[LN] Otonari no Top Idol-sama Jilid 2 Bab 9 Bagian 2 Bahasa Indonesia

Ronde 9 — Ayo Makan Bersama

Bagian 2

 

Beberapa menit kemudian, Emoto-san tampaknya sudah mulai sedikir tenang setelah meneguk teh hijau. Dia merapatkan dirinya ke Yuzuki, menggesekkan bahunya dengan manja. Terlihat sekali ikatan kakak-adik mereka telah kembali.

Meskipun sudah berbaikan, bukan berarti semuanya selesai.

Malah, babak ini baru saja akan dimulai.

Kali ini giliran Mamori Suzufumi untuk bertindak.

“Sudah kuduga, ternyata aku dan Emoto-san memang mirip ya.

Aku membuka bungkus bambu yang kuletakkan di pojokan dapur.

Benda yang muncul dari dalamnya adalah daging babi yang sudah kembali ke suhu ruangan.

Aku memotong seratnya dan memukul permukaannya dengan pisau, lalu memberi bumbu garam dan lada. Langkah-langkah ini hampir sama dengan resep Emoto-san.

Tapi dari sini, jalan yang akan kutempuh adalah berbeda.

Lawan dari makanan bermoral adalah makanan tak bermoral.

Mulai sekarang, aku akan menghias daging babi ini.

Di dapur, ada tiga nampan yang masing-masing berisi tepung terigu, kocokan telur, dan tepung roti. Daging babi akan kubalut satu per satu seperti memakai pakaian. Sampai di sini pun, mereka pasti sudah mengerti apa yang akan kubuat.

Waktunya menggoreng tonkatsu!

Aku memasukkan daging ke dalam minyak panas 170 derajat. Seketika, lautan minyak itu dipenuhi gelembung-gelembung. Entah mengapa, aroma minyak goreng begitu mempengaruhi otak.

Beberapa menit kemudian, saat suara penggorengan mulai mereda, aku mengangkat daging itu. Setelah membuang minyaknya dengan baik, aku memindahkannya ke talenan dan menganti penjepit dengan pisau.

Krak, krak, krak.

Dentingan irama antara pisau dan daging bagai alunan hip-hop. Hantaman ombak daging dan minyak menembus dapur, menerjang Yuzuki dan Emoto-san di ruang tamu.

Sementara Yuzuki terpaku pada tonkatsu, Emoto-san masih terlihat tersenyum santai.

Jadi memang benar, Yuzuki jadi menyukai daging babi karena pengaruh Mamori-san ya. Tapi tak masalah kalau bahan utamanya sama. 'Daging babi kukus dengan saus jamur' yang kuhitung matang-matang ini pasti tak akan kalah dengan tonkatsu, setidaknya dalam urusan kalori.

Memang, jika ini hanya tentang daging babi, dia masih punya peluang. Tapi sayangnya, apa yang kucoba buat bukanlah semata-mata masakan daging babi. Bahkan sekelas hidangan tonkatsu pun hanya akan jadi pemeran pembantu, dibandingkan dengan hidangan dosa puncak yang tak kalah hebat dari nasi katsudon.

Sebenarnya, sebagian besar persiapanku sudah beres sebelum mereka datang. Tonkatsu hanya bagian akhir saja.

Aku menyalakan kompor di tempat panci besar diletakkan. Di dalam panci tertutup itu, puluhan jenis bahan telah menyatu membentuk puncak kesempurnaan kuliner, yang kini hanya menunggu giliran tampil. Semakin dipanaskan, aroma menyeruak kuat, menginvasi ruangan.

Bau ini, jangan-jangan...!

Orang yang pertama kali menyadarinya adalah Yuzuki. Seluruh tubuhnya gemetar, fokus matanya pun memudar.

Reaksinya itu wajar. Begitu melihat hasil akhirnya, dia pasto tak akan punya sisa kekuatan untuk melawan.

“Kugh, jadi begitu rupanya...!”

Sedikit terlambat, Emoto-san juga menyadari menu yang kusiapkan. Aroma rempah-rempah yang kaya memenuhi ruang tamu dan menyita konsentrasi mereka.

Saat kedua orang itu sedang terguncang, aku menyajikan nasi hangat di piring lebar.

Tampaknya cairan di dalam panci juga sudah siap.

Aku membuka tutupnya dan membuka segelnya.

Seketika, aroma menyeruak bagaikan gelombang besar. Permukaan cokelat itu bersinar cemerlang, melebihi Laut Aegea sekalipun.

Identitas sebenarnya dari apa yang kusiapkan di dalam panci adalah roux kari. Kari buatan sendiri, dari komposisi rempah-rempah yang telah kukuasai.

Untuk bahan isian kari kali ini, aku menggunakan potongan daging babi, kentang, dan wortel. Namun ukurannya kupotong sedikit lebih kecil, agar tidak mengganggu tonkatsu.

“Baiklah, kurasa sudah waktunya untuk menyajikannya.

Aku menuangkan roux yang mendidih itu ke samping nasi. Seketika aroma rempah-rempah menyeruak, hampir saja membiusku juga.

Aku lalu meletakkan tonkatsu yang sudah dipotong di atas pulau nasi, agar tidak kehilangan kerenyahannya terkena kuah.  Terakhir, aku menambahkan irisan tipis kubis sebagai pelengkap.

Menu yang akan aku hidangkan untuk Yuzuki adalah... kare tonkatsu!

Saat diletakkan di meja, mata Yuzuki tampak bersinar membara. Dengan susah payah, dia berusaha menahan nafsu makannya yang membara.  Di sampingnya, Emoto-san juga terlihat cemas.

Yuzuki, apa kamu ingin segera memakannya?

Saat aku bertanya demikian, Yuzuki pura-pura membuang muka.

E-Enak saja, aku sama sekali tidak ingin memakannya! Tapi... sebagai juri, aku tidak bisa menolak untuk mencicipinya...

“Tidak, tidak, kalau memang Yuzuki menilai ini 'tidak layak dimakan', kamu boleh langsung memutuskannya di sini, kok?”

Setelah kugoda begitu, Yuzuki jelas-jelas tampak gugup.

...Kugh justru Suzufumi-lah yang ingin sekali aku mencicipi masakannya, kan? Kalau aku tak bisa makan lagi, kamu pasti akan sedih.

Yuzuki tersenyum penuh kemenangan.

Ah iya, aku pasti akan merassa sedih.

Aku mengungkapkan perasaanku dengan jujur.

Aku bahkan tidak ingin membayangkan ada hari di mana aku tidak bisa lagi memasak untuk Yuzuki. Jadi, tolong, cicipi kare tonkatsu buatanku ini, dan berilah penilaianmu.

Aku menatap mata Yuzuki dengan sungguh-sungguh.

Ka-Kalau kamu sampai bilang begitunya... kurasa aku tidak punya pilihan lain, aku akan memakannya.

Telinga Yuzuki terlihat memerah. Lalu dia menggenggam sendok, dan berdoa.

Kalau begitu... Itadakimasu.

Sendoknya dipenuhi dengan nasi yang dilumuri kuah kari cokelat.

Yuzuki membuka bibirnya, lalu menyembunyikan sendok di dalamnya.

Lidahnya menyambut lembut kuah kari itu.

Ah... Aaahhh...!

Yuzuki, kamu kenapa?

Melihat Yuzuki yang gemetar sedikit demi sedikit, Emoto-san menatapnya khawatir.

Ini... Bukan kari yang kukenal...

Suapan demi suapan, tangannya tak bisa berhenti menggerakkan sendoknya.

Manisnya pas, tapi rasa gurihnya juga kuat. Rasanya segar banget di akhir, tapi tetap pedas. Nasi ini meluncur begitu mudahnya ke tenggorokan... Aku sama sekali tidak diberi ampun...

Gerakan lembut sendoknya bagaikan tarian tradisional yang anggun.

Yang paling istimewa itu aroma rempah-rempahnya... Banyak sekali yang dicampur, tapi sama sekali tidak saling menutupi. Malah saling berpegangan tangan, membentuk lingkaran rasa dan wangi yang sempurna. Lemak babi, mentega, madu, semua melebur membentuk cita rasa yang lembut dan pas untuk nasinya.

Setelah menikmati hidangan utama, kini giliran tonkatsu yang diangkat dengan sendok.  Tanpa lebih dulu mencelupkannya ke kuah, dia langsung menggigitnya.

Mmhhh~~~~♥♥

Suara desahan Yuzuki semakin menggebu-gebu.

Manisnya daging babi yang juicy meresap ke seluruh mulut. Bumbu dasarnya sudah pas, jadi aku bisa memakannya tanpa perlu tambahan apa-apa. Tapi yang paling istimewa itu kulitnya. Begitu ringan dan renyah, suaranya bikin geli. Rasanya seperti menari di atas tuts piano...

Sambil berseri-seri menceritakan, Yuzuki semakin tenggelam dalam amoralitas.

Kalau dimakan bertiga antara kari, nasi, dan tonkatsu... Mulutku jadi surga dunia. Renyah, juicy, lumer... Candu sekali rasanya... Kulitnya yang melembut terkena kuah juga enak banget...

Umumnya, kulit gorengan yang sudah lembek dianggap sebagai kekurangan. Tapi tidak untuk masakan yang direbus seperti ini. Kulit yang sudah terbalut rasa lezat justru memiliki daya ledak tersendiri.

Bumbu rempah seperti garam masala, kunyit, ketumbar, jintan... Astaga, mereka semua melambai padaku... seolah mengajakku berdansa waltz yang menyenangkan...

Terhanyut dalam halusinasi rempah-rempah, Yuzuki sudah hampir tersesat di alam bawah sadarnya. Bukan narkoba, tapi ini lebih mirip mabuk makanan.

Sementara itu, Emoto-san yang sedari tadi diam mendengarkan laporan kuliner Yuzuki, bergumam sinis.

Sepertinya 'Tabungan Suzufumi'-mu bertambah lagi ya, Yuzuki?

Tersentak dengan kalimat misterius itu, aku menggaruk kepala.

“Tunggu, Ruru!”

Yuzuki yang tadinya masih terlena dalam dunia makanan, kembali sadar dan buru-buru menutup mulut Emoto-san dengan tangannya.

“Uhmm, Tabungan Suzufumi itu apa?

“Bu-Bukan apa-apa!

Yuzuki gelagapan, lalu kembali menyantap dengan rakus seolah-olah menggunakan momentum tersebut untuk menyembunyikan sesuatu.

Krak, kruks, slurp.

Caplok, geser, krakk.

Ngunyah, kerucak, kresek.

Berbagai melodi, dialog, dan lantunan musik menghiasi meja makan yang penuh semangat ini.

Aku adalah konduktornya. Yuzuki adalah pemainnya. Sedangnkan Emoto-san adalah penonton.

Opera makanan ini, terus dipentaskan tanpa henti.

 

 

Sebenarnya aku ingin terus menyaksikan Yuzuki menghabiskan makanannya. Tapi tujuan utamaku adalah membuat Emoto-san menerima kalah, agar mereka bisa berbaikan.

Meskipun tanpa harus menentukan siapa pemenangnya, tampaknya ikatan kakak beradik mereka sudah pulih sepenuhnya. Baik Yuzuki yang terus menceritakan masakan itu, maupun Emoto-san yang menyaksikannya, keduanya nampak bahagia.

Tiba-tiba, Yuzuki menoleh ke arah Emoto-san. Sisa kare tonkatsu di piringnya tinggal sedikit.

...Ruru juga ayo makan sama-sama

“Fuee?!

Emoto-san terlonjak kaget dengan suara melengking.

Ti-tidak... Aku...

Emoto-san mengalihkan pandangannya seakan mencari jalan keluar.

“Kamu juga sudah menahan diri untuk tidak memakan makanan berminyak sejak debut ‘kan, Ruru? Pasti sudah pengen banget ya? Terlalu menahan diri itu enggak baik lho

Wow, tidak kusangka kalau Yuzuki yang akan berkata begitu.

Ayo Ruru, buka mulutnya

Sendok itu penuh dengan nasi kare, tentu saja ada potongan tonkatsu di atasnya.

Karena godaan dari adik tercintanya, Emoto-san sudah mulai goyah. Sedikit lagi saja, dia pasti langsung tumbang.

Ma-Mamori-san, tolong aku...

Aku duduk berhadapan dengan Emoto-san, lalu menyeringai.

Katanya dulu kamu pernah pergi makan ke restoran Jepang bersama Yuzuki ya?

Eh? I-Iya...

Emoto-san terlihat keheranan kenapa aku tiba-tiba bertanya seperti itu. Aku tak sabar melihat wajahnya yang akan berubah.

“Terus, waktu itu Yuzuki makan tempura udang dengan lahap. Makanya kamu memberi dia udang besar sebagai permintaan maaf, benar?"

Butiran keringat mulai membasahi dahi Emoto-san. Matanya jelas-jelas sedang waspada padaku.

“Me-Memangnya kenapa dengan itu?

Sebenarnya aku dapat tahu dari Yuzuki kalau kamu sendiri memakan apa pada waktu itu.

Geh!

Wajahnya seketika memucat. Posisi duduknya menjadi goyah dan tampak terkejut. Pasti sekarang dia tak menganggapku lawan lagi, malah menganggapku pengkhianat.

Wah, ternyata Emoto-san yang sehat itu bisa makan tonkatsu juga ya. Rasanya sangat mengejutkan sekali.

Ti-Tidak, bukan begitu! Pada waktu itu aku sedang semangat-semangatnya, jadi aku...

Mata Emoto-san berputar-putar dengan panik.

Ah, kasihan sekali dia. Aku harus segera mengakhiri ini.

Aku mengacungkan telunjuk ke atas, lalu mengarahkannya ke Emoto-san.

Yang kamu makan waktu itu... Adalah tonkatsu! 'Demi memenangkan dunia hiburan', begitu kan?!

U-Uuu, uuuu...!!

Emoto-san yang rahasianya terbongkar, menunduk dalam dengan raut wajah yang merah padam.

Pertemuan rahasia dari mereka berdua.

Emoto-san yang sangat mencintai makanan sehat, pada saat itu dia justru memilih menu... Nasi kari dengan tonkatsu.

Ternyata cara kuno untuk menyemangati diri sendiri.

Kamu sebenarnya suka makanan goreng-gorengan, ‘kan?

“Aku memang menyukainya... Tapi sebagai ketua grup, aku harus lebih bisa menahan diri daripada yang lain...

Yuzuki, tolong.

Setelah melakukan tos dan bergantian denganku, Yuzuki maju.

Ruru...

“Ap-Apa?”

Di hadapan Emoto-san ada sendok yang berisi kare tonkatsu.

 

Ayo, aaa

 

Senyuman sempurna Yuzuki akhirnya menghancurkan benteng terakhir Emoto-san.

A-Aah...

Sendok itu pun masuk ke mulut kecil Emoto-san.

 

Aaaaaahhh

 

Desahan cabul bergema memenuhi ruangan.

Aku dan Yuzuki saling bertukar pandang pada saat yang bersamaan.

“Kerenyahan tonkatsu ini luar biasa... Tepung roti yang super halus, digoreng rata dengan minyak panas, jadi renyah dari segala sisi... Minyaknya juga sudah benar-benar ditiriskan, sama sekali tidak berminyak...

Tatapan tajamnya yang biasa sudah lenyap tak berbekas, begitu juga mulutnya yang mengendur. Berkeringat, suaranya bergetar, lidah terjulur, di depan adiknya, Emoto-san mempermalukan diri sendiri.

Tonkatsu pertama kali dalam tiga tahun, rasanya gila banget...

Yuzuki yang biasanya tak terkejut pun, kali ini memandang piring kosongnya dengan sendu. Grup idola ini terlalu tunduk pada nafsu makan.

Aku bertanya pada mereka berdua.

Kalau kalian mau, aku bisa membuat kare tonkatsu lagi, kalian mau?

““Mau! ””

Jawaban yang sama-sama bersemangat terdengar dari dua arah.

 

 

Saat aku menyiapkan hidangan tambahan, mereka berdua fokus memandangku, sama seperti hewan peliharaan yang disuruh menunggu. Terutama Emoto-san, napasnya memburu, nyaris tak terkendali. Entah karena kepanasan makan kare atau alasan lainnya, tapi kancing blus-nya terlepas, menampakkan tahi lalat di dadanya.

Mamori-san... Tolong jangan goda aku lebih dari ini...

Akhirnya Emoto-san yang masuk ke dapur, berbisik di dekat telingaku. Napasnya yang hangat terasa menggelitik.

Tenanglah dulu. Sebentar lagi tonkatsu-nya matang kok!

Di piring bulat itu sudah ada nasi, kare, dan kubis yang tersedia. Tinggal menambahkan tonkatsu yang baru digoreng.

Suzufumi, ayo cepat... Lebih cepat

Yuzuki berbisik di telinga satunya. Dua orang ini benar-benar ahli menghilangkan keberadaannya untuk mendekat.

Aku meletakkan dua potong tonkatsu berwarna keemasan secara vertikal, lalu meniriskan minyaknya.

Cepat masukkan pisaunya... Rasa nikmat itu, ukir dalam-dalam di lidahku... "

Dagingnya... Daging...

Mengabaikan dua idola yang terus-menerus mengusikku, aku diam-diam memperhatikan angka di stopwatch yang terus berkurang. Proses ini tak boleh diabaikan, agar teksturnya tetap renyah.

“Baiklah, kalian berdua cepatlah kembali ke tempat duduk!

Begitu aku bertepuk tangan, Yuzuki pun mundur dengan patuh. Tapi satu idola lainnya tetap tidak mau menjauh dariku.

Tinggal 30 detik... 20 detik... 10 detik...

Mungkin suaraku sudah tak terdengar di telinga Emoto-san. Aku menyerah mengusirnya dari dapur, memutuskan untuk menghitung bersama.

Lima... Empat... Tiga... Dua... Satu...

Di telingaku, terdengar suara napas yang dalam.

 

Nol Nol nol nol

 

Emoto-san yang mengeluarkan jeritan kegembiraan itu, sepertinya sudah kehilangan akal sehatnya. Jika tidak segera diberi makan, dia mungkin tak bisa kembali ke dunia nyata. Aku dengan cepat memotong tonkatsu dan meletakkannya di atas nasi kare.

“Ayo, ayo, silakan duduk lagi!

Saat aku berbalik membawa kare tonkatsu, Emoto-san sudah kembali duduk di tempatnya. Tadi sepertinya hanya ilusi, mengingat tadi dia benar-benar ada di sampingku.

Silakan dinikmati.

““Terima kasih banyak!!””

Mereka berdua serentak mencelupkan sendok ke dalam lautan kare.

Padahal ini porsi kedua, tapi sensasinya sama sekali tidak memudar... Irisan kubis yang kadang-kadang dimakan ini, membersihkan mulutku dengan sempurna... Piringnya lebar, jadi aku bisa menikmatinya tidak hanya sebagai kare tonkatsu, tapi juga sebagai nasi dengan tonkatsu...

"Aroma rempah-rempahnya sangat kaya, mengacak-acak otakku hingga kacau balau... Kalau terus makan begini, kesadaranku pasti akan menghilang...

Kedua orang yang menyantap kare tonkatsu itu dengan lahap terlihat seperti pegulat makanan. Namun senyum mereka tak pernah luntur, setiap suapan tetap menyisakan kekaguman seperti suapan pertama.

Kalau pakai saus kecap, memang terbaik buat tonkatsu ya Rasanya jadi asin gurih, tanpa merusak tekstur kulitnya

Pakai saus kental dan mustard sampai belepotan, mengabaikan martabat daging babi itu, nikmat banget...

Tonkatsu emang paling cocok pakai kecap berlimpah

Tonkatsu memang enak pake saus dan mustard

Tiba-tiba, pandangan Yuzuki dan Emoto-san saling bertemu.

...Memangnya rasa saus sebegitu enaknya ya?

...Sebenarnya, aku juga penasaran sama kecap asin...

Dalam sekejap, sendok mereka beradu.

Sendok itu masuk ke mulut masing-masing.

...Aaahh ...Mnnhh

Dua jenis desahan penuh kenikmatan itu keluar dari mulut mereka.

Saus kental cocok banget sama kulitnya yang renyah... Pedasnya juga bikin kecanduan

Kecapnya... selain dengan tonkatsu, juga pas banget sama nasi dan kare... Rasanya melebur menjadi satu...

Adegan makan mereka berdua entah kenapa terlihat indah bagaikan lukisan. Aku merasa seperti pengikut yang menyaksikan titisan dewi turun, hampir saja tersungkur memberi hormat.

Tiba-tiba, Yuzuki menatap ke arahku.

Mungkin Suzufumi mau memakannya juga?

“Apa benar, Mamori-san?

Mereka menyodorkan sendok masing-masing. Yang satu berisi nasi dan kare, yang satu lagi berisi tonkatsu besar.  Di mulut akan tercipta miniatur kare tonkatsu.

Sebelum aku sempat menjawab, dua sendok perak itu sudah mendekati mulutku.

 

““Ayo, aaa~n ””

Pada detik ini, aku pun jatuh dalam pesona makanan ini.

Rasa manis, asam, asin, pahit, umami. Kelima rasa itu menenun pertunjukan terhebat. Dan diberi aaa~hm” oleh dua idola merupakan layanan yang tak ternilai harganya.

...Mumpung ada kesempatan, kurasa aku juga akan ikut makan.

Suzufumi, menurutku udang goreng akan menjadi topping yang bagus untuk hidangan ketiga

Mamori-san, aku mau potongan daging fillet dong

Begitulah, ketua grup idol [Spotlight], Emoto Ruru, dan gadis center mutlak, Arisu Yuzuki, mulai bersama-sama menikmati makanan.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama