Chapter SS — Putri
Bangsawan Pergi ke Toko Ramen 2
“Souta, aku ingin pergi makan ramen.”
Pada suatu
hari, Lily mengajakku untuk
pergi makan ramen.
Baru
minggu lalu aku sudah mengajaknya ke kedai ramen biasa dan juga ramen jiro...
“Aku
ingin mencoba ramen gaya 'iekei' ini.”
Kali ini
dia ingin mencoba mencicipi ramen
gaya keluarga.
Lily
memohon kepadaku sambil menunjukkan layar ponselnya kepadaku.
“Misato
bilang kalau rasanya enak.”
Sepertinya
Misato membisikkan sesuatu yang tidak perlu.
“Kalau
begitu, bagaimana kalau Jumat minggu ini?”
“Lagi-lagi hari Jumat?”
“Mulutmu
akan bau..."
“Baiklah,
hari Jumat saja.”
Begitu
aku mengancam kalau mulutnya akan bau, Lily langsung mengangguk panik.
Tinggal tersisa tiga hari lagi sampai Jumat.
Kurasa
dalam waktu itu, perasaanku juga akan kembali.
Nah, pada hari yang ditentukan.
Aku dan
Lily langsung membeli tiket makanan di kedai ramen
yang kami tuju.
“Apa ada pilihan yang sesuai selera anda?”
“Semuanya
biasa saja.”
“Semuanya
biasa.”
Aku dan
Lily memesan menu yang sama.
“Baiklah,
kalau gitu Lily, ayo kita ambil
nasinya.”
“...Nasi?
Bukannya kita mau makan ramen?”
“Menikmati
ramen gaya keluarga itu harus ditemani
dengan nasi.”
“Apa?!”
Mendengar
ucapanku, Lily membelalakkan matanya dengan
ekspresi terkejut.
“Tapi
‘kan dua-duanya makanan pokok! ...Tuhan
tidak akan mengampuni.”
Sejak
kapan hal itu ada di kitab suci?
“...Yah,
kalau kamu tidak mau sih juga
tidak apa-apa. Tapi ramen gaya keluarga
tanpa nasi itu terasa kurang lengkap.”
“Aku
tidak mengatakan kalau aku tidak
mau.”
Lily berkata demikian sambil berdiri
dari tempat duduknya.
Bukankah
tadi dia bilang kalau Tuhan
tidak akan mengampuni?
Saat aku
menyiapkan nasi putih dan menunggu, tidak lama kemudian ramen pesanan kami akhirnya datang.
“Memang
rasanya enak bahkan hanya mie saja."
Lily mengatakan itu sambil menyantap ramen.
Dia tidak
menyangkal bahwa ramennya saja sudah terasa enak.
“Tapi
kalau dimakan bersama nasi, rasanya jadi lebih nikmat. Coba saja dulu.”
Lily
sedikit mengernyitkan alis atas saranku,
lalu mulai memakan mie bersama nasi.
Dan
matanya pun terbuka lebar.
“...Ini
enak sekali!”
“Sudah
kubilang, ‘kan?”
Setelah
itu, semuanya berlangsung cepat
sekali.
Lily
menghabiskan nasi putihnya dalam sekejap.
“Sudah
habis...”
“Tenang saja, di sini kamu boleh meminta tambah nasi dengan gratis.”
“Apa?”
Lily
tampak terkejut dan tertegun.
“Me-Memangnya....hal
seperti itu diperbolehkan?”
“I-Iya...”
Tentu saja dalam
batas kewajaran, oke?
Aku
menegaskannya sekali lagi.
“Kalau kamu menambahkan bawang putih ke dalam
ramen, rasanya jadi berbeda loh.”
“Aku akan mencobanya. ...Rasanya memang enak.”
“Lalu,
nasi putih ditaburi bawang putih dan saus cabai, lalu dibungkus dengan rumput
laut, coba deh.”
“Cara
makan yang aneh. ...Tapi rasanya
enak juga.”
“Kalau
ramen ditambah sedikit cuka, kuahnya jadi lebih segar dan enak dimakan sampai
habis. Lalu sisa nasinya, tuangi kuahnya lalu makan.”
“Aku ini
seorang bangsawan. Cara makan yang seperti
itu... Tapi rasanya enak
juga.”
Lily
terus menggerutu sambil mengunyah, tapi akhirnya dia benar-benar menghabiskan
sampai tetes terakhir kuahnya.
“...Aku mendapat sesuatu.”
Dan saat
membayar, dia mendapat kupon.
“Kalau
menghabiskan kuahnya, kamu dapat satu topping gratis.”
“Wah,
sungguh pelayanan yang luar
biasa! Semakin banyak makan, semakin banyak yang bisa dimakan!”
Sepertinya
karena terlalu senang, Lily mulai menggunakan
bahasa Jepang yang aneh.
Ah tidak,
memang dari awal dia sudah begitu.
“Tapi,
rasanya sedikit disayangkan juga.”
Yah, bagi
nona bangsawan Lily, dapat satu topping gratis memang bukan hal yang besar.
Tapi...
“Kalau
kamu mengumpulkan sampai 20
kupon, kamu bisa dapat mangkuk eksklusif toko ini loh.”
“Aku akan mengumpulkannya!”
Lily
menjawab kata-kataku dengan mata berbinar.
...Kalau
saat pulang ke negaranya nanti
berat badan Lily jadi tiga kali lipat, itu pasti karena
salahku.
Apa jangan-jangan
ini bisa menjadi masalah diplomatik?
Aku jadi
sedikit khawatir.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya