Roshidere Jilid 9 Prolog Bahasa Indonesia

Prolog — Meskipun Begitu, Yuki Masih Tetap Anak-Anak

 

Tubuhnya, begitu sakit.

“Ugh, uh-hoek!”

Begitu tersadar di atas tempat tidur, Yuki langsung terbatuk-batuk yang muncul dari dalam dadanya. Dia terbatuk beberapa kali, dan setiap kali dirinya terbatuk, rasa sakit yang membakar tenggorokannya kembali muncul, disertai dengan rasa nyeri tajam yang menjalar di belakang kepalanya.

Dia secara refleks meringkukkan tubuhnya, berusaha menahan rasa sakit, tetapi hanya dengan sedikit bergerak saja, seluruh sendi tubuhnya terasa nyeri. Meskipun dia berusaha berbaring miring, kini bahu dan lengan yang tertekan di bawah tubuhnya mulai mengeluarkan suara berderak, sehingga pada akhirnya dia hanya bisa kembali telentang. Ketika dia berbaring telentang, kini paru-parunya seolah ditekan dari atas, membuat pernapasannya menjadi sulit.

(Ah, perasaan ini...)

Kenangan masa lalu muncul kembali di dalam kepalanya yang kabur karena baru bangun tidur dan demam. Di atas tempat tidur, dirinya yang tidak bisa pergi ke mana-mana. Rasa sakit yang tak berujung.

Seolah-olah terjebak dalam gua tanpa peta yang terendam air, dia berkeliaran dalam perasaan tertekan dan putus asa. Tak tahu kapan air akan naik dan membuatnya sulit bernapas. Meskipun dirinya tidak tahu, perasaan cemas dan ketakutan bahwa saat itu akan datang lagi selalu mengikutinya. Tak peduli seberapa keras dirinya berjuang dan meronta, Yuki tidak bisa melarikan diri dari situasi itu.

Sampai sejauh mana dirinya harus pergi supaya bisa dibebaskan dari keadaan putus asa ini? Apa sebenarnya ada jalan keluar? Memikirkan masa depan seperti itu membuatnya merasa panik dan hampir gila.

(Tidak... jika pernapasanku terganggu, lagi...)

Yuki memejamkan matanya dan perlahan-lahan menarik napas dalam-dalam. Saat dia melakukannya, dia merasakan darah seolah mengalir menjauh dari ujung jari tangannya. Dingin. Tak berdaya. Seseorang, dia ingin seseorang menggenggam tangannya. Namun, tidak ada siapa-siapa di sampingnya.

(Mengapa... Ayano dan Okaa-sama... tapi, Natsu seharusnya ada di sini...)

Dia ingin meyakini kalau mereka hanya kebetulan sedang tidak di sini. Jika dia menggunakan ponsel yang terletak tidak jauh, dalam waktu kurang dari satu menit, pasti akan ada salah satu anggota keluarganya yang datang. Namun, Yuki tidak melakukannya.

Semuanya itu bukan karena demam yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Hanya saja... meskipun dirinya sangat menderita, mengapa tidak ada yang berada di sisinya? Mengapa mereka membiarkannya menderita sendirian? Sungguh tidak bisa dipercaya. Dia membenci semua orang. Biarkan mereka melihat dirinya yang menangis dan bingung, dan merasakan rasa bersalah.

Sebuah pelampiasan kemarahan yang kekanak-kanakan. Sakit hati, penuh kebencian, ketakutan, penderitaan, dan merasa kesepian.

“Uwa, aaahhhnn~~”

Yuki mengabaikan rasa sakit yang ada di tenggorokannya dan menangis seperti anak kecil. Pada saat itu, pernapasannya menjadi tidak teratur, dan otaknya semakin kabur karena kekurangan oksigen.

Hah, hah, ugh, aaahhh~~”

Pikiran Yuki semakin kacau, dan dia bahkan tidak tahu mengapa dirinya menangis.

Apa dirinya menangis karena sedih, atau sedih karena menangis?

Kini, kemarahan di dalam dirinya sudah tidak ada, yang tersisa hanyalah kesepian yang dingin dan kecemasan yang seolah-olah akan menghimpitnya.

Mau sampai kapan penderitaan ini akan terus berlanjut? Mau sampai kapan dia bisa keluar? Mungkin, dia akan terus seperti ini selamanya. Tidak mau. Dia ingin bermain dengan kakaknya. Dia ingin menggoda Ayano. Dia tidak menyukai tempat ini, tempat ini tidak menyenangkan. Sakit. Kesepian. Menakutkan, menakutkan, menakutkan!

“Ahhh~~~n, ugh, uaaaaaaahhh~~”

Pada saat itu, pintu kamarnya terbuka dengan suara dentangan. Kemudian, dua suara yang sudah dikenalnya terdengar di telinga Yuki.

“Yuki-sama!? Apa yang sebenarnya terjadi?”

“Yuki-sama...!”

Mereka adalah Kimishima Natsu, pelayan keluarga Suou, dan cucunya, Ayano, yang merupakan pelayan pribadi Yuki.

“Apa ada yang sakit? Atau apa Anda mengalami mimpi buruk?”

Natsu berlari terburu-buru ke tempat tidur tanpa meletakkan nampan yang dipegangnya dengan ekspresi yang tampak gelisah. Dia menggenggam tangan Yuki dan dengan cemas mengulurkan tangan ke pipinya—namun Yuki menolak dengan menggelengkan kepala.

“Yuki-sama, apa Anda baik-baik saja?!? Apa ada yang bisa kami bawakan untuk Anda?”

Ayano memanggilnya dengan suara yang lebih panik dari biasanya. Namun, Yuki mengabaikannya dan terus menangis.

Dia tidak tahu. Jika ditanya apa ada yang sakit, semua tubuhnya terasa sakit. Namun, dia menangis bukan hanya karena itu. Meskipun begitu, dia tidak tahu mengapa dirinya menangis. Karena tidak mengerti, dia hanya bisa terus menangis seolah-olah menolak segalanya.

“Ayano! Cepat panggilkan dokter!”

“Y-Ya!”

“Yuki-sama, tenanglah, jangan khawatir. Dokter akan segera datang.”

Natsu sedang mengatakan sesuatu. Namun, makna kata-kata itu sudah tidak jelas lagi.

“Ugh, uuh, uhh~~... Nii, sa, ma”

Kata-kata yang terlepas di antara tangisan Yuki membuat gerakan Natsu terhenti.

“Nii, sama, Nii-samaaa, uaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~~”

Apa itu benar-benar kata-kata meminta bantuan kepada kakaknya? Atau apa itu permintaan yang tidak masuk akal untuk menyusahkan Natsu?

“Ahh, ugh, Nii-sama, Onii-chaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan~~~”

Tanpa bisa memastikan itu, Yuki hanya terus menangis.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama