Roshidere Jilid 9 Bab 2 Bahasa Indonesia

Chapter 2Dan Kemudian, Ibu Dan Anak Saling Bertatapan

 

Setelah membutuhkan sekitar dua puluh menit berguncang di dalam bus dan sepuluh menit berjalan dari halte pemberhentian, Masachika akhirnya berdiri di depan rumah keluarga Suou setelah beberapa tahun lamanya

(Ah...) 

Kenangan masa lalu muncul kembali dengan jelas. Rumah yang ia pikir tidak akan pernah kembali, tempat yang takkan pernah ia kunjungi kembali. Masachika menatap gerbang besar yang menghubungkan ke taman yang indah dan bel di sampingnya. Sambil menatapnya, Masachika berpikir dalam hati. 

(Aku jadi tidak ingin menekannya~) 

Jangan salah paham dulu. Masachika sudah memutuskan untuk masuk. Setelah datang sejauh ini, ia sudah membuat keputusan tersebut. Namun, ia tidak perlu begitu terang-terangan mengunjungi secara langsung, kan? Lebih tepatnya, ia bisa saja memanggil melalui ponsel dan diam-diam dimasukkan ke dalam, bukan? Karena orang yang mengundangnya ke rumah Suou adalah Ayano, jadi itu bukan hal yang aneh. Yang terpenting, jika dirinya melakukan itu, setidaknya kemungkinan bertemu dengan kakek atau ibunya sebelum bertemu Yuki bisa berkurang. 

(Di dalam situasi di mana Alya sedang bersamaku, aku tidak ingin bertemu dengan kedua orang itu...) 

Masachika tidak tahu sikap apa yang akan ia tunjukkan di depan kedua orang itu. Mungkin dirinya akan mengatakan sesuatu yang membuat Alisa merasa tidak nyaman, dan pada dasarnya, kembali ke rumah keluarga setelah sekian lama dengan seorang gadis rasanya terlalu canggung. 

(Memanggil Ayano dan langsung menuju ke kamar Yuki, menempatkan Alya di kamar Yuki dan menyapanya... baiklah, ini yang terbaik) 

Setelah sampai pada kesimpulan itu dan mencoba mengeluarkan ponselnya, tiba-tiba, sebuah tangan putih menjulur dari arah sampingnya dan menekan bel. 

“Eh?” 

“Apa? Tidak ada gunanya berlama-lama seperti ini, kan?” 

“Tidak, aku juga punya rencana...”

“Masachika-sama?” 

Suara pelayan keluarga Suou, Kimishima Natsu, yang sudah lama tidak ia dengar selama beberapa tahun, terdengar dari interkom. Masachika tertegun sejenak sebelum akhirnya mengeluarkan kata-kata. 

“... Selamat malam, Natsu-san.” 

“Ara, ara! Duh, duh! Ya, iya, sudah lama sekali, ya! Umm, nona muda yang ada di samping Anda adalah...?” 

“Ah~... tidak, itu...” 

Masachika merasa bingung untuk menjelaskannya, tetapi sementara itu, Alisa menyapa dengan lancar. 

Saya minta maaf karena sudah mengganggu di malam hari. Saya adalah teman sekelas Masachika-kun, Alisa Mikhailovna Kujou, yang juga merupakan anggota OSIS bersama Yuki-san. Saya mendengar bahwa Yuki-san sedang terbaring sakit karena influenza, jadi saya ingin datang untuk menjenguknya, meskipun hanya sebentar.” 

Ara, ara, terima kasih banyak... Baiklah, apa Anda bisa menunggu sebentar?” 

Setelah mendengar sapaan sopan dari Alisa, Natsu tampaknya kembali tenang sebagai pelayan dan memberi tahu mereka, lalu sambungan interkom terputus. Masachika menghela napas ringan dan menatap Alisa di sampingnya. 

“............... Apa?” 

“Tidak, aku hanya merasa kamu sangat tenang... maksudku, kamu terlihat begitu bisa diandalkan.”

“......Tentu saja, kan? Aku sudah bilang kalau aku akan mendukungmu...”

Ketika Alisa mengatakan itu sambil malu-malu mengalihkan wajahnya, Masachika tersenyum tipis dan berkata

“Ah... terima kasih.” 

“......Tidak masalah, kok.”

Alisa semakin mengalihkan wajahnya sambil memainkan rambutnya. Masachika mengangkat tangan kanannya sedikit dan berkata.

“Tapi untuk saat ini, bagaimana kalau kamu melepaskan pegangan tangan kita dulu?” 

“Eh? Ah......”

Setelah mendengar pernyataan Masachika, Alisa menatap tangan mereka yang terhubung dan tiba-tiba membuat ekspresi sedikit kesal. Lalu, dia berkata sambil terus memalingkan wajahnya. 

Aku sama sekali tidak keberatan jika kita terus seperti ini, kok?”

“Eh? Tidak, tidak, kamu seharusnya merasa keberatan. Ada kamera pengawas yang jelas terlihat di sini. Saling bergandengan tangan dan mengunjungi rumah orang tua tuh terlihat seperti mengumumkan pertunangan. Jika Natsu-san melihatnya, dia pasti akan salah paham!” 

Memikirkan tentang wanita tua yang berpikir seperti gadis muda, yang sangat berbeda dari cucunya Ayano, Masachika cepat-cepat berkata sambil memperhatikan kamera di atas pagar. Alisa juga melirik ke arah kamera pengawas itu. Kemudian, sambil kembali memalingkan wajahnya, dia menggenggam erat tangan mereka yang bergandengan itu dan berbisik, 

Aku sama sekali tidak keberatan, kok?

(Keberatan sedikit dongggggggggg———!!!) 

Meskipun itu hanya lelucon, pernyataan yang mengejutkan itu membuat Masachika melupakan situasi saat ini sejenak dan berteriak di dalam batinnya

(Jadi kamu tidak masalah jika disalahpahami? Hah? Eh, jadi aku boleh memperkenalkanmu? Kita akan menikah! Bolehk aku mengatakannya? Natsu-san pasti akan sangat bersemangat! Tidak, tidak, dia pasti cuma bercanda, kan?) 

Masachika menatap Alisa dengan serius, tetapi ekspresi wajahnya yang membelakangi membuatnya tidak bisa melihat ekspresinya. Namun, bahkan di dalam kegelapan, ia bisa melihat telinga Alisa yang memerah. 

(Ini cuma lelucon, kan...?) 

Ia merasakan keringat dingin mulai mengalir di telapak tangan mereka yang bergandengan. Masachika ingin segera melepaskan genggaman tangan mereka, tetapi melepaskannya di sini terasa sangat tidak sopan. Namun, sementara itu, Natsu yang mungkin sudah meminta izin di sekitar sana bisa saja membuka pintu dan menyambut mereka... 

(Lebih tepatnya, berdiam diri di sini terus juga sama sekali tidak baik!)

Mengingat bahwa dirinya masih berpura-pura tidak mengerti bahasa Rusia, Masachika berusaha untuk tetap tenang dan berkata, 

“Aku tidak tahu apa yang kamu katakan... tapi, bagaimana kalau kita melepaskan tangan kita dulu? Serius. Tadi aku tidak menjelaskan dengan detail, tapi hubunganku dengan pemilik rumah ini cukup buruk. Jika sampai ketahuan bahwa kita berpegangan tangan saat melangkah masuk ke rumah, aku bisa membayangkan ia akan marah dan bilang, ‘Apa kamu sedang bercanda?’” 

Setelah mendengar penjelasan cepat dan bujukan Masachika, Alisa menatapnya dengan ekspresi tidak puas sebelum akhirnya melepaskan tangan mereka. Masachika merasa lega, tetapi Alisa mulai memainkan rambutnya dan berbisik dengan suara kecil, 

Setidaknya, kamu harus sedikit sadar dengan situasi ini kali.

(...Eh? Oh, jadi kamu marah tentang itu? Meskipun kita sudah berpegangan tangan, tapi aku tidak bereaksi sama sekali?) 

Bukannya dia terlihat sangat imut? 

Pemikiran semacam itu muncul dengan sendirinya, dan Masachika segera membalikkan wajahnya. Pada saat yang sama, suara keras terdengar, membuatnya sedikit terkejut. 

Ia melihat gerbang di depannya mulai terbuka otomatis, dan Masachika menyadari bahwa suara itu adalah suara kunci yang dibuka, lalu menghela napas lega. 

(Lah, kenapa sih aku malah merasa lega?) 

Sekarang, apa yang akan dihadapi Masachika adalah musuh terbesarnya. Jika saatnya tiba untuk berhadapan, ia yakin akan melakukannya dengan tekad yang sangat besar. Namun, 

(Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan melewati gerbang rumah ini dengan perasaan seperti ini.) 

Masachika merasa aneh dan sedikit lelah saat melangkah ke dalam pekarangan rumah. Ia kemudian memanggil Alisa yang mengikuti di belakangnya. 

“Alya.”

“Apa?” 

“Terima kasih.” 

“...Sama-sama.” 

Masachika tersenyum tipis ketika mendengar balasan yang sedikit dingin seperti biasa dan melanjutkan langkahnya menuju pintu masuk rumah. Saat itu, pintu depan terbuka, dan musuh yang dimaksud muncul. 

Suou Gensei. Pemilik rumah ini, sekaligus kakek Masachika dan Yuki dari pihak Ibu mereka. Dan orang inilah yang memerintahkan Masachika untuk tidak lagi menyebut dirinya sebagai kakak laki-laki Yuki ketika ia meninggalkan rumah.

....

Mata dingin dan tatapan tajam yang sama seperti dulu menembus Masachika. Namun, secara mengejutkan Masachika merasa lebih tenang dari yang dirinya kira. 

(Sebelumnya, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana... Apa ini semua berkat Alya?) 

Dengan pemikiran seperti itu, Masachika terus berjalan dan menatap langsung ke mata Gensei, berhenti beberapa langkah di depannya. Ia kemudian mengambil inisiatif dan membuka mulutnya. 

“Maaf mengganggu waktu Anda di malam hari. Saya mendengar bahwa teman saya, Yuki-san, jatuh sakit, jadi saya datang untuk menjenguknya meskipun agak mengganggu.

Dengan sapaan yang sangat formal, Gennsei menatap Masachika dan Alisa, lalu ia menjawab,

Menjenguk. Tanpa ada pemberitahuan sebelumnya sama sekali atau oleh-oleh, ya?”

“Maafkan saya. Saya mendengar situasinya dari Ayano-san dan terburu-buru datang ke sini.”

Meskipun kata-kata Gensei terdengar dingin, Masachika tetap tenang tanpa terpengaruh sama sekali dan meminta maaf dengan tulus. Saat Gennsei menyipitkan matanya, Alisa melangkah maju satu langkah, berdiri di samping Masachika, dan membungkuk. 

“Senang bertemu Anda. Saya adalah Alisa Mikhailovna Kujou, anggota OSIS yang sama dengan Yuki-san. Saya menyadari bahwa ini adalah waktu yang tidak biasa, tetapi bisakah saya menyampaikan salam kepada Yuki-san?” 

Tatapan Gensei beralih ke arah Alisa. Ia kemudian menatap mata Alisa dan berkata, 

“Aku adalah kakek Yuki, Suou Gensei... Meskipun kamu bilang menjenguk, apa kamu sudah memberitahu orang tuamu?”

“Ya.” 

“Ah...” 

Perkataan Gensei membuat Masachika teringat bahwa ia lupa untuk menghubungi Kyoutarou. Ia terlalu banyak berpikir sehingga hal itu tidak terlintas di pikirannya, ditambah lagi karena biasanya ia tinggal sendirian, sehingga ide untuk “menghubungi orang rumah” benar-benar luput dari pikirannya. 

Sementara Masachika dan Alisa sama-sama mengeluarkan suara “ah” kecil, Gensei kembali menatap Masachika dengan tajam. Merasa kalau mereka akan segera mendapat teguran, Masachika hendak segera meminta maaf. 

“Yah, tidak apa-apa... Masuklah.”

Yang mengejutkan, Gensei berkata demikian dan membelakangi mereka, membuka pintu, dan masuk ke dalam rumah. Ia kemudian memanggil Natsu yang menunggu di pintu masuk. 

Ada tamu. Arahkan mereka ke kamar Yuki.” 

“Baik, saya mengerti. Silakan kemari, Kuze-sama, Kujou-sama.” 

Setelah memberi hormat kepada Iansei, Natsu mengundang Masachika dan Alisa masuk. Masachika dan Alisa pun melangkah masuk ke dalam rumah, sementara Gensei pergi lebih dalam ke dalam rumah. 

“.....” 

Ya, silakan lewat sini.

Saat mengantar Gensei pergi, Natsu menyiapkan sandal dalam ruangan untuk mereka berdua, dan Masachika serta Alisa pun memakainya.

“Selamat datang di sini. Ah, Kujou-sama, terima kasih atas kesopanan Anda sebelumnya. Saya adalah pelayan rumah ini, Kimishima Natsu, nenek dari Kimishima Ayano.” 

“Ah, neneknya Ayano-san... Perkenalkan, nama saya Alisa Mikhailovna Kujou. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya di waktu seperti ini.” 

“Tidak apa-apa, saya rasa Yuki-sama juga akan merasa senang. Namun, karena bisa saja tertular flu, silakan pakai masker terlebih dulu.”

“Ah, terima kasih.” 

“Terima kasih.”

“Tidak perlu berterima kasih, silakan ikut saya.” 

Setelah menerima masker dari Natsu, mereka berdua melanjutkan ke dalam rumah. Kemudian, Natsu yang berjalan di depan mulai berkata tanpa menoleh. 

Meski demikian, saya benar-benar merasa terkejut. Saya tidak menyangka bahwa Masachika-sama akan datang. Apalagi, dengan membawa gadis secantik ini.”

“............ Aku benar-benar minta maaf karena datang mendadak.” 

“Tidak, saya benar-benar senang... Ah, saya hampir meneteskan air mata. Ini tidak baik, semakin tua umur saya, saya jadi semakin mudah menangis.” 

Seperti yang dia katakan, Natsu menahan tangis sambil menekan sudut matanya, dan Masachika merasa tidak nyaman.

Namun, untungnya, mereka segera sampai di depan kamar Yuki, dan Natsu mengetuk pintu tiga kali. Pintu pun terbuka tanpa suara. 

“Ya--------”

Orang yang keluar adalah Ayano. Matanya melebar saat melihat Masachika yang berdiri di belakang Natsu.

“Masachika-sama...”

“......... Maaf, aku terlambat.” 

Begitu mendengar kata-kata Masachika, Ayano sedikit menundukkan wajahnya, matanya yang terbelalak mulai meredup. 

“Tidak... Silakan masuk.” 

Hanya itulah yang dia katakan, dan Ayano menggeser badannya sendiri untuk membiarkan Masachika dan Alisa masuk. 

(Mungkin aku seharusnya... datang lebih cepat...) 

Menyaksikan reaksi emosional Natsu dan Ayano, pemikiran semacam itu terlintas di benak Masachika. Namun, semua perasaan sentimental itu lenyap seketika saat melihat Yuki yang terbaring di atas tempat tidur. 

“Ah............”

Di atas tempat tidur besar, tubuh kecilnya terbaring lemah dengan rambut hitam panjang yang dikepang. Aroma sabun yang samar tercium di hidungnya. Udara lembap terasa di kulitnya. Semua itu mengingatkannya pada masa lalu, dan Masachika terdiam.

“Masachika-kun...” 

Kemudian, panggilan Alisa yang penuh perhatian membuatnya tersadar, dan ia kembali melangkah dengan canggung. 

Masachika duduk di kursi di samping tempat tidur, tempat Ayano sebelumnya duduk, dan ragu-ragu mengulurkan tangannya kepada Yuki. Saat tangannya menyentuh dahi kecilnya, ia merasakan kehangatan yang lembut, dan Masachika menggigit bibirnya. Kemudian, Yuki perlahan-lahan membuka matanya. 

“Ah..........” 

Tatapan matanya yang kosong menatap langit-langit, kemudian perlahan beralih ke arah Masachika. Dengan suara serak yang kering, dia berbisik, 

“Nii....sama...?” 

.....”

Panggilan itu sama persis dengan panggilan yang dulunya pernah dipakai Yuki. Masachika menahan emosi yang muncul dari dalam hatinya dan menjawab. 

“Ahh, ini aku... Apa kamu baik-baik saja?” 

Setelah mengucapkan pertanyaan bodoh itu, ia merasa menyesal. Namun, ketika melihat ekspresi Yuki yang mulai meringis, Masachika terkejut. 

“Yuki...?” 

“U, uuuuaaaahhh~~ Nii-samaaa~~~”

Dengan air mata mengalir dari celah kelopak matanya yang tertutup, Yuki menangis seperti anak kecil. Suaranya yang serak, terisak-isak berkali-kali. 

“Uuuuu~~~ rasanya sakitttt~~~rassanya sesak, hiks, hiks, aku tidak mauuuu...” 

Entah itu tingkah laku anggunnya di sekolah, maupun sisi nakalnya di rumah, semua itu tidak bisa dibayangkan dalam sosoknya yang seperti anak kecil ini. Suara tangisnya yang menyayat hati membuat dada Masachika terasa tertekan. 

(Kenapa... aku tidak datang... lebih cepat.....!) 

Karena tidak bisa menahan diri lagi, air mata mulai mengalir dari mata Masachika. Tanpa menyadari Alisa yang melihatnya di belakang, Masachika merangkul tubuh Yuki yang terbaring di tempat tidur dan memeluknya erat. 

“Maaf.... maafkan aku...” 

Dengan air mata yang mengalir deras, Masachika terus meminta maaf. Entah Yuki bisa mendengar suaranya atau tidak, dia terus merintih dengan suara lemah. 

Aku tidak mau...merasakannya lagi... kenapa... kenapa hanya aku... rasanya sangat sakit, tolong bantu aku........” 

“Maafkan aku, maafkan aku...! Seandainya aku bisa menggantikanmu...!” 

“Uuuuu~~ hik... uuuuu~~~.” 

“Maaf, maaf...”

Masachika terus mengelus punggungnya Sambil memeluk tubuh Yuki. Melalui piyamanya, ia merasakan kulit tipis dan tulang yang menonjol. Semua itu membuatnya merasa kasihan dan sedih, dan Masachika terus menangis. 

 

◇◇◇◇

 

Alisa menatap kedua orang yang saling berpelukan itu dengan seksama. Bagian dalam hidungnya terasa hangat, pandangannya kabur, dan Alisa mengedipkan mata sambil mengeluarkan suara dari hidung. 

(Ah, jadi begitu... mereka benar-benar...) 

Kini, Alisa akhirnya sepenuhnya memahami fakta bahwa mereka berdua adalah kakak beradik. Kenapa dirinya bisa salah mengira kalau mereka berdua sebagai sepasang kekasih? Melihat mereka saling menangis dan berpelukan, jelas sekali bahwa mereka adalah keluarga. 

(Ah...)

Dia mengerti. Semua yang dikatakan Masachika adalah kebenaran, dan tidak ada perasaan yang melebihi cinta keluarga atau cinta antar saudara di antara mereka. 

Alisa menyadarinya. Masachika tidak memiliki perasaan lebih kepada dirinya dibandingkan yang Masachika rasakan untuk Yuki. 

Yuki bukanlah saingan Alisa dalam cinta. Namun, Yuki juga bukanlah lawan yang bisa ditandingi Alisa. Dia meyakini bahwa bagi Masachika, Yuki adalah sosok yang paling istimewa dan berharga, sesuatu yang tidak bisa dibandingkan dengan yang lain.

(Aku yakin kalau yang dibutuhkan Masachika-kun saat ini adalah Yuki-san, bukan aku...)

Rasa dingin memenuhi dadanya. Kenapa dia berada di sini? Pemikiran semacam itu muncul, dan perasaan kesepian semakin menguat. Dia membenci dirinya sendiri karena memiliki perasaan egois ini, dan Alisa menundukkan wajahnya. 

“Alisa-san, jika Anda tidak keberatan, silakan duduk di sini...”

Ayano menyarankan kursi dengan suara pelan, dan Alisa mengedipkan mata beberapa kali sebelum menggelengkan kepala.

“Terima kasih, tapi tidak apa-apa.”

Saat dia mengangkat wajahnya ketika mengatakan itu, ternyata Masachika sedang membaringkan Yuki di tempat tidur, yang sepertinya sudah berhenti menangis dan kembali tidur.

Ia dengan hati-hati meletakkan kepala Yuki di atas bantal dan menarik selimut hingga ke bahunya. Ia kemudian mengelap bekas keringat dan air mata di wajah Yuki dengan handuk basah. Gerakannya dipenuhi dengan kelembutan dan kasih sayang yang mendalam.

.....”

Kemudian, seluruh penjuru ruangan dipenuhi dengan keheningan. Suara yang terdengar hanyalah suara helaan napas tidur Yuki yang lembut, dan Masachika yang menatapnya, serta Alisa dan Ayano yang juga menatap punggungnya, semua orang terdiam. 

Kira-kira sudah berapa lama waktu berlalu? Tiba-tiba, suara ketukan terdengar dari arah pintu kamar, dan Alisa segera menoleh ke sana. Lalu, Ayano yang bergerak cepat tanpa suara membuka pintu, dan seorang wanita paruh baya yang dikenalnya masuk ke dalam ruangan. 

“Yuki-san—” 

Ketika melihat Masachika yang duduk di samping tempat tidur, wajahnya tiba-tiba menegang dan dia berhenti. 

(Ibunya Yuki-san...?) 

Setelah memastikan bahwa wanita itu adalah Suou Yumi, ibu kandung Yuki yang menyapanya di festival olahraga, Alisa menoleh ke arah Masachika. Saat melihat Masachika yang menatap Yumi dengan ekspresi tegang, Alisa kembali mengalihkan pandangannya ke arah Yumi—dan tiba-tiba menyadari. 

(Ah... jadi begitu)

Kenapa dia tidak pernah menyadarinya sampai sekarang? Jika dipikirkan baik-baik, itu hal yang wajar. Masachika dan Yuki adalah kakak beradik... berarti ibu kandung Yuki juga merupakan ibu Masachika. Dengan kata lain, apa yang ada dihadapannya sekarang ialah... pertemuan antara ibu dan anak kandung. 

(Ehm, apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus kulakukan...?)

Sama seperti saat festival olahraga, suasananya menjadi semakin tegang. Alisa yang tidak mengerti alasan tersebut berusaha untuk mengatakan sesuatu, tetapi lebih cepat dari itu, suara Natsu terdengar dari belakang Yuumi. 

“Aduh, aduh, Yumi-sama, Anda bahkan belum mencuci tangan Anda... Saya mengerti bahwa Anda sangat mencemaskan keadaan Yuki-sama, tapi tolong cuci tangan Anda dan berkumur terlebih dahulu.” 

Ketika mendengar suara yang ceria itu, Yumi terkejut dan berbalik dengan canggung.

“Ya, benar... aku akan melakukannya.” 

Setelah mengatakannya dengan suara yang pelan, dia pergi meninggalkan ruangan. Alisa merasa sedikit lega, lalu menatap Masachika. Masachika juga menatap Alisa dan memberikan senyuman canggung. 

“Maaf ya, entah kenapa...” 

“Ah, tidak, bukan apa-apa...” 

Saat Alisa membalas dengan tergagap, Masachika berdiri dari kursinya dan mendekat dengan tenang. Ia menggenggam tangan Alisa dengan kedua tangannya, menatap mata Alisa yang tampak bingung dan berkata, 

“Terima kasih banyak untuk hari ini. Berkat dirimu, aku bisa memiliki keberanian untuk datang ke rumah ini. Aku benar-benar berterima kasih dari lubuk hatiku, Alya.”

!! Aku, tidak...”

Aku tidak melakukan apa-apa. Alisa berpikir seperti itu. Malahan, dirinya hanya bertindak egois dan semaunya sendiri. Seberapa sering dia benar-benar memikirkan Masachika dan bertindak hanya untuknya?

(Meskipun aku sudah mengatakan kalau aku akan mendukungnya...) 

Masachika menggelengkan kepala dan berkata kepada Alisa yang sedang menundukkan kepala karena rasa benci pada dirinya sendiri. 

“Kamu sudah melakukan lebih dari cukup. Berkatmu, aku akhirnya bisa kembali ke jalan yang benar.” 

“Jalan yang benar...?” 

Masachika tidak menjawab pertanyaan Alisa dan hanya tersenyum tipis sambil menundukkan kepala. 

“Terima kasih banyak. Sekarang aku sudah baik-baik saja. Aku akan menghadapi semuanya... Alya, tolong buat keluargamu merasa tenang.” 

Memahami maksud Masachika, Alisa sedikit ragu sebelum perlahan mengangguk. 

“............... Baiklah. Kalau begitu, aku pulang ya.” 

“Ya, maaf telah merepotkanmu. Nanti aku akan menjelaskan dan mengucapkan terima kasih dengan baik.”

“Begitu, baiklah, aku akan menantikannya.” 

Saat Alisa mengatakan itu, Masachika mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis, lalu menoleh ke arah Natsu.

“Natsu-san, bisakah kamu mengantarnya pulang?” 

“Tentu saja. Saya akan memanggil mobil untuk mengantarnya.”

“Terima kasih.”

“Maaf, terima kasih.”

“Tidak perlu, saya tidak bisa melakukan apa-apa... Lain kali, silakan datang lagi. Saat itu, saya akan menyambut Anda dengan sepenuh hati.” 

“Ah, ya... terima kasih.”

“Sama-sama, terima kasih. Silakan berkunjung lagi ke sini.” 

Kemudian, Alisa diantar oleh Natsu keluar dari kamar Yuki. Dalam perjalanan menuju pintu depan, dia bertemu dengan tatapan Yumi yang berjalan dari arah koridor. 

“Ah, kamu temannya Masachika-san...” 

“Ya, saya teman sekelas dan rekannya dalam OSIS, Alisa Mikhailovna Kujou. Maaf telah mengganggu di malam yang larut ini.”

“Ah, tidak apa-apa... Kamu sudah mau pulang?”

“Ya.”

“Begitu....hati-hati di jalan, ya.”

Terima kasih. Kalau begitu saya permisi dulu.

Setelah berbincang seperti itu, mereka berdua saling melewati. Alisa memiringkan kepalanya ke dalam saat dia melihat dari balik bahunya ke arah Yumi yang menuju kamar Yuki.

(Dia agak lemah dan sepertinya tipe orang yang tidak suka terlibat dalam konflik atau semacamnya. ....... Tapi, kenapa Masachika-kun malah bersikap seperti itu?)

Alisa sama sekali tidak mengerti. Namun, suatu saat Masachika pasti akan menjelaskan padanya.

... Berjuanglah

Setelah bergumam kecil kepada rekannya yang memutuskan untuk tetap tinggal, Alisa menghadap ke depan dan meninggalkan rumah keluarga Suou.

 

◇◇◇◇

 

Suara ketukan terdengar di dalam ruangan, dan Yumi masuk ke dalam kamar Yuki. Menghadapi ibunya yang mungkin memiliki perseteruan yang bahkan lebih besar daripada Gensei, Masachika yang telah mengatur pikirannya selama menunggu, berdiri dengan tenang dan mengosongkan kursi untuk Yumi.

Di sisi lain, sepertinya Yumi juga telah memantapkan hatinya, berhenti beberapa langkah di depan Masachika dan perlahan-lahan membuka mulutnya.

Sudah lama tidak berjumpa ya, Masachika-san.

… Ibu juga sama.

Setelah mendengar panggilan itu, Yumi menundukkan wajahnya seolah-olah ada sesuatu yang mengganjal. Meskipun tatapan matanya dialihkan, Masachika kini bisa melihatnya dengan perasaan tenang yang aneh.

Jika Ibu mencemaskan keadaan Yuki, dia sedang tidur. Meski tadi dia sempat bangun sebentar.

Sambil berkata demikian, Masachika melambaikan tangan untuk menyuruhnya duduk, kemudian melihat ke arah Ayano.

Maaf, Ayano, apa kamu bisa menyiapkan minuman untukku?

Ah... Tentu saja. Apa teh saja sudah cukup?

Tidak, kalau bisa, tolong siapkan teh barley atau semacamnya di dalam teko.

Baiklah, saya mengerti. Mohon tunggu sebentar.

Setelah membungkuk dan keluar dari ruangan, Masachika menoleh kembali ke Yumi yang sedang melihat kondisi Yuki.

(… Entah kenapa, sepertinya ekspresinya semakin suram.)

Ketika ia memperhatikan wajah ibunya dari dekat setelah tidak bertemu selama bertahun-tahun, Masachika menyadari kalau raut wajahnya tampak jauh lebih gelap dibanding ingatannya. Meskipun dia sudah dikenal sebagai orang yang pemalu dan pendiam, kini kesan yang ditimbulkan jauh lebih murung. Namun, tatapan Yumi yang tertuju pada Yuki hanya dipenuhi kekhawatiran yang tulus. Itu satu-satunya hal yang tidak berubah.

(Tidak... Kurasa tidak hanya itu saja.)

Ya, pasti bukan hanya itu saja. Kasih sayang Yumi terhadap Yuki tidak akan berubah. Seperti halnya Yumi... mungkin masih mencintai Kyoutarou hingga sekarang.

Ibunya yang lembut dan baik hati yang dulu pernah dikagumi Masachika di masa lalu bukanlah ilusi sama sekali.... justru sebaliknya, Yumi yang pernah membentaknya saat itu...

Hentikan itu sekarang juga!!

Gambaran masa lalu itu muncul kembali di dalam benak Masachika, dan ia menutup kedua matanya, berusaha menenangkan diri.

(Tenanglah, jangan hanya mengingat kenangan buruk saja. Sebenarnya, semuanya bukan hanya itu saja, kan?)

Semuanya akan baik-baik saja. Sekarang, Masachika bisa melihat kembali masa lalu dengan tenang. Ia mengingat bagaimana setelah membentaknya, Yumi menunjukkan ekspresi penyesalan. Kecuali momen itu, Yumi adalah ibu yang lembut bagi Masachika. Sekarang, dia bisa mengingatnya dengan baik.

Bu.

… Ada apa?

Alasan kenapa Yumi tidak mau bertatap muka dengannya mungkin karena dia merasa bersalah. Jika memang benar demikian... apa yang membuat Yumi tidak bisa menatap Masachika sebelumnya?

(Aku harus mengetahuinya.)

Untuk mengakhiri penyesalannya dan kembali ke jalan yang benar. Ini adalah sesuatu yang harus dilakukan Masachika.

Aku ingin berbicara dengan Ibu.

……

Setelah mendengar kata-kata Masachika yang penuh tekad, Yumi perlahan berbalik. Dan, tatapan mereka bertemu. Mungkin Yumi juga berpikir bahwa dia tidak bisa melarikan diri lagi.

Waktu itu... saat aku masih di rumah ini...

Masachika menelan ludah dan melembapkan bibirnya dengan lidah, kemudian dengan tegas bertanya.

Kenapa, Ibu tidak mau menatap mataku lagi?

Tatapan mata Yumi bergetar dan dia langsung mengalihkan pandangannya, tetapi setelah memejamkan matanya sejenak, dia kembali melihat Masachika. Setelah menatap mata itu, Masachika melanjutkan.

Waktu itu... kenapa Ibu menolak pianoku?

Mendengar pertanyaan itu, Yumi menundukkan kepala dan terdiam sejenak. Ketika dia mengangkat pandangannya, dia menatap mata Masachika dan berkata.

“Karena tidak peduli apa pun yang kukatakan... aku berpikir kalau itu melukaimu.

Dengan suara yang penuh putus asa dan penyesalan, Yumi melanjutkan.

Satu hal yang bisa kukatakan adalah... kamu tidak bersalah sama sekali. Kyoutarou-san juga sama... semuanya disebabkan karena keegoisanku sendiri... Aku merasa sangat menyesal telah melakukan hal yang benar-benar menyakitimu.

Saat dia berbicara, sosok Yumi yang menunduk terlihat seperti seorang yang bersalah... mengingatkan Masachika pada dirinya sendiri satu jam yang lalu, saat ia mengungkapkan penyesalannya kepada Alisa.

(Entah kenapa... dia terlihat seperti anak kecil.)

Anehnya, bagi Masachika yang sekarang, sosok ibunya yang berada di hadapan matanya tampak seperti anak seusianya. Seorang anak kecil yang terluka, ketakutan, dan bergetar.

Aku ingin mendengarkan ceritamu, Bu. Semuanya.

Sekarang, Masachika bisa mendengarkan dengan tenang. Gambaran Ibunya yang sebelumnya dibayangkan sebagai sosok yang dipenuhi kenangan menyedihkan dan gambaran buruk, kini tidak ada lagi. Yang ada hanyalah ibu yang lemah dan lembut, yang sangat dikenal Masachika.

Aku ingin tahu apa yang kamu rasakan saat itu, dan kenapa kamu melakukan hal seperti itu. Sekarang, aku yakin bisa menerimanya.

Menanggapi kata-kata Masachika yang tulus, Yumi tetap menunduk dalam keheningan. Pada saat itu, terdengar ketukan ringan, dan Ayano masuk dengan nampan yang berisi dua gelas dan teko teh barley.

Bagaimana kalau kita pindah tempat?

Yumi mengatakan itu dengan pelan, lalu berdiri dari tempat duduknya, dan menerima nampan dari tangan Ayano.

Ayano-san, tolong urus Yuki-san ya.

Baiklah, Yumi-sama.

Kemudian, Yumi menuju keluar ruangan, bergantian dengan Ayano. Masachika segera mengejarnya dengan tergesa-gesa.

Maaf, sisanya aku serahkan padamu, Ayano.

Serahkan saja pada saya, Masachika-sama.

Setelah meminta hal itu kepada Ayano, Masachika keluar dari ruangan dan melanjutkan ke arah yang diambil Yumi. Tujuannya adalah kamar Yumi. Setelah diajak, Masachika duduk di sofa dekat jendela, sementara Yumi meletakkan nampan di atas meja rendah dan mengambil sebuah bingkai foto dari atas lemari. Setelah duduk di depan Masachika, dia mengulurkan foto tersebut kepadanya.

?

Tanpa bisa membaca maksud ibunya, Masachika menatap foto dan mengerutkan dahinya ketika melihat dua remaja laki-laki dan perempuan yang tidak dikenalnya di dalamnya.

Ini…

Hal pertama yang menarik perhatian Masachika adalah seorang gadis yang sekilas terlihat sangat mirip dengan Yuki. Namun, tatapan matanya yang sayu dan tahi lalat di pipinya menunjukkan bahwa itu bukan Yuki, melainkan Yumi. Seorang anak laki-laki yang ceria tersenyum lebar sambil memeluk bahu Yumi yang tampak masih remaja.

“Paman....Naotaka?

Setelah Masachika berhasil mengucapkan nama itu dari ingatannya yang samar, Yumi mengangguk pelan.

Ya, ia adalah kakakku yang meninggal muda.

Kemudian, saat Masachika mengangkat wajahnya, Yumi memberikan senyuman lembut yang penuh rasa duka dan berkata,

Matamu dan Yuki-san… sangat mirip dengan Onii-sama.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama