BAB SS 6
“Itu
datar. Sialan.”
Baru-baru
ini, Amane sedang belajar cara membuat kue bolu. Tapi begitu Ia mencoba seluruh
prosesnya sendirian tanpa ada yang membantunya, hasilnya adalah kue bolu yang
tampak menyedihkan dan kini ada di hadapannya Sepertinya kue itu sudah
kehilangan keinginan untuk hidup. Kue itu akan menjadi lebih pulen saat masih
segar, tapi setelah didiamkan beberapa saat, hasilnya menjadi mlempem.
Fumika,
yang telah menyemangati Amane dan mengawasi pekerjaannya, tersenyum lembut saat
dia melihat kue bolu yang, meski berbau harum, gagal total dalam hal
penampilan.
“Di sini,
kurasa kamu mengaduknya terlalu banyak saat menambahkan tepung setelah mengocok
telur. Dan kemudian, kamu menunggu terlalu lama dan mengaduknya lagi saat
menambahkan mentega di bagian akhir. Lemak dan minyak kemungkinan besar
menghancurkan gelembung udara.”
Karena
masih belum terbiasa membuatnya, Amane mengikuti resep yang diberikan oleh
Fumika. Namun, ia memiliki masalah dengan kecenderungannya untuk mengaduk
terlalu banyak karena kekhawatirannya tentang apakah bahan-bahannya mengikat
dengan benar, sehingga pengamatan Fumika mengena di hati. Fumika mungkin ingin
turun tangan dan memberikan saran, tetapi ia menghormati keinginan Amane untuk
mencobanya sendiri. Bersyukur untuk ini, ia mendengarkan dengan penuh perhatian
pada kritik lembutnya.
“Lihat,
Fujimiya-kun, kecenderunganmu untuk menjadi teliti, justru menjadi bumerang kali ini.”
“Aku merenungkan kesalahanku.”
“Tidak
apa-apa; tidak apa-apa. Kesalahan sering terjadi. Semuanya membutuhkan latihan, dan sama seperti kata pepatah: 'Kegagalan
adalah awal dari
kesuksesan’. Mari kita coba melakukannya lagi,
kali ini dengan mengingat poin-poin yang kusebutkan tadi.”
“Aku benar-benar minta maaf karena
telah menyita waktu Anda yang berharga. Dan bahan-bahan Anda juga…”
“Ya ampun,
jangan dipikirkan lagi. Aku akan menggunakan kue yang gagal untuk membuat
tiramisu. Lagipula, ada beberapa anak kecil yang menunggu sisa makanan di
sebelah sana.”
“Menunggu
sisa makanan...?”
Setelah
mengikuti tatapan Fumika, Amane melihat Oohashi mengintip dari pintu masuk
dengan ekspresi bersalah yang seolah-olah mengatakan, “Uh-oh, kita
ketahuan!” Di belakangnya juga berdiri Miyamoto.
“... Kalian tidak menungguku mengacau, kan?”
Amane menyelidik.
“Sembarangan saja! Kami hanya berpikir
bahwa bagaimanapun juga, kami akan mendapatkan camilan-entah kamu gagal atau
berhasil!”
“Bukannya itu sama saja?”
“Sudah, sudah.
Tidak secepat itu. Menurutku, memakan makanan yang telah kamu buat dan mencari
cara untuk memperbaikinya adalah bagian yang sangat penting dalam proses ini,”
jelas Oohashi.
“Dengan
kata lain?” tanya Amane.
“Dengan
kata lain, dia hanya ingin mendapatkan makanan,” Miyamoto menyela.
“Ngaca dong, Daichi. Seolah-olah kamu tidak mengincar hal yang sama,”
balas Oohashi, yang langsung dibalas Miyamoto. Amane tidak bisa menahan tawa
melihat adegan lucu di hadapannya, dan Fumika juga tersenyum lembut.
“Baiklah,
mari kita berlatih membuat dekorasi untuk saat ini, ya?” Fumika menyarankan.
“... Dan kemudian setelah selesai, saatnya makan camilan.”
“Baiklah, sepertinya itu ide yang bagus.”
Amane dan
Fumika saling berpandangan dan bertukar senyum, membuat pasangan yang lapar itu
menunggu lebih lama lagi.