Epilog — Buku Harian Ayase Saki
24 September
(Jumat)
Sudah lama
sekali sejak terakhir kali aku menulis buku harian, tapi tak kusangka kalau
isinya akan menjadi seperti ini.
Ketika aku
memikirkan apa yang akan kutulis sekarang, aku mulai merasa ragu apakah aku
benar-benar harus menulisnya.
Tapi jika
aku tidak mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiranku, aku bisa kehilangan
pemahaman tentang diriku sendiri. Mungkin hal itu sudah aku alami.
Maaya juga
bilang begitu. Dia bilang aku menjadi bodoh. Itu sangat menyakitkan. Kenapa cara
menyampaikannya harus begitu sih? Aku merasa itu kejam. Tapi di sisi lain, aku
entah kenapa merasa setuju.
Soalnya,
akhir-akhir ini aku terus memikirkan hal itu di sela-sela waktu belajarku.
Tentang “saling
melakukan tindakan cinta” dengannya. Kata-kata Melissa terus terngiang-ngiang
di telingaku.
Setelah dia
mengatakannya dengan begitu jelas, rasanya mustahil untuk tidak memikirkannya.
Ketika aku membayangkan
seorang pria dan wanita melakukan tindakan seperti itu... Uwaaaahhhh, rasanya
seperti itu. Dan aku merasa seperti itu.
Saat ini,
aku bahkan merasakannya.
Uwahhhhhhh.
Ayo,
tenangkan dirimu, Ayase Saki.
Tapi ketika
aku merasa santai, pikiran-pikiran semacam itu kembali muncul.
Tangannya.
Berbeda dengan tangan seorang gadis, sensasi tangannya yang keras dan besar
itu. Ketika kami berpelukan, aku bisa merasakan lebar bahunya, ketebalan dan
kekerasan dadanya. Namun ia memelukku dengan lembut, agar aku tidak merasa
sakit.
Uwaahhhhh.
… Kenapa aku terus menulis tentang sensasi
tubuhnya?
Bukan itu.
Memang begitu, tapi bukan itu yang ingin kukatakan.
Aku merasa
puas hanya dengan berpelukan, tetapi hari ini akhirnya…….
…Oke, baiklah.
Aku akan menulisnya.
Dialah yang
mengatakannya terlebih dahulu.
Apa kita
boleh untuk melangkah lebih jauh?
Aku merasa kalau
kami merasakan perasaan yang sama.
Dan kami
berdua…… tidak hanya berpelukan, tetapi kami bisa saling menyentuh lebih dalam.
Hanya mengingatnya
saja sudah membuatku malu setengah mati.
Mungkin sebaiknya
aku harus berhenti menulisnya di buku hariku. Mungkin sebaiknya aku bakar atau
robek-robek saja kali ya?
Tapi, yah,
karena aku sudah memutuskan untuk melanjutkannya. Jadi, aku akan berusaha.
9 Oktober
(Sabtu)
Hari ini
adalah hari pertama perayaan festival budaya. Meski itu sangat melelahkan,
tetapi juga menyenangkan.
Pertandingan
poker antara aku, Yomiuri-san dan Kozono-san berakhir dengan Yomiuri-san di
posisi pertama dan Kozono-san di posisi ketiga.
Alasan
kenapa aku bisa menempati posisi kedua itu karena aku mundur di taruhan
terakhir.
Aku
menyadari bahwa Yomiuri-san sengaja berusaha membuat tangannya terlihat lemah.
Namun, itu bukanlah kombinasi yang sangat kuat. Dia menyadari bahwa aku dan
Kozono-san jarang menaikkan taruhan, tapi dia tetap tidak menambahkan chipnya
terlalu banyak, mungkin karena dia berpikir jika kartu yang baik muncul di
meja, dia akan kalah dengan cepat.
Dari situ,
aku bisa menebak bahwa dia memiliki sepasang kartu yang cukup baik.
Tiga kartu
yang muncul di meja adalah 3, 4, dan 5. Jika dipadukan, itu tidak bisa disebut
satu pasang yang kuat. Dia mungkin memiliki dua kartu dengan angka 10 atau
lebih.
Setelah
sampai pada kesimpulan itu, aku berpikir bahwa kombinasi terbaiknya adalah
memiliki satu pasang kartu As. Artinya, dua dari empat kartu tersebut kebetulan
ada di tangan Yomiuri-san—itu adalah skenario terburuk yang bisa kupikirkan.
Jika itu
memang benar, maka aku tidak bisa menang. Kartu yang ada padaku adalah kartu
angka 2 dan 5. Pada saat itu, aku hanya memiliki satu pasang 5. Kartu keempat
adalah kartu Jack, dan aku masih memiliki satu pasang 5, dan jika kartu kelima
yang terakhir adalah 2, aku tidak akan bisa mengalahkan sepasang kartu As. Jika
angka 5 muncul, itu akan menjadi tiga kartu, tetapi sudah ada satu kartu di
meja, jadi probabilitasnya cukup rendah. Yang terbaik adalah jika A muncul.
Jika itu terjadi, maka kombinasinya akan menjadi straight, jadi meskipun
lawan memiliki tiga kartu, aku bisa menang. Namun, jika dua dari empat kartu As
sudah ada di tangan Yomiuri-senpai, probabilitasnya bahkan lebih rendah
daripada 5 muncul.
Setelah
memikirkan semua itu, aku memutuskan untuk mundur.
Namun, kartu
kelima yang muncul adalah kartu As hati.
Jika aku
tidak mundur, kombinasi straight akan terbentuk. Meskipun Yomiuri-senpai
memiliki tiga kartu As, aku masih tetap bisa menang.
Aku memang
tipe orang yang ragu di saat-saat penting dan kehilangan kesempatan untuk
menang.
Jika tidak
bertaruh, aku tidak bisa mengalahkan orang-orang beruntung seperti
Yomiuri-san... setidaknya aku harus berusaha agar tidak kalah hanya karena
kurang percaya diri.
Setelah itu,
Melissa dan Ruka-san datang menemuiku.
Mereka
berdua meminum kopi hitam tanpa tambahan gula atau susu, dan aku berpikir kalau
mereka benar-benar terlihat dewasa.
Setelah itu,
ibuku dan ayah tiri datang berkunjung.
Aku
mengungkapkan kepada ketua dan Satou-san bahwa ibuku telah menikah lagi dengan
ayahnya Asamura-kun.
Hanya
mengatakan itu saja membutuhkan banyak keberanian.
Karena aku
harus menyampaikan fakta sensitif bahwa pria dan wanita sebaya yang tidak
memiliki hubungan darah tinggal di bawah atap yang sama.
Kurasa aku masih
tidak bisa begitu yakin bahwa ketua dan Satou-san tidak akan peduli seperti
Maaya. Jujur saja.
Itu memang
membutuhkan keberanian. Aku rasa aku sudah berusaha keras.
Jadi, ayah
tiri datang seperti yang dijanjikan.
Dan ibuku
bahkan berkata bahwa dia ingin mempekerjakan kami di tokonya. Tapi aku rasa itu
terlalu berlebihan. Aku merasa kalau aku tidak bisa bersikap hangat kepada
siapa pun seperti ibuku.
Yah, mungkin
jika itu Asamura-kun... aku merasa ia lebih memikirkan pelanggan dibandingkan
aku. Ibuku pernah bilang ingin membelikan jas untuknya.
Penampilannya
dalam setelan jas. Aku yakin itu pasti cocok. Ia pasti akan terlihat keren.
Kemudian
Maaya dan Maru-kun datang menjelang akhir.
Mereka
berdua benar-benar akrab.
Aku merasa
senang bahwa kami berempat bisa berfoto bersama. Awalnya Maaya tahu bahwa aku
tidak suka foto, jadi dia terlihat agak ragu. Tapi ketika aku bilang kalau aku
tidak keberatan, dia sangat senang.
Jika dia
begitu senang, seharusnya aku bisa menyetujuinya lebih awal, dan aku merasa
sepertinya aku terlalu keras kepala hingga merugikan diri sendiri.
Ngomong-ngomong,
saat itu Maaya memanggil Maru-kun dengan namanya, Tomo-kun.
Sepertinya
Asamura-kun tidak menyadarinya.
Rupanya mereka
sudah sedekat itu... padahal, bahkan aku dan Asamura-kun yang berpacaran saja
tidak saling memanggil dengan nama panggilan. Nama panggilan, ya... karena
namanya adalah Yuuta, jadi mungkin... “Yuu-kun”? Atau mungkin, “Yuu”?
Duh, kenapa
hanya membayangkan nama panggilannya saja sudah membuatku merasa senang seperti
ini, sih?
Yah, kurasa
aku akan perlahan-lahan terbiasa dengan fotografi.
Aku dan
Asamura-kun memutuskan untuk berkencan di festival budaya besok.
Aku sangat
menantikannya.
10 Oktober
(Minggu)
Hari kedua festival budaya.
Hari ini aku
berkencan dengan Asamura-kun di festival budaya.
Kami
berjalan berduaan mengelilingi gedung sekolah, memakan crepe dan baby castella,
serta melihat pertunjukan bersama dan bersenang-senang.
Kami juga
masuk ke kedai kopi yang ada di stan. Hanya kami berdua.
Kami secara terang-terangan
bertingkah seperti sepasang kekasih di sekolah, tetapi sebenarnya hanya di awal
saja aku merasa khawatir tentang hal itu.
Tidak ada seorang
pun yang mengatakan sesuatu kepada kami.
Aku tidak
ingat pernah merasakan tatapan tidak menyenangkan. Mungkin aku hanya tidak
menyadarinya.
Ngomong-ngomong,
aku terkejut melihat ada fluid art di pameran klub seni. Kira-kira apa itu
sedang populer? Aku mendengar dari salah satu anggota klub bahwa pameran
diadakan di berbagai tempat, dan itu membuatku sangat tertarik, tetapi karena
aku adalah siswa yang sedang bersiap menghadapi ujian masuk, jadi sepertinya
aku harus menunggu sampai musim semi untuk melihat semuanya.
Rasanya sedikit
disayangkan.
Hari ini, ia
selalu berjalan sesuai dengan langkahku.
Aku rasa
perhatiannya yang mendetail itu bisa ditunjukkan kepada siapa saja, tapi aku
adalah tipe orang yang hanya melihatnya saat terbawa suasana, jadi aku ingin
mencontohnya.
Waktu yang
aku habiskan bersamanya sangat nyaman dan menyenangkan.
Aku berharap
ini bisa terus berlangsung selamanya.
Namun pada
saat yang sama, aku juga berpikir bahwa ini mungkin tidak bisa bertahan
selamanya.
Ruka-san
pernah berkata. Antusiasme dan semangat. Dia mengatakan bahwa dia sudah
melupakan itu. Artinya, ini adalah momen yang hanya ada di masa SMA.
Sebenarnya, Melissa juga bilang bahwa itu masih ada.
Memang,
Melissa masih terlihat bersemangat.
Meskipun
begitu.
Hal ini
tidak akan abadi.
Karena tak
akan bertahan selamanya, aku ingin menikmati momen ini bersama Asamura-kun
tanpa meninggalkan penyesalan sama sekali.
Mungkin itu
juga yang menjadi alasan mengapa aku ingin meninggalkan sebuah foto. Aku ingin mengabadikan momen ini karena aku dapat
menegaskan bahwa momen ini pernah ada.
Tapi,
bagaimana dengan masa depan?
Jika aku terlalu
banyak berpikir, aku akan terjebak dalam lingkaran setan.
Karena, jika
“hal seperti itu” terjadi.
Setelah
berbagai hal terjadi, dan akhirnya menjadi seperti itu, hasilnya adalah masa
depan yang tidak terlalu jauh yang akan datang.
Aku memiliki
gambaran masa depan yang bahkan tidak bisa aku bayangkan saat ini.
Ada Asamura-kun,
aku, dan ada seorang anak kecil di antara kami berdua. Imajinasi luar
biasa seperti itu. Gambaran masa depan yang tidak bisa kubayangkan.
Pada saat
itu, apa aku bisa menjadi ibu yang hebat seperti ibuku?
Aku tidak
bisa menggambarkan masa depan yang seperti itu. Saat ini, aku masih belum bisa.
Yah,
bagaimanapun juga, mungkin itu masih terlalu dini.
Hari ini aku
merasa sangat lelah. Waktunya tidur.
Selamat
malam, Asamura-kun. …Tidak, karena ini di dalam buku harianku, jadi mungkin aku
bisa sedikit lebih terbuka.
Selamat
malam, Yuuta.