Kimizero Jilid 8 Bab 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1

 

Dan begitulah, perjalanan kami ke Okinawa selama empat hari tiga malam pun berakhir.

Pada malam ketiga, Luna masih mengkhawatirkan keadaan Tanikita-san dan yang lainnya, lalu entah kenapa suasananya berubah menjadi seperti itu, dan aku tertidur di samping tempat tidurnya dengan perasaan galau.

 

Setelah mengembalikan mobil sewaan dan menuju Bandara Naha, kami berkeliling di sekitar toko oleh-oleh sambil menunggu waktu penerbangan kami.

Sebagai bandara di tempat wisata besar, lantai toko suvenir di sana memang luas dan terbagi ke dalam beberapa area.

Meskipun tampak seolah sedang memilih oleh-oleh, pandangan di depanku tak mampu menjangkau sampai ke dalam pikiranku.

Yang kupikirkan tentu saja adalah akhir perjalanan yang tidak sesuai dengan harapanku ini.

Dua hari yang lalu, aku tidak bisa mengatakan kepada Luna Setidaknya bisakah kamu melakukannya dengan mulutmu?, karena aku merasa itu akan terlihat menyedihkan dan memalukan. Tapi sebenarnya, sejak awal aku memang merassa kesulitan berbicara terbuka tentang hal-hal seksual dengan Luna.

Itu semua dikarenakan kompleks diriku yang merasa kalau aku tidak berpengalaman dibandingkan Luna.

Selain itu, kurasa itu juga berasal dari sumpah terlalu tegas yang pernah aku katakan di awal hubungan kami dimana aku akan menghormati keinginan Luna’.

Karena itu sudah jelas, jika aku membicarakan hal seksual dengan dirinya, aku akan menjadi bergairah, jadi selama ini aku sengaja menghindarinya.

Wah, itu kelihatan lezat!

Aku menoleh ke samping ketika mendengar suara itu, dan ternyata Luna, yang harusnya sedang melihat-lihat sendiri, sudah berada di sampingku dan memperhatikan apa yang ada di depanku.

Aku tidak benar-benar sedang mengamati oleh-oleh itu karena sebenarnya aku sedang melamun, tapi di rak di depanku ada kemasan kari instan.

'Kari Penjaga Laut Chura' ... Eksklusif Bandara Naha, kelihatannya enak! Lalu 'Sakimori' itu artinya apa ya?

... Kupikir itu tentang tentara kuno Jepang yang menjaga Kyushu dulu.

Ah, begitu ya! Seperti yang diharapkan, kamu memang pintar sekali ya, Ryuuto!

Luna menatapku dengan tatapan mata berbinar. Aku tidak ingin dia memuji dengan keras kalau ternyata jawabanku salah, tapi tulisan di kemasan kari itu menjelaskan 'Resep Asli Angkatan Laut Jepang', jadi sepertinya memang benar.

Ayo kita beli!

Luna memasukkan beberapa kotak kari ke dalam keranjang yang dia bawa.

“Onee-chan sangat menyukai kari, jadi aku akan memberikan ini padanya! Sebentar lagi kami akan bertemu.

“Jadi begitu ya, sudah lama kalian berdua tidak bertemu, ‘kan?”

Iya! Aku sangat menantikannya!

Kakak perempuan Luna bekerja sebagai penata rambut di Yokosuka, prefektur Kanagawa. Sepertinya mereka hanya pergi makan bersama beberapa kali dalam setahun karena tempat tinggal dia di sekitar situ.

Kakakmu, sekarang sudah berumur berapa?

Hmm, karena kita berbeda 7 tahun... jadi sekarang dia mungkin sudah berumur 28 tahun.

Begitu ya.

Aku mendengar bahwa saat orang tua Luna bercerai, kakak perempuannya lebih memilih menggunakan marga ayahnya, tapi sejak lulus SMA dia sudah keluar dari rumah ayahnya, jadi sekarang dia jarang tinggal di kediaman keluarga Shirakawa.

Alasan kenapa dia tinggal jauh dari rumah orang tuanya adalah karena dia mulai tinggal bersama dengan pacarnya waktu itu, karena tempat tinggal pacarnya dekat dengan tempat kerjanya. Meskipun dia sudah putus dengan pacarnya, tapi sepertinya kakak perempuannya sudah terlanjur memiliki lingkup pekerjaan dan aktivitas di sekitar Kanagawa.

Ngomong-ngomong, katanya sekarang kakak perempuannya tinggal bersama pacarnya yang entah keberapa.

Kakakmu, dia sudah berpacaran berapa lama dengan pacarnya yang sekarang?

Hmm, katanya sih sudah hampir 3 tahun. Mungkin sebentar lagi mereka akan menikah.

Luna menjawab sambil tersenyum, dan aku langsung merasa berdebar.

──Kita berdua... Sekarang sudah sampai sejauh ini, mungkin... Menikah duluan juga bisa menjadi pilihan, ‘kan?

 

Menikah.

 

Itu seharusnya sesuatu yang masih jauh bagi kami.

Tentu saja aku sering memimpikan kehidupan pernikahanku dengan Luna, tapi kupikir kata itu baru akan terasa nyata setelah aku lulus, mendapat pekerjaan, dan pekerjaanku sudah mapan.

Tapi kalau pengalaman pertama harus sekaligus diikuti dengan pernikahan, ceritanya jadi lain.

Aku ingin menikah sekarang juga.

Tapi mana mungkin aku bisa langsung begitu.

Bukan, yang sebenarnya ingin kulakukan sekarang ini bukanlah pernikahan, tapi pengalaman pertama. Tapi setelah kejadian Tanikita-sam, aku juga mengerti perasaan cemas Luna sebagai perempuan, jadi aku tidak bisa memaksakan kehendakku...!

Sepanjang paruh kedua perjalanan ini, pikiranku terus berputar-putar seperti itu.

Ryuuto? Kamu tidak mau beli oleh-oleh?

Luna bertanya sambil melihat ke dalam keranjang belanjaku yang kosong.

Eh? Iya, aku akan membelinya. Untuk orang yang di rumah dan tempat kerjaku, jadi kurasa aku akan membeli yang biasa-biasa saja...

Kalau begitu, ayo ke sana aja!"

Luna menunjuk ke arah dekat pintu masuk, di mana tumpukan kotak Chinsuko dipajang.

Entah kenapa tulisan itu terlihat bagai anagram dari apa yang harusnya aku dapatkan, dan aku merasa sedikit jijik pada diriku sendiri yang ternyata sudah diambil alih oleh hasrat bawah sadarku.

 

◇◇◇◇

 

Terima kasih oleh-olehnya, Kashima-kun. Tadi aku sudah memakannya dan rasanya enak sekali.”

Di akhir pekerjaan paruh waktuku di perusahaan penerbitan setelah perjalananku ke Okinawa, Kurose-san, yang akan pulang kerja bersamaku, mengatakan hal itu kepadaku di depan lift.

Pada akhirnya, aku memutuskan untuk membeli jue tart ubi ungu ke kantor redaksi, karena berpikir bahwa chinsuko terlalu biasa-biasa saja. Aku meletakkannya di meja kosong agar semua orang bisa mengambilnya.

Bagaimana liburanmu ke Okinawa?

Aku bisa melihat ada rasa penasaran di mata Kurose-san.

...Ya, itu menyenangkan.”

Aku menjawab dengan nada biasa saja saat kami memasuki lift.

Hmm?

Mungkin karena ada orang lain di dalam lift, jadi Kurose-san hanya menunjukkan wajah yang kurang puas, tapi dia tidak bertanya lebih lanjut. Aku juga tidak tahu seberapa banyak Kurose-san tahu tentang aku dan Luna (mungkin dia sudah tahu cukup banyak), jadi topik ini membuatku kurang nyaman.

...Ah iya, benar juga”

Saat kami turun dari lift dan meninggalkan gedung perusahaan, Kurose-san berkata demikian seolah-olah baru mengingatnya.

Acara makan bersama, apa masih belum ada?

Eh?

“Bukannya kamu pernah bilang? Yang bersama orang Mori Ougai itu...

...Ah!

Aku baru mengingatkannya. Hal itu terjadi saat Kurose-san tiba-tiba menjadi dekat dengan Satou Naoki, seorang komikus tampan yang sudah berkeluarga, tapi akhirnya menyerah pada perasaannya.

──Kujibayashi-kun itu orang yang baik, lho. Mungkin dia tidak bisa dianggap sebagai pacar atau target cinta, tapi... Kurose-san, aku ingin kamu mencoba berteman dengan orang seperti Kujibayashi-kun.

──Untuk kasus Maria, mungkin lebih baik membangun kekebalan terhadap laki-laki dulu, sebelum memulai percintaan.

Aku dan Luna menasihati Kurose-san begitu, dan akhirnya Kurose-san menjadi lebih terbuka untuk berinteraksi dengan Kujibayashi-kun.

──Kalau kalian tidak keberatan, bagaimana kalau lain kali kitya makan bersama? Aku, Luna, dan Kashima-san juga...Kita berempat saling berbicara bersama.

Memang benar, dia pernah berkata begitu. Tapi waktu itu, Kurose-san masih dalam keadaan patah hati, jadi mungkin dia mengatakannya dengan perasaan putus asa. Tapi melihat sikapnya sekarang, sepertinya dia benar-benar ingin bertemu.

Kalau memang begitu...

Maaf, aku lupa. Aku akan segera membicarakannya dengan Kujibayashi-kun.

Kurose-san tersenyum padaku.

Terima kasih. Tolong ya.

Tidak ada lagi bekas kesedihan di wajahnya, saat dia menatap langit malam dan menitikkan air mata.

Kurose-san juga sudah melangkah ke depan.

Aku merasa sedikit terinspirasi olehnya, lalu melangkah ke dalam keramaian orang-orang yang pulang kerja.

 

◇◇◇◇

 

Hal tersebut terjadi pada hari Sabtu minggu itu. Ketika aku hendak pulang setelah menyelesaikan pekerjaan paruh waktuku di sekolah bimbel, aku memeriksa smartphone-ku di ruang istirahat dan menemukan panggilan masuk dari Luna.

...Luna? Ada apa sampai menelepon tadi?

Sambil berjalan menuju stasiun, aku membalas teleponnya.

Ah, maafkan aku, Ryuuto... Tapi sekarang aku sedang dalam masalah saat ini... Kyaa!

Bersamaan dengan suara Luna yang menjerit, aku juga bisa mendengar suara gaduh dari seberang telepon. Ada juga suara yang terdengar seperti tangisan wanita selain suara Luna.

Eh, apa-apa yang terjadi?! Kamu baik-baik saja?!

Maaf, tadi aku ingin minta saran darurat, tapi mungkin sekarang bukan saatnya!

“Eh, saran!? Saran apa!?”

Kyaa! Dibilangin jangan! Onee-chan...!

Dan kemudian, teleponnya terputus.

Meskipun aku mencoba menghubunginya kembali, Luna tidak menjawab lagi.

Sebenarnya apa yang terjadi...

Mengingat nada suaranya di telepon yang terdengar tidak bisa diabaikan, aku jadi sangat khawatir.

Dia menyebut “Onee-chan”. Kalau ada hubungannya dengan kakaknya... mungkin Kurose-san juga mengetahui sesuatu.

Dengan pemikiran itu, aku memutuskan untuk menghubungi Kurose-san.

Halo, Kashima-kun?

Kurose-san langsung menjawab teleponku.

“Aku minta maaf karena tiba-tiba meneleponmu.

Tidak masalah kok, jadi ada apa?

“Beberapa waktu yang lalu saat aku sedang bekerja paruh waktu untuk mengajar les, Luna meneleponku, tapi saat aku meneleponnya kembali, sepertinya dia sedang sibuk dengan sesuatu..... Dia menyebut sesuatu seperti 'Onee-chan', jadi kupikir Kurose-san mungkin tahu sesuatu...

Ah, begitu ya. Sebenarnya, Onee-chan baru saja putus dari pacarnya.

Eh? Pacar yang tinggal Bersama dengannya?

Iya. Dia sangat syok ketika pacarnya tiba-tiba pergi meninggalkannya...jadi sepertinya dia tidak bisa ditinggalkan sendirian. Katanya tadi dia hampir melompat dari balkon...

“Eh?!

Aku juga mendapat kabar dari Luna dan ingin pergi membantunya, tapi malam ini kondisi nenek sedang tidak baik.... dan kakek masih seperti biasa, jadi aku dan ibuku tidak bisa meninggalkan rumah...

Begitu ya...

Di dalam kepalaku, suara teriakan Kyaa!Luna kembali terngiang.

Dia pasti sangat cemas dan takut menghadapi kakak perempuannya sendirian. Mungkin itulah alasannya kenapa dia ingin berkonsultasi denganku.

...Rumah kakakmu itu, di Yokosuka sebelah mananya?

Eh?

Kurose-san tampak terkejut.

Kashima-kun, jangan-jangan kamu mau pergi ke sana?

...Iya. Aku khawatir dengan Luna....

Meskipun aku merasa lelah setelah bekerja paruh waktu mengajar di sekolah bimbel yang menguras tenaga, lebih baik aku pergi ke sana daripada pulang dan terus mengkhawatirkan Luna.

...Terima kasih, Kashima-kun. Luna benar-benar orang yang sangat beruntung sekali ya.

Kurose-san mengatakan itu dengan nada lembut di ujung telepon.

Setelah itu, aku mendapat alamat kakak perempuan mereka dari Kurose-san, dan langsung menuju stasiun untuk menaiki gerbong kereta yang sudah sepi.

 

◇◇◇◇

 

Setelah menempuh perjalanan kereta yang panjang melintasi Tokyo, aku turun di stasiun terdekat dari alamat yang diberikan Kurose-san. Kemudian, aku berjalan sendirian di jalanan malam yang tidak kukenal, sambil mengetikkan alamat kakak perempuan mereka ke dalam aplikasi peta.

Karena sudah mendekati jam kereta terakhir, jadi sebagian besar orang-orang yang ada di sekitar sini pasti sedang dalam perjalanan pulang. Aku bahkan berpikir kalau kemungkinan besar malam ini aku takkan bisa pulang...tapi karena aku mengkhawatirkan Luna, aku segera berjalan di sepanjang jalan yang dipandu aplikasi peta.

Setelah melewati pusat kota yang suasananya sudah lebih santai di akhir pekan, aku sampai ke komplek perumahan yang sepi. Di sana, aku menemukan apartemen yang dimaksud.

Dari luar, apartemen itu kelihatan hanya punya lima lantai, dan dilihat dari tampilan dinding luarnya, sepertinya umur bangunannya sudah cukup tua. Tidak ada papan nama kakak perempuan Luna di pintu apartemen lantai 3, tapi aku langsung tahu itu apartemennya, karena terdengar suara seorang wanita yang menangis keras.

Aku memencet bel, tapi tidak ada yang menjawab. Ketika aku memutar kenop, sepertinya pintunya tidak dikunci, jadi meskipun merasa tidak sopan, aku membukanya karena ini keadaan darurat.

“Luna?

Aku memasuki lorong apartemen sembari memanggilnya dengan suara pelan supaya tidak mengejutkannya, tapi Luna justru terkejut melihatku seolah-olah baru saja bertemu dengan hantu.

Ryuuto?! Eh, apa?! Tidak mungkin!

Luna sedang duduk di lantai di dalam ruangan sempit itu. Saat masuk dari pintu depan, aku bisa melihat seluruh ruangannya karena ini adalah apartemen yang kecil.

Di samping Luna, ada seorang wanita yang menelungkupkan tubuhnya di atas meja.

“Ada apa, Ryuuto!? Kenapa kamu bisa tahu alamat apartemen ini?!

Kurose-san yang memberitahuku. Karena aku khawatir denganmu, Luna...

Ryuuto...!

Tatapan Luna tampak berkaca-kaca setelah mendengar penjelasanku.

Terima kasih...

Lalu dia memanggil wanita yang ada di sampingnya.

“Onee-chan, ada Ryuuto datang.

...Ryuuto...?

Iya, pacarku...

...Pacar...

Wanita itu, yang membelakangi kami, bergumam pelan, dan kemudian mulai menangis terisak-isak.

Huaaa, Rai-kun!

“Wawawah, ma-maaf!

Luna terlihat panik dan mulai menepuk-nepuk punggung kakaknya dengan lembut. Dia menatapku dengan senyum yang terlihat kebingungan.

M-Maaf aku sudah mengganggumu..... Senang bertemu denganmu, namaku Kashima Ryuto. Aku minta maaf karena tiba-tiba datang... meski tidak banyak, aku membeli makanan seadanya di minimarket...

Aku meletakkan kantong plastik berisi onigiri dan botol minuman yang kubeli di depan stasiun di atas meja.

Ah, terima kasih, Ryuuto! Aku sedari tadi ingin makanan, jadi aku senang sekali kamu membelinya!

Melihat itu, pandangan mata Luna terlihat bersinar.

“Ayo, Onee-chan, ada onigiri. Ayo kiya makan bareng-bareng, kamu belum makan apa-apa sejak tadi pagi, ‘kan?

Huaaa!

Kakak perempuan Luna terus menelungkup di atas meja sambil menangis. Dia meraih ke dalam kantung plastik, mengambil satu onigiri, merobek bungkusnya tanpa melihat, lalu melilitkan nori di sekitarnya dan membawanya ke mulut yang tersembunyi.

...Ka-Kamu terampil juga, Onee-chan...

Luna bergumam dengan nada terkagum-kagum tapi sedikit putus asa. Setidaknya dia masih punya semangat untuk hidup.

Dari lima onigiri yang kubeli, kakak perempuannya memakan dua, Luna dua, dan aku hanya memakan satu. Semuanya habis dengan cepat. Syukurlah aku sempat memakan mie soba di stasiun sebelum naik kereta.

...Apa kamu sudah sedikit lebih tenang? Perut yang lapar memang tidak baik.”

Luna berkata demikian kepada kakaknya yang sedang meminum teh dari botol, seolah-olah dia sedang menenangkan anak kecil.

Kakak perempuannya hanya memabalas dengan mengangguk kecil.

Terima kasih, Ryuuto-kun...

Begitu aku melihat wajahnya, aku bisa melihat betapa cantiknya kakak perempuan Luna, meskipun wajahnya tanpa riasan dan sembab karena air mata.

Kakak perempuan Luna. Namanya Shirakawa Kitty. Nama tersebut berasal dari karakter kesukaan ibu Luna saat dia hamil dulu. Dari foto yang sering ditunjukkan Luna, aku sudah punya gambaran tentang penampilannya. Tapi setelah melihatnya secara langsung, dia bahkan lebih...mencolok dari yang kubayangkan.

Aku takkan mengatakan apa itu, tapi dua tonjolan yang mengintip di balik ritsleting jaket kasualnya itu menuntut perhatianku. Rambutnya yang panjang hingga bahu itu juga tampak modis dengan warna terangnya, menunjukkan penampilannya sebagai seorang penata rambut. Kontur wajahnya memang sedikit mirip Luna dan Kurose-san, tapi secara keseluruhan kesan gyaru”-nya jauh lebih kuat, jadi dia cenderung mirip seperti Luna. Tidak, meski begitu, dadanya sangat besar. Ah, aku mengatakannya.

Aku buru-buru mengalihkan pandanganku dan melihat sekitar ruangan yang sebenarnya tidak luas, tapi tidak terlihat penuh sesak dengan barang-barang.

...Kemarin malam, saat aku pulang kerja, sebagian barang-barang Rai-kun sudah hampir tidak ada lagi... Dan dia memblokir kontak LINE-ku...

Mungkin karena dia menyadari pandanganku, kakak perempuan Luna mulai bercerita dengan mata berkaca-kaca. Luna juga menambahkan beberapa detail untuk melengkapi informasi yang ada.

 

Pacar kakak perempuan Luna, yang dipanggil Rai-kun”, tiba-tiba saja pergi meninggalkan rumah tanpa adanya peringatan apapun. Keesokan harinya, yaitu hari ini, Onee-san telah berjanji untuk bertemu Luna di luar, tetapi dia mendadak membatalkannya, dan ketika Luna mendengar apa yang telah terjadi dan mengunjungi rumah ini, kakaknya malah menangis dan mengamuk. Luna yang mendapat hari libur hari ini, mengkhawatirkan kakaknya dan terus menemaninya sepanjang hari.

Pacar si Onee-san, Rai-kun, adalah seorang pria yang lumayan nyentrik juga.

Ia berusia 23 tahun dan empat tahun lebih muda dari Onee-san. Pekerjaannya: Mengaku-ngaku sebagai penyanyi-penulis lagu.

Dengan kata lain, ia pengangguran.

Sepertinya ia sesekali bernyanyi lagu ciptaannya sendiri di pinggir jalan di jalanan depan stasiun. Penghasilan dari sumbangan orang lewat memang hampir nol, jadi hampir semua biaya kehidupannya ditanggung oleh Onee-san.

“Ia tidak bisa melanjutkan pekerjaan paruh waktunya... ia pernah mencoba bekerja menjadi resepsionis panti pijat, penjaga di klub malam, atau bahkan jadi pelayan di host club, tapi ia selalu berhenti dalam beberapa minggu.

...Ke-Kenapa ia malah melakukan pekerjaan yang agak aneh begitu dan tidak mencari pekerjaan yang lebih umum? Misalnya saja di restoran keluarga atau semacamnya ?

“Karena jam tidurnya terbalik, jadi ia cuma sanggup kerja malamnya saja.

...Kurasa mestinya ia tinggal mengatur ulang pola hidupnya saja...

Katanya menulis lagu dan komposisi itu harus dilakukan malam hari supaya lebih lancar.

...

 

Aku cuma bisa menggerutu dalam hati. Bau-baunya mirip seperti orang menyedihkan.

“Onee-chan tuh ibarat 'sofa perusak hidup' lho.”

Pada saat itu, Luna tiba-tiba berkata demikian.

“Karena terlalu nyaman duduk di situ, sampai lalai melakukan hal-hal yang harus dilakukan... Semua pacar Onee-chan berubah menjadi begitu. Termasuk sisi finansialnya, karena Onee-chan terlalu memanjakan dan menanggung hidup mereka, jadi mereka tidak mau berusaha apa-apa.

Luna yang biasanya tidak pernah kritis terhadap orang lain, tapi kalau soal keluarganya, kadang-kadang dia bisa mengatakan hal-hal yang pedas.

Tapi, aku ingin Rai-kun bisa mewujudkan impiannya, jadi aku harus tetap mendukungnya, walaupun ia tidak bisa bekerja.

Melihat kakaknya membantah dengan argumen yang mirip seperti memperdebatkan mana yang lebih duluan telur dan ayam, Luna hanya bisa menghela napas pelan.

...Onee-chan memang selalu baik hati dari dulu. Baik kepadaku dan Maria juga, sejak TK Onee-chan selalu memandikan, mengeringkan, dan mengoles pelembab badan setiap kami selesai mandi. Kamu bahkan membersihkan telinga dan menyikat gigi kami juga...

“Kira-kira, apa Rai-kun tidak suka diperlakukan seperti anak kecil seperti itu…?”

Eh, apa kamu juga melakukan itu dengan pacarmu?!

Aku bertanya kaget, dan Onee-san membalas pertanyaanku dengan mengangguk.

Habisnya, bukannya kamu ingin melakukan segalanya demi orang yang kamu cintai?”

....

Sementara aku merasa keheranan bagaimana bisa pacarnya masih merasa tidak puas diperlakukan seperti bangsawan oleh seorang wanita cantik yang seksi dan tobrut begini, tapi kurasa aku bisa sedikit mengerti akar permasalahannya.

Huaaa, Rai-kun!

Tiba-tiba Onee-san mulai menangis lagi ketika kembali mengingat pacarnya, dan Luna kembali menepuk-nepuk punggungnya.

Sudah, sekarang istirahatlah dulu. Dari kemarin kamu belum tidur ‘kan, Onee-chan? Itu sama sekali tidak baik untuk kesehatan, jadi sebaiknya berbaring sebentar.

Huaaannn...!”

Sambil terisak, kakak perempuannya perlahan-lahan naik ke tempat tidur sempit di pojok ruangan atas desakan Luna.

Tidak peduli bagaimana aku melihatnya, ranjangnya jelas-jelas ukuran single, jadi aku bertanya-tanya di mana pacarnya itu tidur.

Lalu Onee-san tiba-tiba mengeluh sambil terisak,

Tempat tidurnya terlalu besar untuk satu orang~!

Seriusan....? Jadi mereka memang tidur berdua di sini...?

Meskipun dia bilang begitu, tapi ruangan ini jelas-jelas hanya sesuai untuk satu orang, bukan ruangan apartemen yang layak untuk ditinggali dua orang dewasa. Aku menduga kalau Onee-san pasti membayar biaya sewanya sendiri, jadi dia tidak bisa menjalani kehidupan mewah.

Iya deh, iya deh, aku akan tidur bersamamu, Onee-chan.

Luna berkata begitu sambil berbaring di ranjang. Dia mendorong kakak perempuannya ke sisi ranjang yang menempel dinding, menjaga agar tidak jatuh dari tempat tidur yang sempit itu, sambil setengah duduk dan mengelus punggung kakaknya dengan lembut.

Uuu...

Onee-san masih terisak-isak untuk beberapa saat, tapi akhirnya air matanya berhenti mengalir dan napasnya terdengar mulai teratur.

...Sepertinya dia sudah tidur. Dia pasti kelelahan,

Ucap Luna sambil menatap ke arahku, ekspresi wajahnya dipenuhi belas kasih seperti seorang ibu yang menidurkan anaknya.

Terima kasih banyak ya, Ryuuto. Maaf... sepertinya aku akan menginap di sini malam ini, tapi kalau kamu bagaimana?

Hmm... kalau tidak menganggu, aku juga akan ikut menemanimu di sini.

Toh aku sudah sampai sejauh ini, dan keadaan kakak perempuannya masih belum aman.

Kalau begitu, ayo kita istirahat juga. Kamu tidak membawa perlengkapan menginap, ‘kan?

Ah iya... Tidak apa-apa kok kalau hanya satu malam begini.

Begitu ya, aku menyadari kalau ternyata kita akan menginap di sini...karena dia harus mengawasi kakaknya, jadi kurasa mau bagaimana lagi.

Aku beli banyak sikat gigi waktu datang ke sini untuk berjaga-jaga. Karena kupikir itu akan dipakai Maria juga. Kamu bebas mau memilih yang mana.”

Terima kasih.

Aku menyikat gigiku dengan sikat gigi baru yang kuterima dari Luna dan menuju ke kamar mandi.

Ada gelas plastik dengan dua sikat gigi berdiri di atas wastafel kecil. Sikat gigi hitam dan sikat gigi putih.

Pasti milik Onee-san dan pacarnya, pikirku. Sudah kuduga, sepertinya pacarnya tidak membawa sikat gigi yang sudah terpakai.

...Maaf, aku harus pakai gelas yang mana untuk berkumur ya?

Ketika kembali ke ruangan, aku bertanya kepada Luna yang juga sedang menggosok giginya.

Hmm, boleh pakai gelas biasa saja. Kalau tidak salah di sekitar sini...

Dia membuka lemari dapur di atas dan menunjukkan beberapa mug yang serasi, tersusun rapi berpasangan.

...

Melihat tanda-tanda kehidupan Bersama Onee-san dan pacarnya di seluruh apartemen ini membuatku jadi gugup dan tidak nyaman.

Tinggal Bersama, ya...

Kalau aku menikah dengan Luna nanti, apa kami akan memulai hidup bersama juga? Apa kami akan melakukan hal-hal seperti menyiapkan sikat gigi berdua atau membeli mug yang serasi...?

Ah, aku jadi malu membayangkannya. Karena contohnya tepat berada di hadapanku, aku jadi bisa membayangkannya terlalu jelas.

Fuuho, mhaafuu!

Saat aku melamun di depan wastafel, Luna memanggilku dari belakang sambil membawa mug yang berbeda warna. Sepertinya dia berkata Maaf, Ryuto tadi.

Aku membiarkan dia menggunakan wastafel, lalu Luna membilas mulutnya dengan berkumur dan memuntahkannya ke wastafel.

Ketika melihat air berkumur yang sudah keruh oleh pasta gigi itu mengalir, membuat suasana kehidupan sehari-hari yang tak bisa ditemukan di hotel terasa begitu nyata sehingga membuat hatiku berdebar-debar.

Jika kami tinggal bersama, jika kami menikah... Apa kami juga akan menjalani kehidupan sehari-hari seperti ini? Saat aku berpikir demikian...

“Uwaaahn, Rai-kun!”

Pada saat itu, tiba-tiba aku mendengar suara Onee-san.

Ketika aku memeriksanya, dia tergesa-gesa bangun dari tempat tidur dan berusaha berdiri dengan goyah.

“Aku sudah tidak sanggup, apa yang harus kulakukan~?”

Sepertinya dia masih setengah sadar, karena dia berjalan sempoyongan seperti zombie dengan mata terpejam.

“Onee-chan...?! Ka-Kanu baik-baik saja?!

Sementara aku dan Luna memperhatikannya, Onee-san berjalan ke dapur dan membuka pintu kulkas.

Dia mengambil sebuah kaleng panjang berwarna perak dan biru. Ada tulisan STRONG di sisinya. Sepertinya itu minuman keras kalengan.

Dengan mata terpejam, dia membuka kaleng itu dan menenggak isinya dalam sekali teguk.

Fuah...

Setelah menghabiskan satu kaleng penuh dalam sekali teguk, dia melemparkan kaleng tersebut ke wastafel. Aku bisa mengetahui bahwa kaleng itu sudah kosong dari suara ringan yang ditimbulkannya.

...

Sementara aku dan Luna dibuat tercengang saat melihatnya, Onee-san lalu kembali berjalan gontai ke ranjang dan berbaring. Dan kemudian, dia kembali tidur.

“.....

...Mi-Minuman beralkohol itu punya kadar yang tinggi, ‘kan? Dia baik-baik saja?

Aku bertanya dengan ragu kepada Luna yang masih terlihat tercengang.

Luna lalu menjawab sambil tersenyum kering.

Entahlah... Tapi tadi siang juga dia minum banyak, jadi kayaknya dia kuat minum.”

Begitu ya...

Karena dia mungkin masih di bawah umur ketika dia berada di rumah bersama orang tuanya, jadi Luna mungkin tidak tahu banyak tentang kebiasaan minum kakaknya.

...Hei, Ryuuto.”

Setelah memastikan kalau kakaknya benar-benar tertidur, Luna yang selesai menggosok gigi itu mulai berkata.

“Aku merasa kesepian beberapa saat yang lalu.... jadi saat kamu datang, aku merasa sangat terbantu.... terima kasih.”

Luna yang berdiri di depanku tersenyum kecil ke arahku yang berdiri di antara kamar mandi dan dapur.

...Kamu pasti kesulitan saat menanganinya sendirian ‘kan, Luna.

Iya... Tapi, dia adalah Onee-chan yang sangat berharga bagiku.

Sambil memperhatikan senyum Luna yang berkata demikian, aku jadi teringat saat kami berbelanja di pusat perbelanjaan dan merawat adik kembarnya.

──Bagiku, Onee-chan sudah seperti setengah ibu. Lagipula, anak kembar biasanya membutuhkan lebih banyak perhatian daripada saudara yang lahir satu per satu. Jadi Onee-chan yang selalu menutupi apa yang tidak bisa dilakukan ibu, aku benar-benar sangat bersyukur padanya sampai sekarang.

Saat aku berpikir betapa berharganya kakak perempuannya bagi Luna, tiba-tiba dia menatapku.

Aku pernah bercerita tentang 'Chii-chan' padamu, kan?

Ah iya, yang boneka kucing itu, kan?

Setelah mendengar nama itu, aku mengingat boneka kucing kesayangan Luna sejak dia masih kecil. Aku mendengarnya dan melihatnya saat aku masih di SMA, jadi apakah aku mendengarnya dari Luna atau dari Kurose-san...Aku tidak yakin.

Iya. Dulu Maria pernah diberi boneka oleh bibi, tapi dia tidak terlalu menyukainya, jadi aku yang memintanya. Tapi kemudian Maria memintaku mengembalikannya, dan kami jadi bertengkar.

Iya

Kalau dipikir-pikir, begitulah ceritanya.

...Sebenarnya, pada waktu itu, aku berniat mengembalikan Chi-chan kepada Maria.”

Luna tiba-tiba berkata seperti itu.

“Karena pada awalnya boneka itu memang untuk Maria. Jadi aku berpikir, mungkin lebih baik dikembalikan saja. Tapi aku sudah terlanjur sayang dan suka menghias Chii-chan, jadi dalam hati aku tidak mau. Lalu Onee-chan melihatku menangis dan bilang, 'Kalau kamu memang tidak mau, ya tidak usah dikembalikan.'

Luna menyipitnya matanya seolah-olah dia sedang mengingat hari-hari itu.

“Setelah itu aku bisa bilang kepada Maria, 'Aku tidak mau mengembalikannya'.

Luna tersenyum kecil ketika mengatakan itu.

“Onee-chan juga berbicara dengan Maria dan berkata ‘'Kamu tidak benar-benar menginginkan boneka itu, kan? Kamu menginginkannya karena Luna menyukainya’. ...... Dan kami pun akhirnya bisa berdamai.”

Begitu rupanya.

Aku bisa sedikit membayangkan betapa besar peran Onee-san dalam kehidupan Luna dan Kurose-san sejak mereka masih kecil.

“Onee-chan mengajariku sesuatu yang sangat penting - betapa pentingnya menyampaikan perasaan kita pada orang lain. Meskipun terkadang bisa menyakiti pasangan, tapi kalau tidak diungkapkan, kita sendiri yang akan terus terluka.

Perkataan Luna membuatku terdiam dan berpikir keras.

Itu ada benarnya juga... Tapi bukannya ada pilihan untuk tetap diam, karena mengalah bisa menyelesaikan masalah dengan lebih mudah?

Tapi, kami tidak bisa berbuat apa-apa tentang kesepian yang dirasakan Onee-chan. ...Kurasa dia terus memaksakan diri. Dia sudah merawat kami sejak SD. Dan berbeda dengan kami, dia harus menerima berita perceraian Ayah dan Ibu dengan penuh pengertian.

Luna melanjutkan sembari menunduk sedih.

“Onee-chan meninggalkan rumah Shirakawa tepat setelah lulus SMA. Dan kami baru mengetahuinya kemudian hari.

Saat aku mendengarkan dengan seksama, Luna kembali bercerita.

“Pada awalnya, aku berpikir bahwa Onee-chan akhirnya menemukan tempat di mana dia bisa 'menjadi anak kecil'. Padahal di rumah Shirakawa, dia harus menggantikan ibu. ...Tapi ternyata, bahkan dengan pacarnya, kakak tetap berperan sebagai ibu.

Begitu ya...

Setelah akhirnya memahami maksudnya, Luna tiba-tiba tersenyum cerah kepadaku.

Aku dan Maria sering membicarakannya. 'Sekarang gilirannya kita yang memanjakan Onee-chan.' Jadi, ini bukan masalah besar, kok.

“Luna...

Aku jadi teringat ekspresi penuh kasih Luna saat dia menjaga kakaknya di ranjang tadi, rupanya itu dilatarbelakangi rasa terima kasih dan sayang yang mendalam kepada kakak yang telah memaksa dirinya menjadi dewasa sejak kecil karena perceraian orang tuanya.

Setelah mendengar curahan hati Luna tentang kakak perempuannya, aku semakin merasa kagum dan hormat pada sosok kakaknya.

...Kamu memang hebat, Luna. Kalau ada yang bisa kulakukan, coba katakan apa saja padaku.

Setelah mendengar tanggapanku, Luna tersenyum sedikit canggung.

...Benarkah?

Iya.

...Aku benar-benar bersyukur kamu datang dan akan menemaniku malam ini. Jadi, aku merasa tidak enakkan untuk meminta lebih, tapi...kalau kamu bilang begitu...boleh aku meminta satu hal padamu?”

“Ya, tentu?”

Saat aku penasaran apa yang dia minta, Luna membuka mulutnya dengan ekspresi menyesal di wajahnya.

Ryuto, apa besok kamu ada rencara?

Tidak, tidak ada.

...Besok aku harus bekerja seharian. Maria juga rencananya baru bisa datang sore nanti. Jadi, bisakah kamu menjaga Onee-chan sampai Maria datang?

Hah?! Aku sendiri...?!

Ketika aku bertanya balik dengan terkejut, raut wajah Luna tampak semakin merasa bersalah.

Kalau tidak bisa, tidak apa-apa... Aku khawatir jika ada terjadi sesuatu, soalnya Onee-chan masih seperti itu.

Memang, cerita tentang kakaknya yang nyaris melompat dari balkon itu terdengar serius. Karena apartemennya berada di lantai tiga, jadi aksinya itu lumayan membahayakan sehingga wajar saja dia merasa khawatir.

Luna bekerja di bidang fashion, terutama di malam hari dan akhir pekan, sambil bersekolah di sekolah kejuruan. Meskipun aku merasa canggung dan tidak nyaman jika harus berduaan dengan kakaknya, tapi bila itu bisa membuat Luna fokus pada pekerjaannya, aku tidak keberatan sama sekali.

Baiklah, aku mau.

Terima kasih... Maaf sudah merepotkanmu di hari Minggu begini.

Luna mengernyit sambil meminta maaf.

Tidak apa-apa. Karena aku sendiri yang bilang 'katakan apa saja padaku'

Terima kasih...

Kalau gitu, ayo kita tidur sekarang? Karena sudah malam gini.

Jam analog yang berada di dekat TV sudah hampir menunjukkan pukul 12 malam.

Aku mengusulkan itu karena mengkhawatirkan Luna yang pasti merasa kelelahan setelah menemani keluhan kakak seharian, dan besok pagi-pagi dia harus bekerja juga. Luna pun menyetujuinya.

Kami berdua membentangkan handu di bawah ranjang kakak untuk dijadikan alas, lalu berbaring bersebelahan. Ruangan ini memang sempit, jadi aku langsung berbatasan dengan meja TV.

Kami menyelimuti diri dengan satu selimut besar ketimbang menggunakan futon.

Luna mematikan lampu dengan remote.

...Rasanya sungguh aneh.

Memang ada kakak perempuan Luna di sini, tapi dia sudah tertidur. Jadi meski hanya ada kami berdua, mana mungkin kami bisa berbuat macam-macam.

Saat aku memejamkan mata, memikirkan hal-hal seperti itu dengan was-was...

...Boleh kita pegangan tangan?

Aku mendengar suara Luna di sampingku. Ketika aku membuka mata, aku melihat kalau Luna memalingkan wajahnya ke arahku.

...Boleh.

Saat aku mengulurkan tanganku, tangan Luna perlahan-lahan tapi pasti melingkari tanganku. Aku tidak tahu sudah berapa kali kami berpegangan tangan seperti ini.

Aku bertanya-tanya sudah berapa lama aku menahan hasrat untuk menemukan kehangatan dirinya yang tersimpan di balik semua ini.

Sambil berpikir begitu, aku teringat malam di penginapan di Enoshima.

... Ryuuto, apa kamu ingat malam kita di penginapan Enoshima?"

Luna berkata padaku, membuatku terkejut.

... Aku baru saja memikirkannya juga.

Luna tersenyum padaku, lalu membuka mulutnya perlahan.

Ryuuto. Soal yang di Okinawa... Aku benar-benar minta maaf.

Eh?

Aku sangat terkejut dengan berita kehamilan Akari... Aku jadi banyak berpikir, dan saat itu aku tidak bisa memikirkan hal lain selain itu.

Luna mengarahkan wajahnya ke langit-langit, menyusun kata-katanya secara perlahan.

Ryuuto 'kan laki-laki, jadi kamu pasti ingin melakukan hal-hal erotis... Itulah yang aku pikirkan setelah sampai di rumah.

... Yah, itu sudah tidak penting lagi. Menurutku yang terpenting adalah perasaanmu sendiri, Luna.

Aku ingin segera mengakhiri percakapan ini sebelum kakaknya terbangun dan merasa malu.

Luna mengalihkan wajahnya ke arahk dan mengerutkan alisnya.

"Dasar. ... Ryuuto, kamu terlalu baik padaku. Bahkan hari ini... Aku sama sekali tidak menyangka kamu akan datang.

Lalu, dengan ekspresi yang sedikit berpikir, dia membuka mulutnya.

Ryuuto, aku...

Hmm?

Aku ingin Ryuuto juga memprioritaskan perasaan Ryuuto sendiri, sama seperti perasaanku.

Di kegelapan itu, ekspresinya yang tulus itu tiba-tiba membuatku tersentuh.

“Aku benar-benar berpikir begitu, kok? Karena aku... Benar-benar mencintaimu, Ryuuto.

Hatiku menegang karena kegembiraan ketika aku mendengar kata-kata yang dibisikkan dengan cara malu-malu.

Ya... Terima kasih.

Genggaman tangan kami yang terikat terasa hangat.

Tapi karena tangan ini begitu berharga, aku tidak bisa menyampaikan perasaan terdalamku padanya.

Bahkan jika aku bisa menyampaikannya, tempat seperti ini, di mana orang lain bisa mendengar, bukanlah tempat yang tepat.

Meskipun itu menyakitkan bagiku, aku pikir itulah hal terbaik yang bisa aku pilih.

 

◇◇◇◇

 

Kalau begitu, aku pergi dulu ya, Onee-chan. Aku akan pergi bekerja dulu. Meski ada Ryuuto, tolong jangan sampai merepotkannya, ya? Sore nanti Maria akan datang.

Hmm...

Ketika pagi tiba dan tiba waktunya Luna untuk pergi bekerja, kakak perempuannya masih tidak bangun dari tempat tidurnya setelah menutupi dirinya dengan futon.

Setelah selesai bersiap-siap, Luna memanggil Kakaknya, lalu berkata padaku, Kalau begitu, aku pergi dulu, sambil berjalan menuju pintu depan.

Aku juga pergi ke pintu depan untuk mengantarnya.

Luna memperlihatkan punggungnya, perlahan mengangkat tumit satu per satu dengan terampil menjaga keseimbangan saat mengenakan sepatu hak tinggi.

Di baliknya, terlihat ruang depan yang sangat penuh kehidupan, dengan payung plastik tersangkut di pegangan pintu dan sepatu wanita berjajar rapat. Itu membuatku tanpa sadar membayangkan kehidupan sehari-hari bersama Luna di masa depan, membuatku sangat berdebar-debar.

Kalau begitu, aku pergi berangkat dulu.

“Iya, hati-hati di jalan.

Kami saling mengucapkan kata-kata itu, tapi entah kenapa terasa canggung. Pada saat yang sama, Luna juga tersenyum malu-malu.

... Rasanya seperti kita sedang tinggal bersama, ya.

... Iya.

Aku merasa sangat malu sampai-sampai mengalihkan pandangan darinya dan tertawa.

Karena itulah, saat dan Luna berkata Hmm”, aku kembali menatapnya dan jantungku berdebar kencang.

...!

Luna memejamkan matanya dan langsung menghadapkan wajahnya ke arahku.

Bibirnya sedikit condong ke depan, seolah mengarahkannya padaku.

In-Ini... Jangan-jangan... Sebuah ciuman selamat jalan?!

Aku refleks menoleh ke belakang, dan kakaknya masih terbenam dalam selimut di atas ranjang.

Kalau begitu... Aku mendekatkan wajahku ke Luna.

Meski kami sedang berada di rumah kakak Luna, cium perpisahan di sini terasa begitu mendebarkan dan terlarang, tapi aku perlahan menyentuhkan bibirku ke bibirnya.

Saat itu, Luna langsung melumat bibirku dan terdengar suara kecupan saat kami berciuman.

...!

Aku kembali menoleh ke belakang. Aku merasa lega karena kakaknya masih dalam posisi yang sama seperti sebelumnya.

... Hehe.

Luna tersenyum malu-malu saat tatapan kami bertemu.

Aku berangkat ya

Sambil berbisik manis, Luna membuka pintu. Wangi manisnya masih tertinggal dan menggelitik indera penciumanku.

Hati-hati di jalan...

Sampai nanti, Ryuuto!

Senyum ceria Luna yang melambai-lambaikan tangannya perlahan terpotong dan tersingkir di balik pintu yang tertutup.

Setelah itu, aku masih terpaku menatap pintu logam itu, terperangkap dalam sisa kehangatan bibirnya.

 

◇◇◇◇

 

Selama beberapa jam berikutnya, kakak perempuan Luna masih tertidur seperti orang mati di tempat tidurnya.

Meski dia adalah kakak Luna, melihat wanita dewasa tertidur di dekatku membuatku gelisah, jadi aku duduk di posisi yang tidak terlalu bisa melihat ranjang, dan membaca komik di ponsel.

...Ugh...

Aku mendengar suara lemah seperti erangan, membuatku melihat ke arah ranjang.

Ada tangan yang menyembul keluar dari selimut, bergerak seolah meminta sesuatu.

...ir...

Eh?

Air...

Ah, air rupanya.

...Ini, silakan.

Aku mengambil botol air mineral yang kubeli kemarin yang berdiri di meja, mencoba memberikannya ke tangan yang terjulur dari ranjang.

Tapi saat itu...

...Rai-kun?!"

Bukannya memegang botol, tangan Onee-san malah mencengkeram tanganku.

Rai-kuuun!

Tiba-tiba, selimutnya tersingkap dan Onee-san bangkit dari tempat tidurnya.

Kenapa kamu tiba-tiba pergi, Rai-kun?! Aku kesepian tahu!

Saat aku jatuh terduduk, Onee-san malah melompat dan memelukku erat-erat, dia kemudian menempelkan wajahnya ke dadaku.

Jangan pergi lagi, tolong jangan pernah lagi!

“Tidak, eh, Onee-san!? Aku bukan 'Rai-kun'!

Saat aku panik karena merasakan adanya sensasi lembut di area rusukku, gerakan si Onee-san langsung terhenti.

...Eh?

Kekuatan pelukannya mulai mengendur, dan dia mendongakkan kepalanya untuk menatapku.

“Aku Ryuuto... Pacarnya Luna...

Onee-san menatapku saat aku tersenyum canggung dari jarak dekat.

Saat aku melihatnya dari sudut ini, menurutku dia lebih mirip dengan Luna.

Ah... Haha. Maaf. Benar juga.”

Si Onee-san akhirnya tersadar dan dia tersenyum sedih dengan ekspresi tidak enak.

...Ketika aku mendengar suara pria, kupikir Rai-kun sudah kembali.

Setelah lengan montok dan sensasi lembut itu menghilang, aku akhirnya merasa nyaman.

Berbeda dengan Luna yang bertubuh ramping bagaikan model, kakak perempuannya memiliki bentuk tubuh yang lebih sensual dan montok. Aku jadi bertanya-tanya, pacar macam apa yang bisa meninggalkan kekasih semanis dan sebaik dirinya.

...Terima kasih untuk airnya.

Onee-san mengambil botol yang kulempar ke lantai tadi, dan menempelkan mulutnya ke botol itu. Suasananya di antara kami masih canggung, jadi kupikir dia hanya meminum sekali atau dua kali tegukan, tapi ternyata dia malah menghabiskan semuanya, sehingga aku berpikir kalau dia sungguh orang yang menarik.

...Kalau boleh tahu, di mana kamu bertemu dengan pacarmu?”

Karena suasananya akan terasa canggung jika kami diam-diaman terus, jadi aku bertanya tentang hal tersebut, dan Onee-san tersenyum dengan ekspresi sedih.

Dia pelanggan di salon kami. Awalnya dia datang tanpa reservasi, kebetulan aku yang menanganinya. Setelah itu, dia mulai datang dengan reservasi khusus untukku.

Aku jadi keheranan, sebagai seseorang yang langganan potong rambut seharga 1000 yen, kenapa ia pergi ke salon kecantikan meski ia pengangguran? Tapi Onee-san seolah-olah menyadari pikiranku dan melanjutkan.

“Ia seorang musisi jalanan, jadi ia ingin selalu tampil rapi. 'Makan malamku cuma kacang panjang setiap hari,' katanya sambil tertawa, dan entah kenapa aku jadi terpesona... Waktu itu aku baru saja putus dengan pacarku yang sebelumnya, jadi tanpa sadar aku langsung mengajaknya, 'Mau pergi ke tempatku?'

...

Memangnya boleh begitu saja mendapatkan pacar seperti sedang memungut kucing liar? Tapi kalau ada seorang wanita cantik dan berdada besar yang mengajakmu ke tempatnya, mau tak mau aku bisa memahami perasaan pria itu.

... Aku selalu ditinggalkan.

Tiba-tiba Onee-san berkata seperti bergumam pada dirinya sendiri. Matanya yang menunduk tampak bergetar seperti akan menangis.

“Aku tidak peduli kalau pacarku orang yang buruk sekalipun, atau tidak bisa apa-apa, aku akan melakukan segalanya untuknya... Aku hanya ingin ada yang menemaniku. Tapi rupanya bahkan keinginan sederhana itu pun tidak bisa terpenuhi, sehingga banyak yang muak padaku...

....”

Aku hanya diam menyaksikan Onee-san yang matanya mulai basah.

... Aku sungguh orang yang gampang kesepian. Aku selalu mencari orang yang bisa menjadi keluargaku.

“....”

Saat aku membayangkan situasi keluarga Shirakawa, si Onee-san tiba-tiba menatap ke arahku dan tersenyum saat aku tidak bisa berkata apa-apa.

... Aku merasa kalau Luna juga pernah memilikir percintaan seperti itu, tapi dia sepertinya sudah berubah. ... kurasa itu semua berkat dirimu ya, Ryuuto-kun.

Tidak, aku tidak melakukan apa-apa...

Aku menundukkan wajahku dengan malu.

Luna... Luna-san adalah wanita yang luar biasa. Aku merasa kalau aku tidak pantas untuknya...

Benarkah?

Saat aku mendongak, si Onee-san tersenyum ke arahku dengan ekspresi sedikit getir.

“Ryuuto-kun, kamu tuh mahasiswa dari Universitas Houou, ‘kan? Justru akulah yang merasa kalau adikku, Luna, kurang pantas untukmu.

... Aku ingin bersama Luna-san. Aku tidak menginginkan wanita lain selain Luna-san.

Ketika melihat ekspresiku, Onee-san menatapku dengan senyum gemas.

Luna memang beruntung ya...

Lalu wajahnya berubah menjadi sedih dan dia menunduk.

Dulu aku juga berpikir, 'Aku hanya menginginkan Rai-kun.'....aku masih berpikir seperti itu.”

Saat dia mengatakan itu, dia tersenyum miris seolah sedang mengejek dirinya sendiri.

Tapi sekarang, Rai-kun sudah tidak menginginkanku lagi...

“.....”

Mengenai hubungan Onee-san dengan pacarnya, sebagai pemuda yang masih kurang pengalaman dalam percintaan, aku tidak tahu harus mengatakan apa.

Sepertinya aku menyampaikan kebingunganku, karena Onee-san tiba-tiba mendongak dan tersenyum kecil padaku, seolah berusaha memperbaiki suasana.

Ryuuto-kun, tolong jaga Luna dengan baik. Kurasa Luna juga hanya ingin bersamamu.

Karena terlalu terkejut, satu-satunya reaksi yang bisa kulakukan hanyalah menganggukkan kepalaku.

Onee-san menatapku dengan pandangan penuh kasih saying saat melihat reaksiku yang begitu.

Aku ingin kamu memberinya kebahagiaan yang tidak bisa kami berikan sebagai keluarganya.

... Iya, baik. Aku akan mengusahakannya.

Melihatku mengangguk dalam-dalam dengan penuh keyakinan, Onee-san malah tersenyum geli.

Kamu tidak perlu berusaha sekeras itu juga.

Eh?

Kalau kamu terlalu keras berusaha, kamu akan berakhir sepertiku.

...

Mengalihkan pandangan dariku yang kehilangan kata-kata, dia berbicara dengan pelan.

“Aku mempercayai bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus diusahakan oleh salah satu pihak saja... Tapi sesuatu yang akan muncul ketika kalian berdua saling berjalan bersama.

Aku mendengar suara pintu dibanting dari balik dinding. Di tengah keheningan di mana aku bisa mendengar suara kehidupan tetangganya, aku terdiam seraya merenungkan kata-kata Onee-san di dalam hatiku.

 

◇◇◇◇

 

Menjelang sore, pintu depan tiba-tiba terbuka dan Kurose-san masuk. Kalau dipikir-pikir, aku ingat Luna belum mengunci pintu sejak dia berangkat kerja.

Oh, Kashima-kun benar-benar ada di sini.

Ketika melihat keberadaanku, Kurose-san sedikit terkejut dengan matanya yang terbuka lebar. Beberapa saat kemudian, senyum terukir di wajahnya.

“...Rasanya aneh ya, bertemu di tempat seperti ini.

I-Iya...

Aku merasa tergagap karena canggung, malu, dan perasaan lain yang tidak dapat kupahami, seolah-olah aku sudah menjadi kerabat Kurose-san.

... Tadi Onee-san tidur setelah menghabiskan dua kaleng alkohol kuat sekitar satu jam yang lalu.

Pada awalnya, Onee-san berbicara dengan tenang, tapi tiba-tiba dia mulai menangis histeris sembari memanggil Rai-kuun!, lalu minum sambil menangis sampai akhirnya tak sadarkan diri di ranjang. Aku tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat semua tingkah lakunya.

Begitu ya...

Kurose-san mengernyitkan alis dengan tampak tak berdaya, menatap kakaknya yang terbaring di tempat tidur.

“Ya ampun, dasar Onee-chan...

Meski begitu, ada kasih sayang yang terpancar dari ekspresinya.

—— Aku dan Maria sering membicarakannya. 'Sekarang gilirannya kita yang memanjakan Onee-chan.'

Aku jadi mengingat perkataan Luna dan kurasa Kurose-san juga mempunyai perasaan yang sama, meski bersikap agak dingin soal urusan keluarganya.

“Aku benar-benar minta maaf karena sudah merepotkanmu, Kashima-kun. Karena jaraknya lumayan jauh, jadi hati-hati di jalan pulang, ya.

Iya, terima kasih.

“....Ah, benar juga.”

Saat aku bersiap untuk pulang dan menuju pintu depan, Kurose-san memanggilku.

Oh iya, jadi bagaimana soal rencana pesta makan malamnya?

Ah iya! Aku sudah memberitahunya kepada Kujibayashi-kun, dan dia bilang, Kapan saja boleh, kurasa dia merasa senang dengan hal itu.

Hmm, begitu. Kalau begitu, ayo lakukan sebelum salah satu dari kita berubah pikiran. Aku juga bisa kapan saja. Mungkin aku agak sibuk untuk sementara ini karena soal Onee-chan.

Baiklah.

Nanti kita atur lewat LINE atau bisa dibicarakan lagi di kantor.

Oke.

Kami saling melambaikan tangan dengan pelan, lalu aku meninggalkan rumah Kakak perempuan Luna dan Kurose-san.

Langit bulan September sebelum jam 5 sore masih terang, tapi suasana sore hari sudah terasa di jalanan. Hari Mingguku sudah berakhir.

Rasanya sangat aneh sekali aku terkurung di dalam ruangan sempit bersama orang lain, tidak keluar sama sekali selama setengah hari lebih.

Sambil berjalan menuju stasiun, berbekal ingatan samar-samar dan arus orang-orang, yang kuingat adalah ucapan Onee-san saat dia tidak mabuk.

——Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus diusahakan oleh salah satu pihak... Tapi sesuatu yang akan muncul ketika kalian berdua saling berjalan bersama.

Dalam artian itu, aku dan Luna sama-sama merasa bahagia.

Kami bahagia... 'kan?

Satu-satunya masalah yang masih mengganjal di hatiku adalah... Belum tercapainya pengalaman pertamaku.

Tapi jika aku langsung menyimpulkan ada masalah hanya berdasarkan hal itu, rasanya seperti aku hanya mencari hubungan fisik saja dalam hubungan ini... Begitulah pikiran bagian diriku yang lain dengan tegas menyangkal.

Mustahil aku hanya mencari hubungan fisik. Sudah lebih dari 4 tahun kami menjalin hubungan pacaran, aku dengan sabar menunggu saat itu tiba. Tuhan pasti akan memberiku stempel pria yang bukan hanya mencari hubungan fisik di dahiku.

Nyatanya, pasangan seperti Icchi dan Tanekita-san saja bisa mencapai tahap itu dalam 6 bulan. Wajar saja bagi pasangan muda, 'kan? Yah, meskipun tidak sampai hamil juga sih...

—— Kita berdua... Sekarang sudah sampai sejauh ini, mungkin... Menikah duluan juga bisa menjadi pilihan, ‘kan?

Luna memang pernah mengatakan itu.

Menikah? Tidak mungkin!

Bukannya berarti aku tidak mau menikah. Hanya saja, aku tidak bisa menunggu sampai kami menikah duluan.

Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi. Bukannya aku sudah cukup banyak menunggu?

Ini adalah kehendak hatiku yang sesungguhnya.

Tapi waktu itu, kenapa aku tidak bisa langsung mengatakannya?

Apa aku terlalu sungkan? Kepada pacar yang sudah aku kencani selama lebih dari empat tahun?

Tidak, bukan itu. Aku tahu Luna pasti akan menghargai keinginanku.

Alasan utamanya adalah... Karena kuurangnya kepercayaan diri diriku sebagai lelaki.

Kenapa ya?

Memang benar Luna lebih berpengalaman dalam hal asmara. Tapi kurasa bukan hanya itu saja satu-satunya alasannya.

Seperti yang tadi dikatakan Onee-san, meskipun aku merasa diriku lebih unggul dalam hal latar belakang pendidikan dan prospek penghasilan di masa depan.

Tapi pada akhirnya, aku masih hanyalah seorang mahasiswa yang belum memiliki apa-apa.

Sementara Luna, dia pernah bekerja sebagai karyawan tetap dan mendapat apresiasi atas kinerjanya. Dia sudah dewasa dan berdiri di atas kakinya sendiri.

Dan sekarang, dia menemukan pekerjaan impian yang benar-benar ingin dia lakukan dan berusaha untuk mewujudkannya.

Sementara aku di sisi lain, dengan waktu kelulusan semakin dekat, aku bahkan tidak tahu pekerjaan apa yang kuinginkan. Aku tidak bisa menemukan apapun yang benar-benar kuinginkan.

Tak peduli berapa lama waktu berlalu, Luna selalu selangkah lebih maju di depanku.

 

Sejak pertama kali kami mulai berpacaran, rasa rendah diri diriku terhadap Luna terus-menerus ada, walaupun bentuknya berubah-ubah.

 

Selama aku begini, aku tidak bisa menyampaikan perasaanku yang sebenarnya kepada Luna.

Aku ingin segera meraih sesuatu yang pasti.

Aku ingin meraih setidaknya serpihan potensi yang masih terpendam di dalam diriku.

Jika aku tidak bisa melakukan itu, tak peduli berapa lama pun waktu berlalu, aku akan tetap menjadi pacar yang terus memandangi wajah Luna, seperti seekor anjing yang mengharapkan makanan dari tuannya..

Aku benar-benar tidak menginginkan hal itu terjadi.

Aku harus segera menemukannya.

Didorong oleh perasaan gelisah, aku berjalan menuju stasiun. Dari jalan lingkungan menuju jalan utama, orang-orang berjalan terburu-buru, seakan-akan mereka semua rekan seperjuangan yang tergesa-gesa.  Aku belum pernah merasa sedekat ini dengan orang asing.

 

 

Sebelumnya Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama