Prolog
“Ap-Apa, kamu hamil!?
Akari!?”
Luna yang
berada di sampingku berteriak sambil memegang ponsel di dekat telinganya.
Pada
malam kedua perjalanan kami ke Okinawa, aku
dan Luna tiba-tiba menerima panggilan
telepon dari Icchi dan Tanikita-san.
Kami
berdua, aku dan Luna, hampir
akan melakukan hal-hal intim saat telepon itu datang. Jadi Luna hanya mengenakan bra dan celana
dalamnya saja.
“Hei,
Kasshi, menurutmu apa yang harus
kulakukan!?”
Saat aku
mendekatkan ponselku ke telinga, aku bisa mendengar
suara Icchi yang memilukan dari ponselku.
“Aku
bahkan masih mahasiswa tahun ketiga, dan aku
belum bisa mendapatkan sertifikat insinyur sipil sampai aku wisuda! Biaya
rumah sakit dan biaya persalinan, bagaimana dengan kehidupanku nanti!?”
“Eh,
kamu berniat melahirkannya?”
Meskipun
pertanyaan itu mungkin terdengar
tidak manusiawi, tapi aku
bertanya dengan kaget.
“Aku
juga tidak tahu! Mungkin saja ada
semacam kesalahan!”
“Hah? Dengan
kata lain kamu belum pergi ke dokter untuk memeriksanya?”
“Kami bisa
mengetahuinya dari tes kehamilan! Akari bilang dia
tidak datang bulan, jadi aku membelinya di apotek dan hasilnya positif. Aku
beli tiga merek berbeda dan hasilnya semua positif!”
“.....”
“Aku
memaksa diri untuk mengeluarkan urin tiga kali, jadi sekarang aku sangat
dehidrasi!”
Aku juga
bida menddengar suara Tanikita-san dari seberang.
“Hah,
apa? Apa yang kalian bicarakan? Akari?”
Luna
menempelkan ponselnya di telinga dengan wajah bingung, sepertinya dia tidak
mendengar apa yang dikatakan Icchi.
“...Lah, Icchi
dan Tanikita-san, kalian berdua sedang bersama-sama, ‘kan? Aku dan Luna juga sedang bersama, jadi bagaimana kalau kita membicarakannya
lewat satu panggilan saja?”
“Ehh,
Akari, apa kamu sedang
menelepon Shirakawa-san!?”
“Eh? Apa mungkin orang yang ditelepon Yusuke adalah Kashima-kun!?”
Sepertinya
mereka berdua juga baru
menyadarinya. Kelihatannya mereka terlalu panik begitu hasilnya keluar,
jadi mereka langsung menelepon kami.
Kemudian
Tanikita-san mengakhiri
penggilannya dengan Luna,
dan kami berempat bicara bersama.
Aku
meletakkan ponselku di atas tempat tidur dan mengaktifkan mode speaker,
sementara aku dan Luna duduk di
kedua sisinya. Ngomong-ngomong, Luna
juga sudah mengenakan piyama hotel saat percakapan dimulai.
Aku
memang penasaran dengan apa yang terjadi pada Icchi
dan yang lainnya, tapi
jujur saja, aku merasa sangat
kecewa. Acara intim denganku dan Luna
terpaksa ditangguhkan untuk sementara waktu...
Dan yang
paling menyebalkan adalah, pada saat yang tidak tepat ini, Luna sedang datang bulan. Jika bukan karena itu, mungkin kami sudah memadu kasih, dan bahkan bisa
mengabaikan telepon itu.
Aku
sekali lagi tidak bisa membuang keperjakaan-ku... Entah sudah berapa kali hal ini terjadi. Apa Tuhan tidak
ingin aku menjadi dewasa?
Ini sungguh keterlaluan! Kami
sudah menghabiskan waktu dan uang untuk datang ke Okinawa, dan situasinya sudah sangat sempurna. Kami berdua menikmati liburan kami, tapi sebenarnya itu bukan
tujuan utama kami... Tidak, sebenarnya itu memang tujuan utama kami. Setidaknya
untukku...
Ah, aku
ingin menyentuh Luna... Aku
ingin menempel padanya, mandi bersama, dan bermesraan sepuasnya.
Ikan yang
lepas memang besar, tapi waktu yang terlewat terlalu banyak, menyesalinya sekearang pun tidak ada gunanya.
Aku ingin waktu diputar balik. Kalau aku tahu malam
ini akan seperti ini, meskipun kelelahan, aku akan
melakukannya kemarin malam, bahkan
jika harus mencuci mataku dengan pasta gigi.
Pikiranku
dipenuhi penyesalan, dan aku mendengarkan pembicaraan Icchi dan yang lain dengan kosong.
“Kalau semua
tesnya positif... Sepertinya
kemungkinan hamilnya memang
tinggi...”
Luna
yang mendengar ulang situasinya, berkata dengan wajah serius.
“Tidak, itu
masih belum tentu, ‘kan...”
Seolah-olah masih menggantungi harapan
terakhirnya, Icchi
membantah dengan suara gemetar.
“Kan
ada yang namanya ‘kehamilan
khayalan’...”
“Meskipun
aku bukan orang IPA, kurasa tidak mungkin
zat kimia yang bisa membuat tes kehamilan positif bisa dibuat hanya dari daya
imajinasi...”
Aku
mengomentari dengan tenang, padahal aku sendiri sedang kecewa.
“Tapi
manusia punya imajinasi yang hebat, ‘kan!”
Icchi masih ngotot.
“Tapi
bukannya berarti kalian berharap
punya anak, ‘kan?”
Dalam
kepanikan mereka berdua, sepertinya mereka tidak begitu menginginkannya
sehingga mereka menganggapnya sebagai hamil imajinatif.
“Memangnya
kalian berdua.... tidak menggunakan alat kontrasepsi atau semacamnya?”
Luna
bertanya dengan canggung.
Memang benar,
sejak masa SMA dulu Icchi selalu berkata padaku “Seorang laki-laki harus selalu
membawa kondom untuk
jaga-jaga kalau terjadi sesuatu”.
“Tentu saja
kami memakainya... Tapi ada satu yang pernah sobek.”
“Makanya
sudah kubilang ‘kan, ‘Apa ini beneran baik-baik saja?’”
Tanikita-san
tiba-tiba mulai marah saat
mendengar kata-kata Icchi.
“Entah
kenapa rasanya nyeri dan tidak nyaman, jadi aku tanya
‘apa itu tidak sobek?’ Tapi dia bilang ‘Pasti baik-baik saja’.”
“Makanya
sejak saat itu aku selalu
membawanya sendiri tanpa perlu memakai yang
ada di hotel!”
“Tapi
sekarang sudah terlambat! Hasilnya positif, aku yakin semuanya pasti dari kejadian waktu
itu!”
“Tapi pada waktu itu Akari sendiri
yang berkata, ‘Aku
ingin mencobanya sekali
lagi,' kan?”
“Hah?
Padahal kamu sendiri juga kelihatan
mupeng banget, ‘kan!
Seharusnya kamu bilang saja, ‘Tidak bisa, karena aku tidak membawa kondom yang lebih besar’!”
“Aku
juga beru pertama
kali melakukannya dengan
Akari, jadi aku tidak tahu banyak! Aku tidak
pernah menyangka kalau kondom yang sedikit kecil
itu akan sobek saat sedang melakukannya! Kamu juga bilang ‘Pasti tidak apa-apa’, ‘kan?! Kalau khawatir, harusnya
kamu minum obat pencegah kehamilan atau apa gitu!”
“Kok
jadi salahku?! Ini kan gara-gara kamu tidak tahu ukuranmu sendiri! Obat
pencegah kehamilan kan harus diambil di rumah sakit, kamu tahu sendiri seberapa ramai
klinik wanita di kota?!”
“...”
Perdebatan
sengit dan sadis terjadi di seberang
telepon, sementara aku dan Luna
hanya saling pandang dengan bingung.
Sebenarnya,
ini bukan pertama kalinya aku melihat Icchi
bugil, pertama kali saat acara menginap ketika kami
masih kelas 1 SMA, pada waktu
itu ia masih gemuk dengan perut buncit yang menonjol. Jadi aku tidak tahu kalau Icchi mempunyai ukuran sebesar
itu.
“Su-Sudah,
sudah... Seperti yang
dikatakan Icchi, kalau hanya tes
kehamilan saja belum pasti, jadi bagaimana
kalau besok kalian berdua sebaiknya pergi ke dokter
dulu?”
“...Tapi
aku ada pekerjaan besok.”
Tanikita-san menjawab dengan nada ketus.
“Omong-omong,
Akari, kamu sudah lulus sekolah dan bekerja,
ya? Aku tidak pernah melihat postingan soal pekerjaanmu di Instagram. Karena kalian berdua tampak mesra jadi aku sama sekali tidak melihat-lihat beranda
instagramku. Maria juga bilang tidak tahu.”
Luna
bertanya seolah-olah dia baru mengingatnya.
“Aku
belum bekerja. Aku hanya membantu
senior di sekolah kejuruan yang
bekerja di bisnis Imecon (images
consultan).
Jadi aku cuma melakukan pekerjaan administrasi seperti mengurus
jadwal pemesanan, membuat bahan, dan melayani pelanggan.”
“Jadi
semacam kerja paruh waktu gitu?”
“Ya.
Tapi seniorku ini sangat populer di Instagram, jadwal pemesanannya penuh sampai
setahun ke depan, jadi aku sangat sibuk. Tapi aku banyak belajar dari interaksi
dengan berbagai pelanggan, dan aku menikmatinya.”
“Ah,
sepertinya itu memang cocok
dengan Akari.”
“...Maaf,
‘Imecon’ itu apa ya?”
Aku
bertanya dengan suara pelan kepada
Luna. Di benakku, aku membayangkan seorang wanita seksi
berdiri di samping mobil mewah, tapi aku mengetahui
kalau itu sebenarnya [Event
Consultant].
“Ah,
Imecon itu singkatan dari ‘Image Consultant’. Mereka
yang melakukan konsultasi mengenai warna personal, analisis struktur tubuh, dan
sebagainya.”
“Benar
banget. Seniorku
memiliki kualifikasi sebagai penata rias dan instruktur etiket, dan aktif
sebagai 'pendukung kehidupan total bagi para wanita untuk menjalani kehidupan
sehari-hari yang gemerlap'.”
Tanikita-san
berkata menimpali melalui telepon, seolah
melengkapi jawaban Luna.
“Ma-Maaf, tapi bukannya 'warna
pribadi' dan 'analisis kerangka tubuh' itu
sebenarnya masih misteri...?”
Aku
terus-menerus bertanya dengan rasa bersalah, dan
Luna tersenyum pahit dan berkata 'Benar sih.'
“Intinya,
itu adalah pekerjaan untuk memberitahu orang-orang warna dan gaya pakaian yang
cocok dengan mereka, ‘kan?”
“Iya
betul. Apalagi banyak wanita yang punya 'bayangan penampilan yang diinginkan',
tapi 'apa yang cocok dengan diri mereka sebenarnya tidak sesuai dengan kesukaan
mereka sendiri'. Jadi kadang kami juga melakukan konseling hati-hati untuk
mencari titik temu antara 'yang cocok' dan 'yang disukai', lalu pergi
berbelanja bersama-sama untuk menyusun outfit, jadi ada juga semacam pekerjaan sebagai stylist. Entah kenapa rasanya menyenangkan. Aku sendiri juga ingin suatu
hari nanti membuka usaha konsultasi pencitraan, jadi sekarang aku terus belajar
dari senior di tempat kerja.”
Dari nada
suara Tanikita-san, tampak jelas bahwa dia sangat
bersemangat dan menyukai pekerjaannya saat ini. Aku
jadi teringat masa lalunya saat dia
hampir menjadi wanita penjaja, aku merasa tenang sebagai teman
lamanya.
“...Tapi
kalau sampai hamil dan melahirkan, aku harus
menyerah pada hal itu...”
Suara Tanikita-san tiba-tiba menjadi gelap.
“...Akari,
itu...”
Luna
kembali membuka mulut dengan ragu-ragu.
“Jika kamu
memang beneran hamil...apa kamu
ingin melahirkannya?”
Dia
mengajukan pertanyaan yang pernah
kukatakan tadi.
“...Ketimbang dibilang ingin
melahirkannya...”
Setelah
jeda sejenak, Tanikita-san menjawab.
“...Pilihan untuk 'menggugurkan'-nya sama sekali tidak pernah terlintas di kepalaku.”
Suaranya
terdengar suram seakan-akan datang
dari jurang keputusasaan.
“Karena
aku sangat menyukai
Yusuke, jadi aku
ingin selalu bersamanya, dan aku juga ingin punya anak suatu hari nanti...”
Aku yang
hanya mengenal mereka berdua sejak masa SMA, tidak bisa menyembunyikan
rasa terkejutku dan hampir membuatku berinang air
mata. Luna
tampaknya juga merasakan hal yang sama,
dan tatapan kami yang berkelana di ruang hampa itu bertubrukan untuk sesaat,
meski dalam situasi seperti ini.
“Tapi
aku juga bertanya-tanya, 'Kenapa malah sekarang?'...”
Suara Tanikita-san yang terdengar suram kembali
menciptakan atmosfer yang berat.
“Padahal akhirnya
aku berhasil
menemukan pekerjaan yang ingin kulakukan, bisa mendapat uang dari hal yang
kusukai dan setiap hari terasa sangat memuaskan...
Aku bisa pergi jalan-jalan
dengan teman-teman, mencoba wahana ekstrem, menikmati teh sore di kafe-kafe keren, masih
banyak hal yang ingin kulakukan saat masih muda...”
Suara Tanikita-san mulai bercampur dengan isakan tangisnya.
“Hei
Lunacchi... Kalau ternyata aku
benar-benar hamil, aku harus bagaimana...”
Suara isakan
tangis Tanikita-san membuat Luna
di sampingku juga mulai ikutan
berkaca-kaca.
“Akari...”
Luna
menatap ponselnya dengan wajah penuh kesedihan.
Meskipun ia terus diam
saja sedari tadi, aku bisa membayangkan apa yang sedang
dirasakan Icchi, yang
pasti berada di samping Tanikita-san saat ini.
◇◇◇◇
Pada akhirnya,
percakapan di telepon tidak memecahkan masalah apa pun, tapi setidaknya kami
memahami situasi mereka. Jadi aku mengusulkan agar mereka pergi ke dokter
kandungan di hari libur selanjutnya, lalu mengakhiri panggilan.
“...Hamil
ya...”
Luna
bergumam setelah aku memutuskan panggilan.
Luna masih
duduk di tempat tidur, tampak sedang memikirkan sesuatu.
“...Memang
betul, meskipun kita berusaha keras untuk mencegahnya, masih
ada risikonya
juga. Kalau pernah melakukan hubungan s*ks,
kemungkinan hamil tidak bisa dianggap nol...”
“...Iya,
benar...”
Aku
membalasnya, tapi Luna
tampaknya tak begitu mendengarkanku, dia hanya menundukkan kepalanya.
“...Sebelum
berpacaran dengan Ryuto, aku bahkan tidak pernah benar-benar memikirkan hal-hal
seperti ini...”
Luna berkata
sambil menghela napas.
“Rasanya
memang wajar jika melakukan s*ks dengan
seseorang yang mambuatmu berpikir ‘Aku
ingin memiliki anak
bersama orang ini’. Tapi mungkin itu adalah
sesuatu yang harus dilakukan kalau kamu
benar-benar siap dan menginginkannya...”
Hah?
Hatiku menjadi resah dan tidak nyaman.
“Aku
berencana masuk sekolah kejuruan
bulan depan untuk menjadi pengasuh anak. Tapi kalau aku hamil seperti Akari....rasanya pasti akan sangat merepotkan...”
Itu
memang benar. Tapi alur pembicaraan ini... Eh?
Luna
mengangkat wajahnya menghadapku yang kebingungan, lalu membuka mulut dengan
ekspresi yang galau.
“Kita berdua... Sekarang sudah sampai sejauh
ini, mungkin... Menikah duluan juga bisa menjadi
pilihan, ‘kan?”
Jantungku
berdegup kencang ketika mendengar kata pernikahan.
“Kalau
kita sudah membuat landasan hidup bersama yang kuat, meskipun terjadi
kehamilan, kita bisa merasa baik-baik saja. Kurasa itu akan membuat kita berdua
lebih tenang, ‘kan?”
“...”
Dari segi
ketenangan pikiran, memang
benar begitu.
Tapi aku
juga punya keinginan untuk tidak
ingin mengangguk begitu saja pada pertanyaannya.
Karena
pada dasarnya, rasanya tidak terlalu
berlebihan jika dikatakan bahwa kami datang ke Okinawa ini untuk bisa saling terikat dan menjadi satu.
Walaupun
pengalaman intim kami tertunda karena datangnya menstruasi Luna yang begitu tiba-tiba, kami sudah
sampai pada tahap akan melakukannya secara oral. Tapi entah kenapa, atmosfernya
malah seperti akan mengalir ke arah yang lain...?
Hah? Apa aku lagi-lagi
akan menjadi korban ‘suasana’? Bahkan sampai harus menunggu sampai menikah dulu?!
Aku sudah tidak sanggup lagi... Tapi
suasananya pasti memang menuju ke arah sana...
Serius?
Beneran?
Mustahil!
Setidaknya biarkan kamu
melakukannya secara oral! Atau pakai tangan juga tak apa! Kumohon, tolong lakukan...!
Padahal
tadi suasananya begitu bagus, masa itu cuma bohong?!
Katakan
itu cuma bohong, Luna!
Meskipun
aku memohon atau berteriak frustasi di dalam
kepalaku,
“...Menurutmu bagaimana, Ryuuto?”
Saat dia
menatapku dengan wajah yang memohon begitu, aku...
“...Yah...kurasa... aku juga... setuju...”
Hanya
bisa menjawab seperti itu.