Chapter 10 — Kehidupan Sehari-hari Toudo Tsuyoshi
Bagian 2
Di masa
SMP, kedai tapioka di Shinjuku yang pernah aku kunjungi dengan Hanazono sudah bangkrut. Itu adalah hari panas di musim
panas. Aku ingin minum lagi tapioka kopi yang pahit dan enak yang aku pesan di
sana.
Aku
dibawa oleh Hiratsuka kembali ke jalan Shinjuku. Kami masuk ke sebuah kafe
bernama Starbucks di depan stasiun.
Aku
memesan produk Extra Coffee Caramel Frappuccino dan duduk di
tempat.
“Saionji
Nozomi, dia adalah gadis top idol yang sebenarnya. Banyak rumor yang beredar kalau dia adalah gadis yang
egois dan berperilaku buruk, tapi mungkin itu hanya rumor. Sebenarnya, itu
tidak penting.”
“Ah, aku
tidak terlalu tertarik. Ngomong-ngomong, Putri.”
“...Itu
bukan sebutan yang tepat, ‘kan?”
“U-umu, Hiratsuka. Kenapa kamu bersama
wanita itu, 'Dojima', di sekolah? Dan kenapa kamu bisa ada di sekolahku? Aku pikir kamu bersekolah di
tempat lain.”
Hiratsuka
memiliki ekspresi sedikit usil.
“Hehe,
Dojima-san adalah guruku. Aku belajar banyak darinya. Datang ke sekolah Toudo juga mirip seperti survei? Mungkin
aku akan pindah ke sini.”
“Hmm, apa
memang semudah itu untuk pindah? Bagaimanapun, aku akan menyambut kedatanganmu
di sekolah.”
“Ya,
terima kasih. Ngomong-ngomong, ini terasa seperti kencan, kan? Pergi ke kafe
berdua setelah pulang sekolah.”
“Hmm? Apa
ini disebut kencan? Kencan itu seharusnya
melibatkan dua orang yang saling tertarik, mengatur pertemuan, dan pergi
bersama, bukan?”
“Hmph,
ada berbagai jenis kencan, tau.
Lagipula, aku memang tertarik padamu, Toudo.”
“...Itu...aku tidak menduganya...”
Aku memang merasakan ketertarikan dari
Hiratsuka. Namun, aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Tiba-tiba, aku
teringat Hanazono dan Tanaka.
“Ahaha,
tumben banget aku bisa melihat
Toudo yang sedang dalam
kesulitan. Hmm,
jangan khawatir. Ngomong-ngomong, itu yang Toudo minum sangat manis, bukan?”
Minuman Extra
Coffee Caramel Frappuccino yang aku minum sangat manis, tetapi rasanya enak. Hiratsuka sedang minum
Soy Latte.... Hmm,
susu kedelai, aku pernah mendengar tentangnya, tapi belum pernah mencobanya.
“Apa kamu mau
mencobanya? Aku juga ingin mencoba minuman
itu.”
“Eh?
Ya, mari kita barteran!”
Ngomong-ngomong,
dulu aku pernah memberikan jus yang sudah aku minum kepada Tanaka, dan aku
ingat wajah Tanaka berubah merah. Apa artinya
itu?
....Hmm,
aku tidak peduli dengan artinya. Aku hanya
puas bisa berbagi kenangan itu.
Tapi,
ngomong-ngomong—
“Saat
aku berbicara dengan siswa yang bernama Saionji
tadi, aku merasakan aura yang kuat dari belakang
kelas. Itu sebenarnya apaan?”
“Yah,
itu sih karena Saionji bukanlah siswa biasa. Itu mungkin
pengawalnya Saionji
atau semacamnya.”
“Pengawal,
ya. Maka itu bisa dimengerti. Tapi, memangnya
sampai perlu ada pengawal segala
di sekolah?”
“Kalau siswa
biasa sih tidak memerlukannya. Mungkin hal itu diperlukan kalau
sudah terkenal seperti Saionji.”
Hmm, jadi begitu ya.
“Hehe,
bagaimana kalau setelah ini kita pergi ke game center?”
“Ah,
aku tahu game center. Di sana ada
mesin untuk mengambil foto, ‘kan?”
“Heh~, apa
kamu sudah pernah mencobanya?”
Aku
menutup mataku sejenak. Hari itu adalah hari yang istimewa.
“...Aku
bisa mengingatnya.”
Semua
ingatan yang berkaitan dengan Tanaka telah hilang. Aku mengumpulkan
potongan-potongan informasi untuk memahami dan membangun hubungan antara Tanaka
dan aku. Satu-satunya yang kuingat adalah interaksi di bangku itu.
Hanya
perasaan suka yang tersisa. Bahkan perasaan itu pun hampir lenyap.
Namun,
ingatan itu kembali muncul dalam diriku.
“Toudo?”
Aku
mengambil ponselku. Di sana ada foto yang terpasang bersama Tanaka.
“Aku
tidak bisa mengenali foto ini. Aku kehilangan ingatan tentang Tanaka. Aku tidak
bisa mengenali ingatan yang berkaitan dengan Tanaka. Tapi—”
Gairah emosi pada hari itu mengubahku. Itu hampir
seperti sebuah keajaiban. Itu adalah usaha terbaikku. Aku bisa saja melupakan
segalanya dan menjadi orang yang tidak berdaya.
Ketika
aku menyadari, tangan Hiratsuka bergetar. Dari ekspresinya, aku tidak bisa
membaca emosinya.
“Begitu,
ya... Syukurlah. Aku benar-benar
senang... Toudo, kamu hebat.”
“U-umm,
Hiratsuka, kenapa kamu menangis?”
Tetesan
air mata mengalir dari mata Hiratsuka.
“Ini,
ini karena aku merasa
senang... Ya, bisa mengembalikan ingatan itu luar biasa. Karenaa aku... Hmm, ah, itu sama sekali tidak penting. Kamu harus
bergaul baik dengan Tanaka-san dan Hanazono.”
—Aku
merasakan perubahan suasana. Suasana yang sebelumnya tidak bisa aku deteksi.
Hiratsuka telah menekan emosinya sendiri. Dia tidak ingin aku menyadarinya.
“Aku
dan Hiratsuka adalah teman sekelas.”
“Toudo?”
Aku bisa
mendengar suara bingung Hiratsuka. Aku terus berbicara tanpa
memperhatikannya. Karena aku menyadari bahwa ini adalah titik balik. Titik balik dari apa? Hanya hasil di masa depan
yang bisa menjawabnya. Namun, aku merasa jika tidak memberikan yang terbaik di
sini, aku tidak akan pernah bisa bertemu dengan Hiratsuka Sumire lagi.
“Aku
tidak mengenalimu sebagai
teman sekelas.”
Hiratsuka
duduk di sebelahku, tetapi aku tidak memiliki ingatan tentangnya. Jika aku
tidak bertemu dengannya malam itu, aku tidak akan bisa mengenal keberadaannya.
“Ketika
semasa SMP, aku menganggap,i sebagai gadis nakal yang bukan
teman. Jadi, aku menghapus 'kenangan' dan 'keberadaan' Hiratsuka.”
Memang,
ada suatu hari di mana aku tidak lagi mengenali Hiratsuka.
“To-Toudo!? Jangan memaksakan dirimu. Kamu akan hancur...”
Memang benar bahwa rasa sakit itu menyebar ke seluruh tubuhku.
Namun, rasa sakit ini adalah rasa sakit yang diperlukan. Ini adalah balasan
dari semua yang telah aku lakukan untuk melukai orang lain.
Jika
demikian, aku akan menerima rasa sakit ini.
“Kita
hanya teman sekelas, ‘kan?
Bertemu di jalan dan merasa nostalgia, lalu menyapa... Ya, itu saja. Jadi, kamu tidak perlu memikirkan diriku.”
“Tidak,
itu sama sekali tidak benar. Menjadi dilupakan itu... menyedihkan dan
kesepian. Jadi—”
Aku
merasakan kalau dadaku berdebar dengan kencang. Ini
adalah perasaan yang berbeda dari saat Tanaka—
Aku
berusaha keras untuk menemukan sesuatu yang tidak terukir dalam jiwaku.
“Selain
itu, Toudou, aku ingin kamu merasa bahagia dengan orang lain.”
Mengapa
dia tidak menginginkan kebahagiaannya sendiri di situ?
Teman
sekelas dari SMP. Gadis yang tidak aku kenali hingga baru-baru ini.
Akhir-akhir
ini, kami sering bertemu. Dia memberikan nasihat dan mendukungku.
Aku
menatap wajah Hiratsuka. …Tipe orang yang berbeda dari Tanaka, lebih dekat
dengan tipe yang disebut yankee.
Ketika
aku berusaha memahami lebih dalam, rasa sakit itu semakin kuat.
“Jadi,
ketika aku berusaha mengenali, aku dihalangi. …Hiratsuka, pegang tanganku.”
“Eh,
ehhhhhhhhhh!? Apa?”
“Cepatlah.
Ini... hal yang penting.”
Aku bisa
merasakannya. Jika aku memaksakan untuk mengembalikan ingatan tentang
Hiratsuka, aku akan menjadi orang yang tidak berdaya.
Ini
berbeda dari saat Tanaka. Ada sesuatu yang kurang terukir dalam jiwaku. Namun,
aku tidak suka melihat Hiratsuka menangis.
Hiratsuka
dengan hati-hati menggenggam tanganku. …Perasaan ini pasti bukan yang pertama
kali. Aku pernah menggenggam tangan Hiratsuka—
Saat itu,
gairah yang terpendam di dalam dadaku menyala. Itu begitu terang hingga membuat
mataku silau.
'Reset'
menjadi 'Switch', mereproduksi ingatan secara paralel, dan kemudian, lebih
lanjut mengembangkannya—aku mengembalikan kesadaranku ke masa lalu.
Kesadaranku
terbagi menjadi dua. Agar jiwaku tidak sepenuhnya dibawa ke masa lalu, aku
terus berbicara.
“Apa
ini simulasi ingatan, menjelajahi dalam ingatan? Hari musim panas itu, hari
ketika aku minum tapioka. Lebih dalam lagi. …Berjalan berdua saat senja, dan
kemudian—”
Sekejap, wajah Eri memenuhi pikiranku,
dan kesadaranku seketika menjadi gelap.
Instinkku
menghentikan pengembalian. Aku merasakan kekuatanku menghilang.
“Mengapa wajah Eri tiba-tiba muncul... Ugh, sekali lagi—”
“Toudo,
aku benar-benar sudah tidak apa-apa. Aku sudah berjanji
dengan Eri-san.”
“Berjanji
dengan Eri?”
“Ya,
aku sudah berjanji untuk
mengawasimu, Toudo.
Jadi, masa lalu tidak masalah. Bagi Toudu, keberadaanku
sama sekali tidaklah penting. Jadi,
bersenang-senanglah dengan Hanazono dan Tanaka-san.”
Aku
berbicara seolah-olah untuk merapikan perasaanku sendiri.
“Tidak
ada namanya orang yang tidak penting. Aku
telah membangun hubungan baru dengan Hiratsuka. Namun, aku bahkan tidak berusaha untuk mengenal
Hiratsuka lebih baik. Aku belum
menghapus perasaanku kepada
Hiratsuka. Justru karena aku menghapus ingatan, perasaan terhadap Hiratsuka
menghilang. Tapi, meskipun aku menghapus ingatanku
tentang Tanaka, kenapa perasaan
suka itu masih tetap
ada?”
Hiratsuka
tersenyum padaku.
“Aku
tidak begitu mengerti, tapi mungkin, bukannya itu karena kamu sangat menyukai
Tanaka-san? Mungkin kamu tidak ingin menghapus ingatan tentang cinta itu. Ya, sudah kuduga tidak usah, aku sama
sekali tidak istimewa.”
Aku
menyukai Tanaka. Aku juga
menyukai Hanazono. Apa aku menganggap kalau
Hiratsuka tidak penting?
“Tidak,
itu tidak benar—Hiratsuka juga orang yang penting bagiku.”
Ketika
aku mengucapkan kata-kata itu, mereka berubah menjadi semacam roh. Itu adalah
sesuatu yang aku pelajari dari seseorang. Jadi, aku membisikkan kata-kata itu.
Pikiranku
mencapai satu titik tujuan. Aku tidak mempercayai
yang namanya intuisi. Aku berpikir bahwa teori adalah
segalanya. Namun, hanya dengan teori, hubungan manusia tidak bisa dibangun.
Aku tidak
tahu seberapa banyak yang telah aku reset.
Demi
bisa bersama semua orang di masa depan... Demi
bisa tumbuh lebih baik—
Demi
menghadapi semua orang yang telah aku reset—
“Aku
harus menghancurkan reset ini suatu saat nanti.”
Kekuatan
tekad yang kuat mengalir dalam suaraku. Di saat berikutnya—sisa-sisa
pengembalian membawaku kembali ke masa lalu—
Itu
adalah pandangan dari atas tentang masa laluku. Itu adalah ingatan yang tidak
aku ketahui, sisa-sisa malam panjang yang kuhabiskan bersama Hiratsuka pada
hari itu—
◇◇◇◇
Sebelum
liburan musim panas SMP kelas tiga, aku bertemu Hiratsuka di Shinjuku.
Hiratsuka melihatku di jalan dan menggodaku. Aku berpikir kami akan berpisah
tanpa kejadian apa pun. Namun, aku merasakan aura tidak nyaman yang mengikuti
Hiratsuka. Karena pada masa itu
aku lumayan pemalu, aku mengumpulkan keberanianku.
“Hiratsuka,
aku tidak terlalu mengenal Shinjuku. Apa kamu mau
mengajakku berkeliling?”
“Hah?
Apa kamu tertarik padaku? Lah, bukannya kamu menyukai Hanazono?”
“Ya,
Hanazono adalah temanku yang
penting. Aku tidak terlalu tertarik pada Hiratsuka.”
“Nye-Nyebelin
banget, sih!? ...Tapi tidak apa-apa, aku akan menemanimu untuk menghabiskan waktu.”
Saat itu,
aku terlalu waspada terhadap area di
belakangku sehingga aku tidak memperhatikan orang-orang
yang datang dari depan.
Tubuhku
bertabrakan dengan seorang pria. Tidak, jaraknya
massih sedikit jauh untuk dibilang tabrakan. Ia sendiri yang sengaja menabrakku.
“Hei,
lihat-lihat ke depan saat berjalan napa! Sakit... Kamu harus membayar biaya pengobatanku. Ayo ke sini.”
—Sisa-sisa
pengembalian mengubah pemandangan di hadapanku.
Di dalam
gedung pencakar langit di Shinjuku, aku berlari menaiki tangga sambil
menggenggam tangan Hiratsuka. Dari belakang kami,
pengejar semakin mendekat.
“Haah
haah, sebenarnya apa-apaan sih yang sedang
terjadi!? Kenapa aku hampir diculik? Apa mereka itu
preman? Apa karena kamu memukul orang itu tadi?"
“Mereka
semua berbeda dari berandalan yang
sebelumnya. Mereka adalah anggota dari sindikat
kelompok radikal.”
“Hah?
Kenapa orang-orang seperti itu ada...? Dan, bagaimana kamu tahu tentang hal
itu, Toudo?”
“Hal itu
tidak ada hubungannya dengan
Hiratsuka. Namun, ini serius, lawan kita adalah 'Mikoshiba.'
Ia bisa dianggap setara denganku.
...Ia adalah pria terkenal di
kalangan lembaga penelitian. Pemikirannya sangat cepat dan akurat dalam
memprediksi masa depan.”
“Lah, mana
mungkin aku tidak ada hubungannya! Apa yang terjadi jika aku
diculik!”
“Hm,
kemungkinan besar otakmu akan diubah dan kamu akan jadi gila. Sama seperti aku.”
“Aku
tidak begitu mengerti, tapi kamu harus
menyelamatkanku! Kita berdua
teman sekelas, ‘kan?”
Jika
terus begini, kami tidak akan bisa melarikan diri. Kami diarahkan ke atap.
“Hmm,
ayo kita turun dari sini.”
“Eh?
Bu-Bukannya ini atap gedung!? Bagaimana caranya?”
“Pegang
erat-erat tanganku.”
—Sisa-sisa
pengembalian mengubah kembali pemandangan di hadapanku.
Langit
senja yang indah perlahan-lahan
menghilang dan berubah
menjadi malam yang gelap. Kami menjauh dari Shinjuku, tidak menggunakan kereta
yang tidak bisa melarikan diri, dan berjalan menuju Ichigaya.
“Kakiku sakit karena terlalu banyak
berjalan... Oh oya,
matahari terbenamnya tadi sangat
indah, ya! Rasanya sangat romantis, ‘kan! Ngomong-ngomong, kamu
ternyata cukup baik saat diajak bicara. ...Maaf jika aku selalu meldekmu.”
“Hmm,
aku senang mendengarnya.”
Hiratsuka
menggenggam tanganku. Sepertinya dia takut karena sedang dikejar. Keterasingan
ini mulai menyusup ke dalam kehidupan sehari-hari.
“Yah,
aku senang bisa berteman dengan Toudo hari ini! Hari-hari yang membosankan ini
sedikit berubah. Ngomong-ngomong, kamu dan Hanazono tidak pacaran, ‘kan?”
“Hmm?
Aku dan Hanazono tidak dalam hubungan seperti itu, tetapi...”
“Kalau
begitu, aku dan... eh—?”
“Apa—“
Lawanku
lebih unggul dalam hal ini. Padahal aku
tidak mengabaikan kewaspadaanku.
Namun, waktu yang tenang sangat menenangkan hatiku. Ini adalah kesalahanku.
Suara ban
yang menggerung dan suara tembakan—Hiratsuka diculik.
Tangan kami yang saling berpegangan terlepas—
—Sisa-sisa
pengembalian mengubah adegan.
“Aku
sedikit marah. Dia adalah orang biasa, tai.
Ini adalah permintaan resmi untukmu. Lindungi Hiratsuka Sumire. Kamu bebas melakukannya dengan cara apapun.
Lokasi mereka—”
Aku menerima
pesan dari Eri. Aku menggenggam ponselku dengan erat.
Aku kembali
lagi ke Shinjuku. Sisa-sisa pengembalian terus-menerus mengubah adegan dengan
cepat.
Kakuki-chou, gang belakang, restoran Cina,
pusat permainan, kawasan hotel.
Dan
sekali lagi, aku dan Hiratsuka hanya berduaan di
dalam gedung pencakar langit.
“Toudo...
kamu tidak perlu memikirkan aku,
larilah. Tidak, kamu tidak perlu terluka lebih jauh... Jika aku ditangkap lagi,
itu tidak masalah.”
“Tidak
bisa, Hiratsuka akan sedih jika aku melakukan itu.
Meskipun kita baru saling mengenal sebentar, aku sudah tahu bahwa kamu adalah
orang yang sangat baik. Jadi, aku tidak
perlu alasan untuk menolongmu.”
“Tapi,
ini sudah tidak mungkin... Toudo, kamu sudah berlumuran
darah...”
“Tidak
ada yang namanya mustahil. Apa
yang akan terjadi selanjutnya tidak boleh dibicarakan. Aku dan Hiratsuka tidak
bertemu malam ini. Jika aku berpura-pura melupakanmu di kelas... tolong jangan
pedulikan itu. Aku akan memastikan kamu bisa
memiliki kehidupan normal.”
“Eh,
apa yang kamu bicarakan! Aku tidak mau!! Jangan
lupakan aku... Karena, kita sudah bergandeng tangan dan berjalan bersama, apa
kamu akan melupakan itu?”
“...Kupikir kita bisa melarikan diri
dari sana, tapi ternyata aku
terlalu naif. ...Itu adalah waktu yang sangat indah dan menakjubkan. Aku juga merasa ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu.”
“Kalau
begitu!!”
“Meskipun
aku harus berhati-hati, malam ini sangat menyenangkan.”
“Toudo!?
A-Aku, tentang dirimu...”
“Selamat
tinggal, Hiratsuka... Aku akan melakukan 'reset.'”
Jika itu
demi melindungi orang yang penting bagiku, aku bisa
menghapus ingatan... meskipun itu mungkin salah—
—Sisa-sisa
pengembalian membangunkan kesadaranku.
◇◇◇◇
Dan kemudian aku kembali ke kenyataan.
Hiratsuka yang berada di
depanku memasang waut wajah curiga.
“Toudo?
Sepertinya kamu menderita, tapi apa kamu baik-baik saja?”
Reset
yang melampaui batas. Setiap kali itu terjadi,
aku kehilangan ingatan. Entah itu ingatan
tentang orang-orang yang penting, atau ingatan dalam periode tertentu. Untuk
mengatasi situasi yang tidak bisa dihindari, aku telah berulang kali melampaui
batas. Otakku mungkin telah aus dan rusak pada suatu saat.
Aku tidak
mengerti tentang perasaan. Meskipun begitu, aku
mempunyai oramg-orang
yang penting di sisiku. Jadi, aku harus menghadapi
Hiratsuka. Ini adalah awal antara aku dan Hiratsuka.
Sesuatu
di dalam diriku mengklik, dan semuanya mulai terhubung.
Apa yang
kurasakan dari Hiratsuka bukan lagi udara tak berjiwa seperti sebelumnya. Ada
warna di dalamnya. Ingatanku belum sepenuhnya kembali. Namun, ada sesuatu di
dalam kepalaku yang telah berubah. Sekarang, aku bisa mengenali Hiratsuka untuk
pertama kalinya.
“Ah,
tidak masalah. Aku hanya sedikit mengingat hari-hari di musim panas itu.”
“...Oh,
begitu. Tapi, aku sama sekali tidak
penting bagimu. Kamu sudah punya
Hanazono dan yang lainnya.”
“Itu
salah.”
Kali ini,
aku menyangkal pendapat Hiratsuka.
“Hiratsuka
Sumire, kita adalah teman. Meskipun hanya semalam, itu adalah sesuatu yang
tidak boleh dilupakan.”
Tangan
yang dulu terlepas... aku
tidak ingin melepaskannya lagi. Karena Hiratsuka adalah teman yang berharga
bagiku. Hiratsuka terus menggenggam tanganku selama aku kembali. Tangan itu
masih tidak terlepas.
Jika
begitu, aku harus menyampaikan perasaanku. Semua perasaanku!!
“—Eh...?
A-Apa ini...? Toudo...”
“Jadi,
maukah kamu menjadi teman lagi? ...Ayo
jalan-jalan lagi bersama di jalanan luar kota saat matahari terbenam dengan indah.”
“—――!?”
Hiratsuka
menempelkan tanganku ke dadanya. Aku bisa merasakan perasaanku mengalir. Pasti
Hiratsuka mengerti perasaanku. Hiratsuka adalah temanku yang sangat berharga.
Hiratsuka
perlahan mengangkat wajahnya.
“Aku
seharusnya tidak boleh mengharapkan kebahagiaan...
Tapi... sekarang, untuk saat ini, bolehkah aku bersandar padamu, Toudou...? Aku juga ingin
menjadi temanmu...”
Hiratsuka
menguatkan genggaman tangannya. Dia tidak menangis lagi. Namun, sepertinya dia
masih merasakan kesedihan.
◇◇◇◇
“Terima
kasih untuk hari ini! Kyrasa
aku harus pulang lebih awal! Sampai jumpa!”
Hiratsuka
mengatakan bahwa dia memiliki janji dengan orang lain setelah ini dan akan
pulang lebih dulu. Aku mengantarnya pergi dan kembali ke tempat duduk di kafe.
Aku
memesan tambahan kopi caramel frappuccino dan menyelami lautan pikiranku.
Saat aku masih duduk di sekolah dasar, aku
merasa sendirian. Apa itu benar? Sepertinya jarakku dengan orang-orang di dalam
bingkai foto itu dekat. Meskipun aku kehilangan ingatan, mungkin aku mengenal
mereka satu per satu.
Mengembalikan
ingatan seperti saat Tanaka adalah hal yang sulit. Namun, ada kalanya ingatan
itu kembali dalam bentuk potongan-potongan.
Begitu
juga dengan kejadian bersama Hiratsuka tadi.
Aku bisa sedikit mengingat kembali. Itu sudah cukup untuk mengurangi kesedihanku.
Jika
demikian, aku harus mereset ulang reset ini dan mengingat semuanya suatu saat
nanti. Aku meyakini kalau mereka pasti... teman-temanku yang berharga
Saat aku di masa SMP, aku hanya memiliki
Hanazono sebagai teman. Selain itu, aku tidak
mempunyai ingatan lain selain yang menyedihkan dan
kesepian. Mungkin itu tidak benar. Mungkin saja aku memiliki hubungan dengan
orang lain yang tidak aku ingat.
Sedangkan di
SMA, aku mereset perasaanku terhadap Michiba
dan Sasami. Namun, aku belajar bahwa meskipun aku meresetnya, hubungan itu masih bisa tetap berlanjut. Itu
bukanlah ketiadaan. Ada perasaan baru yang hangat yang lahir.
Dan ada
Tanaka dan Hanazono. Gadis yang ingatannya dihapus dan gadis yang ada di
sampingku meskipun aku sudah meresetnya. Aku
yakin kalau mereka adalah gadis-gadis yang menjadi kunci
bagiku.
Apa aku
benar-benar hidup dengan sungguh-sungguh sampai sekarang? Aku berusaha keras
untuk menjadi normal. Namun, itu berarti aku tidak melihat sekeliling. Tidak,
aku tidak berusaha
mengenalinya.
Aku
merasakan bahwa lingkunganku sedikit
demi sedikit mulai berkembang. Pada saat yang sama, aku bisa
merasakan hatiku tumbuh.
“—Jika
demikian—aku harus menghadapinya dengan serius.”
Ini
bukanlah pertarungan melawan orang dewasa saat di
sekolah SD. Ini adalah pertarungan melawan diriku sendiri.
Itu adalah untuk menjadi normal bagiku.
Pekerjaan
paruh waktu, kunjungan sosial, festival, festival olahraga—semua itu mungkin
adalah acara biasa bagi siswa. Namun, bagiku, itu adalah waktu yang luar biasa
yang takkan pernah bisa aku rasakan lagi.
Kehidupan
masa muda yang dimulai dari reset, aku
kini menyadarinya dengan jelas.
◇◇◇◇
Sebelum
pulang ke apartemenku di
Ichigaya, aku memutuskan untuk melihat gedung pencakar langit yang ada dalam
ingatanku bersama Hiratsuka. Gedung itu terletak di pinggir kawasan bisnis,
sedikit keluar dari pintu selatan. Ketika aku mencocokkan dengan peta Shinjuku
di kepalaku, aku segera tahu lokasinya.
“…Hmm,
sepertinya aku tidak bisa mengingat lebih dari ini....suatu saat nanti, waktunya akan
tiba ketika aku mengingat semuanya.”
Saat aku
kembali ke jalan raya dan hendak menuju stasiun kereta bawah tanah, tiba-tiba—
Sekelompok
pejalan kaki datang dari depan. Kombinasi mereka
terlihat aneh. Seorang gadis dibawa oleh orang dewasa
seolah-olah ingin disembunyikan.
Siluet
gadis yang samar-samar
terlihat itu… ternyata adalah gadis kelas A
yang bernama Saionji.
…Aku meyakini kalau ini juga semacam
takdir. Mungkin saja aku bisa berteman dengannya seperti
dengan Hiratsuka dan yang lainnya. Meskipun dia memiliki sifat yang kasar seperti Hanazono di masa lalu,
Hanazono pernah mengatakan itu adalah caranya
untuk menyembunyikan rasa malunya.
Mungkin
perasaannya yang sebenarnya berbeda.
Berbicara
dengan gadis yang tidak banyak aku kenal membuatku tegang, tetapi aku akan
berusaha untuk berani. Aku lalu berdiri
di depan mereka.
Saionji
yang awalnya menunduk mengangkat wajahnya.
“Saionji,
ya? Kebetulan sekali aku bisa bertemu denganmu lagi.
Apa yang sedang kamu lakukan
di sini?”
“Ah...
eh...”
Saionji
tidak memberikan jawaban apapun.
Wajahnya tampak bingung—tidak, ada suasana aneh yang
mengelilinginya.
Meskipun
wajahnya kelihatan bingung, tapi tubuhnya kelihatan bergetar. Dia terjebak dalam
perasaan takut.
“Maaf,
aku tidak bermaksud menakutimu.”
...Tidak
perlu memaksakan percakapan. Aku bisa bertanya tentang hal yang menggangguku.
“Sepertinya
tidak ada tanda-tanda
pengawalmu yang terlihat di kelas. Apa mereka sudah pulang? Kondisimu tidak
terlalu baik. Mungkin lebih baik pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisimu.”
“Ah,
tidak perlu khawatir tentang aku. Ak-Aku
baik-baik saja. Silakan pulang lebih dulu...”
Orang-orang dewasa di sekitarnya juga
berbicara padaku dengan suara lembut.
“Bocah kecil
mendingan pulang saja sana.
Kami akan mengantar Saionji dengan baik.”
“Hm,
begitu. Jika demikian, aku tidak akan mengatakan lebih banyak.”
Orang-orang dewasa itu membungkuk dan mulai
berjalan. Saionji didorong oleh orang dewasa untuk melangkah. Ada perasaan aneh yang mengganjal hatiku. Ini
berbeda, dan aku harus mencari tahu apa itu.
Saat aku
menatap punggung Saionji, dia perlahan-lahan
menoleh.
Aku bisa
mendengar suara gigi yang bergemeretak.
Kemudian—dengan
suara kecil yang lemah, hampir tidak terdengar oleh siapa pun—suara itu sampai
ke telingaku—
“Tolong aku...”
Dia
berbisik.
Saat itulah, aku sudah bergerak—
◇◇◇◇
Kenapa
aku bisa berada dalam situasi seperti ini?
Aku,
Saionji Nozomi, adalah seorang idola top papan atas.
Aku sudah terjun ke dalam dunia hiburan sejak kecil.
Ini bukan
untuk memenuhi hasratku untuk diakui. Karena, ayahku sudah meninggal... sedangkan adik laki-lakiku menghilang
tanpa jejak, dan ibuku mengalami kehilangan ingatan... itulah sebabnya, cuma aku
satu-satunya yang harus menghasilkan uang.
“Nozomi-chan,
sepertinya aku sudah tidur lama sekali.
Begitu aku terbangun, tiba-tiba sudah dua puluh tahun berlalu. Ahaha, saat aku
ingin mendengar jawaban dari pengakuan cintaku... ternyata orang itu sudah
menikah dan punya anak... Dia pergi lebih dulu sebelum aku. ...Aku tidak ingat
apa-apa.”
Ibuku
terus berobat ke rumah sakit. Keadaannya semakin memburuk. Oleh karena itu, aku harus menjadi
penopangnya.
Sejak
kecil, aku sudah tahu bahwa penampilanku sangat baik. Aku telah berusaha keras
dengan usaha yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Saat anak-anak lain
bermain, aku selalu berlatih.
Warisan
dari ayahku terus-menerus berkurang. Kami bukanlah
keluarga yang kaya, jadi kami tidak punya banyak tabungan.
Sambil
berlatih, aku memikirkan masalah uang, tetapi aku tetap berpikir bahwa aku
tidak akan kalah dengan ketidakadilan ini.
“Nozomi-chan,
jangan terlalu memaksakan dirimu. Maafkan ibu yang tidak bisa melakukan
apa-apa.”
Tubuh
ibuku semakin melemah.
Biaya rumah sakit menjadi semakin diperlukan. Aku mengikuti audisi dari
berbagai tempat. Dulu aku yang ceroboh berusaha dengan keras.
Dan tanpa
sadar, aku berhasil berkembang
menjadi idola top papan atas.
Jika aku menjadi idola top, aku bisa menghasilkan uang, dan mungkin adik laki-alkiku yang hilang sedang melihatku.
Setelah tidak perlu khawatir tentang uang, pencarian adikku menjadi prioritas
berikutnya. Aku merasa akhirnya sedikit ketenangan datang kepada kami.
Banyak
rekan seprofesiku yang membenciku. Banyak pria yang mendekatiku dengan niat
untuk berpacaran denganku.
Aku telah
melihat dunia orang dewasa. Oleh karena
itu, aku sangat membenci pria. Jika aku berbicara dengan nada kasar, pria-pria
itu tidak akan mendekatiku.
Satu-satunya
yang bisa kuandalkan adalah manajer agensiku dan siswa yang menajdi pengawalku, tetapi...
hari ini, mereka mengkhianatiku.
Aku
dijual.
Aku ingin
melawannya. Aku ingin melarikan diri dari
tempat ini. Aku takut akan diculik. Aku tidak bisa membayangkan ke mana aku
akan dibawa. Aku tidak menyukai
tatapan pria-pria menyeramkan itu.
Aku tidak
tahu bagaimana cara melarikan diri dari sini dan hampir menangis.
Pada saat
itu, ada seorang pria aneh mendekati kami.
Ia adalah pria yang memeluk Dojima-san di sekolah... Namanya kalau tidak salah adalah Toudo.
Sepertinya itu sudah menjadi masa lalu yang jauh. Para orang dewasa mengabaikan
Toudou dan berusaha pergi.
Aku juga merasa sedikit lega. Karena
mereka sama sekali tidak normal. Manajer yang
memperkenalkanku adalah orang dari perusahaan keamanan khusus yang dikirim dari
suatu tempat. Mereka adalah golongan pria
yang tidak segan-segan
menggunakan kekerasan. Jika Toudo bertindak aneh, ia akan terlibat masalah juga.
Aku bisa merasakan tatapan di punggungku.
Dengan
hati-hati, aku menoleh dan melihat Toudo menatapku. Dalam kegelapan, aku tidak
bisa melihat dengan jelas, tetapi ekspresinya tidak menunjukkan apa yang dia
pikirkan.
――Tolong aku.
Suara
yang tidak terdengar itu terlepas dari bibirku.
Seharusnya
itu hanya penghiburan, tetapi—aku justru mendengar
jawabannya.
“――Baiklah.
Pertemuan kita di sini adalah suatu takdir. Jadi aku tidak
memerlukan alasan lain untuk membantu teman sekolahku.”
Aku tidak
mengerti apa yang terjadi.
Sebelum aku
sempat berkedip, Toudo sudah menggenggam tanganku. Seolah-olah dirinya
berpindah tempat dalam sekejap...
“Ayo kita pulang. Di mana rumahmu? Aku
akan mengantarmu.”
“Eh,
ah...”
Suasana
di sekitar pria-pria itu seketika berubah.
Mereka berusaha menghilangkan ancaman tanpa banyak bicara.
“Ja-Jangan!
Cepat lari!”
“Hm,
pekerja profesional, ya. Saionji, tutup
mata dan telingamu.”
Suaranya terdengar sangat tenang. Aku merasa
ingin menuruti perintah itu, tetapi aku tidak ingin membuatnya kesulitan karena
aku.
“Ak-Aku
tidak akan melarikan diri... tolong jangan gunakan kekerasan...”
Aku
mendengar suaranya
yang sangat lembut itu. Rasanya seperti sesuatu yang jatuh ke dalam diriku.
“Mana mungkin aku akan
meninggalkan seorang gadis yang menangis sendirian.”
Pria yang
berusaha menyerang Toudou melompat tinggi.
Saat pria
besar itu menyentuh Toudou, pria tersebut
langsung runtuh dan pingsan.
Tangan
pria yang mengeluarkan stun gun tergetar dan ia terjatuh.
Setiap
kali Toudo bergerak, pria-pria itu jatuh satu per satu. Aku tidak bisa
mengendalikan emosiku. Meskipun akal sehatku memperingatkan bahwa dia melakukan
sesuatu yang gila, aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari Toudo. Dari dalam
tubuhku, panas mulai mengalir. Rupanya manusia
bisa bergerak seindah ini...
Hanya ada
satu pria yang masih berdiri.
Ia mengawasi Toudo dengan serius.
“…Hmm,
sepertinya hanya satu orang yang levelnya jauh berbeda. Namun, itu tidak akan
cukup.”
“Dasar keparat,
kamu siapa?
Aku dibayar untuk melakukan pekerjaan sepele ini, tetapi kamu berani melawan orang dari
perusahaan tentara bayaran profesional...”
“Itu sama sekali tidak penting. …Orang
dewasa tidak ada untuk mengintimidasi anak-anak. Bukankah orang dewasa
seharusnya melindungi anak-anak?”
Pria itu
tidak menjawab pertanyaan Toudo dan mengeluarkan sesuatu dari saku. Itu
berkilau di bawah lampu jalan—sebuah pisau!?
“T-Toudo,
cepat lari!?”
Toudo
tersenyum padaku. Senyum itu terasa tidak pada tempatnya, tapi aku terpikat dengan senyumannya.
“Tidak
masalah.”
Saat pria
itu mengayunkan pisaunya, pisau
itu meluncur dan menancap ke dinding. Pria itu tertegun, tidak bisa memahami
apa yang terjadi.
Dalam
sekejap, pria itu terjatuh ke tanah.
Tidak ada
yang bisa melihat gerakan
Toudo. Baik aku maupun
pria-pria itu.
Toudo
menghela napas dan melihat sekeliling. Lalu, matanya bertemu dengan mataku.
◇◇◇◇
Aku sudah bertindak terlalu berlebihan.
Aku selalu seperti ini.
Kekerasan
membuat orang merasa terintimidasi. Setelah melihat diriku seperti ini, Saionji
pasti akan merasa takut padaku.
Aku tidak
menggunakan semua kekuatanku. Seharusnya aku hanya menghindar dengan ringan,
tetapi lawanku membawa senjata. Jika aku tidak memberikan reaksi yang cukup kuat,
akibatnya akan sangat menakutkan.
Aku jadi teringat masa SMP dulu. Saat teman sekelasku diminta
uang oleh preman di jalan yang ramai. Ketika aku mencoba membantu... mereka
malah takut padaku. Aku tidak bisa melupakan tatapan mereka saat itu.
Kekerasan
membuat orang merasa takut. Oleh karena
itu, aku benci kekerasan.
Namun,
kali ini berbeda. Aku sudah belajar tentang menahan diri. Tidak ada yang mati
dan tidak ada yang terluka parah. Setelah beberapa saat, mereka pasti akan
sadar.
Aku takut
untuk bertatap mata dengan Saionji.
...Tidak,
ini adalah pilihanku. Aku bukan lagi diriku yang dulu. Aku telah tumbuh setelah
bertemu dengan berbagai
orang.
Aku
menatap Saionji yang duduk. Ekspresinya mengejutkan.
“…Apa
kamu tidak takut?”
“Ti-Tidak,
aku tidak merasa takut padamu. K-Kamu
sangat kuat. Menjadi kuat itu hal yang baik.”
Saionji
mengambil tanganku yang kuulurkan dan berusaha berdiri. Meskipun seharusnya aku
sudah memegangnya dengan kuat, dia terhuyung dan meletakkan tangannya di
dadaku.
“Lu-Luar
biasa sekali, jadi
ini otot laki-laki, ya...?”
“S-Saionji,
m-mundur sedikit. Ra-Rasanya sangat
memalukan.”
“Bu-Bukannya
aku punya niat tersembunyi, kok. Aku hanya penasaran secara
akademis. O-Otot
lenganmu...”
“He-Hentikan.
Se-Sekarang bukan saatnya untuk hal-hal
seperti itu.”
“Ah!”
Saionji
sepertinya tersadar dan memahami situasinya. Dia sedikit menjauh dariku...
tidak, entah kenapa anehnya, jaraknya terlalu dekat... Dia
mengeluarkan ponselnya dari celah di dadanya dan mulai melakukan sesuatu. Hmm,
jadi ada tempat penyimpanan di sana. Manusia memang makhluk yang aneh.
“Ara~, kamu
benar-benar terpaku pada dadaku. Sudah
kuduga, ternyata kamu orang yang mesum.”
“Maaf,
aku tidak mengerti apa yang kamu maksud dengan mesum.”
“Kamu tidak
perlu menyembunyikannya, aku bisa mengerti. Ya, karena—ah, telepon dari
Dojima-senpai...”
“Hm,
Dojima? Sudah kuduga, pasti
ada hubungannya dengannya, ya...”
Untuk sementara
waktu, kami memutuskan untuk pergi
dari tempat ini dan menuju stasiun.
Di tengah
perjalanan, Saionji menyelesaikan teleponnya dan menghela napas panjang.
Sepertinya Eri sudah menyadari situasi dan bersiap untuk menanganinya.
“Hah~~~~~~~!
Syukurlah, berkat bantuan
Dojima-senpai, entah bagaimana semuanya bisa beres...”
“Hm,
apa itu ada hubungannya dengan hampir diculik?"”
“…Yah,
sepertinya aku tidak akan mengalami situasi berbahaya seperti itu dalam waktu
dekat. Berkat Dojima-senpai yang bergerak di belakang layar, aku bisa tetap di
dunia hiburan seperti biasa.”
“Baiklah,
jika begitu aku akan per—”
Aku
berusaha pergi dari tempat itu dan menuju kereta bawah tanah, tetapi—Saionji
menggenggam ujung seragamku.
“…Tu-Tunggu, Toudou. Kamu harus mengantarku
pulang. …Bu-Bukannya berarti
aku takut. S-silakan ikut jika kamu
mau.”
Tubuh
Saionji sedikit bergetar. Ketakutan yang dinetralkan oleh adrenalin sepertinya
belum sepenuhnya hilang.
“Hm,
baiklah, aku akan mengantarmu.”
Wajah
Saionji bersinar cerah seperti anak kecil. Sepertinya dia memiliki emosi yang
mudah terbaca. Aku tidak membencinya.
Kami
berangkat dengan kereta menuju stasiun tempat Saionji tinggal.
Setibanya
di stasiun, tubuh Saionji masih bergetar.
Aku
meletakkan tanganku di bahu Saionji. Kontak fisik bisa meredakan kecemasan,
kata Hanazono. Saionji menatap lenganku dengan kepala sedikit miring.
“Hm?
Apa kamu tidak menyukainya?”
“Tidak,
biasanya jika ada seorang
pria menyentuhku, aku pasti akan sangat marah, tetapi anehnya aku tidak merasa
tidak nyaman.”
“…Hmm?
Tadi kamu sudah menyentuh ototku, ‘kan?”
“I-Itu
karena aku hanya merasa penasaran.
So-Soalnya,
secara akademis… secara hiburan…”
Apa iya
begitu? Mungkin memang begitu.
“Meskipun
begitu, rupanya
kamu sangat kuat, ya. Mirip seperti karakter dalam manga
'Ninja'. Sebenarnya, kamu adalah agen bayangan atau seseorang yang bekerja di belakang layar,
‘kan? Kamu pasti bukan orang sembarangan,
ya? …walaupun sedikit mesum juga, sih.”
“Hmm, sepertinya kamu terlalu banyak
membaca manga. Aku hanyalah seorang
pelajar biasa.”
“Hmm~ begitu,
jadi kamu harus menyembunyikannya, ya. …Hmph, baiklah, aku akan bersikap dewasa
dan membaca situasi. Apa ada orang lain yang tahu seberapa kuatnya kamu?”
“Tidak,
aku tidak ingin menunjukkan kekerasan kepada orang lain.”
“Hehe~, jadi cuma aku yang mengetahuinya, ya?”
“Kenapa
kamu terlihat senang?”
“Si-Siapa
juga yang merasa senang. Ah, ini rumahku.”
Dari
stasiun terdekat, kami berjalan selama sepuluh menit dan berhenti di depan
sebuah rumah kayu kecil.
“Baiklah,
aku akan pergi dari sini.”
“Ah…
tunggu. Se-Sebentar, aku akan menjamu kamu
dengan kopi.”
Saat itu,
pintu gerbang terbuka. Seorang wanita dengan penampilan lembut dan imut muncul
dengan pakaian tidurnya.
Entah
kenapa, wajah Saionji berubah menjadi masam. Sepertinya dia sedang menahan
sesuatu, tetapi dia tidak ingin
menyakiti orang yang penting baginya…
“Ah!
Nozomi-chan, kamu membawa pacarmu!
Aku terkejut tau! Oh, aku
adalah… umm, siapa ya?”
Suara
Saionji berubah.
“Kamu adalah
Ibuku… Mari
kita masuk. Toudo, maaf jika itu
mengejutkanmu. Ibuku, dia
kehilangan ingatannya…
jadi dia sedikit berbeda.”
“Kehilangan
ingatan? Itu…”
“Sudahlah,
apa boleh buat! Aku sudah menyiapkan
makanan, jadi silakan masuk!”
“Ya…
Toudo?”
Tubuhku
bergerak lagi tanpa izin. Aku mendekati ibu Saionji. Ibu Saionji menatapku dengan
wajah kebingungan.
“Ketika
aku kehilangan ingatan, rasanya waktu berlalu begitu saja.”
Mata ibu
Saionji sedikit membesar. Aku tidak bisa
menghentikan kata-kataku.
“Orang
lain tahu tentang diriku, tetapi aku
tidak tahu tentang orang tersebut.
Itu sangat menyedihkan, tetapi aku tidak merasakan apa-apa. Semua yang telah
kumiliki menghilang. Kepribadianku berubah dan aku menjadi orang yang berbeda.”
Si Ibu
mengangguk.
“Ya,
aku yang dulunya seorang pelajar SMA tiba-tiba menjadi seorang wanita tua, itu
sangat mengejutkan... Aku bahkan tidak ingat seberapa banyak kasih sayang yang
telah kutuangkan.”
“Rasa
sedih itu pun tidak muncul. Meskipun begitu—”
“Ya, tubuhku masih mengingatnya. Hei,
apa kamu juga mengalami hal yang sama, atau bahkan sedang mengalaminya?”
Aku
menarik napas dalam-dalam.
“—Ya,
aku telah kehilangan ingatanku
berkali-kali. Setiap kali itu terjadi,
aku tidak tahu siapa orang-orang yang penting bagiku.”
“…Haha,
aku hanya sekali sudah merasa cukup, tetapi kamu kehilangan ingatan berkali-kali.”
Saionji
tertegun mendengarkan percakapan kami. Wanita yang disebut ibunya ini sama sepertiku.
Ibu Saionji mengelus rambutku. Begitu ya, jadi wanita dengan aura seperti
ini adalah sosok ibu yang
sebenarnya…
“Kamu sungguh anak yang hebat.
Aku sendiri sudah merasa lelah dan
hanya menjalani hidup yang terpuruk dengan mengandalkan putriku.”
“Berkat
teman-temanku. Aku memutuskan untuk bergerak
ke depan.”
“Begitu…
Nee, kira-kira,
apa ingatan bisa kembali?”
“Tidak
mustahil. Karena aku telah mendapatkan kembali ingatan tentang orang-orang yang
penting bagiku.”
Aku meraih tangan ibunya. Tangan itu aku tumpangkan di
atas tangan Saionji.
“Kenangan
yang berharga akan selalu terukir di dalam jiwa. Yang perlu Ada lakukan hanyalah merasakannya.”
Ibu Saionji
menutup matanya dan wajahnya menjadi tenang. Lalu—
“…Maaf,
tapi aku tetap tidak mengerti. …Karena Nozomi-chan… Eh? Apa ini? Aku berjalan
bersama Nozomi-chan dan Seiji-kun? Haha, apa ini… Aku sedang berbelanja di
Jusco… Aku tidak mengenal, ingatan ini…”
Saionji kemudian memeluk ibu.
“Ibu,
tidak apa-apa, kamu bisa melakukannya dengan perlahan. Aku akan selalu
menunggumu, hiks, Ibu, Ibu…”
Ibunya tampak sedikit bingung. Entah
kenapa, hatiku merasa puas.
Aku tidak begitu mengerti. Namun, aku bisa
belajar dari hal-hal yang tidak aku pahami.
“Permisi,
aku akan pergi sekarang. Selamat malam.”
Ibu Saionji balas mengangguk.
Saionji
yang matanya berkaca-kaca menoleh ke arahku.
“…Ti-Tidak,
aku tidak menangis. …Terima kasih untuk hari ini. …Sungguh terima kasih. Se-Selanjutnya,
aku akan membalas budi padamu…”
“Ya.”
Aku
membelakangi mereka dan
mulai berjalan.
Aku
merasakan firasat bahwa sesuatu yang baik akan terjadi besok.
Benar,
aku harus melaporkan kepada
Hanazono kalau mungkin kita akan mendapatkan teman baru. Aku
yakin kalau Hanazono juga pasti akan merasa senang.
◇◇◇◇
Waktu
makan siang di halaman sekolah.
Hari ini aku memutuskan untuk tidak membeli roti dan membuat yakisoba di rumah. Makanan
tersebut sangat mudah dibuat hanya dengan menggoreng
sayuran kemasan bersama mie.
“Haru-chan
bilang kalau dia tidak bisa datang hari ini
karena sibuk.”
“Iya,
sepertinya dia ada sesuatu yang ingin dia
bicarakan dengan guru. Meski
rasanya agak kesepian, tapi itu tidak masalah karena Hanazono ada
di sampingku.”
“Kamu
ini… jangan bilang begitu dengan santainya.”
“Tapi
itulah kenyataannya.”
“Yah,
aku senang jadi tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, apa kamu juga akan ikut
festival olahraga? Kelas khusus tidak
diwajibkan ikut, ‘kan?”
Ngomong-ngomong,
aku belum sempat berkonsultasi dengan Tokita-sensei.
Setelah mengumpulkan informasi, festival olahraga ternyata bersifat sukarela. Supaya siswa dari kelas khusus bisa
berpartisipasi sebagai satu kelompok, diperlukan jumlah peserta yang cukup.
Oleh karena itu, perlu dibuat daftar peserta.
Aku belum
bertanya kepada siswa lain. Kurasa aku
perlu bertanya mulai sekarang.
“Kalau
tidak ada peserta lain, bukannya
lebih baik kalau kamu masuk ke
kelas biasa mana saja?”
“Itu
juga mungkin. Tapi, karena mumpung ada
kesempatan seperti ini, aku
ingin mencoba berpartisipasi sebagai kelas khusus.”
Aku ingin
sedikit lebih membuka jalanku sendiri.
“Hmph,
itu merepotkan. Ngomong-ngomong, apa kamu sudah punya teman selain Haru-chan di
kelas khusus?”
“Teman,
ya… Aku sudah sedikit akrab dengan teman sekelas. Sepertinya aku juga bisa
berteman dengan beberapa siswa dari kelas khusus lainnya.”
“Hee, hmm, seperti apa orangnya?”
“…Seorang
gadis yang menyukai otot.”
“Hoe?”
“Gadis
yang berdiri di belakang gedung sekolah itu.”
Gadis
yang terlihat mengintip dari belakang gedung sekolah itu adalah Saionji Nozomi.
Saionji sedang mengunyah roti sambil mengamati
kami.
Ketika tatapan mataku bertemu dengannya, dia
langsung menghilang, tetapi dia perlahan-lahan
muncul dan mendekat. Tiba-tiba, siswa di sekitar mulai berbisik dan membuat keributan.
“O-Oi,
bukannya dia itu Saionji dari kelas
khusus? Kenapa dia ada di gedung ini!!”
“Dasar
bodoh, jangan sembarangan mengambil fotonya! Kita bisa dikeluarkan dari
sekolah jika ketahuan mengambil foto di sekolah. Kita juga bisa dikeluarkan
bersama-sama!”
“Dia super
imut…”
“Jadi
itu yang namanya idola papan atas… Auranya berbeda.”
“Kelas
seni dari kelas khusus itu penuh dengan orang-orang hebat. Dojima-san akan
tampil di Hollywood, ‘kan?”
Aku tidak
begitu mengerti tentang idola papan atas,
tetapi aku tahu kalau dia
sangat populer.
“Nama
gadis itu adalah Saionji Nozomi. Kemarin, setelah beberapa kejadian, aku
mengantarnya pulang ke rumahnya.”
“Ka-Kalau
kamu sih pasti bisa
melakukan apa saja, tapi… kamu sedang melakukan apaan sih!? Dia itu ‘kan
superstar!”
“Tidak,
bagiku ini adalah pertemuan pertama.”
Saionji
sudah sampai di depan kami.
“Ap-Apa aku boleh duduk di sini? Ha-Hari
ini aku ingin mengubah suasana dan datang ke halaman kelas biasa. …Aku panik
karena kamu tidak ada di dalam kelas.”
Saionji
mencoba duduk di bangku sempit. Aku dan Hanazono sedikit merapat. …sempit sekali.
“Ara, kamu sangat imut. Apa kamu
temannya Toudo?”
“Eh,
ya, namaku Hanazono, teman masa kecilnya Tsuyoshi...”
“Begitu!
Maka, aku harap kita bisa berteman mulai sekarang. Aku tidak ada kerjaan dan
sedang bosan! Oh, bolehkah aku bertukar nomor
dengan Hanazono-san?”
Saionji
melirik ke arahku. Apa yang ingin dia katakan?
“Eh,
tiba-tiba begitu!? Bo-Boleh
sih… tunggu, dari mana kamu mengeluarkan
smartphone itu!? Tsuyoshi,
jangan melihatnya!”
Saionji
mengeluarkan smartphone dari penyimpanan dadanya.
…Sepertinya agak hangat. Lalu mereka bertukar kontak. Setelah sejenak terdiam,
Saionji mengeluarkan sekantong kecil kue dari tempat
penyimpanan di dadanya.
Memangnya
itu sesuatu yang harus disimpan?
“Ha-Hari ini,
aku datang untuk mengucapkan terima kasih atas kemarin. …Ini kue buatanku sendiri, silakan dimakan.”
“Tsuyoshi?
Apa maksudnya ini? Kenapa
kamu bisa akrab dengan Saionji-san!?”
“Tu-Tunggu,
aku akan menjelaskannya kepadamu, Hanazono, jadi jangan pukul-pukul bahuku. Saionji, tunggu, jangan
paksa aku untuk memakannya. Tanaka, tolong bantu aku.”
“Haru-chan
sedang tidak ada di sini! Tsuyoshi! Kamu harus menjelaskannya!”
“Makan
kue ini!”
Aku
membungkuk dan mengecil. Wanita memang makhluk
yang sangat kuat. Sejak SD, aku sudah tidak nyaman di
depan wanita dewasa. Terutama di depan “Eri”, aku jadi tegang dan tidak bisa
bergerak. …Tidak, itu hanya tekanan.
Bagaimanapun juga, aku mencoba menenangkan
Hanazono dan menerima bungkus kue dari Saionji. …Memang, rasanya terasa hangat.
“Hmm,
meskipun penampilannya sedikit buruk, sepertinya sangat enak.”
“Diam!”
Aku
menggigit kue itu. …Eh, ini… tidak manis?
“Bagaimana?
Enak? Aku tidak yakin karena tidak mencicipinya.”
“…Ini
hanya dugaanku, tetapi
mungkin kamu lupa memasukkan gula.”
Sepertinya
suhu Hanazono menurun.
“Saionji-san, kamu tidak sedang mengejek
Tsuyoshi, ‘kan?
Jika itu hanya bercanda, aku akan marah.”
“Tidak,
Hanazono, tunggu dulu.”
“Eh,
oh, maaf… aku tidak bisa memasak, jadi aku belajar dari ibuku, tapi aku salah.
Si-Sisa kuenya
akan aku makan, jadi Toudo minum air saja.”
Aku
memakan sisa kue itu dalam satu gigitan.
“Nyam, nyam… hmm, ini bisa dimakan, meskipun
rasanya aneh. Terima kasih untuk kue ini, Saionji.”
Hanazono
menghela napas lega.
“Selama
Tsuyoshi baik-baik saja, itu bagus…”
Saionji
menjawab dengan sedikit menunduk.
“…It-Itu..kamu tahu sendiri, kalau aku orang terkenal… Dan, Toudo
adalah orang pertama yang tidak tahu apa-apa tentangku dan tidak tertarik. Ka-Karena aku tidak punya teman sama
sekali, jadi tidak tahu bagaimana cara mulai berbicara…”
Suasana
di sekitar Hanazono berubah menjadi lebih hangat.
“Hah...
begitu rupanya, jadi kamu juga sama seperti Tsuyoshi, anak yang canggung, ya? Hei, Tsuyoshi, apa
yang ingin kamu lakukan dengannya?”
“Aku?
Aku hanya kebetulan mengenal Saionji, dan hubungan kami adalah...”
Aku
berpikir sejenak. Ini bukan pemikiran cepat. Aku meluangkan waktu untuk
berpikir perlahan. Karena itulah yang dilakukan orang biasa.
Apa yang
ingin dilakukan Saionji dengan datang ke sini? Dia bilang untuk mengucapkan
terima kasih, tetapi itu hanya alasan. Tidak baik jika aku berpikir seperti
sebelumnya yang tidak memikirkan apa-apa.
Jangan bertindak
hanya berdasarkan teori. Ikuti instingmu—
“Hmm,
jadi begini cara pertemanan berkembang. Saionji, maukah kamu berteman denganku?”
Hanazono
berdiri dan menepuk punggungku. Itu tidak sakit. Entah kenapa, aku merasa sedang dipuji.
Saionji
berusaha merangkai kata-kata meskipun agak kikuk.
“E-eh,
umm, aku... itu... aku juga ingin,
berteman.”
“Saionji-san,
jika kamu berteman dengan Tsuyoshi,
maka aku juga ingin berteman denganmu. Hehe, senang bertemu denganmu!”
“Ah...
u-uh... senang bertemu denganmu...”
Ada
suasana yang baik. Hatiku jadi merasa
puas.
Pada saat
itu, aku melihat sosok dari arah gedung sekolah. Aku sudah mendengar suara
langkah kaki yang berjalan di koridor sebelumnya, dan semakin mendekat, semakin
senang rasanya. Langkah kaki itu semakin cepat, dan ketika dia mengenali kami,
Tanaka melambai dan berlari menghampiri.
“Yo!
Pertemuan dengan guru sudah selesai! Eh? Kenapa Nozomi ada di sini?”
“Ah—!
Tanaka Haru!? Ap-Apa kamu juga temannya Toudo!?”
“Ya,
kita sekelas. Ngomong-ngomong, sudah lama sekali aku
tidak berbicara dengan Nozomi-chan. Apa kamu masih bersikap dingin?”
“Aku
tidak bersikap dingin! …Hari ini cukup sampai di sini! Toudo, datanglah bermain
ke rumahku lagi! Ibuku juga menantikan
kedatanganmu!”
“Baiklah,
saat itu aku akan minta bantuan.”
Saionji
pulang dengan wajah merah dan mulutnya bergerak-gerak.
Tanaka
dan Hanazono saling bertukar pandang.
“Aku memang
sedikit tertarik dengan apa yang dia maksud dengan berkunjung ke rumahnya,
tapi itu hal yang baik, kan?”
“Ya,
ada bagusnya Toudo punya lebih banyak teman.
Hehe, Toudou, ceritakan apa yang terjadi dengan Nozomi-chan.”
“U-um,
itu terjadi kemarin—”
Syukurlah,
sepertinya aku tidak membuat pilihan yang salah. Aku akan meminta Saionji
untuk ikut berpartisipasi dalam
festival olahraga.