Roshidere Jilid 9 Bab 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1 Dan Segalanya Menjadi Paha

 

Suara Masachika dengan lembut menggetarkan udara dingin yang memenuhi taman di malam hari.

Pada akhirnya... aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk Yuki.”

Entah itu tetap membuatnya sehat dan bahagia, atau memberinya kebebasan, maupun terus menjadi kakak yang bisa diandalkan. Berlawanan dengan kakaknya yang begitu menyedihkan dan tidak berdaya ini... adik perempuannya yang seharusnya kecil dan sakit-sakitan, ternyata begitu besar dan kuat.

“Aku sudah melarikan diri. Aku melarikan diri dari kenyataan bahwa aku adalah kakaknya.”

Masachika tidak bisa menahannya. Adiknya terlalu bersinar. Keberadaannya begitu terang hingga dia tidak bisa ditatap langsung.

“Tapi... meskipun kakaknya begitu menyedihkan, dia masih tetap bersikap baik padaku.”

Yuki menabrak kakaknya yang berpaling darinya. Sebagai adik perempuan yang konyol dan otaku. Seolah-olah ingin menghilangkan rasa bersalah kakaknya dan menertawakannya.

Dia benar-benar manja padaku dengan cara yang konyol... dia selalu...dia selalu mengekspresikan kasih sayangnya dengan kata-kata dan tindakan yang berlebihan...”

Bila dilihat dari sudut pandang orang lain, hubungan mereka hanya terlihat seperti Yuki yang manja kepada Masachika. Namun, kenyataannya berbeda.

“Aku... aku...justru akulah yang sangat dimanjakan dengan kebaikan Yuki...!”

Justru sebaliknya. Kenyataannya, Masachika lah yang dimanjakan dan diselamatkan oleh Yuki.

Hanya saat memanjakan adiknya, dirinya bisa melupakan rasa bersalahnya. Hanya ketika ia mendengarkan keinginan adiknya, Masachika merasa bisa kembali menjadi kakak yang hebat. Tapi... sebenarnya, ia selalu merasakannya.

Suou Masachika... sosoknya yang dulu, sebelum ia salah jalan, memandangnya dengan tatapan dingin.

Ia bisa mendengar. “Bagaimana bisa kamu tersenyum tanpa merasa bersalah, mengorbankan kehidupan adikmu?” Suara dirinya sebelum mengalami perubahan suara.

Masachika berpura-pura tidak mendengar suara itu dan tertawa, tetapi di dalam hatinya, ia merasa menghina dirinya sendiri.

“Meski aku mengetahui bahwa aku mengorbankan Yuki... adik perempuanku, tetapi aku malah mengalihkan pandanganku dari kenyataan itu dan menjalani waktu yang sia-sia serta penuh kemalasan. Itulah semua tentang diriku...laki-laki brengsek yang bernama Kuze Masachika.”

Apa pun alasan yang dibuatnya, pada akhirnya itulah kenyataannya. Nyatanya, saat adiknya benar-benar meminta bantuan sekarang... kakinya tidak bisa bergerak.

Apanya orang yang paling dicintai? Apanya orang yang paling berharga di dunia ini? Pada akhirnya, orang yang paling disukai adalah dirinya sendiri. Dengan mulut mana ia bisa berbicara tentang cinta dan hal-hal penting?

(Ah, jadi begitu...)

Tiba-tiba Masachika menyadari alasan sebenarnya mengapa ia tidak bisa membalas perasaan Maria.

Apa karena ia tidak percaya diri? Karena perasaan cinta itu samar, dan perasaan suka bisa berubah dengan cepat? Tidak. Bukan karena hal itu. Perceraian orang tuanya hanyalah alasan. Masachika kini mengetahui bahwa ikatan antara kedua orang tuanya tidak akan pernah putus. Jadi, sebenarnya bukan itu...

(Aku hanya...)

Masachika hanya tidak bisa mempercayai kekuatan perasaannya sendiri.

Meski ia bilang mencintainya, Masachika bahkan tidak bisa menyadarinya sama sekali bahwa ia sudah bertemu kembali dengan cinta pertamanya. Walaupun ia sendiri yang mengatakan sesuatu bahwa adiknya merupakan sosok yang penting, tetapi ia malah mengabaikan adiknya demi kepentingan dirinya sendiri.

Jika dibandingkan dengan mereka... perasaan dan cintanya begitu dangkal dan ringan.

Dengan sepenuh hati merasa kecewa dan jijik pada dirinya sendiri, Masachika menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan mengeluarkan suara dari dadanya yang bergetar.

“Aku tidak punya... tidak ada yang bisa kubanggakan sama sekali... aku yang sekarang hanyalah sampah...”

Melihat dirinya bertindak menyedihkan seperti ini pun membuat Masachika muak. Bahkan untuk mengakui kesalahan pun terasa terlalu berlebihan. Tidak ada hak untuk meminta pengampunan atau penghiburan.

“Itu adalah kesalahan.”

Emosi gelap membanjiri dirinya, dan suara yang kehilangan warna itu jatuh ke tanah.

Sejak awal. Semuanya adalah kesalahan.”

Pada hari itu, ketika dirinya meninggalkan keluarga Suou dan meninggalkan adik perempuannya. Pada momen itu, Masachika melangkah ke jalan yang salah, dan hingga kini dirinya masih terus tersesat di jalan yang salah. Dirinya yang bodoh ini.

Kuze Masachika adalah sebuah kesalahan.”

 

◇◇◇◇

 

Sambil mengetahui bahwa aku mengorbankan Yuki... adik perempuanku, tetapi aku malah mengalihkan pandanganku dari kenyataan itu dan menjalani waktu yang sia-sia serta penuh kemalasan. Itulah semua tentang diriku...laki-laki brengsek yang bernama Kuze Masachika.”

Seolah-olah seperti seorang penjahat yang menunggu hukumannya. Dengan kepala tertunduk dalam-dalam, Alisa mendengarkan pengakuan Masachika yang dipenuhi dengan rasa kebencian diri dan penyesalan.

Pengakuan Masachika dimulai dengan pengakuan mengejutkan bahwa Yuki adalah adik kandungnya. Sejujurnya, ada terlalu banyak informasi yang harus diproses, dan Alisa sama sekali tidak bisa mengikuti. Namun... ada beberapa hal yang bisa dia terima.

(Oh, jadi.... begitu rupanya)

Tidak peduli apa pun pencapaiannya, Masachika selalu menunjukkan senyum gelap yang samar. Masachika selalu menghindari pujian, bahkan merasa enggan untuk diakui, berusaha menjauh dari sorotan di panggung utama.

Alisa akhrinya memahami bahwa hal itu semua disebabkan oleh penolakan diri yang mendalam bahwa Aku yang sekarang ada di sini karena pengorbanan adikku,”.

“Aku tidak punya... tidak ada yang bisa kubanggakan sama sekali... aku yang sekarang hanyalah sampah...”

Apa yang sebenarnya ia rasakan?

Alisa sendiri mengetahui rasa sakit tidak bisa mengakui cara hidupnya sendiri. Ketidakpastian apa cara hidupnya sudah benar atau tidak, tetapi tetap tidak bisa melakukan hal lain, terus melangkah sendirian dengan kebodohan dan kesepian.

Namun... Alisa bahkan tidak bisa membayangkan kepedihan karena harus menyangkal jalan hidupnya sendiri. Dia tidak memiliki kata-kata untuk berempati dengan rasa sakit itu. Hanya saja, hal itu terasa menyedihkan.

Sejak awal. Semuanya adalah kesalahan.”

Alisa merasa sedih ketika melihat laki-laki yang berada di hadapannya ini sedang menyiksa dirinya sendiri. Dirinya tidak bisa berkata apa-apa, tidak bisa melakukan apa-apa, dan itu membuatku frustrasi. Tapi....

Kuze Masachika adalah sebuah kesalahan.”

Begitu mendengar kata-kata tersebut, sesuatu di dalam hati Alisa meledak.

“... Apa itu benar-benar kesalahan?”

Begitu meledak, tanpa disadari kata-kata itu keluar dari bibirnya.

“Apa benar-benar, semuanya adalah kesalahan?”

Dadanya bergetar, kata-kata dan air matanya mulai mengalir. Tanpa berusaha menyeka air mata yang mengalir di pipinya, Alisa menatap Masachika dengan tajam, menggenggam kedua bahunya, dan berteriak.

Aku... bukannya kamu bertemu denganku!”

Dalam pandangannya yang kabur, Masachika membuka matanya lebar-lebar. Alisa bisa merasakan tatapannya yang menembus kegelapan, dan hanya dengan itu saja suda membuat hati Alisa bergetar penuh sukacita.

Mungkin... bahkan jika Masachika tetap tinggal di keluarga Suou, mereka berdua mungkin masih bisa bertemu.

Namun, jika memang itu yang terjadi. Jika orang yang ditemui Alisa di kelas itu adalah Suou Masachika yang dibesarkan sebagai seorang ksatria yang sempurna.

Ahh, Alisa mungkin tidak akan pernah tertarik padanya seperti ini.

Orang yang telah membuatnya jatuh cinta, laki-laki yang benar-benar disukainya, adalah Kuze Masachika yang ada di depannya sekarang. Ia sama sekali tidak sempurna, dan Alisa bisa memikirkan banyak kekurangannya, tetapi sekarang, bahkan kekurangan itu terasa begitu berharga. Begitulah pria yang bernama Kuze Masachika. Alisa tidak bisa memaafkannya jika semuanya dianggap sebagai kesalahan, itu adalah sesuatu yang tidak bisa dia izinkan.

Kata-katamu tadi, yang mengatakan tentang bersyukur karena bertemu denganku...apa itu semuanya... semuanya, bohong?”

Setelah mengucapkan itu dengan sulit, Alisa menundukkan wajahnya sambil tetap menggenggam bahu Masachika. Air matanya tidak bisa berhenti mengalir. Raut wajahnya pasti terlihat sangat buruk.

Padahal bukan ini yang dia inginkan. Alisa ingin memberikan kata-kata lembut kepada Masachika yang tenggelam dalam penyesalan. Namun, dirinya malah mengucapkan hal-hal yang menyalahkan dengan emosi yang egois.

(Ah, aku benar-benar yang terburuk...)

Setelah kemarahan itu mereda, perasaan menyesal pun muncul. Alisa merasa sangat tidak berdaya sampai-sampai dia merasa tidak tahan untuk terus berdiam diri di sini.

Alisa berjongkok di tempat itu, mengecil dan diam-diam membiarkan air matanya jatuh ke tanah. Akan tetapi, sebuah tangan diletakkan dengan lembutdi bahunya.

“Terima kasih, Alya.”

Alisa mengangkat wajahnya sedikit ketika mendengar ucapan terima kasih yang tidak terduga itu.

Dan kemudian, dirinya bertemu tatapan Masachika yang sedikit tersenyum meskipun masih menyimpan rasa sakit. Masachika memilih kata-katanya dengan hati-hati seolah-olah sedang menghibur Alisa yang sedang menangis.

“Ya, benar juga. Alasan kenapa aku bisa bertemu denganmu... bisa berpasangan denganmu... semuanya karena aku membuat kesalahan saat itu.”

Lalu, Masachika memejamkan matanya seolah menghadapi dirinya sendiri, perlahan-lahan mengangguk dan membuka mata.

“Ya. Jika dipikir-pikir lagi, Hal itu membuatku merasa bahwa itu semua bukanlah sebuah kesalahan. Sungguh.”

Saat Masachika mengatakan itu dengan perasaan tulus, ia menundukkan kepalanya.

“Dan aku minta maaf. Aku sama sekali tidak peka. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Selain itu...”

Masachika tiba-tiba mengangkat wajahnya, menatap langsung ke arah mata Alisa dan berkata,

“Bertemu denganmu adalah salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Tidak ada kebohongan dalam kata-kata ini.”

Ketika mendengar kata-kata itu, jantung Alisa seketika berdebar kencang, seolah-olah digenggam erat. Hati yang sebelumnya dipenuhi kesedihan dan penyesalan kini dipenuhi dengan kebahagiaan dan kasih sayang... tetapi, untuk mengekspresikannya dengan jujur terasa memalukan.

...Aku juga sama merasakannya

Alisa bergumam sambil menundukkan kepalanya dan menekan bibirnya di atas lututnya. Setelah berbisik, sebelum ditanya tentang apa yang dikatakannya, dia dengan cepat menyeka air matanya dan berdiri. Lalu, dia mengulurkan tangannya ke arah Masachika yang duduk di bangku.

“Ayo kita pergi.”

“Eh?”

Melihat ekspresi bingung di wajah Masachika, Alisa berkata dengan tegas.

Ke tempat Yuki-san. Untuk mengakhiri penyesalanmu.”

Ketakutan muncul di mata Masachika, dan ekspresinya menjadi tegang. Tatapannya yang bergetar kembali menunduk... Sebelum itu terjadi, Alisa bersuara dengan kuat.

Aku akan pergi bersamamu. Sekarang, akulah yang akan mendukungmu di sampingmu. Jadi... tinggal diam saja dan ambil tangan ini!”

Bahunya Masachika tersentak, dan tatapan yang hampir menunduk itu kembali menatap Alisa. Matanya yang terkejut melunak... Tangan Masachika diletakkan di atas tangan Alisa. Setelah menggenggam tangan itu dengan erat, Alisa menarik Masachika berdiri. Kemudian, dia memutar tubuhnya dan mulai berjalan ke arah jalan sambil terus menggenggam tangan Masachika.

“Eh, ah, tunggu sebentar. Apa kamu seriusan benar-benar akan pergi sekarang? Acara ulang tahunmu masih berlangsung, kan? Bukannya itu tidak baik kalau kamu yang menjadi bintang utama, pergi begitu saja!”

Aku akan menyerahkan urusan selanjutnya pada Masha dan ayah ibuku. Lagipula, aku akan minta maaf kepada semua orang nanti.”

“Tapi, meskipun begitu... setidaknya, kamu bisa mengambil jaketmu dulu, kan? Lagipula, bagaimana caranya kita akan pergi ke sana?”

“Naik bus atau taksi... pakai apa saja juga bisa, kan? Ayo kita pergi!”

“Taksi? Tapi uangnya...”

“Tidak usah khawatir, ayo cepetan kita pergi!”

Alisa melangkah maju tanpa memberi kesempatan untuk berdebat, sementara Masachika mengikuti sambil digenggam tangannya. Tanpa mereka ketahui, ada sosok yang mengamati keduanya di balik bayang-bayang.

(Hmm... aku terlambat ya~...)

Orang itu adalah Nonoa, yang keluar dengan alasan mencari Alisa yang sengaja keluar lebih awal dari permainan werewolf dan tidak kunjung kembali.

Awalnya, Nonoa mendengar tentang keadaan Yuki dari Ayano dan mendorong Masachika untuk mengunjungi rumah keluarga Suou. Dia ingin Masachika menjenguk Yuki yang terbaring sakit, dan berusaha untuk mendekati Masachika dengan menjadi orang pertama yang menemaninya saat ia sedang terpuruk.

“Karena kamu sudah mendengarkan ceritaku, sekarang giliranku yang akan mendengarkan ceritamu, oke? Tentang Yukki dan Yuusho, aku merasa kalau aku lebih tahu tentang situasi Kuzecchi daripada orang lain. Meskipun aku sendiri yang mengatakannya, aku akan memberikan pendapat yang objektif, lho~?”

“Terima kasih... tapi, sekarang tidak apa-apa.”

“...Apakah kamu bisa bertahan?”

“Ya, aku akan berusaha... terima kasih.”

“Hmm, begitu.”

Percakapan yang terjadi di ruang tamu rumah Kujou. Pada saat itu, Masachika tidak mengungkapkan masalahnya karena ada orang lain di sekitar mereka. Jika mereka hanya berdua, Masachika pasti akan menceritakan segalanya kepada Nonoa. Nnooa memiliki keyakinan hal itu.

(Padahal tinggal satu dorongan lagi, dan aku bisa membuka hati Kuzecchi~)

Setelah lama merasa diwaspadai dan sulit mendekati hati Masachika, Nonoa akhirnya bisa mendekat dan merasakan emosi aslinya... tetapi, karena Alisa mendahuluinya, rencananya pun gagal total.

“...”

Nonoa bisa merasakan gejolak gelap dalam diri Masachika bahkan dari kejauhan. Dia seharusnya bisa menyentuhnya lebih dekat, menggali hingga ke dalam, dan menggenggam inti dari Masachika. Jika itu terjadi, dia bisa melakukan apa pun yang dia inginkan dengannya.

Dia bisa saja memilih untuk mengucapkan kata-kata manis dan lembut untuk menggenggam inti tersebut, atau menghancurkan inti itu dengan kata-kata kejam, lalu menghisap habis keputusasaan yang melimpah... hanya dengan membayangkan itu membuat hati Nonoa yang dingin terasa bergetar.

(Ah~~~~rasanya bikin menggoda sekali~~ aku tidak menyangka bahwa aku bisa merasakan perasaan ini selain dari Sayaka~~)

Itulah sebabnya hati Nonoa dipenuhi dengan perasaan tidak nyaman yang tak terlukiskan ketika kesempatan sempurna itu direnggut tepat di depan matanya.

(Hmm~~ mengganggu~~ rasanya menjengkelkan~ mungkin ini yang disebut cemburu?)

Perasaan tidak nyaman ini berbeda dari sekadar rasa benci; ini adalah perasaan lengket yang menyakitkan. Tanpa disadari, bibirnya melengkung, dan dia merasa ingin menginjak-nginjak tanah dengan perasaan tidak enak itu. Namun, rasanya tidak buruk. Ini adalah perasaan yang tidak akan pernah dia ketahui jika tidak terlibat dengan Masachika.

(Tapi, ya, tetap saja, yang namanya tidak nyaman itu tetap tidak nyaman~~)

Hal ini jauh lebih baik daripada kebosanan, tetapi ini bukan perasaan yang ingin dia nikmati. Jika begitu... memang, keberadaan Alisa adalah penghalang.

(Apa boleh buat. Aku juga tidak ingin menyakiti temanku, tapi...)

Itu adalah bohong. Sebenarnya, Nonoa tidak merasakan apa-apa tentang menyakiti temannya. Dia hanya mengikuti nasihat orang tuanya untuk menghargai teman-temannya. Karena dia tidak bisa melanggar perintah orang tuanya, dia hanya berusaha untuk tidak menyakiti mereka. Namun...

(Apa boleh buat... jika itu demi cinta, semuanya diperbolehkan.)

Ibunya dulu pernah berkata. Cinta adalah perang. Demi cinta, semuanya diperbolehkan. Dan, Nonoa mendefinisikan perasaannya kepada Masachika sebagai cinta. Jadi, itu adalah hal yang tidak bisa dihindari.

“Persahabatan adalah sesuatu yang rapuh di hadapan percintaan~~... atau begitulah kata orang.”

Sambil mendengarkan kata-kata yang terdengar familiar, Nonoa membalikkan badannya dan masuk ke apartemen dengan kunci yang dipinjam dari Maria. Setelah kembali ke dalam kediaman rumah Kujou dan membuka pintu ruang tamu, dia bertemu dengan tatapan Maria yang memegang smartphone di tangannya.

“Ah, Nonoa-chan. Maaf ya padahal kamu sudah susah payah mencarinya~. Aku baru saja mendapat telepon dari Alya-chan, katanya dia mau pergi ke rumah Yuki-chan...”

Setelah mendengar informasi itu, Nonoa segera melakukan perhitungan di dalam pikirannya dan memutuskan untuk jujur menceritakan apa yang dia lihat.

“Ah~ kelihatannya Kuzecchi dan Alissa berlari ke suatu tempat bersama, mungkin itu yang dia maksud~?”

“Benarkah? Aku juga tidak bisa mendapatkan informasi yang lebih jelas... tapi sepertinya ada alasan mendesak untuk pergi.”

Melihat Maria yang terlihat kebingungan, Nonoa mencoba memberikan info dukungan.

“Dari apa yang aku lihat tadi, sepertinya mereka terlihat panik atau terdesak? Sepertinya ada sesuatu yang terjadi~.”

Setelah mendengarkan percakapan mereka berdua, Touya perlahan membuka mulutnya.

“Hmm... yah, jika memang adik Kujou tiba-tiba menuju ke sana, kurasa pasti ada sesuatu yang sangat mendesak.”

“Benar... Ehh? Tapi, bukannya Yuki-chan juga sepertinya punya urusan mendesak, kan?”

Chisaki melihat sekeliling untuk memastikan usai mendengar kata-kata Touya. Namun, tidak ada yang bisa memberikan jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan itu. Satu-satunya yang tahu jawabannya adalah Nonoa, dan dia memilih untuk tetap diam demi menjaga kepercayaan Ayano. Dalam sekejap, suasana berat menyelimuti ruang tamu. Menyadari hal itu, Takeshi dengan suara ceria berkata.

“Yah, aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi pasti ada sesuatu! Kita bisa meminta penjelasan lain kali, kan!”

“Ya, benar juga. Jika Masachika bersama dengan Alya-san, kita tidak perlu khawatir.”

Hikaru dengan cepat ikut mendukung, tapi pada saat itu Touya tersenyum lebar dan berkata.

“Ngomong-ngomong... waktu festival musim panas juga ada kejadian seperti ini, kan? Saat pertunjukan kembang api.”

“Eh? Ah~~~ beneran pernah! Entah kenapa Kuze-kun tiba-tiba menggenggam tangan Alya-chan dan berlari!”

“Eh, apa-apaan itu! Dasar Masachika, sejak kapan ia melakukan hal yang kelihatan seperti masa muda!”

Kata-kata Chisaki menarik perhatian Takeshi, dan suasananya mulai bersemangat dengan cerita kenangan saat itu.

Meskipun situasnya sangat tidak biasa bagi bintang pesta ulang tahun untuk meninggalkan acara di tengah jalan, tidak ada satu pun orang di tempat itu yang menganggapnya sebagai masalah, mungkin karena kebaikan Alisa yang biasanya. 

(Sepertinya dia sangat dipercaya~......... Mungkin sulit untuk meruntuhkan ini.) 

Melihat pemandangan itu, Nonoa menganalisis dengan tenang di balik ekspresi tidak bersemangatnya. Pada saat itu, Sayaka dengan sedikit ragu memanggilnya.

“Nonoa??”

“Hmm~? Ada apa? Sayacchi?”

“......”

“Eh~~ apa~~apa~? Aku jadi malu tau~”

Tatapan Sayaka yang begitu saksama membuat Nonoa tersenyum lebar. Lalu, Sayaka mengalihkan pandangannya dan berkata, 

“Tidak... Mau minum sesuatu?” 

“Ah, boleh-boleh~ Aku mau cola~”

Kamu sudah minum berapa gelas? Sudah saatnya kamu berhenti minum agar tidak gemuk.”

“Aku tidak akan gemuk sama sekali, jadi tidak masalah~. Lihat, aku sama sekali tidak gemuk, kan?” 

Setelah mengatakan itu, Nonoa merangkul lengan Sayaka dengan manja. Jika dilihat secara objektif, penampilannya tampak begitu polos dan tidak ada hubungannya dengan intrik atau konspirasi.

 

◇◇◇◇

 

Sementara itu, Alisa dan Masachika, yang menjadi topik pembicaraan, sedang berada di bus menuju arah keluarga Suou.

Mereka berdua duduk berdampingan di kursi berdua, dan tidak ada percakapan di antara mereka. Hanya saja, seolah-olah ingin mengikat sesuatu, tangan kanan Alisa dengan erat menggenggam tangan kiri Masachika.

“.....”

Dia melirik ke arah Masachika yang duduk di sebelahnya. Dari samping wajahnya, tidak ada emosi yang terlihat, tetapi matanya yang tampak kosong menunjukkan bahwa ia sedang menghadapi perasaannya sendiri. 

(Kurasa, sepertinya lebih baik jika aku tidak mengganggunya sekarang

Berbeda dengan sebelumnya, Masachika tidak berkabung dalam penyesalan. Jika demikian, lebih baik membiarkannya saja. Tadi kebetulan berjalan dengan baik, tetapi Alisa sebenarnya bukanlah orang yang pandai berbicara. Jika Masachika tidak membutuhkan kata-kata dari orang lain, maka lebih baik diam. 

Setelah sampai pada kesimpulan itu, Alisa mengalihkan wajahnya ke arah jendela bus dan memutuskan untuk berkonsentrasi pada pikirannya sendiri. Ya, sekarang setelah dirinya mulai sedikit tenang, ada sesuatu yang harus dia pikirkan. Yakni—— 

(Apa maksudnya dengan adik kandungggg!!!?) 

Itulah yang dia pikirkan.

Sekarang setelah emosinya sudah mulai tenang, hati Alisa dipenuhi dengan pertanyaan ini. Di dalam pikirannya, berbagai interaksi dengan Yuki mulai muncul satu per satu. 

(Jadi, apa-apaan itu maksudnya~~~?) 

Salah satu adegan yang paling jelas diingat Alisa adalah saat Yuki mendekatinya di ruang kelas yang kosong saat senja. 

[Aku sudah mengatakan kalau aku mencintainya! Alya-san, sekarang giliranmu, tolong katakan dengan jelas!]

Terbawa suasana oleh semangat Yuki, Alisa mengatakan bahwa dia tidak akan menyerahkan Masachika. Hal tersebut timbul karena rasa persaingannya terhadap Yuki, yang merupakan teman masa kecil Masachika dan pasangannya selama masa SMP. Jika dia tidak mengatakan dengan tegas di sini, Alisa merasa Yuki akan mengambil Masachika darinya. Tapi...... 

(Adik perempuan! Adik perempuannya!!? Eh, jadi apa? Apa selama ini aku mengatakan, “Aku tidak akan menyerahkannya padamu!” kepada adik kandung dari orang yang aku suka? T-Tidaakkkkkkkk~~~~ tidaakkkkkkk!!!!) 

Alisa dengan susah payah berusaha untuk tidak menunjukkan perasaannya, tapi dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan berguling-guling dalam pikirannya. 

Dia membayangkan. Misalnya saja orang yang dicintai Maria... si Sa-kun itu, menghadapnya dan berkata, “Aku tidak akan menyerahkan Masha-san kepadamu!” 

Ya, tidak diragukan lagi kalau orang yang semacam itu sangat berbahaya. Dia pasti merasa cringe. Nanti, dia harus memberi tahu Maria dengan serius, “Tolong pikirkan baik-baik tentang orang yang ingin kamu pacari, ya?”, karena itu adalah sesuatu yang dia lakukan sendiri. 

(Nnnnnn~~~ nnnnnnnnn~~~!) 

“Alya?” 

“!!!” 

Saat Masachika memanggil namanya, Alisa terkejut dan menoleh ke arah Masachika yang tampak sedikit bingung menatapnya. 

“Ada apa?”

“Ah, tidak, bukan apa-apa......”

“Begitukah?”

“Iya.”

Setelah mengatakan itu, dia mengalihkan pandangannya. Sepertinya Masachika memahami isyaratnya untuk tidak menyelidiki lebih lanjut, jadi ia tidak mengatakan apa-apa lagi dan mengalihkan wajahnya kembali. Ketika melihat itu melalui jendela mobil, Alisa merasa lega di dalam hatinya. 

(Syukurlah...... Ya, sebaiknya aku berhenti memikirkan ini untuk sementara. Semakin lama aku memikirkannya, aku jadi semakin terjebak......) 

Kemudian, Alisa memutuskan untuk menghentikan pemikirannya untuk sementara. Informasi ini tidak bisa dia proses dalam kapasitasnya sekarang.

(Yang terpenting, karena sekarang aku sedang berpegangan tangan dengan Masachika-kun, jadi mungkin kegugupanku bisa terlihat, dan...) 

Saat berpikir demikian, Alisa tiba-tiba menyadarinya

(Ak-Ak-Aku sedang berpegangan tangan dengan Masachika-kun?) 

Sebuah kejutan besar melanda Alisa. 

Tidak, berpegangan tangan itu sendiri bukanlah hal yang perlu diributkan. Selama ini, dia sudah beberapa kali menggenggam tangan Masachika. Namun, kali ini berbeda. Pertama-tama, Alisa sekarang menyadari perasaannya sendiri. Menggenggam tangan dengan seseorang yang dia sukai berbeda jauh dengan menggenggam tangan teman laki-laki! Ditambah lagi—— 

(Tunggu, mari kita ingat-ingat lagi dengan tenang...) 

Setelah berpegangan tangan di bangku taman, saat mereka sampai di halte bus, mereka melepaskan tangan sejenak. Kemudian, saat naik bus, mereka saling berpegangan tangan lagi... ya, benar. 

(Aku sendiri yang mulai menggenggam tangannyaaaaaaa!!?) 

Tidak, dia tidak mempunyai niat tersembunyi. Dirinya sama sekali tidak ada niat untuk berpegangan tangan dalam situasi ini. Hanya saja, agar Masachika tidak berhenti dan tidak melarikan diri, dia menggenggam tangannya. 

(It-Itu benar sekali. Sama seperti Masachika-kun yang menggandeng tanganku sebelumnya... aku juga ingin menggandeng tangannya... cuma itu saja!) 

Namun, tetap saja... memang bahwa Alisa berinisiatif untuk menggenggam tangan dengan laki-laki yang dia sukai. Terlebih lagi, dia melakukannya dengan cara yang cukup memaksa. Saat naik bus, lebih seperti dia menarik dan menggenggamnya dengan erat daripada sekadar bergandengan. Hal semacam itu... 

(Bukannya itu membuatku terlihat seperti gadis agresif!) 

Alisa memegangi kepalanya dan berteriak sekeras mungkin di dalam hatinya

Di dalam kepercayaan Alisa, dia merasa bahwa gadis-gadis pada umumnya tidak akan menggenggam tangan laki-laki yang mereka sukai. Meskipun mereka mengerahkan seluruh keberaniannya, mereka takkan menggenggam tangan atas inisiatifnya dan hanya bisa mengulurkan tangan agar lawan mereka menggenggamnya. Begitulah seharusnya. Menggenggam tangan tanpa ragu-ragu seperti itu sudah pasti tindakan gadis agresif! Tindakan aktif dari gadis yang mendekati laki-laki yang mereka sukai

(Sungguh memalukan! Rasa malu dan harga diri sebagai seorang wanita!) 

Alisa merasa seolah-olah kesuciannya perlahan-lahan terkikis. Eh? Apa dia sudah melakukan hal yang lebih berani sebelumnya? Itu hanya karena dia menggoda teman laki-laki yang menyebalkan dengan sikap percaya dirinya, jadi tidak masalah. Alisa tidak berniat untuk merayunya dengan serius, dan bahkan sekarang pun aku tidak berniat untuk merayunya

(Me-Merayunya? Itu sama sekali tidak sopan! Itu bukan tindakan seorang wanita!)

Alisa berpikir demikian dari lubuk hatinya yang paling dalam. Meski begitu... mengapa hatinya merasa bergetar dengan perasaan senang seperti ini? Merayu Masachika. Masachika yang selalu tenang kehilangan ketenangannya dan menunjukkan ekspresi putus asa saat mencari Alisa. Hanya dengan membayangkan itu saja membuat getaran dari perutnya hingga ke jantungnya membuatnya merasa bergetar, dan dia segera memarahi dirinya sendiri. 

(Dassar bodoh! Apa sih yang kamu pikirkan di saat seperti ini! Sekarang, Masachika sedang berusaha menghadapi keluarganya, kan!? Di saat seperti ini, dasar otak cinta yang bodoh ini!) 

Saat Alisa melirik ke arah sampingnya, dia melihat wajah samping Masachika yang tampak sedikit murung. Jelas sekali, ia tidak dalam keadaan berpikir tentang hal-hal bodoh seperti siapa yang menggenggam tangan lebih dulu atau bagaimana cara menggenggamnya. 

(Lihatlah... Masachika tidak sedang memikirkan hal-hal bodoh seperti itu! .......... Bukannya pemikiranku itu sangat bodoh?) 

Alisa mengeluh pada dirinya sendiri tentang pemikirannya dan sedikit merasa kesal. Dia tahu bahwa sekarang bukanlah saatnya untuk itu, tetapi kenyataan bahwa Masachika sama sekali tidak menyadarinya membuatnya merasa kesal dan cemas sebagai seorang gadis yang sedang dilanda jatuh cinta. 

(Padahal tidak ada salahnya juga ia merasa sedikit malu atau gugup, kan? Atau, apa ia ingin mengatakan kalau bergandengan tangan sudah tidak terasa istimewa lagi? Apa ia tidak merasakan deg-degan? Padahal...aku.......... sudah sangat menyadarinya...)

Didorong oleh ketidakpuasan dan kecemasan yang berputar-putar di dalam hatinya, Alisa sedikit mengencangkan genggaman tangannya. Kemudian, Masachika yang berkali-kali berkedip itu menoleh ke arah Alisa. 

“? Alya?” 

“Ah, itu...” 

Ekspresi wajah Masachika yang dilihatnya dari depan hanya menunjukkan kebingungan murni. Alisa sedikit terdiam, lalu dengan cepat mengucapkan sesuatu yang terdengar tepat. 

Aku yakin, kalau semuanya pasti baik-baik saja.” 

“...... Ah, terima kasih.”

Kata-kata yang tidak memiliki dasar itu hanyalah kata-kata penenang, tetapi Masachika tersenyum tipis dan mengucapkan terima kasih, lalu kembali menghadap ke depan. Seperti yang sudah dia duga, tidak ada sedikit pun rasa malu atau kegugupan yang muncul di wajah Masachika.

(...... Hmmph)

Ketidakpuasan dan kecemasan di dalam diri Alisa semakin membesar. Hal tersebut sudah tidak bisa ditoleransi tanpa sedikit saja kesadaran dari Masachika. 

Namun, apa yang harus dia lakukan? Mana mungkin dia akan memperlihatkan dada atau melingkarkan lengannya sama seperti sebelumnya. Itu terlalu tidak peka, dan di situasi dengan banyak orang seperti ini, tindakan semacam itu bukanlah hal yang pantas dilakukan. Jika melakukan sesuatu, itu harus dilakukan dengan santai, tanpa memberikan makna yang aneh. 

(Bagaimana caranya......) 

Dia berpikir, lalu tiba-tiba menyadari keadaan tangan mereka yang saling bergandengan

Tangan yang digenggam dengan longgar itu diletakkan di antara kursi mereka, dengan tangannya di atas dan tangan Masachika di bawah. Setelah menyadarinya, dia merasa cukup sempit. 

(Ini dia...!)

Dalam sekejap Alisa mendapatkan ide. Saat bus berbelok, dia berpura-pura kehilangan keseimbangan akibat gaya sentrifugal dan sedikit menggeserkan badannya dengan berlebihan. Kakinya meluncur ke samping, dan dia secara ringan menjadikan tangan yang terhubung di antara mereka sebagai alas. 

“Ah, maaf.” 

“Hmm, ah.”

Sambil meminta maaf dengan ringan, dia mengamati ekspresi Masachika dan memastikan bahwa dia tidak merasakan ketidaknyamanan. Ketika bus mulai melaju lurus kembali, dengan gerakan yang tampak biasa... sambil terus berusaha tampak biasa, Alisa mengangkat tangan mereka yang saling bergandengan

Karena jika dibiarkan di sini, dia akan menginjaknya lagi. Jadi, sebenarnya Alisa tidak punya niatan lain, tetapi... asli, dia tidak punya niatan lain sedikit pun... tangan yang diangkat itu, dia letakkan di pahanya sendiri! 

(Hyaaa!) 

Punggung tangan Masachika yang sedikit dingin menyentuh paha Alisa, dan dia merasakan sedikit getaran merinding yang menjalar di tulang punggungnya. Namun, dia menahan diri dan dengan gerakan yang tampak biasa, dia menoleh ke arah jendela, mengintip ke samping. 

(Sekarang, bagaimana dengan itu?) 

Dari pantulan cermin jendela, Masachika—dalam keadaan yang sama seperti satu menit yang lalu, hanya menatap lurus ke depan. Ia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda peduli bahwa tangan kirinya berada di paha Alisa. 

(.......)

Melihat pemandangan itu, Alisa merasa hatinya tertekan, dan rasa malu yang tak terlukiskan muncul di dalam hatinya. Apa sih yang sedang dia lakukan? Sungguh, ini sangat aneh. 

(Apa aku bodoh? Ya, aku pasti bodoh. Di saat seperti ini, melakukan hal tidak senonoh seperti ini... dan pada akhirnya, Masachika-kun sama sekali tidak menyadarinya... ini terlalu konyol...) 

Dengan kebodohan dan rasa malunya, Alisa hanya merasakan rasa malu dan penyesalan. Dia ingin segera mengembalikan tangan ini ke posisi semula dan menganggapnya tidak pernah terjadi. Namun, jika dia segera mengembalikannya, hal itu jelas akan terlihat tidak wajar. Semua upayanya untuk tampak biasa akan sia-sia. Jadi... jika sudah begini, dia tidak punya pilihan lain selain terus menciptakan sejarah kelam ini. 

(Ah, rasanya aku ingin menghilang saja... tolong cepat sampai di tempat tujuan...) 

Alisa berdoa dengan penuh harap sambil berusaha menahan air mata di balik wajah tanpa ekspresinya. Sementara itu, di sampingnya, Masachika berpikir, 

(Aku harus menghadapi masa lalu itu... lalu apa yang harus kulakukan? Tidak, aku... apa yang sebenarnya ingin aku lakukan? Sekarang Yuki pasti... paha. ... Influenza, lembut. Lembut, pa-paha, rok, kaos kaki selutut, paha, paha!) 

Pikirannya menjadi kacau balau. Gelombang kebisingan berkecamuk di dalam pikirannya. Jadi, Masachika juga berusaha keras untuk menyembunyikan ekspresinya.

Ia berusaha keras untuk mengalihkan kesadarannya dari tangan kirinya. Namun, itu tidak mungkin. Mau tak mau Masachika terus mengarahkan pandangannya ke sana. Ia harus memastikan di mana punggung tangan kirinya sekarang menyentuh. 

(Uh...!) 

Masachika menangkap pemandangan itu di sudut matanya dan ia diam-diam terengah-engah. Tiba-tiba, ingatan tentang seorang otaku akut yang mengaku sebagai penggemar berat kaos kaki selutut yang pernah dilihatnya di internet muncul kembali di pikirannya. 

Yang perlu diperhatikan adalah bagian atas kaos kakinya! Apa kamu mengerti? Bagian paha yang sedikit menonjol ini sangat menarik! Ditekan oleh kaos kaki selutut, sedikit meluap, daging paha yang terlihat! Ini, sungguh, tidak tertahankan!

Tepat pada bagian itulah yang sedang disentuh Masachika sekarang. Zona misterius yang meluap di antara kaos kaki selutut dan rok. 

(Fugou!)

Jari telunjuknya menyentuh tekstur kain rok yang kasar. Jari kelingkingnya menyentuh kain kaos kaki yang halus. Dan di area jari tengah dan jari manisnya, dirinya bisa merasakan kulit yang lembut dan kenyal. Ah, jika itu bukan punggung tangan tetapi telapak tangan yang menyentuh, apa yang akan terjadi? 

(Dasar idiot! Apa sih yang kamu pikirkan sekarang, otak mesummu! Mati! Mati sekarang juga! Jangan berpikiran cabul di saat seperti ini!) 

Beberapa menit yang lalu, ia sedang berpikir serius tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Hanya dengan sedikit keberuntungan yang tidak terduga, dirinya langsung terjebak dalam pikiran ini. Masachika benar-benar membenci ketidakberdayaan dan pikiran cabulnya. 

(Lihat! Alisa bahkan tampak biasa-biasa saja! Dia tidak punya niatan lain, tidak ada senyum licik, dan dia bahkan tidak mengatakan sesuatu yang memalukan! Dia hanya memindahkan tangan yang sedikit tidak nyaman ke tempat yang tidak mengganggu... ah, aku ingin mati! Mati saja, dasar pikiran cabul ini!) 

Sambil menggigit gigi belakangnya dengan erat, Masachika berusaha keras untuk mempertahankan wajah tanpa ekspresi. Di sisi lain———

(Kira-kira, apa aku mempunyai kesempatan tidak, ya...?) 

Alisa berusaha mati-matian untuk mempertahankan muka tanpa ekspresi sambil merasa tertekan ketika duduk di bangku penumpang. Masih ada tujuh pemberhentian lagi untuk sampai ke halte yang akan menjadi tujuan mereka.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama