Chapter 4 — Seorang Putri Bangsawan Yang Datang Untuk Belajar Di Luar Negeri, Menyatakan Perasaannya
Sekitar
pertengahan bulan Mei.
“Festival,
olahraga?”
“Ya.
Maksudnya adalah 'turnamen olahraga'.”
Waktu perayaan festival olahraga telah tiba.
Walaupun aku tidak yakin apakah di Inggris
tidak ada acara seperti itu, tapi di
sekolah tempatku melakukan program pertukaran
pelajar, yaitu sekolah Lily, tidak ada acara yang serupa.
“Jadi
begitu ya. Apa itu rugby?
Sepak bola? Kriket? Atau tenis?”
“Ah,
bukan yang itu.”
Aku salah
menerjamahkannya.
Saat aku menyampaikan bahwa isi acaranya
adalah permainan seperti memasukkan bola dan tarik tambang, yang membuat
perbedaan antara yang berpengalaman dan tidak, Lily mengerutkan alisnya.
“Rasanya
kayak kekanakan-kanakan
ya.”
“Kamu
tidak menyukainya?”
“Tidak juga. Kurasa
sesekali juga tidak ada salahnya.”
Dia
sedikit melonggarkan bibirnya ketika mengatakan itu.
Tampaknya
dia tidak keberatan untuk berpartisipasi.
Aku lalu
memberikan Lily selembar kertas yang berisi daftar perlombaan.
“Kamu harus mengikuti minimal satu
perlombaan tim dan satu perlombaan individu. Hasilnya
baru akan diputuskan saat diskusi kelas nanti.”
Aku
menjelaskan secara rinci
kepada Lily tentang masing-masing perlombaan.
Perlombaan
tim seperti memasukkan bola dan tarik tambang.
Perlombaan
individu seperti lari, lari rintangan, dan lomba membawa barang.
『Maksudnya perlombaan
makan roti ini bagaimana? 』
“Ada
roti yang menggantung di jalur lomba lari.
Dan kamu harus memakannya dengan mulutmu.”
『Itu sungguh perilaku yang
tidak sopan ya....
Omong-omong, rotinya itu nanti mau diapakan
setelah perlombaan selesai? 』
“...Rotinya nantik akan menjadi milik
orangnya sendiri, jadi itu terserah orangnya.”
『Hmm.... Lalu, roti apa
saja yang ada? 』
“Mungkin
roti manis. Tahun lalu sih sampai ada
roti melon dan roti isian.”
『Hmm. Begitu ya. 』
Tampaknya
Lily tertarik dengan perlombaan makan roti... atau tepatnya, pada rotinya.
“Untuk
perlombaan timnya
gimana?"
“Aku
mau yang sama denganmu saja, Souta.”
Ternyata
dia ingin melakukan apa saja asalkan bersama denganku.
Kalau
perlombaan yang akan diikuti ternyata populer,
jumlah partisipasinya akan
diundi. Tergantung dari hasinya, ada kemungkinan
kalau aku dan Lily akan dipisahkan.
Jadi
sebaiknya aku memilih perlombaan yang kurang populer, tapi...
“Kamu
yakin tidak apa-apa?”
“Iya, tidak
apa-apa."
Aku akan
memilihkan perlombaan yang
kira-kira menyenangkan dan bisa jadi kenangan yang berkesan.
※※※※
“Kamu
mau ikut perlombaan apa untuk perorangan, Souta?”
Saat istirahat,
sebelum jam wali kelas Panjang dimulai, Misato bertanya padaku.
“Mungkin
aku akan memilih lomba meminjam barang. Kalau cuma lari biasa itu membosankan, dan
aku sudah pernah ikut lari rintangan saat kelas 3 SMP dulu.”
Aku belum
pernah mencoba lomba meminjam barang. Jadi aku ingin mencobanya.
“Kalau
perlombaan tim?”
“Aku belum
memutuskannya, tapi aku sudah berjanji
akan ikut yang sama dengan Lily.”
“Hmm.
Kalian masih saja bermesra-mesraan
ya.”
“Bukannya begitu.”
Aku
mengerutkan keningku.
Untungnya
orang yang dibicarakan tidak ada di sini.
“Apa kamu
cuma
menyembunyikan rasa malumu? Atau, kalian berdua memang
benar-benar tidak berpacaran?”
Misato
bertanya padaku dengan nada serius.
Sepertinya
dia benar-benar mengira kalau aku
dan Lily berpacaran.
...Yah, aku bisa memahami kenapa dia sampai
berpikir begitu, sih.
“Kami
beneran tidak berpacaran.”
“Hmm.
Kalau itu aku sih, aku tidak akan ke rumah teman lawan
jenis sebagai teman sekelas....
Apalagi Amelia-chan katanya
datang untuk belajar jadi pengantin, maksudnya
sudah pasti 'begitu', ‘kan?”
Ternyata dia juga sudah bilang begitu kepada Misato. ya.
[Belajar
jadi pengantin.]
“Itu
sih cuma Lily saja yang ingin mengingat bahasa
Jepang aneh yang pernah dipelajari. Jadi jangan salah paham.”
“Masa
sih? Memangnya itu bisa terjadi?”
“Kalau Lily,
itu bisa terjadi. Meski dia kelihatan pintar begitu, tapi dia sebenarnya orang
yang lugu dan polos.”
Lily memang
terlihat ceroboh. Dia juga gampang berasumsi sendiri.
“Benarkah?
...Mungkin saja. Kalau Amelia-chan sih, bisa jadi. Tapi... Kamu juga cukup aneh
loh, Souta...”
Apa
maksudnya dengan aneh?
Aku memang lumayan
ceroboh, tapi tidak separah Lily.
“Apa kamu
tidak pernah berpikiran kalau Amelia-chan menyukaimu, Souta?”
“Kurasa dia
tidak menyukaiku.”
“Kenapa kamu
bisa yakin bilang begitu?”
“Karena aku
pernahg mendengarnya langsung sebelumnya.”:
Ketika aku
berada di Inggris dulu, aku pernah sekali bertanya pada Lily.
“Apa
jangan-jangan kamu menyukaiku?” tanyaku begitu.
Aku juga
laki-laki.
Berbicara
dengan gadis yang manis memang menyenangkan dan membuatku senang, apalagi sampai
berharap kalau dia menyukaiku.
Meskipun,
hasilnya...
“Aku sudah
memutuskan untuk tidak salah paham lagi.”
Walau aku
tidak bisa menangkap semua yang dia katakan dengan cepat dalam bahasa Inggris,
aku ingat dia pernah membentakku, “Tolong jangan salah paham.”
Perkataan
itu sedikit melukaiku.
“Hmm. Tapi kelihatannya
tidak begitu... Ngomong-ngomong, kamu sendiri bagaimana, Souta? Apa kamu menyukai
Amelia-chan?”
“Tidak juga...
Dia memang cantik dan manis, tapi...”
Memang benar
aku pernah merasa terluka saat dikatai jangan salah paham.
Tapi di saat
yang sama aku merasa lega. Karena aku ingin tetap berteman baik dengan Lily.
“Aku tidak
ingin berpacaran, terutama dengan teman sendiri. ...Kamu sendiri mengerti kan,
Misato?”
Pertanyaanku
dijawab Misato dengan senyum getir.
“...Kurasa
ada benarnya juga. Meskipun hubungannya akrab, kalau nilai-nilai yang diyakini,
hubungan yang paling dekat pun akhirnya harus berpisah. Itu kan akan canggung.
Teman... Lebih baik memang berteman saja.”
Seberapapun
akrabnya, kalau nilai-nilai tidak cocok, hubungan itu akan gagal.
Dan jika itu
terjadi, hubungan kedua orang tidak bisa kembali seperti semula.
Aku dan
Misato sama-sama memahami hal itu.
『Apa yang
sedang kalian berdua bicarakan? 』
Aku mendengar
suara Lily yang sepertinya dalam suasana hati tidak senang.
Dia berdiri
di sana dengan wajah cemberut.
Sepertinya dia
baru saja kembali dari pelajaran bahasa Jepang.
“Hehe,
menurutmu sendiri apa?”
“Oi, jangan
menempel begitu.”
Misato
tersenyum penuh arti sambil merangkul lengan kananku.
Dia menempel
erat padaku.
Dasar ini
anak, dia selalu erepotkan...
“Aku sama
sekali, tidak tertarik.”
Lily menatap
tajam Misato sambil mengatakan itu.
Kemudian dia
mencengkeram lenganku yang lainnya dengan kedua tangannya.
“E-Eh,
tunggu.... Lily!?”
Lalu dia
menarikku dengan kuat.
Aku terpaksa
menekan kuat ke bawah dengan kedua kakiku untuk tidak terjatuh.
Lily memeluk
tubuhku dengan kedua lengannya. Dadanya yang lembut mengenai lenganku. Tapi
Lily tidak peduli dan terus menarikku dengan sekuat tenaga.
“Souta. Ayo membicarakan
tentang perlombaan olahraga. Kita harus mendiskusikan apa yang akan kita ikuti
bersama.”
Sambil
berkata begitu, Lily menatap tajam ke arah Misato.
Misato
tampak terhibur dan terkekeh kecil.
“Baiklah....
kalau begitu yang semangat ya.”
Dia mengatakan
itu dan melepaskan lenganku.
Dengan
hilangnya gaya tarik di sisi kanan, keseimbangan menjadi goyah dan...
“W-Wahh...”
Tak pelah, tubuhku
oleng ke arah kiri dan..... jatuh menimpa Lily.
Gawat!
Aku merasa
panik dan secara refleks memeluk tubuh Lily.
『Kyaa!
』
“Ugh...”
Aku menguatkan
pijakan kedua kakiku dan berdiri sekuat tenaga agar tidak jatuh.
Perlahan-lahan
aku memulihkan posturku.
“Lily, apa kamu
tidak apa-apa!?”
『Mughhh...!
』
Lily menjawab
dengan erangan tertahan. Setelah aku memeriksanya, ternyata wajahnya terbenam
dalam pelukanku.
Hanya ujung
kakinya saja yang menyentuh lantai.
...Sepertinya
aku tanpa sengaja mengangkatnya karena memeluknya begitu erat.
Aku segera
melepaskan pelukanku dari Lily.
『Phahhh...!
』
“Maaf, kamu
baik-baik saja?”
Aku bertanya
pada Lily saat perlahan-lahan menurunkannya.
Wajah
Lily... terlihat merah padam.
Dia
menatapku dengan mata berkaca-kaca.
“E-Etto...”
『Dasar Souta
mesum...! 』
Bugh!
Lily memukul
dadaku dengan kepalan tangannya.
Rasanya lumayan
sakit.
Setelah itu,
Lily mendengus dan kembali ke tempat duduknya.
『Dasar Souta
mesum...! 』
“Ini salahmu
tahu!”
Aku menatap
tajam ke arah Misato.
※※※※
Beberapa
hari sebelum Festival Olahraga.
Jam
pelajaran olahraga hari itu adalah hari latihan untuk Festival
Olahraga, dengan peserta campuran laki-laki dan perempuan.
Ada
beberapa peserta seperti Lily yang belum berpengalaman dalam beberapa cabang. Tujuannya adalah untuk memahami
aturan dan teknik dasar.
『Wah, padahal baru bulan Mei, tapi
cuacanya sudah panas sekali, ya. 』
Lily
bergumam sambil mendongak menatap matahari. Dia mengenakan seragam olahraga
sekolah. Rambutnya
diikat ekor kuda agar mudah bergerak.
“Memang
begini di Jepang bulan kalau di bulan
Mei.”
“Begitu
ya.”
Wajah Lily langsung mengernyit.
Jika
diperhatikan, kulit putihnya terlihat sedikit berkeringat. Sepertinya suhu saat ini masih
terlalu panas bagi Lily yang merupakan
orang Inggris.
“Jangan
lihat-lihat terus, dasar mesum.”
Lily
menggerakkan kakinya dengan gelisah sambil
mengatakan itu.
Celana
olahraga putri di sekolah kami memang sedikit pendek. Jadi kaki panjang Lily yang putih
terlihat menonjol.
“Ah,
maaf.”
Aku segera mengalihkan pandanganku.
Sebenarnya
tidak ada niat apa-apa, tapi...
Setelah
ditegur seperti itu, aku jadi mulai menyadari banyak hal. Jika
diperhatikan, gadis cantik seperti Lily yang mengenakan seragam olahraga, lekuk
tubuhnya jadi terlihat jelas.
Entah
kenapa, aku tidak tahu harus melihat ke
mana.
“Ayo
cepat latihan, waktunya terbatas, tau.”
“Kenapa
kamu juga ikutan...”
Lily
melotot ke arah Misato yang memberinya semangat untuk latihan. Misato juga ikut dalam cabang perlombaan yang sama dengan kami.
Sepertinya
Lily tidak senang dengan hal itu.
Aku tidak
tahu apakah hubungan mereka baik atau buruk.
"Aku
kalah suit, jadi ayo cepat latihan Lomba Bakiaknya.”
Lomba Bakiak.
Itu adalah
perlombaan di mana beberapa peserta berbaris vertikal dan
mengikat kaki mereka, lalu berlomba mencapai garis finish. Di sekolah kami, jumlah pesertanya dilakukan
dengan 5 orang.
“...Tolong, jangan ganggu.”
“Aku
akan serius melakukannya kok.”
“Bukan
itu maksudku.”
Lily dan
Misato mulai mengapitku, mengikat kakiku dengan tali, dan mulai berkelahi.
Padahal
ini adalah perlombaan di mana semua orang
harus kompak...
Apa
pilihanku ini salah?
“Souta, kamu terlalu menempel pada
Misato.”
Begitu
kami mulai latihan, Lily langsung memprotes
dari belakang.
Misato di
depan, aku di belakangnya, lalu Lily berada di
belakangku.
Di
belakangnya ada beberapa murid perempuan
sekelasku, kemudian murid laki-laki dari kelas lain.
“Yah,
kalau enggak begini, bakalan bahaya tau...”
Karena orang
yang di depanku adalah Misato, jadi aku tidak segan untuk menempel dengannya.
Tapi...
“Maksudku,
justru
kamu yang terlalu menempel, Lily.”
“Ini
wajar kok.”
Wajar, huh?
Aku terus
merasakan sesuatu yang lembut menempel di punggungku.
Dan
setiap Lily berbicara, nafasnya menerpa telingaku dengan wangi yang sedikit
asam.
“Souta, kamu
boleh menempel lebih dekat, tau?”
“Misato!”
“Tolong,
jangan bertengkar...”
Aku jadi
berpikir kalau perlombaan
ini mungkin bukan perlombaan yang cocok untuk campuran
laki-laki dan perempuan...
※※※※
(Sudut
Pandang Lily)
Aku,
Amelia Lily Stafford, sudah sekitar sebulan bersekolah di Jepang.
Setelah
pulang sekolah, aku sedang mencuci pakaian.
“Hem-hem-hem”
Aku bersenandung kecil sambil memasukkan cucian
ke dalam mesin cuci.
Pada awalnya
aku bahkan tidak tahu cara menggunakan mesin cuci, tapi sekarang aku sudah melakukannya dengan mahir.
Aku
semakin dekat untuk menjadi
istri yang baik.
“...Ah”
Ini baju
olahraga Sou-chan.
Rasanya sedikit
lembab, pasti karena keringat.
Aku mengingat
kembali latihan Lomba Bakiak hari ini. Kami berlatih untuk mengikuti perlombaan bakiak yang akan
kami lakukan di festival olahraga.
Dalam perlombaan tersebut, para peserta harus menempel pada orang
di depan.
Maka
dengan terpaksa, ya, dengan terpaksa... aku menempelkan tubuhku pada Souta.
...Ia wangi sekali.
“...”
Tanpa
sadar aku menahan napas.
Ini
adalah pakaian yang dikenakan Soutasaat berolahraga beberapa jam
yang lalu. Pasti masih ada banyak sisa bau Souta pada baju olahraganya.
Jantungku
berdebar-debar.
“Tidak
boleh. Melakukan hal seperti ini... itu tidak
baik.”
Apa
benar-benar tidak boleh?
Kami
sepasang kekasih, iya ‘kan?
Sedikit
saja tidak apa-apa, ‘kan?
Ah, tapi
itu tidak sopan...
“...Ah”
Tanpa kusadari, ujung
hidungku sudah menempel pada baju olahraga itu.
Aku tidak
bisa berhenti sekarang.
Aku tidak
bisa menghentikannya.
“Hhhh...
Haah...”
Paru-paruku
dipenuhi aroma Souta.
Souta...
“...Ini
memang tidak boleh.”
Bau ini
bisa membuatku rusak.
Aroma Souta membuatku candu.
Aku
melemparkan baju olahraga itu ke dalam mesin cuci.
“Sebaiknya
hentikan saja.”
Setidaknya,
untuk hari ini.
※※※※
Setelah
selesai mencuci.
“Wah,
enak banget, festival olahraga pasti
seru. Aku juga pernah melihatnya di anime! Jangan lupa kirim fotonya padaku ya?”
“Iya,
aku mengerti.”
Aku
sedang berbicara lewat telepon dengan sahabatku, Mary, setelah sekian lama.
Berbicara
dalam bahasa Inggris memang sedikit lebih nyaman, meski aku sudah terbiasa
dengan bahasa Jepang.
Souta juga bisa bicara bahasa Inggris,
tapi dia bukan penutur asli.
“Ah
iya, aku melihatnya di TV
lho!”
“...TV?
Ah, maksudnya wawancara itu ya?"
Saat aku berkencan dengan Souta, aku pernah diwawancarai oleh
stasiun TV Jepang.
Ini adalah
program yang mewawancarai orang asing yang pernah mengunjungi Jepang untuk
mengetahui tujuan mereka datang, dan dalam beberapa kasus menggali lebih dalam.
Aku
menjawab dengan tegas, “Pelatihan
menjadi istri yang baik.”
“Lho,
apa acaranya sampai disiarkan di Inggris juga?”
Kupikir
itu cuma acara TV di Jepang saja...
“Mana
mungkin lah. Aku melihatnya di internet.”
“Oh
begitu.”
Di zaman
sekarang, melihat acara TV asing tidak terlalu sulit. Aku mengira kalau Mary
hanya melihat anime Jepang saja, tapi ternyata
dia juga melihat yang lain-lain.
“Di
media sosial sempat jadi topik hangat lho. Aku jadi penasaran
lalu nonton, ternyata itu kamu, jadi aku lumayan
terkejut.”
Media
sosial...
Pasti
tempat para otaku anime Jepang berbahasa Inggris seperti Mary berkumpul, dunia
yang tak terjamah.
“Jadi
topik hangat? Seperti apa misalnya?”
“Yang menar...
Katanya ada gadis Inggris yang sangat imut.”
“Fufufu,
tentu saja.”
Keimutanku bersifat
universal, nomor satu di dunia.
Souta adalah orang yang paling beruntung
memiliki pacar seimut diriku.
“Tapi
aku merasa lega kalian berdua terlihat akrab. Kalian benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih.”
“Tentu
saja. Sudah kubilang, ‘kan? Aku dan Sou-chan adalah sepasang kekasih.”
“Hmm...
Tapi, apa kamu
sudah menyatakan perasaanmu padanya?”
It-Itu...
“Belum
sih. Tapi aku yakin ia pasti
mengerti perasaanku.”
“Begitu. Aku
memang merasakan hal itu dari apa yang kulihat di TV. Ia bahkan mengatakan
kalau ia ingin berduaan denganmu...”
“Ya. Ia
menyebutku sebagai ‘teman perempuannya.'”
“...Hmm?'Teman
perempuan'? ...Apa ia benar-benar mengatakan
itu?”
“Iya.
Begitutalh cara Souta
memperkenalkanku kepada
kru TV sebelum wawancara.”
Meskipun hal
itu tidak muncul di wawancara.
Tapi begitu lah cara
Souta pertama kali memperkenalkanku.
“...Lily,
kau tahu artinya 'teman perempuan' itu kan?”
“Ya,
tentu saja. Maksudnya adalah pacar (girl friend), ‘kan?”
Karena itu adalah kombinasi
bahasa Jepang yang sederhana, jadi lebih mudah
menebak maknanya.
Lagipula,
aku ‘kan memang pacarnya Souta, jadi kurasa itu pasti benar
dari konteksnya.
“Kayaknya
bukan itu artinya deh...”
“Eh?”
“Dalam
bahasa Jepang, 'onnatomodachi' itu artinya teman perempuan, maksudnya
hanya sekedar teman biasa.”
“...Jangan
bercanda. Aku akan marah
nih.”
“Aku
enggak bercanda kok.”
“...”
T-i-d-a-k
m-u-n-g-k-i-n...
“Aku
enggak percaya. Lagipula, Mary, kamu bukan penutur asli bahasa
Jepang. Tolong jangan mengatakan hal sembarangan.”
“Tapi
di anime...”
“Jangan
samakan anime dengan kenyataan. Aku dan Souta
itu sepasang kekasih. Pasti begitu."
“Yah,
kalau kamu memang berpikir begitu, tak
apa-apa, ‘kan? Kalau begitu, sampai jumpa lagi...”
Suara
Mary yang dingin membuatku tersadar.
“Maaf,
itu salahku. Jangan tinggalkan aku.”
Kalau
begini terus, aku mungkin akan dicampakkan oleh Souta...
Aku tak
bisa menahannya!
“Tenang,
aku enggak akan meninggalkanmu kok.
...Menurutku, ia juga
sepertinya menyukaimu lho. Aku hanya mengenalnya sewaktu di Inggris saja sih.”
“Be-Benarkah?
Kalau begitu kenapa aku cuma dianggap 'teman perempuan'...”
Kalau ia
memang menyukaiku, kenapa ia tidak
langsung bilang kalau aku adalah
pacarnya?
Apa ia
merasa malu-malu atau
semacamnya?
“Mungkin
ia berpikir kalau kamu sudah
memutuskannya.”
“...Apa maksudmu?”
Memutuskannya?
Walaupun aku
sangat menyukai Souta?
“Habisnya,
kamu pernah bilang ingin memutuskan
hubungan kalian waktu ia mau kembali ke Jepang?”
“It-Itu...
itu ‘kan permasalahan dari setengah
tahun yang lalu!?”
“Iya,
setengah tahun. Selama itu kamu
mengabaikannya ‘kan?”
“Ugh...”
I-itu
memang benar sih...
Tapi, rassanya sudah terlambat untuk minta maaf. Suasananya juga begitu canggung
Aku takut
kalau ia membenciku.
“Ta-Tapi
sekarang hubungan kami sudah menjadi
akrab lagi, loh?”
“Justru
karena itulah dia menganggapmu cuma sebagai teman
perempuan. Ia memang menyukaimu, tapi karena ia berpikir kalau kamu sudah mencampakkannya....
jadi ia merasa enggak yakin kalau hubungan kalian bisa menjadi berpacaran
lagi.”
“Ja-Jadi
begitu ya...”
Jadi
begitu rupanya...……
Kalau
begitu, kenapa ia tidak
bilang saja kepadaku?
“Lalu,
apa yang harus aku lakukan?”
“Minta
maaflah kepadanya. Bilang kalau kamu ingin hubungan kalian kembali seperti dulu.”
“...Aku
yang harus minta maaf duluan?”
“Tentu
sajalah. Secara logika, jelas-jelas kamu yang salah, ‘kan?”
“T-Tapi ia duluan yang tega
meninggalkan pacarnya...”
“Mau
bagaimana lagi, dia 'kan harus kembali ke Jepang! Bahkan visanya juga bisa habis masa berlakunya.”
“Ta-Tapi,
seandainya saja kalau ia memberitahuku lebih dulu, aku juga...”
“Ia
sudah bilang kok! Kamu nya saja
yang nggak dengar! Meskipun ia salah, tapi kamu
duluan yang bilang kalau
kalian putuss, jadi kamu
duluan yang harus minta maaf!”
“I-iya
sih, tapi... bagaimana caranya...”
“Kamu harus
meminta maaf soal bilang putus. Bilang padanya kalau kamu menyukainya, dan mau
kembali menjadi pacarnya, lalu masalah pun selesai.
Mudah 'kan?”
“Ta-Tapi,
kalau ia membenciku...”
“Mana ada
cowok yang mau mengajak
kencan cewek yang dibencinya! Kamu
adalah gadis terimut sedunia, ‘kan?”
“Be-Benar
juga ya?!”
Tidak
apa-apa.
Souta menyukaiku.
Hanya ada
sedikit kesalahpahaman di antara kami.
Aku
menenangkan diriku sendiri dengan mengatakan itu.
—Jangan-jangan,
ia menyukai Misato?
Aku
berusaha menghilangkan rasa kekhawatiran itu.
※※※※
(Sudut
Pandang Souta)
Festival
olahraga diadakan pada hari
Minggu.
Sehari
sebelumnya, Sabtu.
Aku,
ibuku, dan Lily sedang berada
di dapur.
Kami
sedang membuat bekal makan siang untuk hari festival olahraga. Karena kantin sekolah akan tutup di hari Minggu, jadi kami perlu membawa bekal makan siang.
Soal
penataan, kami baru akan melakukannya di pagi hari, tapi persiapan yang
tahan lama bisa dilakukan sehari sebelumnya.
Tapi...
“Bu,
kotak bekal itu... bukannya itu terlalu
besar?”
Ayo kemasi
semua yang bisa dikemasi
sekarang.
Setelah
mengatakan itu, Ibuku mengeluarkan kotak bekal raksasa...
atau lebih tepatnya, rantang yang besar. Meskipun porsi
makan Lily dua kali lebih banyak dariku, tapi kotak itu terlalu
besar.
Ibu pikir
Lily itu apaan, sih.
“Karena
porsinya ‘kan untuk 5 orang, jadi wajar
saja. Memangnya apa
masalahnya?”
Tapi ibu mengatakan sesuatu dengan nada yang santai.
...Lima
orang?
Aku,
Lily, dan... jangan-jangan Misato juga?
Lalu dua
orang laginya siapa?
“...Jangan-jangan,
ibu juga akan ikutan datang ya?”
“Eh?
Memangnya tidak boleh? Apa kamu merasa malu?”
Aku bukan
anak SMP lagi kali.
Aku tidak sampai mengatakan itu memalukan ketika
orang tua datang berkunjung, tapi....
“Selama
ini ibu enggak pernah datang berkunjung, ‘kan?”
Ibu
memang biasanya tidak tertarik dengan acara-acara sekolah.
Sewaktu aku masih SD, dia setidaknya masih datang meski hanya sebentar.Tapi dia seringnya tidak
datang karena sibuk dengan pekerjaannya.
Tapi setelah aku masuk SMP, dia bahkan tidak pernah datang sekali pun. Yah,
bukannya berarti
aku mengharapkan ibu untuk datang,
tapi... aku penasaran apa yang membuat ibu tiba-tiba ingin datang.
“Habisnya,
aku harus mengabadikan
kehebatan Lily-chan di depan kamera,
‘kan?”
“Ah,
begitu ya.”
Jadi itu
demi Lily.
Atau
lebih tepatnya, demi orang
tua Lily.
Dia
mengirimkan foto untuk memberitahu bahwa putri
mereka baik-baik saja. Hal
tersebut memang penting.
“Tapi
kalau ibu ikutan datang, totalnya jadi empat orang... ah, buat ayah juga ya?”
“Iya.
Kita akan berbagi bekal. Sekalian ibu akan memperkenalkan Lily-chan kepadanya sebagai calon menantunya.”
Ayah
pasti akan datang seperti biasa. Kali
ini juga pasti akan datang.
Berarti
ini pertama kalinya kami berkumpul sebagai keluarga yang utuh setelah sekian lama. Soal ibu yang menganggap Lily
sebagai calon menantunya, itu sih hanya kesalahpahamannya
saja.
“Harusnya ibu bilang dari awal kek.”
“Apa
aku belum pernah memberitahumu?”
“Belum.”
“Oh.
Tapi sekarang aku sudah memberitahumu,
‘kan?”
Astaga,
ibuku masih saja sembrono seperti
biasa. Ya meskipun
aku tidak tahu, itu pasti akan ketahuan pada saat hari acara, jadi kurasa tidak masalah.
“Jadi,
Lily. Saat festival nanti, aku akan memperkenalkanmu
kepada ayahku...Lily?”
『...Fue? Apa kamu mengatakan sesuatu? 』
Saat aku
memanggilnya, bahu Lily bergetar.
“Ayahku
akan datang ke festival olahraga, jadi aku akan memperkenalkannya padamu.”
“Be-Begitu
ya. Ayahanda, ya... baiklah, aku mengerti.”
Akhir-akhir
ini Lily sering melamun. Seolah-olah seperti dia sedang
memikirkan sesuatu. Wajahnya
juga kelihatan cemas. Dia
sepertinya ingin mengatakan sesuatu kepadaku, atau hendak mengatakan sesuatu
kepadaku.
“Apa kamu
sedang tidak enak badan?”
“Ah,
tidak, hanya...”
Aku menempelkan dahiku ke dahi Lily.
Hmm,
sepertinya dia sedikit
panas...
『Tu-Tunggu, tolong hentikan! 』
Dia mendorongku
dengan kedua tangannya.
Saat aku
melihatnya, wajahnya tampa merah
padam.
“Wajahmu
kelihatan memerah.....apa kamu baik-baik saja? Kamu lagi
demam?”
『Ini salahmu! Dasar bodoh, mesum!
Aku benci sekali denganmu! 』
Lily
berteriak sambil memukul-mukul dadaku.
Rasanya agak
sakit.
“Maaf.
Aku terlalu sembarangan menyentuhmu. Maafkan aku, ini sakit tahu..."
『...Tolong jangan lakukan itu lagi.』
Lily
mendengus kecil.
Sekilas, sepuanya kelihatan sudah kembali seperti
biasa. Tapi
kemudian, ekspresinya berubah menjadi
sedih.
Seperti dia sedang menyesali sesuatu.
Apa dia
sedang merindukan rumahnya?
“Masa muda
sekali ya~...”
Ibuku tertawa riang.
Entah
kenapa, itu membuatku merasa jengkel.
※※※※
Pada hari
acara perayaan festival olahraga. Hari itu cuacanya cerah dan
mendukung untuk berolahraga.
『Uuh... panasnya... 』
Lily
berkata sambil memakai jaket olahraga di atas kepalanya.
Pada
pandangan pertama, itu terlihat akan membuatnya semakin panas...
Tapi
karena tidak terkena sinar matahari secara langsung,
jadi sepertinya itu lebih nyaman.
『Padahal baru bulan Mei... Apa ini
cuaca yang tidak normal? 』
“Mungkin
karena ini hari yang panas di musim panas.”
『...Apakah musim panas di Jepang
memang sepanas ini? 』
“Cuacanya akan
semakin panas lagi nanti.”
『Kamu pasti bohong, ‘kan? 』
Aku
bisa memahami perasaan Lily.
Aku
juga merasa kalau di Inggris
terlalu dingin.
Ini juga
merupakan bagian dari keseruan dari studi
luar negeri... Jadi, dia tidak punya pilihan lain
selain menanggungnya.
“Wah,
perlombaan bakiak dengan
cuaca sepanas ini. Mungkin itu
pilihan yang salah ya”
Misato
sibuk mengipasi bagian dadanya
sambil berkata demikian. Memangnya
dia tidak khawatir tentang tatapan laki-laki?
“Apa
itu terasa sejuk?”
“Itu? Yang mana?"
“Menggulung
lengan baju”
Seperti
yang ditunjuk Lily, Misato sedang menggulung lengan baju olahraganya yang
pendek. Lengan baju yang pendek menjadi
semakin pendek sampai-sampai
menampakkan bahunya.
... Jujur
saja, sepertinya itu tidak
terlalu berbeda.
“Rasanya
jadi lebih sejuk, mungkin?”
“Ah
begitu ya”
Sepertinya
dia berpikir itu patut untuk dicoba, jadi Lily pun ikut menggulung lengan bajunya.
Bekas
terbakar matahari, bahu putih, dan ketiak yang basah oleh keringat pun bisa terlihat. Tanpa sadar, aku merasa ada sedikit pesona di
dalamnya, jadi aku segera
mengalihkan pandanganku.
Padahal dia merasa malu-malu dengan kakinya...
“Bagaimana?”
“Rasanya
jadi sedikit lebih sejuk, seperti air di atas batu
panas”
Air di atas batu panas tidak
akan berpengaruh apa pun...Atau
itulah yang kupikirkan. Tapi, mungkin maksudnya adalah 'Itu lebih baik daripada tidak
melakukannya'.
“Oh
ya, kalau Ibu bagaimana?”
“Dia
akan datang untuk mendukung Lily di lomba makan roti.”
Aku menjawab
pertanyaan Misato.
Acara
perlombaan berlangsung dengan urutan lomba makan roti, lomba bakiak, dan lomba meminjam barang. Kemudian, setelah istirahat makan siang, lomba lari halang rintang yang diikuti Misato akan
dimulai.
Jika semuanya berjalan dengan lancar, semua kompetisi yang kami
ikuti akan selesai antara pukul 10.30 dan
14.00.
Ayah dan
Ibu pasti akan datang menyesuaikan dengan waktu itu. Mereka pasti tidak terlalu
tertarik dengan kompetisi yang bukan anak mereka ikuti.
“Ibu...?”
Lily
bergumam dengan ekspresi bingung.
Apa ada
sesuatu yang membuatnya bingung?
『Kenapa Misato memberitahu Souta tentang rencana Ibunya? 』
...Hah?
Kenapa?
Ya itu karena...
“Menurutmu
kenapa?”
Saat aku menoleh dengan heran karena Lily tampak kebingungan, Misato menyunggingkan senyum
menantang.
Lily
tampak terkejut ketika melihat
ekspresi Misato.
『Ja-Jangan-jangan... 』
“Alasannya
sama seperti kamu, Amelia-chan.”
『Ti-Tidak mungkin...!? 』
Lily
membelalakkan matanya.
Lalu dia
melihat ke arahku seakan-akan ingin
memastikan sesuatu.
Aku
sama sekali tidak mengerti.
Padahal Misato
tidak melakukan homestay atau semacamnya, ‘kan...?
Pertama-tama,
bahkan Lily yang memanggil ibu asuhnya dengan
sebutan
“Ibunda” saja sudah aneh.
『Be-begitu ya. Hm... Jadi begitu? Yah, terserah orangnya sih mau memanggilnya apa』
Saat aku merasa bingung, Lily mulai
menerimanya sendiri.
Hmm?
Yah,
kalau dia sudah paham sih tidak
apa-apa.
※※※※
Sekitar
pukul 10.30. Sesuai jadwal acara, tibalah
giliran Lily untuk mengikuti lomba makan roti.
“Aku
pergi dulu”
“Hati-hati
ya”
Setelah
mengantar Lily, aku mengeluarkan ponselku untuk mengirim
pesan ke Ibuku.
Gilirannya
Lily, tapi Ibu di mana? ....
Pesan
sudah dibaca dengan cepat dan balasan pun datang.
“Jadi,
Ibu sedang ada di mana?”
“Dia bilang sedang berada kursi
penonton. Katanya ayah juga ada bersamanya... bukannya
itu mereka?”
Aku
menunjuk ke arah kursi penonton.
Di sana,
dua orang yang tampak seperti
Ibu dan Ayahku, sedang
berbicara sambil melihat ke arah Lily. Mungkin
mereka sedang membicarakan gadis Inggris yang sedang tinggal di rumah kami.
“Syukurlah
kalau mereka bisa datang tepat waktu. Aku juga akan memfotonya.”
Sambil
berkata begitu, Misato bersiap dengan ponselnya.
“Kamu akan memfoto Lily?”
“Iya.
Soalnya Ibu yang meminta tolong.”
“...
Tapi aku tidak diminta melakukannya.”
Aku tidak
mengatakan kalau dia tidak boleh mengandalkan Misato,
tapi...
Bukannya
lebih masuk akal kalau Ibu seharusnya memintaku lebih dulu, ‘kan?
“Mungkin
yang seperti biasa, 'bukannya
sudah lubilang', kali? Atau mungkin Ibu tidak percaya
padamu? Souta juga agak sembarangan sih.”
“Tidak
separah Ibu.”
Aku
juga bersiap dengan ponselku. Meskipun Ibuku tidak memintaku untuk melakukannya, tapi Lily memintaku untuk mengambil
foto terbaiknya.
Aku akan mengirimkannya kepada Mary, jadi tolong ambil foto terbaikku, katanya.
Beberapa
saat kemudian, lomba makan roti dimulai.
Lima
peserta berlari bersamaan menuju roti yang digantung
di tengah lintasan.
“Bukannya lari
Amelia-chan terlalu cepat? Apa
dia pernah ikut klub lari?”
“Kayaknya
cuma tennis dan pacuan kuda deh”
“Pa-Pacuan kuda...”
Meskipun perlombaan ini merupakan perlombaan
campuran putra-putri, larinya
Lily tidak kalah dengan yang laki-laki.
Dia bahkan
lari lebih cepat dari rata-rata
laki-laki.
Ketika dia
hampir mencapai roti yang
digantung dan...
Dia melompat
dengan cepat.
“Jangan-jangan
dia pernah bermain bola voli juga?”
“Kayaknya
dia pernah main ballet saja deh”
“Oh,
pantas saja.”
Dia mengambil roti di mulutnya dengan
sekali gigit dan Lily
langsung melesat dengan kecepatan penuh.
Sementara
peserta lain merasa kesulitan
menggigit roti mereka, Lily
malah berlari sendiri.
Mengabaikan
laki-laki yang panik mengejarnya, Lily akhirnya finish
di tempat pertama.
Masalahnya
adalah fotonya...
“Hmm,
hasilnya jadi sedikit blur ya”
“Kamu masih
ceroboh seperti biasanya. Kalau aku sih berhasil mendapat foto yang
bagus.”
Aku
menunjukkan ponsel ke arah Misato.
Di sana
terdapat foto Lily yang melompat di udara dan dengan indah menggigit
rotinya.
Ini adalah fotonya yang terbaik.
Aku yakin
kalau Lily pasti tidak akan protes.
“Wah lumayan bagus, boleh aku minta?”
“...
Tanyakan dulu pada Lily. Untuk apa memangnya?”
“Untuk
dijadikan wallpaper hape.”
“Itu
menjijikkan tahu...”
Lily itu bukan pacarmu, tahu.
Beberapa
saat kemudian.
“Aku akan
memakannya untuk makan siang. Sebagai
makanan penutup.”
Lily
kembali sambil membawa roti melon dengan wajah bangga. Roti melon adalah kue Jepang yang
paling disukainya.
“Apa
kamu sudah mmefotonya?”
“Ya.
Bagaimana menurutmu?”
Aku
menunjukkan ponselku ke arah
Lily.
Lily
mendengus kecil.
“Seperti
biasa, kamu hebat. Kamu boleh memakainya untuk dijadikan
wallpaper, loh?”
Jangan mengatakan hal yang sama seperti
Misato.
“Mana
mungkin lah. ... lagian kami
bukan sepasang kekasih.”
Saat aku menjawab begitu, mata Lily membelalak lebar.
Lalu dia
terkulai lemas dan merosotkan
bahunya.
『Be-begitu ya... Jadi begitu ya』
“...
Ada apa, Lily?”
『Tidak, bukan apa-apa』
Sepertinya
dia kelelahan.
Wajahnya juga terlihat pucat.
“Apa kamu
masih sanggup ikut lomba bakiaknya?”
“Aku masih
sanggup... Tidak apa-apa.”
Lily
menjawab dengan mata kosong.
... Apa
beneran tidak apa-apa?
※※※※
Perlombaan
bakiak berakhir tanpa hambatan. Jika ada sesuatu yang kukhawatirkan, mungkin itu karena perhatian Lily sedang teralihkan.
Tidak
seperti saat latihan, jarak di antara kami terasa
lebih jauh.
Tidak,
saat latihan dia justru
terlalu menempel, jadi jarak yang segitu sudah
sudah pas.
“Baiklah,
kalau begitu aku akan pergi untuk ikut perlombaan meminjam barang.”
『...Baik. 』
“...Lily,
kamu baik-baik saja? Mau ke ruang kesehatan untuk beristirahat?”
Dia
terlihat benar-benar tidak sehat. Aku
akan menyuruh Misato menemaninya ke ruang kesehatan. Atau aku yang akan ke sana.
『...Tolong tinggalkan aku sendiri. 』
Dia
menjawab dengan suara yang lesu.
Waktunya sudah mendesak, jadi aku tidak bisa memaksanya pergi
ke ruang kesehatan.
“Begitu
ya. ...Jangan terlalu
memaksakan diri, oke?”
『...Iya....aku tahu. 』
Lily
menjawab dengan suara yang tidak bersemangat.
Aku
sedikit ragu-ragu, tapi aku tetap berjalan
menuju lapangan.
Sebelum
perlombaan meminjam barang
dimulai, aku melirik ke arah tribun penonton.
Di sana
ada ibu, dan juga ayahku.
Mereka
melambai ke arahku, jadi aku membalas lambaian tangan mereka.
Jarang
sekali mereka berdua datang bersama.
Itu semua pasti
karena Lily.
Sementara
aku memikirkan hal itu, perlombaan pun dimulai.
Aku
memilih satu lembar kertas yang ada di dekat garis finish.
Aku harus
meminjam barang yang tertulis di sana dari suatu tempat.
Semoga saja
isinya mudah, tapi untuk
isinya justru...
“Seriusan nih?”
Tema
meminjamnya memang mudah, tapi juga merepotkan.
Aku tahu kalau tema semacam ini akan memeriahkan suasana,
tapi aku ingin para panitia
bisa merasakan posisi peminjam maupun yang dipinjami.
“Yah,
mau bagaimana lagi.”
Aku
langsung menuju tribun suporter di kelasku.
Lalu aku
berbicara pada Lily yang terlihat lesu.
“Lily.”
『...Ada
apa? 』
“Apa kamu baik-baik
saja?”
『Aku baik-baik saja...untuk
apa kamu datang ke sini? 』
Lily memelototiku dengan nada suara yang agak kesal.
Sepertinya
dia tidak sakit, tapi...
Dia
terlihat dalam suasana hati yang buruk.
Hmm, rasanya agak sulit untuk memintanya.
“Aku
membutuhkan bantuanmu untuk perlombaan meminjam barang ini...”
Aku dengan ragu-ragu membentangkan kertas di
depan Lily.
Lily
menatapnya dengan tak berminat, lalu...
Mengangkat
wajahnya.
『Kamu yakin kalau bukan
Misato yang pergi? 』
Dia
berkata dengan ekspresi terkejut.
Memang
benar bahwa setelah Lily, pilihan berikutnya
adalah Misato, tapi...
“Karena
kamulah yang terbaik.”
『Be-Begitu ya...? 』
“Kalau
kamu sedang tidak enak badan, aku bisa mencari
orang lain untuk menggantikanmu...”
Sepertinya
memang tidak baik meminta orang yang sedang tidak sehat.
Saat aku berpikir demikian dan bersiap
untuk pergi, Lily tiba-tiba...
『Tunggu dulu sebentar! 』
Dia
memegang bajuku.
『Aku akan pergi! 』
Lily segera berdiri sambil mengatakannya.
Wajah
cemberutnya tadi sudah hilang entah ke mana.
Dia
dipenuhi dengan semangat membawa.
...Padahal
aku yang memintanya, tapi dia benar-benar orang yang praktis.
“Kamu
yakin tidak apa-apa? Bukannya kamu
sedang tidak enak badan?”
『Aku sangat bersemangat! Lagipula,
tidak ada yang bisa menggantikanku, ‘kan? 』
Lily
berkata dengan bangga.
Di sana
ada Lily yang manis seperti biasanya.
Memang,
Lily yang sedang bersemangat seperti ini terlihat lebih manis.
『Meskipun aku tidak bisa bilang sebagai imbalan...Setelah
perlombaan meminjam barang
selesai, boleh aku minta waktumu sebentar? Ada yang ingin kubicarakan dengan
serius. 』
Lily
berkata demikian dengan
ekspresi yang tak biasa.
Pembicaraan
serius? ...Aku jadi gugup.
“Baiklah,
aku mengerti. Kalau begitu, ayo pergi.”
“Baik.”
Aku
menggenggam tangan Lily.
Bahu Lily
tiba-tiba sedikit terlonjak.
“Ada apa?”
『Ti-Tidak apa-apa kok. 』
Wajah
Lily sedikit memerah saat mengatakan itu.
...Apa
dia merasa malu?
Yah,
melihat topiknya sih wajar
saja.
Begitulah,
aku menggenggam tangan [gadis
yang menurutku paling imut] saat kami
mencapai garis finish.
※※※※
Setelah
perlombaan meminjam barang selesai. Kami berjalan menuju belakang
gymnasium. Dia
bilang ada yang ingin dibicarakan, jadi kami
berdua pergi di tempat yang sepi.
“Jadi,
apa yang ingin kamu bicarakan?”
『Umm,
mengenai hal yang terjadi
lebih dari setengah tahun yang lalu... 』
“Setengah
tahun yang lalu?”
Itu cukup
lama.
...Apa
ini tentang saat aku pergi belajar ke luar negeri.
Jangan-jangan...
『Itu, tentang perpisahan waktu
itu. 』
“Ahh...”
Mengenai topik
itu ya...
Secara
pribadi, aku tidak begitu ingin membahasnya, karena hanya
akan membuatnya canggung.
Apa aku
akan dimarahi lagi?
『Aku minta maaf karena tidak
mengantarmu waktu itu. 』
Lily
menundukkan kepalanya.
...Aku
sedikit terkejut.
『Aku minta maaf
karena tidak membalas pesanmu. Aku minta maaf karena tidak menghubungimu. 』
“A-Ah uya,
tidak apa-apa kok.”
『Aku minta maaf
karena sudah mengatakan sesuatu yang kejam. 』
“Aku
mengerti. Jadi, tolong
angkat kepalamu...”
『Aku minta maaf karena mengatakan kalau kita putus dan
mengatakan aku membencimu. Itu
semua bohong. Aku sama sekali tidak
membencimu. 』
Lily
mengangkat kepalanya dan menatapku lekat-lekat.
“Aku
menyukaimu.”
Setelah
mengatakan itu, dia kembali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
『Aku minta maaf karena
sudah menghilang tanpa kabar dan tiba-tiba menemuimu.
...Aku ingin kembali ke hubungan kita yang
semula. Aku mohon. 』
Kembali
ke hubungan yang semula,
ya...
“Lily.”
“Ya?”
Aku juga
menundukkan kepalaku.
『Maaf, kurasa perkataanku saja masih kurang jelas.
Kupikir perasaanku sudah tersampaikan. Dari sisiku juga... Bisakah hubungan kita kembali seperti semula? 』
Aku
menyampaikannya dalam bahasa Inggris pada Lily.
Lalu aku
mengangkat wajah.
Lily...
“Baiklah.
Aku memaafkanmu. Sebagai gantinya, tolong
maafkan aku, ya?”
Lily
tersenyum sambil menghapus air mata di sudut matanya.
Dan begitulah,
hubungan kami kembali menjadi 'sahabat'.
※※※※
Kami
berdua kembali ke tribun suporter kelas.
Di sana sudah ada Misato, ibu, dan juga ayah
yang sedang menunggu.
Pas
sekali.
“Ah,
kalian akhirnya muncul juga!
Tadi kalian ngapain? Kencan?”
“Kurang
lebih begitu.”
Aku
mengabaikan godaan Misato, lalu menghadap ke arah ayahku.
“Lama
tidak berjumpa, Ayah.”
“Wah,
sudah lama tidak bertemu denganmu, Souta.
Jadi, gadis ini... [gadis
yang menurutmu paling imut], ya?”
Ayahku mengatakannya sambil
menyeringai. Cara dia tersenyum sangat mirip dengan Misato.
“Benar.
...Lily, biar kuperkenalkan. Orang tua ini adalah ayahku.”
『Namaku Kasai Souji, Nona Stafford. Aku adalah orang tua dari anak
laki-laki dan perempuan yang sudah kamu bantu.
...Boleh saya memanggilmu dengan
Amelia-san? 』
Ayahku berkata dengan gaya yang agak
berlebihan sambil berlutut di hadapan Lily.
Ibu
bergumam pelan sambil menggerutu,
“Di usianya yang sudah tua masih
saja ingin terlihat keren.”
“Ya,
salam kenal. Namaku Amelia
Lily Stafford... Ayahanda. Tolong
panggil saja aku Lily.”
Lily
membungkuk dengan anggun.
...Dia
mengizinkan Ayah untuk memanggilnya
Lily juga?
Padahal
baru pertama kali bertemu?
Padahal aku
butuh setengah tahun!?
“Ayahanda?
Bagus sekali! Rasanya seolah-olah aku jadi punya
dua anak perempuan, luar biasa!”
“...Dua?”
Lily memiringkan kepalanya dengan bingung,
lalu melihat sekeliling.
“Memangnya masih ada yang lain, ya?”
“Aku
di sini.”
Misato
tersenyum dengan menyeringai.
Lily
menatapnya dengan bingung.
...Ada
sesuatu yang aneh?
“Ayo
kita makan sekarang? Waktunya juga hampir habis.”
“Ah,
iya benar juga. Souta, Misato, cepat carikan tempat yang bagus.”
“...Misato
juga? Kenapa?”
“Lily-chan
juga ikutan, kok? Sudah
kubilang kita akan makan bersama berlima, ‘kan?
Kita akan berkumpul sebagai satu keluarga... Lho?
Aku belum bilang, ya?”
『...Berlima? Misato juga? Keluarga? 』
Lily
berhenti berjalan.
Lalu dia
bergumam pelan.
『Kasai Misato. Kasai Souji. ...Kudou Souta.
Hmm? Apa maksudnya ini? 』
“...Apa
maksudmu?”
『Kenapa marga Misato dan ayah Souta bisa sama? Kenapa namanya berbeda
dengan Souta? 』
“Karena
ayah dan ibu bercerai. Jadi aku mengganti namaku
mengikuti nama marga ibuku. Rasanya
akan terlalu merepotkan kalau beda marga.”
『Kalau Misato...? 』
“Dia
ikut ayah. Jadi, namanya marganya
tetap sama."
『...Ikut ayah? ...Hah? 』
Lily
membuka mulutnya dengan terkejut.
『Apa kalian berdua...
saudara kandung? 』
“Iya,
memang.”
『...Meskipun seumuran? 』
“Kami
berdua anak kembar. Ngomong-ngomong, akulah yang kakak.”
Kami berdua kembar dizigotik.
...Lho?
“Aku
belum pernah bilang, ya?”
『Kamu belum
pernah bilang sama sekali!! 』
Suara marah Lily bergema dengan lantang.
※※※※
『Aku sama sekali tidak paham. Kenapa kamu tidak memberitahu? Hal
sepenting itu! Aku sangat benci sifat seperti itu. 』
Sambil
makan bento, Lily menatapku dengan galak.
Dia marah
atau makan, sebaiknya dia memilih salah satunya.
“Aku benar-benar
minta maaf. Kupikir aku sudah memberitahumu.
Mau coba telur gulung punyaku?”
Sambil
meminta maaf kepadanya, aku
mencoba memperbaiki suasana hatinya.
Kalau
dipikir-pikir, aku memang
belum pernah memberitahunya.
Ini memang salahku.
『...Apa kamu sudah menyesalinya? 』
“Hal
penting harus disampaikan dengan benar.”
『...Yah, apa boleh buat. Aku akan memaafkanku. 』
Lily
mendengus kecil.
Lalu dia
memakan telur gulung yang kuberi dan
menyipitkan matanya.
Wajahnya
terlihat bahagia.
“Memangnya
hal sepenting itu biasanya lupa dikasih tahu...?”
“Benar
sekali. Sebagai ibunya, aku sampai merasa terkejut.”
“Kamu
juga seharusnya tidak boleh mengomentari orang lain,
Mikoto.
Seharusnya kamulah yang memberitahu hal semacam ini.”
Sebelum
bercerai, nama ibuku adalah Kasai Mikoto.
Nama
gadisnya, dan yang
sekarang Kudou Mikoto.
Itulah nama ibuku.
“Aku
mengira kalau Souta sudah
memberitahunya.”
“Dengan ibu
yang seperti ini, dan anak yang seperti itu.”
“Darah
keturunan itu memang menakutkan, ya.”
Misato
tertawa dengan riang.
Hei.
“Kamu
juga belum bilang, ‘kan?”
“Aku
sudah bilang kok. Cuma Amelia-chan nya saja
yang tidak mendengarkan.”
“...Aku
tidak pernah mendengarnya.”
Lily
menatap Misato dengan tajam.
Aku
mungkin memang salah, tapi Misato juga punya
andil.
“Lihat,
dia bilang kalau dia belum pernah mendengarnnya.”
“Aku
sudah bilang kalau aku dan Souta
itu keluarga. Dan ngomong-ngomong, akulah yang
kakaknya.”
“......”
Mendengar
kata-kata Misato, Lily mengalihkan pandangannya.
Ah iya,
Misato memang sudah bilang begitu.
...Lho?
“Lily?”
Jangan-jangan...
Apa Lily
juga merasa bersalah?
『Ah, panggil saja aku Lily, bukan Amelia! 』
“Benarkah? Terima kasih, Lily-chan! Kamu memang pengertian sekali!”
Misato
menggenggam tangan Lily.
Dia berusaha menutupinya... dasar si Lily.
Barusanm ada
sebuah kata yang tidak bisa aku abaikan begitu saja.
“Karena aku
yang lahir lebih dulu, jadi akulah
kakaknya.”
“Eh?
Memangnya kamu tidak tahu? Bayi yang keluar belakangan berarti masuknya duluan.
Jadi itu berarti, akulah kakaknya."
“Bukannya
itu cuma mitos? Secara hukum, yang lahir lebih dulu jadi
kakak."
“Tapi
menurutku, aku lebih terlihat seperti kakak.”
Apa-apaan
itu...
“Betul
sekali.”
“Lily!?”
Aku
terkejut melihat Lily yang tiba-tiba menyetejuinya.
Lily
sudah selesai makan onigiri dan sekarang mengulurkan tangan ke sandwich.
Soal
siapa yang lebih tua tidak penting.
Sekarang adalah waktunya untuk makan.
Mungkin begitu
isi pikirannya.
“Mempermasalahkan
itu juga tidak ada gunanya, huh.”
“Hmm,
jadi kamu mengakui?”
“Terserah
kamu sajalah.”
Secara
hukum, akulah yang
kakak.
Itu tetap tidak berubah.
Persis
seperti itu, acara kumpul keluarga
untuk pertama kalinya setelah sekian lama akhirnya selesai.
Selain
itu, sekitar sepertiga dari bekal yang dibawa oleh Misato dan ayahku dimakan oleh Lily.
“Ngomong-ngomong,
Misato.”
Setelah
selesai makan, Lily sedikit berdeham.
Lalu dia
melirik sekilas ke arah ayah dan ibuku.
...Kira-kira ada apa?
“Ada satu hal yang ingin kusampaikan.”
“...Apa?”
Kenapa
dia terdengar serius?
“Mungkin,
seharusnya aku tidak mengatakannya di tempat seperti ini.”
Lily
terlihat sedikit canggung dan tidak nyaman.
Lalu dia
menatap lurus ke arah Misato...
“Menurutku, Tuhan tidak akan mengizinkan
hubungan incest.”
...Apa sih yang dia bicarakan?
“...Hah?”
Mulut Misato
menganga lebar karena terkejut.
Ayah dan
ibuku saling berpandangan.
Incest.
...Maksudnya hubungan sedarah!?
“Tunggu,
Lily-chan! Kamu salah paham!”
“Aku minta maaf.
Tapi, aku mengkhawatirkanmu...”
“Tenang
dulu, Lily-chan. Memang benar, aku melakukan dan mengatakan hal-hal yang bisa
menimbulkan salah paham. Tapi itu hanya untuk menggoda Lily-chan, bukan karena hal lain!! Ayah, Ibu? Jangan pasang
wajah seperti itu!! Bukan itu maksudnya!! Souta,
ayo katakan sesuatu juga!!”
Misato
berteriak histeris.
Jarang
sekali dia terlihat panik seperti ini.
Tapi,
pantas saja akhir-akhir ini ada yang aneh dengan jarak kami.
“Jadi begitu
ya...”
“Souta! Jangan sok tahu! Candaan ini sama sekali tidak
lucu, tau!”
Misato
mencengkeram bahuku dan mengguncang-guncangnya
dengan sekuat tenaga.
Untuk
sementara, aku hanya memasang
tampang “Masa iya sih?”.
“Fufufu...kuku...
Hahaha!"
Sepertinya
Lily tidak bisa menahan tawanya lagi dan
dia mulai tertawa terbahan-bahak.
Lalu dia
berkata dengan wajah yang jahil,
“Ini
adalah balasanku.”
“...Hah?”
Misato
membuka mulutnya dengan terkejut.
Ekspresi
Misato yang seperti itu juga jarang terlihat.
Aku melihat beberapa hal yang bagus dan merasa senang bisa melihat ekspresi Lily yang seperti itu.