Chapter 5.5 — Panggilan Telepon Panjang Antara Luna dan Nikoru
“Jadi, aku
akhirnya bisa bersatu dan memadu cinta dengan Ryuuto~♡”
“Selamat!
…Tapi, wah, rasanya butuh waktu yang lama sekali ya."
“Benar! Ini
hampir seperti pengalaman pertamaku! Eh, itu terlalu berlebihan mungkin,
hehe...”
“Hahaha.”
“Aku memang
merasakan kalau itu sangat nikmat, tapi...”
“Apa,
pendapat tentang pengalaman pertamamu?”
“Bukan itu
kali! …Aku sudah lama berpacaran dengan Ryuuto, jadi ingatan tentang
mantan-mantanku sudah terhapus semua, dan aku pikir ingatan tentang berpacaran
dengan orang lain hampir tidak ada.”
“Iya.”
“Tapi,
ternyata ada sedikit ingatan yang tersisa karena aku belum pernah melakukan
itu dengan Ryuuto.”
“Oh,
begitu.”
“Lalu, setelah
bisa berhubungan s*ks bersama Ryuuto, aku merasa bisa menghapus ingatan itu
dengan baik.”
“Iya.”
“Itulah yang
membuatku senang. Jika kita terus melakukannya mulai sekarang, aku merasa
ingatan itu akan dipenuhi dengan kenangan bahagia bersama Ryuuto.”
“…Iya,
benar."
“Tapi,
meskipun kita sudah berpacaran selama empat tahun, aku masih merasa sangat
malu! Meskipun aku sudah sering membayangkannya, melihat bagian yang tertutup
oleh baju renangnya itu adalah pengalaman pertamaku.”
“Jadi bagaimana?
Dibandingkan dengan yang kamu bayangkan?”
“Hmm… jika dibandingkan
dengan yang kubayangkan…”
“Ayolah, jangan
bikin aku penasaran.”
“…Ternyata
itu lebih gagah~♡.”
“Wah, aku
merasa rugi mendengar itu!”
“Aku tahu kalau
Ryuuto belum terbiasa, tapi aku juga sama sekali tidak terbiasa… jadi rasanya
kita berdua sama-sama agak kikuk begitu. Hehe.”
“Kalian
berdua memang serasi sekali.”
“Ya iyalah~♡.”
“Wah, itu
menjengkelkan. Aura bahagiamu bikin aku mau mati.”
“Duhh! Ayo rayakan
lebih banyak lagi!”
“Aku sudah
merayakannya. Dalam hati, kok.”
“Diucapkan
dong!”
“…Seriusan, aku
benar-benar ikutan senang. Selamat.”
“Ehehe,
terima kasih.”
“…Sungguh… aku
benar-benar bersyukur…”
“Eh, Nikoru?”
“…Aku ingin
Luna bahagia… juga untuk diriku…”
“Eh, apa
mungkin… kamu sedang menangis?”
“…Selamat…”
“…? Terima
kasih…”
“Benar-benar…
sungguh… aku turut bersyukur untukmu… Luna…”
“Nikoru…?”
“Karena aku…
aku tidak tahu harus bagaimana dengan diriku…”
“Nikoru? Eh,
ada apa? Apa ada sesuatu yang terjadi?”
“…………”
Di ujung
telepon, Nikoru terus menangis tanpa menjawab pertanyaan Luna.
Melihat
keadaan sahabatnya itu, Luna merasa kebingungan sambil terus mendekatkan
smartphone di telinganya.