Gimai Seikatsu Volume 11 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog — Buku Harian Ayase Saki

 

24 September (Jumat)

 

Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku menulis buku harian, tapi tak kusangka kalau isinya akan menjadi seperti ini.

Ketika aku memikirkan apa yang akan kutulis sekarang, aku mulai merasa ragu apakah aku benar-benar harus menulisnya.

Tapi jika aku tidak mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiranku, aku bisa kehilangan pemahaman tentang diriku sendiri. Mungkin hal itu sudah aku alami.

Maaya juga bilang begitu. Dia bilang aku menjadi bodoh. Itu sangat menyakitkan. Kenapa cara menyampaikannya harus begitu sih? Aku merasa itu kejam. Tapi di sisi lain, aku entah kenapa merasa setuju.

Soalnya, akhir-akhir ini aku terus memikirkan hal itu di sela-sela waktu belajarku.

 

Tentang “saling melakukan tindakan cinta” dengannya. Kata-kata Melissa terus terngiang-ngiang di telingaku.

Setelah dia mengatakannya dengan begitu jelas, rasanya mustahil untuk tidak memikirkannya.

Ketika aku membayangkan seorang pria dan wanita melakukan tindakan seperti itu... Uwaaaahhhh, rasanya seperti itu. Dan aku merasa seperti itu.

Saat ini, aku bahkan merasakannya.

Uwahhhhhhh.

Ayo, tenangkan dirimu, Ayase Saki.

Tapi ketika aku merasa santai, pikiran-pikiran semacam itu kembali muncul.

Tangannya. Berbeda dengan tangan seorang gadis, sensasi tangannya yang keras dan besar itu. Ketika kami berpelukan, aku bisa merasakan lebar bahunya, ketebalan dan kekerasan dadanya. Namun ia memelukku dengan lembut, agar aku tidak merasa sakit.

Uwaahhhhh.

 … Kenapa aku terus menulis tentang sensasi tubuhnya?

Bukan itu. Memang begitu, tapi bukan itu yang ingin kukatakan.

Aku merasa puas hanya dengan berpelukan, tetapi hari ini akhirnya…….

 

…Oke, baiklah. Aku akan menulisnya.

Dialah yang mengatakannya terlebih dahulu.

Apa kita boleh untuk melangkah lebih jauh?

Aku merasa kalau kami merasakan perasaan yang sama.

Dan kami berdua…… tidak hanya berpelukan, tetapi kami bisa saling menyentuh lebih dalam.

Hanya mengingatnya saja sudah membuatku malu setengah mati.

Mungkin sebaiknya aku harus berhenti menulisnya di buku hariku. Mungkin sebaiknya aku bakar atau robek-robek saja kali ya?

Tapi, yah, karena aku sudah memutuskan untuk melanjutkannya. Jadi, aku akan berusaha.

 

9 Oktober (Sabtu)

 

Hari ini adalah hari pertama perayaan festival budaya. Meski itu sangat melelahkan, tetapi juga menyenangkan.

Pertandingan poker antara aku, Yomiuri-san dan Kozono-san berakhir dengan Yomiuri-san di posisi pertama dan Kozono-san di posisi ketiga.

Alasan kenapa aku bisa menempati posisi kedua itu karena aku mundur di taruhan terakhir.

Aku menyadari bahwa Yomiuri-san sengaja berusaha membuat tangannya terlihat lemah. Namun, itu bukanlah kombinasi yang sangat kuat. Dia menyadari bahwa aku dan Kozono-san jarang menaikkan taruhan, tapi dia tetap tidak menambahkan chipnya terlalu banyak, mungkin karena dia berpikir jika kartu yang baik muncul di meja, dia akan kalah dengan cepat.

Dari situ, aku bisa menebak bahwa dia memiliki sepasang kartu yang cukup baik.

Tiga kartu yang muncul di meja adalah 3, 4, dan 5. Jika dipadukan, itu tidak bisa disebut satu pasang yang kuat. Dia mungkin memiliki dua kartu dengan angka 10 atau lebih.

Setelah sampai pada kesimpulan itu, aku berpikir bahwa kombinasi terbaiknya adalah memiliki satu pasang kartu As. Artinya, dua dari empat kartu tersebut kebetulan ada di tangan Yomiuri-san—itu adalah skenario terburuk yang bisa kupikirkan.

Jika itu memang benar, maka aku tidak bisa menang. Kartu yang ada padaku adalah kartu angka 2 dan 5. Pada saat itu, aku hanya memiliki satu pasang 5. Kartu keempat adalah kartu Jack, dan aku masih memiliki satu pasang 5, dan jika kartu kelima yang terakhir adalah 2, aku tidak akan bisa mengalahkan sepasang kartu As. Jika angka 5 muncul, itu akan menjadi tiga kartu, tetapi sudah ada satu kartu di meja, jadi probabilitasnya cukup rendah. Yang terbaik adalah jika A muncul. Jika itu terjadi, maka kombinasinya akan menjadi straight, jadi meskipun lawan memiliki tiga kartu, aku bisa menang. Namun, jika dua dari empat kartu As sudah ada di tangan Yomiuri-senpai, probabilitasnya bahkan lebih rendah daripada 5 muncul.

Setelah memikirkan semua itu, aku memutuskan untuk mundur.

Namun, kartu kelima yang muncul adalah kartu As hati.

Jika aku tidak mundur, kombinasi straight akan terbentuk. Meskipun Yomiuri-senpai memiliki tiga kartu As, aku masih tetap bisa menang.

Aku memang tipe orang yang ragu di saat-saat penting dan kehilangan kesempatan untuk menang.

Jika tidak bertaruh, aku tidak bisa mengalahkan orang-orang beruntung seperti Yomiuri-san... setidaknya aku harus berusaha agar tidak kalah hanya karena kurang percaya diri.

Setelah itu, Melissa dan Ruka-san datang menemuiku.

Mereka berdua meminum kopi hitam tanpa tambahan gula atau susu, dan aku berpikir kalau mereka benar-benar terlihat dewasa.

 

Setelah itu, ibuku dan ayah tiri datang berkunjung.

Aku mengungkapkan kepada ketua dan Satou-san bahwa ibuku telah menikah lagi dengan ayahnya Asamura-kun.

Hanya mengatakan itu saja membutuhkan banyak keberanian.

Karena aku harus menyampaikan fakta sensitif bahwa pria dan wanita sebaya yang tidak memiliki hubungan darah tinggal di bawah atap yang sama.

Kurasa aku masih tidak bisa begitu yakin bahwa ketua dan Satou-san tidak akan peduli seperti Maaya. Jujur saja.

Itu memang membutuhkan keberanian. Aku rasa aku sudah berusaha keras.

 

Jadi, ayah tiri datang seperti yang dijanjikan.

Dan ibuku bahkan berkata bahwa dia ingin mempekerjakan kami di tokonya. Tapi aku rasa itu terlalu berlebihan. Aku merasa kalau aku tidak bisa bersikap hangat kepada siapa pun seperti ibuku.

Yah, mungkin jika itu Asamura-kun... aku merasa ia lebih memikirkan pelanggan dibandingkan aku. Ibuku pernah bilang ingin membelikan jas untuknya.

Penampilannya dalam setelan jas. Aku yakin itu pasti cocok. Ia pasti akan terlihat keren.

 

Kemudian Maaya dan Maru-kun datang menjelang akhir.

Mereka berdua benar-benar akrab.

Aku merasa senang bahwa kami berempat bisa berfoto bersama. Awalnya Maaya tahu bahwa aku tidak suka foto, jadi dia terlihat agak ragu. Tapi ketika aku bilang kalau aku tidak keberatan, dia sangat senang.

Jika dia begitu senang, seharusnya aku bisa menyetujuinya lebih awal, dan aku merasa sepertinya aku terlalu keras kepala hingga merugikan diri sendiri.

Ngomong-ngomong, saat itu Maaya memanggil Maru-kun dengan namanya, Tomo-kun.

Sepertinya Asamura-kun tidak menyadarinya.

Rupanya mereka sudah sedekat itu... padahal, bahkan aku dan Asamura-kun yang berpacaran saja tidak saling memanggil dengan nama panggilan. Nama panggilan, ya... karena namanya adalah Yuuta, jadi mungkin... “Yuu-kun”? Atau mungkin, “Yuu”?

Duh, kenapa hanya membayangkan nama panggilannya saja sudah membuatku merasa senang seperti ini, sih?

Yah, kurasa aku akan perlahan-lahan terbiasa dengan fotografi.

 

Aku dan Asamura-kun memutuskan untuk berkencan di festival budaya besok.

Aku sangat menantikannya.

 

10 Oktober (Minggu)

 

Hari kedua festival budaya.

Hari ini aku berkencan dengan Asamura-kun di festival budaya.

 

Kami berjalan berduaan mengelilingi gedung sekolah, memakan crepe dan baby castella, serta melihat pertunjukan bersama dan bersenang-senang.

Kami juga masuk ke kedai kopi yang ada di stan. Hanya kami berdua.

Kami secara terang-terangan bertingkah seperti sepasang kekasih di sekolah, tetapi sebenarnya hanya di awal saja aku merasa khawatir tentang hal itu.

Tidak ada seorang pun yang mengatakan sesuatu kepada kami.

Aku tidak ingat pernah merasakan tatapan tidak menyenangkan. Mungkin aku hanya tidak menyadarinya.

Ngomong-ngomong, aku terkejut melihat ada fluid art di pameran klub seni. Kira-kira apa itu sedang populer? Aku mendengar dari salah satu anggota klub bahwa pameran diadakan di berbagai tempat, dan itu membuatku sangat tertarik, tetapi karena aku adalah siswa yang sedang bersiap menghadapi ujian masuk, jadi sepertinya aku harus menunggu sampai musim semi untuk melihat semuanya.

Rasanya sedikit disayangkan.

 

Hari ini, ia selalu berjalan sesuai dengan langkahku.

Aku rasa perhatiannya yang mendetail itu bisa ditunjukkan kepada siapa saja, tapi aku adalah tipe orang yang hanya melihatnya saat terbawa suasana, jadi aku ingin mencontohnya.

Waktu yang aku habiskan bersamanya sangat nyaman dan menyenangkan.

Aku berharap ini bisa terus berlangsung selamanya.

Namun pada saat yang sama, aku juga berpikir bahwa ini mungkin tidak bisa bertahan selamanya.

Ruka-san pernah berkata. Antusiasme dan semangat. Dia mengatakan bahwa dia sudah melupakan itu. Artinya, ini adalah momen yang hanya ada di masa SMA. Sebenarnya, Melissa juga bilang bahwa itu masih ada.

Memang, Melissa masih terlihat bersemangat.

Meskipun begitu.

Hal ini tidak akan abadi.

Karena tak akan bertahan selamanya, aku ingin menikmati momen ini bersama Asamura-kun tanpa meninggalkan penyesalan sama sekali.

Mungkin itu juga yang menjadi alasan mengapa aku ingin meninggalkan sebuah foto. Aku  ingin mengabadikan momen ini karena aku dapat menegaskan bahwa momen ini pernah ada.

Tapi, bagaimana dengan masa depan?

 

Jika aku terlalu banyak berpikir, aku akan terjebak dalam lingkaran setan.

 

Karena, jika “hal seperti itu” terjadi.

Setelah berbagai hal terjadi, dan akhirnya menjadi seperti itu, hasilnya adalah masa depan yang tidak terlalu jauh yang akan datang.

Aku memiliki gambaran masa depan yang bahkan tidak bisa aku bayangkan saat ini.

Ada Asamura-kun, aku, dan ada seorang anak kecil di antara kami berdua. Imajinasi luar biasa seperti itu. Gambaran masa depan yang tidak bisa kubayangkan.

Pada saat itu, apa aku bisa menjadi ibu yang hebat seperti ibuku?

Aku tidak bisa menggambarkan masa depan yang seperti itu. Saat ini, aku masih belum bisa.

 

Yah, bagaimanapun juga, mungkin itu masih terlalu dini.

Hari ini aku merasa sangat lelah. Waktunya tidur.

Selamat malam, Asamura-kun. …Tidak, karena ini di dalam buku harianku, jadi mungkin aku bisa sedikit lebih terbuka.

 

Selamat malam, Yuuta.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama