Otonari no Tenshi-sama Jilid 8.5 SS 1 Bahasa Indonesia

Bab SS 1

 

"Hah? Apa aku merasa kesepian saat Amane-kun berangkat kerja?” ucap Mahiru.

Ketika Ayaka memanggilnya untuk makan siang bersama, Mahiru segera mendapati dirinya ditanyai pertanyaan seperti itu, mendorongnya untuk mengulanginya kembali dengan nada ingin tahu. Amane punya rencana untuk makan bersama Itsuki dan Yuuta hari ini, sehingga mereka makan secara terpisah. Ayaka mengajak Mahiru untuk makan siang di kantin, di mana mereka berdua menyiapkan kotak makan siang mereka dan mulai makan. Namun, tangan Mahiru berhenti ketika Ayaka tiba-tiba mengajukan pertanyaan itu, sumpitnya tidak bisa bergerak.

Yah, kamu tahu sendiri, sejak ia mulai bekerja karena aku merekomendasikannya, aku akan merasa tidak enak jika kamu akhirnya merasa cemas atau kesepian tanpa dirinya,” jelas Ayaka.

“Hm…” Mahiru mulai berpikir. “Tentu saja, bohong rasanya kalau mengatakan aku tidak kesepian…tapi aku tidak bermaksud menahannya hanya karena itu. Lagipula, itu adalah pilihan Amane-kun, jadi tidak pantas saja bagiku untuk menahannya.”

Sejak Amane memulai pekerjaan paruh waktunya, Mahiru mendapati dirinya menghabiskan lebih banyak waktu sendirian di rumah. Ada bagian dari dirinya yang sungguh-sungguh menunggu kepulangannya setiap hari, sering kali berharap ia kembali lebih awal. Namun, meski merasa kesepian, Mahiru tidak pernah berpikir ingin melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Dia tidak ingin menjadi penghalang yang menghambat Amane mencapai tujuannya. Jika dia bertindak seperti itu, Mahiru akan langsung kecewa pada dirinya sendiri karena membiarkan hal itu terjadi.

“Jika itu adalah sesuatu yang sudah diputuskan Amane-kun, wajar saja kalau aku mendukungnya,kan? Lagipula, ia bekerja keras untuk mencapai tujuan jelas yang ada dalam pikirannya.”

“Bahkan jika ia tidak memberitahumu alasannya?”

“Jika ia memilih untuk tidak memberitahuku, maka ia pasti punya alasannya sendiri. Aku tidak mengharapkan ia menceritakan semuanya kepadaku, aku juga tidak mencoba mencampuri urusannya.”

“…Memangnya kamu tidak pernag merasa khawatir?” Ayaka bertanya lebih lanjut.

“Khawatir…yah, um, aku akan kesal jika ia menerima rayuan gadis lain, tapi aku tidak bisa membayangkan Amane-kun bisa berselingkuh dariku.”

Mahiru yakin bahwa Amane bukanlah tipe orang yang menempuh jalan berbahaya, jadi ia tidak khawatir dalam hal itu, terutama mengenai perselingkuhan. Dia tahu tidak ada orang yang bertunangan dengannya setulus Amane. Kasih sayangnya yang dalam dan sifatnya untuk menghargai orang-orang yang kepadanya dia membuka hati adalah sesuatu yang Mahiru pahami dengan sangat baik.

Hasilnya, ketika Mahiru dengan tegas menjawab, “Jadi, tidak, aku tidak khawatir,” Ayaka menjawab dengan senyum gembira yang aneh, hampir seperti tertawa puas. Mahiru bertanya-tanya apakah dia hanya membayangkan tawa lembut yang sepertinya bergema sebagai tanggapannya.

“Sepertinya, kamu sangat mempercayai Fujimiya-kun, ya?” Ayaka mengamati.

“Hehe, tapi tentu saja. Aku tahu kepribadian Amane-kun dengan sangat baik.”

“Kamu benar-benar jatuh cinta padanya. Itu sangat jelas.”

“…A-Apa itu memang kelihatan sangat jelas?”

“Lebih tepatnya, siapa pun yang tidak bisa melihat hal itu dari percakapan kita pasti buta. Bahkan tidak ada ruang bagi orang lain untuk ikut campur. Begitulah betapa mesranya kalian satu sama lain.”

Me-Mesra…”

Ayaka sekilas mengalihkan pandangannya dan melontarkan senyuman penuh pengertian, lalu dengan cepat kembali menatap Mahiru dengan ekspresi cerah dan ceria.

“Maksudku, sepertinya kalian hanya saling memperhatikan satu sama lain. Kamu bahkan tidak memperhatikan orang lain di sekitarmu.”

“Tapi itu wajar saja. Kami sedang menjalin hubungan, jadi mana mungkin aku akan melirik pria lain. Dan bahkan jika ada yang mencoba mendekatiku, aku tidak akan menanggapinya…” Mahiru terdiam menjelang akhir. “Um, kenapa kamu malah menyeringai begitu?”

“Oh, bukan apa-apa—aku hanya sekali lagi terkejut melihat betapa besarnya cintamu pada Fujimiya-kun,” jawab Ayaka. “Tapi aku penasaran apa ia tahu seberapa dalam perasaanmu…”

Bagian terakhir dari pernyataan Ayaka diucapkan dengan volume yang hampir tidak terdengar oleh Mahiru, dan nada suaranya, hampir seolah-olah dia mencpba mencampuri urusan yang bukan urusannya, menurut Mahiru terasa tidak nyaman. Merasakan tatapan menenangkan dari orang-orang di sekitar mereka, Mahiru menatap Ayaka dan menghela nafas.

“…Aku bisa mengatur segalanya sendiri…” kata Mahiru, mengacu pada kesendiriannya.

“Tapi sekarang Fujimiya-kun punya pekerjaan, orang lain mungkin melihatnya sebagai kesempatan karena ia tidak lagi bersamamu seperti sebelumnya. Jadi aku hanya berpikir aku akan mencoba untuk secara halus menjauhkan mereka, sebagai orang yang memberi mereka harapan palsu itu.”

Bersyukur atas perhatian Ayaka, Mahiru menunjukkan penghargaannya, tapi dalam hati dirinya bingung mengapa hal itu bisa memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mendekatinya.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama