[LN] Otonari no Top Idol-sama Jilid 2 Bab 9 Bagian 1 Bahasa Indonesia

Ronde 9 — Ayo Makan Bersama

Bagian 1

 

(Sudut Pandang Emoto Ruru)

Pertama kali aku bertemu dengan Sasaki Yuzuki adalah di ruang rapat kantor kami.

Pada saat itu, Yuzuki masih berusia dua belas tahun dan belum masuk sekolah SMP. Dia datang ke Tokyo bersama ayahnya dari Niigata untuk menjadi seorang idol.

Wajahnya memang sangat imut dan dia sepertinya akan cepat berkembang, tapi aku tidak merasakan aura bintang yang biasa dimiliki seorang idol. Jujur saja, aku tidak berpikir anak ini akan bisa sukses besar.

Kami berlima, termasuk dirinya dan aku, membentuk sebuah grup idol di perusahaan kami. Yuzuki adalah satu-satunya di antara kami yang direkrut secara langsung.

Kalau boleh jujur, pada waktu itu sikapku tidak terlalu bersahabat dengannya.

Soalnya, rasanya tidak adil. Aku sudah mengikuti banyak audisi dan dengan susah payah akhirnya diterima di sini. Tapi tiba-tiba ada yang langsung direkrut dan bisa naik ke panggung yang sama dengan kami. Rasanya seolah-olah upayaku yang telah berjuang keras diabaikan begitu saja.

Perkenalan kami biasa-biasa saja, seperti pergantian kelas di sekolah kami hanya menyebutkan nama, umur, tempat asal, idol favorit, dan sebagainya.

Setelah memperkenalkan diri, kami langsung memulai latihan untuk debut.

Pada tahap ini, barulah aku mulai merasa malu pada diriku sendiri.

Yuzuki mengungguli kami berlima dalam hal bernyanyi dan menari. Dia adalah seseorang yang cepat belajar, fokus, dan mempunyai bakat. Rasanya dia sudah seperti idol profesional.

Ketika aku bertanya kepadanya tentang hal itu, katanya sejak kecil dia selalu menonton DVD idol setiap malam hingga larut, berlatih koreografi, lalu memperagakannya untuk orang tuanya. Jadi wajar jika gerakannya sudah sangat terlatih.

Selama waktu latihan, pupil matanya selalu terbuka lebar, seakan-akan ingin menyerap semua yang dilihatnya.

Sementara aku hampir kehabisan napas mengikuti latihan setiap hari, Yuzuki sudah melangkah jauh di depan. Dia seperti sedang menjalankan misi suci untuk menjadi idol papan atas, melampaui sebatas penggemar biasa.

Setelah rekaman selesai, akhirnya diumumkan penempatan posisi dan bagian dalam debut single kami. Menurutku, Yuzuki pasti akan dipilih menjadi center, karena dia center termuda yang menarik, jadi hal tersebut bisa menambah reputasi kami.

Namun hasilnya berbeda. Yuzuki justru ditempatkan di posisi paling jauh dari center. Yuzuki tampaknya tidak puas dengan hasil ini dan langsung berdiskusi dengan produser. Anggota lain hanya menyaksikan dari kejauhan dengan tatapan dingin.

Beberapa puluh menit kemudian, Yuzuki sendirian meringkuk di studio.

Bersamaan dengan penentuan posisi lagu debut, aku ditunjuk menjadi ketua grup. Tugas pertama sebagai ketua adalah sepertinya memberikan dukungan mental pada juniorku ini.

Yuzuki, apa kamu baik-baik saja?

...Emoto-senpai.”

Matanya terlihat memerah seperti kelinci. Kemarahan yang sangat mendalam ini menunjukkan betapa kerasnya dia berjuang.

Ketika aku bertanya kepadanya apa yang dia diskusikan dengan produser, Yuzuki langsung menceritakannya tanpa jeda. Sepertinya dia sangat kecewa, sampai bercerita tanpa henti selama lebih dari 10 menit. Kurasa saat ini dia membutuhkan simpati.

Apakah aku harus menghiburnya dengan kata-kata klise atau justru bersikap tegas? Setelah ragu-ragu, aku memilih opsi yang terakhir.

Yuzuki memang suka menuntut sesuatu ya.

Sepertinya dia belum menyadari betapa beruntungnya posisinya saat ini. Hal ini membuatku geram. Hanya karena sekali kalah, dia sudah mengeluh seperti ini. Coba bayangkan betapa sulitnya perjuangan yang kami lalui untuk bisa setara dengannya.

Mungkin kata-kataku terdengar sinis. Mungkin aku akan dibenci. Aku bahkan sempat menyesal mencoba sesuatu pada gadis yang bahkan 3 tahun lebih muda dariku.

Akan tetapi, jawaban yang dia lontarkan membuatku tersadar akan perbedaan di antara kami.

 

...Terima kasih. Aku sudah sadar.

 

Sepertinya saat ini dia telah melepaskan sifat manja-nya. Gadis 12 tahun ini langsung menerima kekurangannya dengan jujur. Saat aku memberikan masukan objektif berdasarkan rekaman video dan audio, Yuzuki pun mendengarkannya dengan serius.

Meski kami berada di ujung-ujung yang berbeda, kami jelas tidak sama. Ada perbedaan mencolok di antara kami bahkan menjelang debut.

Saat itu aku mulai meyakini.

Aku tahu, aku tidak akan pernah bisa mengalahkan gadis ini.

Mungkin orang akan berkata, Hanya beberapa bulan saja kalian bertemu." Tapi bagaimana pun juga, aku sudah menyadarinya. Ini bukan sekadar pemikiran, tapi intuisi.

Oleh karena itu, aku memutuskan untuk memanfaatkan Yuzuki.

 

──Mulai hari ini, aku akan menjadi kakak perempuan” Yuzuki. Dengan begitu, dia bisa dengan tenang bersandar padaku, bukan?

 

Tidak lama lagi Yuzuki pasti akan berhasil meraih posisi center. Oleh karena itu, aku harus menanamkan kesan baik saat masih di bawah bayang-bayangnya.

Aku mengajari Yuzuki berbagai hal mulai dari aturan industri, cara bergaul dengan artis dari agensi lain, etika bisnis, bahasa formal, cara menggunakan media sosial, bahkan cara menggunakan kartu transportasi.

Aku selalu menemani latihan mandirinya. Dengan mengikuti menu latihan yang sama dengan gadis yang sangat disiplin itu, aku juga pasti akan meningkat. Kenyataannya, aku merasa te;ah berkembang lebih pesat dibandingkan hanya berlatih sendirian di depan cermin.

Posisiku sebagai ketua membuatku bisa bersikap lebih natural saat bersama Yuzuki. Aku tidak peduli omongan orang lain kalau dibilang oportunis, karena ini adalah caraku bertarung.

Namun, rencanaku tidak berjalan sesuai keinginan.

Singkatnya, aku jadi terikat secara emosional dengannya.

Yuzuki memang gadis yang paling disiplin. Bahkan untuk sekedar bermain game saja dia akan terus mencoba berkali-kali hingga menang.

Yuzuki juga tidak pernah lalai merawat tenggorokannya. Dia selalu minum air dengan teratur, membawa pelembab portabel, dan melakukan peregangan untuk merilekskan otot tenggorokannya. Dia bahkan mengajariku cara melakukan peregangan tersebut.

Ternyata Yuzuki juga agak ceroboh. Saat dia keliru mengambil lem stick sebagai pelembab bibir dari dalam tasnya, kupikir aku akan menangis karena kebanyakan tertawa.

Yuzuki juga perhatian. Saat aku menyembunyikan kondisi tubuhku yang sedang tidak sehat, dia selalu mengusap punggungku dan menggenggam tanganku saat istirahat.

Yuzuki juga sangat ekspresif. Dia lebih marah pada komentar negatif untukku dibanding diriku sendiri, dan lebih girang dengan komentar dukungan.

Dia adalah adik perempuan’-ku yang lucu dan sangat menyayangiku melebihi diriku sendiri.

Aku juga ingin menyayanginya melebihat siapa pun.

Aku ingin menjadi yang terbaik baginya.

Bahkan setelah Yuzuki terpilih menjadi center, aku tetap berada di posisi paling pinggir. Memang ada rasa kecewa, tapi menurutku ini hasil yang wajar setelah aku menyaksikannya begitu dekat. Justru aku merasa bangga bisa mendukungnya dari samping.

Hei, Yuzuki.

Suatu hari seusai latihan, aku memanggil Yuzuki seperti biasa saat keluar dari studio.

Ada apa, Emoto-senpai?

Yuzuki juga memanggilku seperti biasa.

“Bisakah kamu berhenti memanggilku dengan panggilan 'Emoto-senpai' sekarang? Rasanya terlalu formal.

Tapi, Emoto-senpai kan lebih tua, senior, dan juga ketua grup kita. Jadi aku harus menghormatimu dengan baik...

“Meskipun kamu bilang begitu, palingan kamu merasa malu untuk mengubah cara memanggilku, kan?

Uuh...

Yuzuki selalu terlihat sempurna di depan kamera. Tapi aku tahu betul kalau di kehidupan pribadinya, sisi batinnya lebih mudah terlihat.

Dengarkan baik-baik, oke? Kamu tidak perlu selalu bersikap formal pada semua orang. Sebagai idol, keramahan juga penting lho? Apalagi cara memanggil itu seperti simbol kedekatan. Anggap saja ini latihan, ayo coba lagi!

...Emoto-san?

“Bukannya itu aneh kalau memanggil 'kakak'-mu dengan nama keluarganya. Ayo jangan malu-malu, coba sekali lagi!

Setelah terdiam sejenak, Yuzuki berkata dengan wajah memerah.

...Ru-Ruru-san

Kalau sudah seperti saudari, tak perlu pakai sebutan hormat. Mengingat Yuzuki yang sedang malu-malu, ya sudah kuanggap boleh untuk sementara.

Semoga suatu hari nanti, dia bisa memanggilku 'Ruru' dengan ringan.

Pada hari ini, aku merasa kalau kami akhirnya benar-benar seperti bersaudari.

 

(Sudut Pandang Mamori Suzufumi)

Dua hari setelah aku berjanji untuk melakukan tanding ulang dengan Emoto-san, malam itu aku membuka pintu kamar 809. Di sana sudah ada Yuzuki, dengan kaos oblong dan celana pendek yang familiar. Ekspresi kaku di wajahnya berbeda dengan ekspresi gugupnya yang biasa.

Yuzuki bergumam di depan pintu, seperti sedang mengucapkan suatu mantra.

Aku pasti menang... akku akan mengalahkan diriku sendiri yang belum matang... aku pasti menang... Menumbangkan... Menggilas... Menghancurkan...

Y-Yo, Emoto-san juga baru saja tiba tadi.

Tidak perlu mempertahankan gengsi, bersikap tulus, menatap mata lawan, mengingat rasa terima kasih, merasakan kehangatan pelukan...

Anu, Yuzuki-san...

“Aku akan berbaikan dengan Ruru-san, dengan Ruru-san, Ruru-san, Ruru-san...

Sepertinya dia sedang berkonsentrasi penuh menghadapi pertarungan besar yang akan datang sampai-sampai perkataanku tidak terdengar olehnya sama sekali. Banyak orang yang bilang bahwa atlet sukses tak pernah absen dari latihan visualisasi. Mungkin ini yang dia lakukan sebelum pertunjukan.

Karena dia diam saja di depan pintu, jadi aku mengulurkan tanganku. Dan dia meremasnya kembali. Sepertinya dia masih sadar.

Setelah melepas sepatu, Yuzuki memandang ke ujung koridor. Di sana bukan ruang tamu, tapi ring tinju. Tempat suci dimana hanya mereka yang telah bertekad bulat lah yang diizinkan untuk berdiri di sana.

Setelah menarik napas dalam-dalam, Yuzuki lalu membuka lebar-lebar matanya dengan semangat. Sorot matanya mirip seperti seseorang yang tidak gentar untuk menghadapi tantangan apapun.

Setiap langkah yang diambilnya, hentakan kakinya di lantai makin kuat dan kokoh.

Walaupun koridor itu sepi, tapi aku merasa seakan-akan bisa mendengar suara-suara penonton yang menyorakinya saat Yuzuki berjalan menuju ring itu.

Aku memegang kenop pintu yang menghubungkan koridor dan ruang tamu, bagaikan staff di pertandingan gulat yang mengangkat tali untuk mempersilakan atlet masuk ke dalam ring.

Di atas bantal di depan meja rendah ada seseorang yang terlihat sedang melamun.

Emoto-san yang mengenakan blus dan rok panjang membuka matanya perlahan. Tatapan matanya yang tajam terlihat bahkan lebih fokus dari biasanya, seolah bisa langsung menebas siapapun. Sepertinya dia sedang mempersiapkan semangat tempur untuk pertarungan yang akan datang.

Tentu saja, akulah yang bertanggung jawab mengatur pertemuan kali ini.

Semua pemain sudah berkumpul. Aku berdiri di antara mereka berdua dan berperan sebagai moderator.

Mulai sekarang, kita akan mengadakan pertandingan masak-memasak antara Emoto Ruru melawan Mamori Suzufumi.

Masing-masing dari kami bertiga datang dengan pemikiran kami sendiri. Ketegangan yang terasa sangat kental ini menggambarkan betapa besar pertarungan yang akan terjadi.

Pertandingan akan berlangsung satu ronde tanpa batas waktu. Tema masakannya masih sama dengan yang lalu, 'Hidangan Kesukaan Yuzuki'. Bahan makanan dan anggarannya bebas. Setelah masakan kedua peserta dicoba, Yuzuki akan menilainya. Orang yang kalah harus mundur dari posisi pengasuh. Apa semuanya sudah paham?”

Ketika aku bertanya pada Emoto-san, dia membalas dengan senyum penuh arti.

Menang atau kalah, hari ini adalah pertarungan terakhir. Karena lokasi pertandingannya di apartemen, jadi kami tidak perlu khawatir adanya pihak asing seperti terakhir kali.

Baiklah, aku akan memulai duluan.

Ruru-san maju lebih dulu. Aku dan Yuzuki duduk di bantal, menyaksikan proses memasaknya.

Bahan utama hari ini adalah ini!

Dari kantong plastik, dia mengeluarkan paha babi. Berbeda dengan terakhir kali yang hanya tahu kering, kali ini benar-benar daging asli. Alis Yuzuki yang sedari tadi tegang, sedikit bergerak menanggapi.

Dalam pertandingan hari ini, aku telah mengklasifikasikan menu makanan Yuzuki selama 3 bulan terakhir.

Emoto-san tiba-tiba mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Entah sejak kapan, dia sudah memegang setumpuk kertas tebal di tangannya.

Dari 226 kali Yuzuki makan, menu yang berbahan daging muncul 108 kali, mengungguli ikan di posisi kedua yang hanya 55 kali. Selisihnya hampir dua kali lipat. Tidak diragukan lagi bahwa memilih daging adalah keputusan yang tepat untuk meraih kemenangan. Perkiraan kemungkinan Yuzuki akan menyukainya adalah 90%.

Meskipun mereka sering bersama-sama karena urusan pekerjaan, Yuzuki pasti tidak pernah menyangka jika makanannya telah dicatat. Yuzuki menatap Emoto-san dengan mulut terbuka.

Nah, sekarang aku punya pertanyaan untuk Mamori-san. Ukuran [4,2 cm x 1,7 cm]. Apa yang dimaksud angka ini?

Entahlah, aku sama sekali tidak tahu.

Ini adalah ukuran mulut Yuzuki.

Mana mungkin aku bisa mengetahuinya. Yang lebih mengherankan lagi, kenapa dia bisa mengetahuinya?

Emoto-san benar-benar dalam kondisi siaga. Tidak, mungkin lebih tepat disebut sebagai 'maniak Yuzuki'. Demi mengalahkanku, dia memanfaatkan semua pengetahuannya tentang Yuzuki.

Aku akan memotong daging babi dengan ukuran yang pas untuk mulut Yuzuki, lalu memberi bumbu garam dan lada. Setelah itu, aku akan memanaskannya di microwave. Untuk menambahkan aromanya, aku juga akan memberi beberapa tetes minyak wijen. Katanya, keluarga Yuzuki juga menggunakan minyak wijen sebagai bumbu rahasia dalam sup daging babi. Aroma ini akan memicu efek 'Proustian', menimbulkan nostalgia yang akan menambah nilai kesan emosinya sehingga perkiraan tingkat kesukaan Yuzuki akan meningkat 94%.

Beberapa menit kemudian, begitu Emoto-san membuka microwave, aroma kaya daging babi dan minyak wijen tercium memenuhi ruang tamu. Raut wajah Yuzuki sedikit melembut.

Selanjutnya, aku akan memotong jamur shimeji, eringi, dan enoki menjadi ukuran satu suapan, lalu menumisnya dengan sisa minyak. Bumbu yang digunakan adalah kecap, sake, mirin, dan gula. Aku juga akan menambahkan sedikit tepung maizena untuk memberi tekstur yang lebih kental. Berdasarkan dataku, Yuzuki memakan masakan dengan saus penutup sebanyak 5 kali bulan ini. Padahal, di bulan April dan Mei hanya 1-2 kali. Mungkin dia mulai merindukan rasa masakan bersaus yang biasa dia makan saat cuaca dingin. Perkiraan tingkat kesukaan Yuzuki, 96%!

Suara bahan makanan yang sedang dimasak terdengar menggiurkan. Yuzuki sudah mulai siap-siap, bahkan sampai mengelap sudut bibirnya.

Terakhir, aku akan meletakkan potongan daging babi di piring, lalu disiram dengan saus jamur khusus ini. Di sampingnya, aku akan menambahkan salad selada air. Waktu syuting di kebun buah-buahan, aku ingat Yuzuki makan selada air dengan sangat lezat. Perkiraan tingkat kesukaan Yuzuki, 99%!"

Setelah membersihkan pinggiran piring dengan rapi, Emoto-san meletakkannya di meja rendah.

Menu 'Daging Babi Kukus dengan Saus Jamur' khusus untuk menghadapi Yuzuki, sudah siap disajikan!

Dengan memasak daging di microwave, dia bisa mengurangi penggunaan minyak sehingga lebih sehat. Sementara, minyak yang keluar tetap bisa dimanfaatkan untuk membuat saus, agar tidak ada yang terbuang sia-sia. Ini adalah menu ala Emoto-san, yang memadukan kesehatan dan kenikmatan.

Setelah 3 tahun bersama Yuzuki, serta pertarungan dengan Mamori-san, inilah hidangan puncakku! Perkiraan tingkat kesukaan Yuzuki... 150%!

Emoto-san tersenyum penuh kemenangan saat melihat Yuzuki terpesona dengan masakannya.

Nah, ayo dimakan selagi masih hangat!

Potongan daging babi disiram dengan saus jamur yang melimpah. Saus berwarna coklat keemasan itu terlihat berkilauan bagaikan permata.

...Itadakimasu.

Setelah berdoa dengan mengatupkan kedua tangannya, Yuzuki mengambil satu suapan dengan sumpitnya.

“....Wah, dagingnya terasa gurih tapi saat aku mengunyahnya, kuah dagingnya langsung keluar...

Aku sengaja meminimalkan waktu pemanasan di microwave, agar kandungan air daging tidak menguap terlalu banyak. Kuncinya adalah membiarkan sisa panasnya untuk menyelesaikan proses.

Karena isinya jamur, aku sama sekali tidak merasa bersalah memakannya. Teksturnya padat tapi tetap juicy, bahkan tidak kalah dengan daging babi.

Ekspresi Yuzuki saat menikmati jamur itu, tidak kalah antusias dibandingkan saat dia makan daging.

Selada air ini juga pas sebagai penyegar. Rasanya menyegarkan, tapi saat dicampur saus juga bisa jadi lauk utama. Cocok buat dimakan bersama daging.

Meski masih ada sedikit ketegangan di wajahnya, tapi Yuzuki tampak jauh lebih rileks saat menikmati makanannya.

Yuzuki, sepertinya akhir-akhir ini kamu sedang tergila-gila dengan daging babi, ‘kan?

Mata Yuzuki melebar begitu mendengar perkataan Emoto-san.

“...Apa kamu juga menganalisisnya?

Tidak perlu dianalisis juga sudah jelas. Setiap ada hidangan daging babi entah dari oleh-oleh atau katering, kamu langsung semangat. Entah karena salah siapa yang sudah mempengaruhimu.”

Emoto-san melirik ke arahku.

Masakan daging babi memang merupakan masakan yang pertama kali aku suguhkan kepada Yuzuki. Sepertinya tidak ada yang luput dari pengamatan Emoto-san.

Yuzuki meletakkan sumpitnya, lalu mengepalkan tangannya di pangkuannya. Wajahnya menampilkan rasa malu, tapi juga ada kebahagiaan karena kesukaannya disadari.

Walau sedang dalam pertandingan, sepertinya saat ini adalah waktu yang tepat.

“Ayo Yuzuki, kurasa sepertinya ada yang ingin kamu katakan, ‘kan?

Aku menepuk punggungnya pelan, membuat Yuzuki menegakkan badan.

Ketegangan kembali terasa di antara mereka.

...Aku...

Emoto-san menggigit bibirnya seperti siap menerima hukuman.

Aku tidak suka sikap Ruru-san yang seolah memaksakan kebaikan.

Tidak suka.

Hanya dua kata itu saja sudah cukup untuk membuat wajah Emoto-san berubah menjadi penuh kesedihan.

Aku tidak suka caramu yang selalu mementingkan orang lain daripada dirimu sendiri. Aku tidak suka kamu mengabaikan popularitasmu sendiri demi menunjukkan perhatianmu padaku. Aku tidak suka kamu tidak membiarkanku mentraktirmu makan, tapi...

Bukan kebencian atau kekecewaan yang terpancar dari mata Yuzuki, melainkan kepercayaan.

Meskipun sedang sibuk, kamu selalu memperhatikanku. Kamu berusaha agar makanan yang tidak kusuka bisa kumakan dengan enak. Kamu selalu mengingat kenangan-kenangan kecil kita. Seharusnya aku sudah tahu kalau kau selalu mementingkanku...

Yuzuki membungkukkan tubuhnya dalam-dalam di hadapan Emoto-san.

 

“Aku benar-benar minta maaf untuk sikapku yang buruk waktu itu.

 

Lalu dari tempat persembunyiannya, dia mengeluarkan kemasan makanan plastik.

“Aku membuatkan sesuatu sebagai permintaan maaf. ...Maukah kamu menerimanya?

Dengan ekspresi lebih tegang dari biasanya, Yuzuki meletakkan kemasan itu di atas meja. Ternyata di dalamnya ada satu makanan.

Ini kan...

Di balik tutupnya, terdapat bunga sakura yang sedang mekar.

Kue tradisional Jepang berbentuk bunga sakura itu tampak begitu indah, bahkan tidak kalah dengan yang asli.

Aku sudah berlatih berulang kali untuk memberikannya pada Emoto-san.

Berkat latihan yang keras, hasilnya jauh lebih profesional dibandingkan saat dia mencobanya di hotel. Ngomong-ngomong, isian kacang merah di dalamnya juga merupakan makanan kesukaan Emoto-san berdasarkan profil resminya.

...Boleh aku memakannya?

Saat Emoto-san bertanya, Yuzuki mengangguk kecil.

Bunga sakura di kue itu pun mekar di bibir Emoto-san.

Cara dia mengunyahnya seolah dia bisa merasakan keindahan alam.

...Ini benar-benar enak.

Yuzuki merona malu-malu dan terus-menerus memainkan rambutnya.

Setelah menelan kue itu, Emoto-san menyentuh lembut bahu Yuzuki.

...Selama ini aku terus-menerus mengaku sebagai 'kakak'-mu, tapi aku tidak pernah memperhatikan perasaan Yuzuki. Bukannya melihatmu sebagai sosok 'adik', tapi aku hanya mengejar keinginanku sendiri untuk diakui dan disayangi. Maafkan aku.

Dia menundukkan kepala dan sedikit mengangkat sudut bibirnya.

Justru akulah yang seharusnya minta maaf atas kejadian waktu itu. Maukah kamu berbaikam denganku?

Yuzuki tersenyum malu-malu, memperlihatkan giginya yang putih.

Iya. Terima kasih sudah selalu berada di sisiku... Ruru.

Air mata tak terbendung mengalir dari mata Emoto-san.


 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama