Chapter 3.5 — Panggilan Telepon Panjang Antara Luna dan Nikoru
“Ngomong-ngomong,
Nikoru?”
“Hmm?"
“Aku pernah
menanyakannya beberapa waktu yang lalu, tapi bagaimana perkembangan hubunganmu sama
Nishina-kun?”
“Tidak ada
apa-apa, biasa saja, sama seperti yang sudah-sudah.”
“...
Boleh aku bertanya sesuatu yang agak pribadi?”
“Kenapa sungkan
begitu sih. Kita berdua kan sahabatan.”
“Yah, memang
sih! Tapi kita sudah bukan anak SMA lagi, jadi harus sedikit hati-hati 'kan!? Apalagi
lewat panggilan telepon!”
“Haha. Tidak
seperti dulu yang bisa ketemu setiap hari dan ngobrol. Dulu 'kan kita ketemu
setiap hari dan telepon setiap malam, jadi rasanya aneh ya.”
“Beneran
itu! Kenapa dulu kita bisa punya banyak topik pembicaraan sih?”
“Aku masih
bisa ngobrol santai, tapi waktunya kurang cukup ya, karena kita sudah dewasa.”
“Iya 'kan!
Aku juga begitu! Aku bisa ngobrol santai dengan Nikoru lho! Aku mau pergi ke
pemandian air panas atau semacamnya dan mengobrol sampai pagi!”
“Enak tuh.
Lain kali kita usahakan liburan bareng yuk!”
“Iya! ...
Ah, tapi kalau liburan panjang seperti itu, mungkin lebih baik aku pergi dengan
Ryuuto dulu...”
“Ah.”
“Untuk
menebus kejadian yang di Okinawa itu...”
“Jujur aja,
kalau cuma mau melakukan begituan, satu malam yang mana saja juga bisa,
'kan? Gimana kalau di akhir pekan? Ah, tapi kamu harus kerja dari pagi sampai
malam di hari Sabtu-Minggu ya, Luna.”
“Kadang-kadang
aku bisa mendapatkan libur di hari Sabtu, sekitar sebulan sekali.”
“Kalau
begitu, bukannya itu bisa, 'kan?”
“Tapi kalau
hari Sabtu, Ryuuto harus bekerja sampai malam, jadi ia seharian mengajar di
sekolah bimbel.”
“Ah... Kalian
tidak bisa menemukan waktu yang pas ya.”
“Rasanya memang
tidak ada waktu yang tepat... Waktu aku pergi menemui pacar Onee-chan yang lalu
itu juga sama.”
“Ah, yang pernah
kudengar di pesan itu ya. Sama seperti kasusnya senpai, Luna memang suka bertindak
sembarangan ya.”
“Habisnya,
aku tidak bisa memaafkan pacar Onee-chan yang membuatnya menangis seperti itu!”
“Tapi
syukurlah. Soal lirik lagunya, apa itu sudah ada kemajuan?”
“Iya, Ryuuto
sepertinya sedang melihatnya... Tapi entahlah? Ryuuto juga bilang dia tidak
tahu harus memberi saran apa, jadi dia ingin pendapat perempuan juga, lalu dia
memperlihatkan videonya padaku... Tapi aku juga tidak terlalu paham...”
“Begitu ya?
Kalau begitu, biar aku, si penyair agung Nikoru, yang melihatnya!"
“Eh? Ah,
boleh juga tuh! Lagipula, kalau dipikir-pikir, Maria juga sedang magang di
editor yang sama dengan Ryuuto, jadi bagaimana kalau kita semua memberi saran?”
“Wah, pasti
jadi kacau deh, lucu!”
“Tapi
kayaknya seru! Ayo kita coba!”
“Jangan
senang-senang gitu dong.”
“Bukan
begitu! Aku hanya ingin Hanada-san menyelesaikan laguku, lalu aku ingin ia cepat-cepat pergi
menemui Onee-chan!”
“Lalu,
apa maksudmu saat kamu
bilang
'pergi menemui pacar kakakmu' tadi?”
“Eh?
... Ah, iya! Saat pulang, aku diam-diam ngasih kode
keras kepada Ryuuto, tapi suasananya jadi canggung!”
“Haha,
lucu juga.”
“Tapi. karena aku terlalu samar-samar, jadi
sama sekali tidak tersampaikan! Aku cuma terlihat jadi
menyebalkan saja! Aku malu sekali!”
“Sudahlah,
tidak apa-apa 'kan? Bilang saja dengan tegas, 'Aku ingin begituan, jadi ajak aku',
daripada kode-kodean segala.”
“Enggak
mauuu! Kalau begitu, aku yang mengajaknya 'kan? Aku
ingin Ryuuto sendiri yang mengajakku! Aku 'kan sudah bilang begitu!”
“Iya
iya, dasar hati gadis kasmaran.”
“Kamu paham 'kan?!”
“Aku
paham kok. Aku juga senang kalau senpai yang mengajakku. Memang, sebagai
perempuan, kita ingin diminta oleh laki-laki, iya
'kan?”
“Iya...
Eh, bagaimana dengan Nishina-kun? Ah iya, aku ingin menanyakan itu sejak awal!”
“Haha,
kita terlalu banyak topik nih!”
“Jadi,
bagaimana dengan Nishina-kun? Jangan-jangan, kalian belum melakukannya?”
“Belum.
Bahkan ciuman pun belum.”
“Apa?!
Masih hanya berpegangan tangan saja?!”
“Iya.”
“Begitu ya...berarti...ini... Cinta
yang murni ya?"
“Begitulah.”
“Kalau
Nikoru, meskipun Nishina-kun yang mengajakmu, kamu tetap tidak mau melakukannya 'kan? Kamu bilang tidak ingin suasana
seperti itu lagi.”
“Hmm...
Tidak, aku tidak keberatan. Dia 'kan pacarku. Kurasa itu yang paling alami.”
“Kalau
begitu...”
“Tapi...
Entah kenapa, aku merasa kalau Ren sendiri masih belum siap untuk itu? Aku juga sih...”
“Apa maksudmu?”
“Saat
bersama senpai, aku sangat ingin melakukannya... Bahkan saat kencan biasa pun,
aku sudah basah duluan.”
“Wah,
kamu berani sekali!”
“Tapi
kamu paham 'kan?”
“Aku
paham kok. ... Kalau aku, mungkin sekitar akhir kelas 2 SMA.”
"Iya
'kan? Pasti ada masa-masa seperti itu saat kita menyukai seseorang, ‘kan? Tapi dengan Ren, aku masih belum sampai ke tahap itu.”
“...Itu
berarti, kalau ditunggu, suatu saat akan datang?”
“Entahlah.
Aku 'kan cuma pernah menyukai senpai.”
“...Tapi
kamu juga menyukai Nishina-kun 'kan?”
“Iya.
... Aku menyukainya, sejak kami masih berteman dulu.”
“Tunggu,
jangan-jangan kamu
menyukainya bukan sebagai pacar, tapi 'sebagai teman'?”
"...Aku
juga tidak tahu.”
“Hah?!
Lah, malah dari awal?!”
“Tapi
'kan, walaupun awalnya hanya 'suka sebagai teman', berubah jadi pacar
itu hal yang biasa terjadi di dunia ini.”
“Iya,
aku sering mendengar itu.”
"Jadi,
aku berencana untuk terus bersamanya, dan suatu hari nanti perasaanku padanya
bisa berubah seperti perasaanku pada senpai.”
“Begitu
ya... Tapi...”
“Hm?”
“Aku jadi
merasa kasihan dengan Nishina-kun. Karena ia tidak tahu kapan perasaan Nikoru bisa berubah.”
“...Iya,
aku merasa bersalah setiap kali bertemu dengannya.”
“Nikoru...”
“Tapi,
kalau aku sekarang memaksakan diri untuk maju...
aku takut akan terasa seperti 'membiarkannya' ia
melakukannya.”
“Ah!
Itu sebaiknya jangan! Nanti kamu
akan menyesal, tau!”
“Pengalaman
pribadi?”
“Iya...
Rasanya seolah-olah kalau hati ini
terkikis. Dulu itu terasa normal dan
kupikir itu cinta... Tapi sekarang, tidak lagi.”
“Apa
laki-laki tidak pernah merasakan itu ya? Katanya mereka bisa melakukan begituan dengan
gadis yang tidak mereka sukai.”
“Aneh
ya.”
“Jadi gadis
tuh benar-benar merepotkan! Aku juga bingung dengan diriku
sendiri.”
“Aku
juga. Aku tidak menyangka aku akan menjadi perempuan yang menyebalkan seperti
ini.”
“Luna
dan yang lain terus-terusan menyia-nyiakan kesempatan, sih.”
“Iya, sih.”
“Makanya
Kashima Ryuuto masih tidak punya pengalaman begituan, ya.”
“...Begitulah.”
“Kalau gitu, mendingan kamu jangan harap dia akan
bertingkah seperti laki-laki dari manga shoujo.”
“...Ya.
Aku sangat setuju dengan itu,
sekarang...”
“Kenapa
bicara formal begitu?”
“....Tapi,
aku ingin.... Ryuuto sendiri yang...mulai mengajakku begituan.”
“Ahaha,
kenapa kamu jadi kaku begitu?”
“...Tapi,
aku sangat ingin Ryuuto mengungkapkan perasaan aslinya padaku. Aku ingin ia
tidak perlu menahan diri. Walaupun tidak keren, aku ingin dia menunjukkan
semuanya padaku.”
“Luna...”
“Karena aku sudah siap menerimanya apa adanya."
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya