...? Baiklah...”
Apa dia
tidak perlu belajar bahasa lagi?
※※※※
Setelah selesai membereskan sarapan dan melihat ibuku berangkat bekerja,
kami pergi meninggalkan.
Hari ini
adalah hari pertama masuk sekolah setelah liburan musim semi.
Tidak
perlu dikatakan lagi, Lily juga akan bersekolah
di sekolah yang sama denganku.
“...
Ngomong-ngomong, Souta.”
“Ya?”
“Bagaimana menurutmu, apa ini cocok untukku?”
Lily
bertanya padaku dengan pandangan menengadah
ke atas.
Tiba-tiba,
aku teringat kejadian dalam mimpiku tadi pagi.
Tapi,
berbeda dengan mimpi stadi pagi, kali ini Lily mengenakan seragam sekolah model seragam pelaut.
Sekolah
di Inggris memakai blazer dan dasi, jadi penampilannya
saat ini terlihat sedikit baru.
“Seragam itu
kelihatan cocok untukmu.”
Ketika
seorang gadis cantik dan bukan orang Jepang seperti Lily — yang sebenarnya memang
bukan orang Jepang – membuat seragam yang biasa terlihat
menjadi terlihat modis.
“Begitu
ya. Semoga saja ini tidak kelihatan aneh.”
“Tidak
aneh sama sekali, kok. 『Kamu justru manis sekali』”
『Ak-Aku kelihatan manis...! 』
Perkataanku
membuat Lily membuka matanya lebar-lebar.
Kulit wajahnya
yang putih seketika berubah jadi memerah.
『Aku tidak memintamu untuk
mengatakannya sampai sejauh
itu! 』
Lily
berseru sambil membuang wajahnya.
Sepertinya
aku sudah membuatnya marah.
Padahal
dia akan ngambek jika tidak dipuji...
※※※※
Sambil
bertukar percakapan seperti itu, kami berangkat ke sekolah.
Untungnya,
kami berada di kelas yang sama.
Lalu
perkenalan diri di awal tahun ajaran baru pun dimulai...
Karena
Lily secara terbuka mengatakan bahwa dia tinggal serumah denganku, dia jadi menghadapi banyak masalah.
Saat
istirahat makan siang,
“Ini
enak. Rasanya lebih enak daripada yang pernah
kumakan di Inggris."
Lily
berkata dengan wajah puas saat memakan kare katsu.
Rupanya
kare katsu Jepang juga populer di Inggris.
Lily juga pernah memakannya di Inggris.... atau lebih tepatnya, dia pergi memakannya bersama denganku, dan dia cukup menyukainya.
Jadi, setelah datang ke
Jepang, dia ingin makan kare katsu yang asli.
“Ngomong-ngomong, Souta”
“Ya?”
“Mau
barteran?”
Lily
memilih kare katsu ayam.
Di
Inggris, katsu ayam jauh lebih
populer daripada katsu babi. Itulah sebabnya
Lily memilih katsu ayam, sesuatu yang
sudah biasa dia makan.
“Oke.”
Aku mengambil sepotong katsu babi dari piringku
dan menaruhnya di piring
Lily. Dia juga memberikan sepotong katsu
ayamnya dan membagikannya denganku.
“Bagaimana
dengan daging babinya, Lily?”
“Rasanya enak, sih. Tapi...”
“Tapi?”
“Aku
lebih menyukai yang ayam.”
Sepertinya
Lily lebih menikmati katsu ayam yang sudah biasa dia
makan.
Meskipun
begitu, ini adalah pembicaraan tentang katsu yang dihidangkan dengan kari.
Lily
belum mencoba rasa katsu babi yang disajikan dengan saus dan dihidangkan
bersama kubis.
Lain kali
aku akan memperkenalkannya.
“Terima
kasih atas hidangannya.”
Lily
telah menghabiskan kari katsu dengan rapi, namun wajahnya terlihat sedikit
kurang puas. Saat
memakannya, dia terlihat bahagia, jadi sepertinya yang kurang bukan rasanya,
tapi porsinya.
Meski
terlihat mungil, Lily ternyata punya nafsu makan yang besar. Ukuran M di Jepang sepertinya
tidak cukup untuk memuaskan nafsu makannya.
“Ngomong-ngomong Lily... kenapa pagi ini kamu mengatakan hal seperti itu?”
“Hal
seperti itu?”
“Tentang kita yang tinggal bersama... Bukannya lebih baik kalau kamu tidak perlu mengatakannya? Ditambah lagi dengan perkataan, menyerahkan semuanya
pada imajinasimu.... bukannya itu seolah-olah
mengatakan kalau kita adalah sepasang kekasih?”
Akibatnya,
teman-teman sekelas kami menganggap kami ini sepasang kekasih.
Mereka
beranggapan bahwa Lily, si gadis cantik yang datang dari Inggris, datang ke Jepang demi mengejar pacarnya.
“Memangnya
itu ada masalah?"
“Tidak,
sih. Tapi... Apa kamu tidak
apa-apa? Pasti banyak yang bertanya-tanya tentangmu, ‘kan?”
Aku belum
memiliki seseorang yang kusukai, jadi aku tidak masalah jika aku disalahpahami.
Apa Liliy
tidak keberatan jika aku dianggap sebagai pacarnya? Kalau hanya gadis biasa saja sih tidak masalah,
tapi Liliy adalah seorang putri bangsawan. Bukannya itu akan menjadi skandal?
“Aku
tidak keberatan. 『Karena
itu bisa menjadi
penghalang serangga
jahat yang berusaha mendekati』”
"Ah,
begitu ya."
Jadi
intinya, itu demi menjauhkan laki-laki.
Memang
benar bahwa di Inggris pun Lily sering
didekati laki-laki.
Dengan
status “punya pacar”, dia bisa terhindar dari
pengakuan cinta atau laki-laki yang berusaha mendekatinya
tanpa alasan.
“Aku
harus berhati-hati terhadap kucing pencuri.”
...Kucing
pencuri?
Setahuku,
istilah “kucing
pencuri” biasanya
merujuk pada wanita yang merebut pacar orang lain.
Tapi yang
perlu diwaspadai Lily sepertinya bukan “kucing
pencuri”,
melainkan “serigala
jahat” yang
mengincar gadis-gadis muda.
Aku ingin
menegurnya dan mengoreksinya,
tapi melihat wajah Lily yang tempak puas,
aku mengurungkan niatku.
Aku juga
pernah menggunakan istilah-istilah bahasa Inggris yang baru kupelajari secara
berlebihan.
Sepertinya
Lily sedang dalam fase itu sekarang. Jadi, sebaiknya
aku biarkan saja dia saat ini.
※※※※
Periode
kelas sore dihabiskan untuk memutuskan beberapa
petugas kelas dan mencairkan suasana, dan kemudian akhirnya bel
pulang berbunyi.
Sekarang
saatnya kegiatan ekstrakulikuler.
“Kalau gitu,
Souta. Ayo kita ke klub tenis.”
Lily
berkata sambil membawa raket tenisnya seolah-olah
dia sudah siap sempurna.
Aku
memang tergabung dalam klub tenis.
Ketika
aku menceritakan itu kepadanya semalam, Lily langsung berkata kalau dia ingin bergabung juga.
Sepertinya
dia membawa raket tenis dari Inggris saat ke Jepang.
“Ah,
ya... Soal ruang gantinya, kira-kira bagusnya bagaimana
ya?”
Tentu
saja aku tidak bisa masuk ke ruang ganti putri.
Memang tidak
ada aturan khusus, tapi aku merassa
sedikit cemas jika hanya membiarkannya begitu saja tanpa ada penjelasan sama sekali.
Sebaiknya
aku minta bantuan salah satu anggota perempuan.
Pada saat
aku berpikir demikian...
“Yahoo,
Souta! Apa pacarmu akan
ikut klub tenis juga?”
Teman
sekelasku merangkul bahuku.
Dia
adalah seorang gadis cantik dengan rambut hitam panjang sedang dan senyum
ceria.
Roknya yang
sedikit pendek membuat seragamnya terlihat bergaya.
“Lepaskan
aku, Misato. Selain itu, dia
bukan pacarku.”
Nama
gadis itu adalah Kasai Misato.
Meskipun
dia sudah seperti kerabat, dia
adalah gadis tercantik di sekolah ini.
Perlu diingat,
julukan tersebut hanya berlaku setidaknya
sebelum Lily datang pindah kemari.
“Eh,
aku dengar pacar Souta akan
datang untuk homestay. Bukannya itu dia?
Dia bahkan memperkenalkan dirinya tadi.”
“Itu
salah paham.”
Aku
mengonfirmasi raut wajah Lily saat mengatakan itu.
Aku berpikir
dia akan marah jika dianggap sebagai pacarku,
tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda itu.
Lebih
tepatnya, ekspresi wajahnya tampak ‘cengo’.
Mungkin
dia tidak bisa menerjemahkan “Kanojo” ke
"lover" atau "girlfriend".
“Kanojo” diterjemahkan langsung menjadi “Dia”.
"Lily.
Dia adalah Kasai Misato.
Dia adalah.... temanku.”
Perkenalan
diri sudah dilakukan di kelas, tapi aku akan
memperkenalkannya sekali lagi.
Misato
melepaskan tangannya dari bahuku dan mendekat ke arah Lily.
“Memanggilku
teman seolah-olah aku ini orang asing saja. Namaku Kasai Misato. Panggil saja Misato.
Hmm... Boleh aku memanggilmu
Lily-chan?”
Tampaknya
sikap ramah Misato membuat Lily sedikit kesal.
Dia
mengernyitkan alisnya sedikit.
“Namaku Amelia
Lily Stafford. Panggil aku Amelia.
Amelia, ya.”
“Hmm,
begitu rupanya. Oke, senang berkenalan
denganmu, Amelia-chan!"
Misato
tersenyum dengan geli, lalu menyenggol lenganku.
“Apa?
Dipanggil nama tengah? Bukannya hubungan kalian
begitu dekat. ... Kamu
seriusan kalau dia bukan pacarmu?”
“Aku
tidak menyangkal kedekatannya, tapi...”
『Bagaimana kalau kita
pergi sekarang? 』
Saat
Misato dan aku sedang berbicara, Lily mengatakan itu dengan suara yang sedikit
tidak senang.
...Kalau
dipikir-pikir, Misato ‘kan anggota klub tenis putri.
“Misato,
bisakah kamu mengantar
Lily ke ruang ganti? Kamu ada kegiatan
klub sekarang, ‘kan?”
“Tentu
saja, tidak masalah! Kalau begitu, Amelia-chan. Ayo kita pergi!”
“...
Baiklah.”
Lily
melihat wajahku sekilas dengan
ekspresi sedih sebelum berjalan di
belakang Misato dengan bahu yang sedikit tertunduk.
Mungkin
dia merasa cemas karena berpisah dariku.
Tapi
terlalu bergantung padaku juga tidak baik.
Lagi
pula, meskipun tidak sebaik aku, Misato juga bisa berbahasa Inggris dengan cukup baik.
Jadi
seharusnya tidak ada masalah.
Setelah
mengantarkan Lily, aku pergi ke
ruang ganti laki-laki.
※※※※
Aku, Kasai Misato, mengantar murid pertukaran pelajar yang terkenal cantik, Amelia-chan, ke ruang ganti putri.
『Ini adalah ruang ganti. Kamu bisa menggunakannya saat
olahraga atau perlu mengganti baju. Nomor lokermu sesuai dengan nomor siswa,
jadi jangan tertukar. Karena tidak ada kuncinya, jadi jika kamu tidak ingin barangmu dicuri, kamu harus membawa
kuncimu sendiri. 』
Ketika aku menjelaskannya pada Amelia-chan
dalam bahasa Inggris, dia mengangguk kecil.
Kemudian
dia melihat-lihat sekitar dan membuka loker dengan nomor yang sama dengan nomor pelajarnya.
Sepertinya
aku berhasil menyampaikannya dengan
baik.
『Ayo cepat ganti baju』
“Ya, baik.”
Amelia-chan
menjawab perkataanku dengan
bahasa Jepang yang lumayan fasih, meskipun masih terdengar sedikit kaku. Hal
itu justru membuatnya terlihat imut.
Walaupun
aku normal, tapi aku masih dibuat sedikit cenat-cenut.
Pantas
saja para siswa lelaki begitu tertarik padanya.
“Wah,
kakinya ramping sekali... 『Kamu punya bentuk tubuh yang bagus!』”
Dadanya
dan pantatnya besar, pinggangnya begitu ramping
sampai-sampai mau patah kapan saja.
Yang
paling mencolok adalah kakinya yang sangat ramping dan panjang.
Tubuhnya
benar-benar berbeda dari
ciri khas orang Jepang.
『...Tolong jangan terlalu banyak menatapku』
Amelia-chan
malu-malu menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya karena mendengar ucapanku.
Kulit
putihnya perlahan-lahan berubah menjadi merona
merah.
...Manis
sekali.
『Hei, boleh aku tanya sesuatu?
Amelia-chan』
“Silakan
berbicara dalam bahasa Jepang saja.”
“Baiklah.
Beritahu aku kalau ada yang tidak kamu
mengerti! Kenapa kamu datang
ke Jepang, Amelia-chan?”
Apa kamu datang ke sini demi mengejar Souta?
Saat aku
menanyakan hal itu dengan maksud menggodanya, Amelia-chan justru menjawab tanpa ragu-ragu dan lantang.
“Ini
untuk pelatihan menjadi istri.”
Jawabannya
benar-benar di luar perkiraanku.
Entah
kenapa, Amelia-chan memasang ekspresi penuh kemenangan di wajahnya sementara
aku terkejut.
“Kamu
sendiri, hubunganmu apa yang
kamu miliki dengan Souta?”
Lily
bertanya padaku dengan nada menyindir - meski aku lebih tinggi darinya, dia
seperti memandang sok dari
atas.
Tapi
kalau diperhatikan lebih teliti,
pandangan matanya mengandung suatu kecemasan.
Aku
akan benar-benar menggodanya kali ini.
“Kami
memiliki hubungan yang lumayan dekat, lebih dari sekadar
teman.”
“He-Hehhh,
begitu.”
“Khususnya,
karena kita pernah mandi bersama kali ya?”
Setelah mendengar
ucapanku, mata Amelia-chan terbuka lebar.
『Eh? Hah...!? Tadi kamu bilang apa!? 』
『Kita berdua pernah mandi bersama. 』
Wajah
Amelia-chan seketika langsung berubah menjadi merah
padam.
Dia
terlalu kaget sampai-sampai keceplosan berbicara
dalam bahasa Inggris.
...Manis
sekali.
『Cuma
bercanda. Kejadian itu hanya terjadi
saat aku masih berusia 9 tahun. Sekarang, kami hanya
teman. Ya, hanya teman. 』
Ya,
hubungan khususku dengan Souta
hanya sampai masa itu saja.
Sekarang
kami hanya teman biasa.
Meskipun
begitu, aku yakin kalau aku
lebih mengenal Souta
dibandingkan gadis ini.
Soalnya
aku sudah mengenalnya sejak masih bayi.
Sepertinya
ketenanganku ini tersampaikan dengan baik.
『Sekarang aku tinggal bersamanya』
Amelia-chan
berkata demikian sambil
menatapku dengant tajam.
Apa ini
deklarasi perang?
“H-Hmm... Begitu ya. 『Yah, yang
semangat ya』”
Aku tidak
bisa menahan tawa yang lolos dari mulutku.
Aku
merasakan aura mengancam yang muncul dari
Amelia-chan semakin kuat.
Menarik
sekali.
Akhir-akhir
ini Souta juga sudah tidak gampang digoda.
Baiklah,
mulai hari ini aku akan bermain-main dengan gadis
ini.