Epilog
“Lily,
bagaimana festival olahraga tadi?”
Saat
perjalanan pulang setelah festival olahraga. Aku menanyakan hal tersebut pada
Lily.
“Rasanya menyenangkan
sekali”
Lily
menjawab dengan nada riang seolah-olah dia
sedang dalam suasana hati yang baik. Meski
itu acara yang baru dikenalnya, tampaknya dia menikmatinya.
“Tapi,
panasnya...”
“Ah
iya, memang...”
“Selain itu,
aku juga merasa agak lelah secara
mental."
Merasa
lelah secara mental?
Apakah
itu artinya dia kecapekan?
“Tapi,
aku merasa senang bisa datang ke Jepang.”
“Syukurlah
kalau begitu. ...Karena masih
ada banyak acara menyenangkan lainnya
kok.”
“Aku
akan menantikan itu.”
Lily
mengangguk sambil berkata demikian.
Lalu
dengan suara malu-malu, dia menjulurkan tangannya...
“Hm?”
Dia menggenggam
tanganku.
Dan
mendekatkan dirinya.
Aku merasa bingung karena tidak
bisa melepaskan genggamannya.
“Sebentar
lagi sudah musim panas, ya?”
“Ah
iya.”
“Apa kamu
masih ingat, saat aku
mengajakmu ke pantai?”
“Ah,
ya... tentu saja.”
Sekarang
aku mengingatnya.
Sesaat sebelum aku pulang ke Jepang, tepat sebelum liburan musim
panas. Lily
mengajakku pergi ke pantai.
Aku
tidak punya pilihan selain menolak ajakan
tersebut karena masalah penjadwalan karena kepulanganku ke Jepang semakin dekat......
Masalah itu
juga yang menjadi penyebab pertengkaran kami.
“Tahun
ini, tolong temani aku, ya?”
“Ah,
baiklah...maksudnya menebusnya, ya.
Pergi ke pantai Jepang tidak masalah, ‘kan?”
“Iya.
Atau kolam renang juga boleh, kok.”
Pantai
atau kolam renang ya.
Aku harus memikirkan
tempatnya terlebih dulu.
Tapi, memangnya ada tempat yang sesuai dengan
selera nona bangsawan?
“Nah,
lain kali kita pergi memilih baju renangnya, oke.”
“...Baju
renang?”
“Kita tidak
bisa berenang tanpa baju renang, ‘kan?”
Itu
memang benar sih...
Tapi
denganku?
“Souta
yang pilihkan, ya?”
“Aku
boleh memilihkannya?"
“Aku
suka pilihanmu,” ujarnya
dengan pipi yang merah merona.
Ah,
baiklah... Meskipun agak aneh, sih.
“Ok-Oke, dimengerti...”
Ternyata
di Inggris, sesama sahabat juga
memilihkan baju renang ya...?
Dengan merasakan keraguan seperti
itu, aku berjalan di bawah semburat senja, sambil menggenggam tangan sahabat
dekatku Lily.
※※※※
“Hei,
Misato.”
Di hari
pertama sekolah setelah acara festival olahraga selesai.
Aku, Kasai Misato, dipanggil oleh adik laki-lakiku, Souta.
“Apa?”
“...Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu.”
Souta mengatakan itu sambil menoleh
ke sekeliling, lalu terakhir ia memastikan
dekat pintu kelas.
Saat Lily-chan tidak ada di sini, perilaku Souta yang seperti ini biasanya berarti ia
ingin membicarakan sesuatu yang tidak boleh didengar Lily-chan.
“Kamu
bertengkar dengan Lily-chan?”
“Bukan,
bukan bertengkar... Malah sebaliknya.”
Hmm.
...Sebaliknya?
“Misato,
coba bayangkan kalau kamu punya teman dekat laki-laki.”
“Iya.”
“Apa
kamu akan bergandengan tangan dengannya?”
“...Entahlah,
aku tidak punya teman laki-laki sedekat itu.”
Dari cara
ia menyampaikannya,
sepertinya Souta dan Lily
bergandengan tangan.
...Bukannya perkembangan mereka lambat
sekali?
“Kalau
begitu.... bagaimana kalau dengan pergi memilih baju renang
bersama?”
“...Memilih
baju renang?”
“Ya.”
“...”
Ini sih sudah seperti pengakuan cinta
saja.
Dia
jelas-jelas menunjukkan perasaannya.
Biasanya,
gadis yang tidak tertarik tidak akan
meminta cowok lain untuk memilihkan baju
renang untuknya.
“Hmm,
entahlah...”
Mungkin
jika itu orang yang kusukai, aku akan senang jika dia memintaku memilihkan baju
renang untukku.
Tapi aku
menahan diri untuk mengatakannya kepada
Souta.
Karena itu
adalah sesuatu yang harus dikatakan sendiri oleh
Lily-chan.
“Misalnya saja Lily-chan menyukaimu, apa yang akan kamu lakukan, Souta? Apa kamu akan berpacaran dengannya?”
“Tidak,
aku akan menolaknya.”
Souta menjawab dengan cepat.
Yah,
memang begitu yang akan dilakukan Souta. Karena aku juga akan melakukan hal yang
sama.
Aku tidak
ingin mengalami hal yang sama seperti Ayah dan Ibu, yang dulu akrab tapi
setelah menikah malah sering bertengkar dan menjadi renggang.
Meski
kami terlahir dari hal itu.
Aku tidak
ingin mengikuti jejak mereka.
Tapi aku
ingin mendukung percintaannya
Lily-chan... Karena dia sangat manis!
Baiklah,
sebaiknya aku mengalihkan pembicaraan saja.
“Tapi, bukannya wajar merasa takut
pergi memilih baju renang sendirian? Karena dia
masih belum terlalu fasih dengan bahasanya.”
“Oh
iya juga ya. ...Kalau begitu, bagaimana kalau kamu yang menemaninya?”
“Aku
kan belum terlalu dekat dengannya, jadi dia belum terbuka padaku.”
“Ah,
benar juga.”
“Atau
mungkin... dia mempunyai perasaan
khusus, walaupun kamu sendiri belum tahu itu perasaan suka atau bukan.”
Itulah
batas yang bisa kukatakan.
Selanjutnya
tergantung kepada upaya Lily-chan.
“...Yah,
dia memang bilang kalau dia menyukaiku.”
“Eh?”
“Tapi
setelah itu, dia mengatakan kalau dia ingin hubungan kami kembali menjadi sahabat seperti dulu.”
“Be-Begitu
ya.”
Aku
tidak bisa berkata apa-apa ketika melihat Souta
yang tersenyum kecut.
Lily...
Apa dia sadar kalau dia akan ditolak saat mengungkapkan perasaannya?
Latihan
menjadi pengantin itu, jangan-jangan benar-benar untuk membuat status quo saja?
Kalau
begitu, dia memang seorang strategis yang luar biasa.
Atau
mungkin dia hanya gadis bodoh yang beruntung.
Entahlah,
Lily memang pintar tapi sifatnya lebih condong ke bodoh.
Souta juga pintar tapi bodoh, jadi
mereka berdua memang pasangan yang serasi.
Tapi aku penasaran, apa mereka beneran akan baik-baik saja...?